LP Hemodialisa
LP Hemodialisa
Oleh :
PUTU SUSMITHA DEVY LARASATI
NIM. P07120319050
SEMESTER II PRODI NERS
2. Tujuan Hemodialisa
Menurut, Suharyanto dan Madjid (2013) ; Haryono (2013) tujuan dari
dilakukannya hemodialisa adalah sebagai berikut :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatin, dan sisa metabolisme
yang lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat. Membuang
kelebihan air dengan mengetahui tekanan banding antara darah dan bagian
cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dan negatif (penghisap) dalam
kompartemen dialisat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi
ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang
lain.
e. Mempertahankan atau mengembalikan sistim buffer tubuh.
f. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektronik tubuh.
Secara umum tujuan dilaksanakannya terapi hemodialisis adalah untuk
mengambil zat-zat toksik nitrogen dari dalam darah dan mengeluarkan air
yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran darah yang penuh dengan toksin
dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser tempat darah
tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien
(Smeltzer and Bare, 2013).
3. Indikasi Hemodialisa
a. Indikasi tindakan terapi dialysis menurut Sukandar (2011) yaitu :
1) Indikasi absolut
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut yaitu perikarditis,
ensefalopati, neuropati perifer, hiperkalemia dan asidosis metabolik,
hipertensi maligna, edema paru, oliguri berat atau anuria bendungan paru
dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg
% dan kreatinin > 10 mg%.
2) Indikasi elektif
Indikasi elektif, yaitu Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) antara 5-8
mL/menit/1,73 m2, mual, anoreksia, muntah, Sindroma Uremia, penyakit
tulang, gangguan pertumbuhan, dan astenia berat. Laboratorium
abnormal : asidosis metabolik, azotemia (kreatinin 8-12 mg%, BUN 100-
120 mg%, CCT kurang dari 5-10 mL/menit)
b. Indikasi pada gagal ginjal stadium terminal, yaitu :
Indikasi dilakukannya hemodialisa pada penderita gagal ginjal stadium
terminal antara lain karena telah terjadi :
1) Kelainan fungsi otak karena keracunan ureum (ensefalopati uremik)
2) Gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, misalnya : asidosis
metabolik, hiperkalemia dan hiperkalsemia
3) Edema paru sehingga menimbulkan sesak napas berat
4) Gejala-gejala keracunan ureum (uremic symptom)
c. Indikasi pada gagal ginjal kronik
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2010)
umumnya indikasi dialisa pada GGK adalah bila laju filtrasi glomerulus
(LFG sudah kurang dari 5 ml/menit) sehingga dialisis baru dianggap perlu
dimulai bila dijumpai salah satu dari hal di bawah :
1) Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
2) K serum > 6 mEq/L
3) Ureum darah > 200 mg/L
4) Ph darah < 7,1
5) Anuria berkepanjangan (> 5 hari)
6) Fluid overloaded.
d. Indikasi pada gagal ginjal akut
Terapi dialisis pada gagal ginjal akut memudahkan dalam pemberian
cairan dan nutrisi. Indikasi terapi dialisis ditetapkan berdasarkan berbagai
pertimbangan, bila diberikan pada saat yang tepat dan cara yang
benarakan memperbaiki morbiditas, dan mortalitas. Pada gagal ginjal akut
berat yang pada umumnya dirawat di unit perawatan intensif, terapi
dialisis diberikan lebih agresif. Menunda terapi dialisis pada gagal ginjal
akut berat hanya akan memperburuk gangguan fisiologis dengan
konsekuensi peningkatan mortalitas. Adapun indikasi dialisis pada gagal
ginjal akut antara lain :
1) Severe fluid overload
2) Refractory hypertention
3) Hiperkalemia yang tidak terkontrol
4) Mual, muntah, nafsu makan kurang, gastritis dengan perdarahan
5) Letargi, malaise, somnolence, stupor, coma, delirium, asterixis,
tremor, seizure, perikarditis (resiko perdarahan atau tamponade)
6) Perdarahan diatesis (epistaksis, perdarahan gastrointestinal dan lain-
lain)
7) Asidosis metabolik berat
8) Blood Urea Nitrogen (BUN) > 70-100 mg/dl
4. Kontraindikasi Hemodialisa
Dalam kaitan dengan kontraindikasi absolut hemodialisis, ada sangat
sedikit kontra indikasi untuk hal ini dan mungkin yang paling sering adalah
tidak adanya akses vaskular dan toleransi pada hemodialisis prosedur yang
buruk, selain juga terdapat ketidakstabilan hemodinamik yang parah
(PERNEFRI, 2010)
Sedangkan kontraindikasi relatif terapi dialisis menurut PERNEFRI
(2010) antara lain :
a. Malignansi stadium akhir (kecuali multiple myeloma)
b. Penyakit Alzheimer
c. Multi infarct dementia
d. Sindrom hepatorenal
e. Sirosis hati tingkat lanjut dengan ensefalopati
f. Hipotensi
g. Penyakit terminal
h. Organic brain syndrom
8. Prosedur Hemodialisa
a. Prosedur Tindakan
Akses ke sistem sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan
yaitu vistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua
lumen. Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu
oleh pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser
diperuntukkan sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan darah
yang masuk kedalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan
dalam acuan untuk meletakkan jarum “arterial” diletakkan paling dekat
dengan anastomosis AV pada fistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran
darah (National Kidney Foundation, 2015).
Kantong cairan normal saline yang diklem selalu disambungkan ke sirkuit
tetap sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir
dari pasien dapat diklem sementara cairan normal saline yang diklem dibuka
dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan
darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke
sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa
darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah,
tergantung peralatan yang digunakan (Yoo, 2014).
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir
kedalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan
dan zat sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati kondektor udara dan
foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya
udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada
dialisis diberikan melalui port obar-obatan. Penting untuk diingat,
bagaimanapun, bahwa kebanyakan obat-obat ditunda pemberiannya sampai
dialisis selesai kecuali memang diperintahkan harus diberikan. Darah yang
telah melewati dialisis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang
Posdialiser. Setelah waktu tindakan yang dijadwalkan, dialisis diakhiri dengan
mengklem darah dari pasien, membuka slang cairan normal saline, dan
membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser
dibuang, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk
membersihkan dan menggunakan ulang dialiser (Santoro, 2014).
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang
tindakan dialisis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah
dan sarung tangan wajib digunakan oleh tenaga pelaksana hemodialisa.
Efektivitas hemodialisa dapat tercapai bila dilakukan 2-3 kali dalam seminggu
selama 4-5 jam, atau paling sedikit 10-12 jam seminggu. Hemodialisa di
Indonesia biasanya dilakukan 2 kali seminggu dengan lama hemodialisa 5
jam, atau dilakukan 3 kali seminggu dengan lama hemodialisa 4 jam. Sebelum
hemodialisa dilakukan pengkajian pradialis, dilanjutkan dengan
menghubungkan pasien dengan mesin hemodialisa dengan memasang blood
line dan jarum ke akses veskuler pasien, yaitu akses masuknya darah ke dalam
tubuh. Arteio venous fistula adalah akses vaskuler yang direkomendasikan
karena cenderung lebih aman dan juga nyaman bagi pasien (Brunner and
Suddart, 2013).
Setelah blood line dan vaskuler terpasang, proses hemodialisa dimulai.
Saat dialisis darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam dialiser.
Darah mulai mengalir dibantu pompa darah. Cairan normal salin diletakkan
sebelum pompa darah untuk mengantisipasi adanya hipotensi introdialis. Infus
heparin diletakkan sebelum atau sesudah pompa tergantung peralatan yang
digunakan. Darah mengalir dari tubuh melalui akses arterial menuju ke
dialiser sehingga terjadi pertukaran darah dan zat sisa. Darah harus dapat
keluar dan masuk tubuh pasien dengan kecepatan 200-400 ml/menit. Proses
selanjutnya darah akan meninggalkan dialiser. Darah yang meninggalkan
dialiser akan melewati detektor udara. Darah yang sudah disaring kemudian
dialirkan kembali ke dalam tubuh melalui akses venosa. Dialisis diakhiri
dengan menghentikan darah dari pasien, membuka selang normal salin dan
membilas selang untuk mengembalikan darah dari pasien. Pada akhir dialisis
sisa akhir metabolisme dikeluarkan. Keseimbangan elektrolit tercapai dan
buffer system telah diperbarui (Supeno, 2010).
Gambar 1. Prosedur Tindakan Hemodialisa
b) Punksi Femoral
(1) Obeservasi daerah femoral (lipatan), yang aka digunakan
penusukan
(2) Letakkan posisi tidur pasien terlentang dan posisi kaki yang akan
ditusuk fleksi
(3) Lakukan perabaan arteri untuk mencari vena femoral dengan cara
menaruh 3 jari di atas pembuluh darah arteri, jari tengah di atas
arteri
(4) Dengan jari tengah 1 cm ke arah medial untuk penusukan jarum
AV Fistula
Kerusakan pada
glomerulus dan tubulus
Sindrom uremik
Penumpukan pH darah < 7,1 Menyebabkan Ureum > 200 Kalsium serum
pigmen anuria mg/dl > 6 mEq/l
terrutama berkepanjangan
urokromdi > 5 hari
kulit dan Hiperkalemia
kalsium dalam
kulit Retensi urine
Indikasi penggantian
Ada rasa Kulit kekuning-
fungsi ginjal
gatal kuningan dan kering
Hemodialisa
Gangguan Integritas
Kulit/Jaringan
Pre HD Intra HD Post HD
Pre HD
Ansietas
Adanya jalur masuk Luka di
Defisit mikroorganisme permukaan kulit
Pengetahuan daerah AV Shunt
Resiko infeksi
Mengenai saraf
nyeri di kulit
Klien mengeluh
Nyeri akut nyeri
Intra HD
Termostat suhu
terganggu
Hipertermia
Penurunan volume Perfusu ke area
Nausea
cairan intravaskuler lambung menurun,
peningkatan HCL
Post HD
Hemolisis
terjadi Resiko Risiko
pada RBC infeksi Perdarahan
Hb
menurun
Risiko
Infeksi
2. Klasifikasi Penyakit
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat berdasarkan LFG, yang digunakan
menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
4. Manifestasi Klinis
a. Gejala dini : Sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang,
mudah tersinggung, depresi. Sakit kepala awalnya pada penyakit CKD memang
tidak akan langsung terasa, namun jika terlalu sering terjadi maka akan
mengganggu aktifitas. Penyebabnya adalah ketika tubuh tidak bisa mendapatkan
oksigen dalam jumlah cukup akibat kekurangan sel darah merah, bahkan otak juga
tidak bisa memiliki kadar oksigen dalam jumlah yang cukup. Sakit kepala akan
menjadi lebih berat jika penderita juga bermasalah dengan anemia.
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia atau mual disertai muntah, nafsu makan turun,
nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang
disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Anoreksia adalah kelainan psikis yang diderita seseorang berupa kekurangan nafsu
makan mesti sebenarnya lapar dan berselera terhadap makanan. Gejala mual
muntah ini biasanya ditandai dengan bau mulut yang kuat yang menjadi tidak
nyaman, bahkan keinginan muntah bisa bertahan sepanjang waktu hingga sama
sekali tidak bisa makan. Pada nafsu makan turun disebabkan karena penurunan
nafsu makan berlebihan, ginjal yang buruk untuk menyaring semua racun
menyebabkan ada banyak racun dalam tubuh. Racun telah mempengaruhi proses
metabolisme dalam tubuh.
c. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2013) antara lain : hipertensi, (akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin – angiotensin - aldosteron), gagal
jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis
(akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah,
dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
d. Manifestasi klinik menurut Nahas &Levin (2010) adalah sebagai berikut:
1) Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effuse perikardiak dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
Kondisi bengkak bisa terjadi pada bagian pergelangan kaki, tangan, wajah, dan
betis. Kondisi ini disebabkan ketika tubuh tidak bisa mengeluarkan semua cairan
yang menumpuk dalam tubuh, genjala ini juga sering disertai dengan beberapa
tanda seperti rambut yang rontok terus menerus, berat badan yang turun
meskipun terlihat lebih gemuk.
2) Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
3) Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.
4) Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet
syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor, miopati
(kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas).
5) Gangguan Integumen kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning –
kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan
rapuh.
6) Gangguan endokrim
Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan vitamin
D.
7) Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya retensi
garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi,
asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
8) System hematologi anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik,
dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
5. Patofisiologi
Disfungsi ginjal mengakibatkan keadaan patologik yang komplek termasuk
diantaranya penurunan GFR (Glumerular Filtration Rate), pengeluaran produksi urine
dan eksresi air yang abnormal, ketidakseimbangan elektrolit dan metabolik abnormal.
Homeostatis dipertahankan oleh hipertropi nefron. Hal ini terjadi karena hipertrofi
nefron hanya dapat mempertahankan eksresi solates dan sisa-sisa produksi dengan
jalan menurunkan reabsorbsi air sehingga terjadi hipostenuria (kehilangan kemampuan
memekatkan urin) dan polyuria adalah peningkatan output ginjal. Hipostenuria dan
polyuria adalah tanda awal CKD dan dapat menyebabkan dehidrasi ringan.
Perkembangan penyakit selanjutnya, kemampuan memekatkan urin menjadi semakin
berkurang. Osmolitasnya (isotenuria). Jika fungsi ginjal mencapai tingkat ini serum
BUN meningkat secara otomatis, dan pasien akan beresiko kelebihan beban cairan
seiring dengan output urin yang makin tidak adekuat. Pasien dengan CKD mungkin
menjadi dehidrasi/ mengalami kelebihan beban cairan tergantung pada tingkat gagal
ginjal. Perubahan metabolik pada gagal ginjal juga menyebabkan gangguan eksresi
BUN dan kreatinin. Kreatinin sebagian dieksresikan oleh tubulus ginjal dan penurunan
fungsi ginjal berdampak pada pembentukan serum kreatinin. Adanya peningkatan
konsentrasi BUN dan kreatinin dalam darah disebut azotemia dan merupakan salah
satu petunjuk gagal ginjal. Perubahan kardiak pada CKD menyebabkan sejumlah
gangguan system kardiovaskuler. Manifestasi umumnya diantaranya anemia,
hipertensi, gagal jantung kongestif, dan perikaraitis, anemia disebabkan oleh
penurunan tingkat eritropetin, penurunan masa hidup sel darah merah akibat dari
uremia, defisiensi besi dan asam laktat dan perdarahan gastrointestinal. Hipertropi
terjadi karena peningkatan tekanan darah akibat overlood cairan dan sodium dan
kesalahan fungsi system renin. Angiostin aldosteron CRF menyebabkan peningkatan
beban kerja jantung karena anemia, hipertensi, dan kelebihan cairan.
Tahap gangguan ginjal antar lain:
a. Tahap 1 : Diminishid Renal Reserve
Tahap ini penurunan fungsi ginjal, tetapi tidak terjadi penumpukan sisasisa
metabolik dan ginjal yang sehat akan melakukan kompensasi terhadap gangguan
yang sakit tersebut.
b. Tahap II : Renal Insufficiency (insufisiensi ginjal)
Pada tahap ini dikategorikan ringan apabila 40-80% fungsi normal, sedang apabia
15-140% fungsi normal dan berat bila fungsi ginjal normal hanya 2-20%. Pada
insufisiensi ginjal sisa-sisa metabolik mulai berakumulasi dalam darah karena
jaringan ginjal yang lebih sehat ridak dapat berkompensasi secara terus menerus
terhadap kehilangan fungsi
ginjal karena adanya penyakit tersebut. Tingkat BUN, Kreatinin, asam urat, dan
fosfor mengalami peningkatan tergntung pada tingkat penurunan fungsi ginjal.
c. Tahap III : End Stage Renal Desease (penyakit ginjal tahap lanjut) Sejumlah besar
sisa nitrogen (BUN, Kreatinin) berakumulasi dalam darah dan ginjal tidak mampu
mempertahankan hemostatis. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit terjadi bila
segera dianalisa akan menjadi fatal/ kematian. (Brunner & Suddart, 2013).
Pathway CKD
CKD
Angiostensi I Asotemia
Ginjal tak mampu meningkat Kadar protein dalam Penurunan fungsi
mengencerkan urine darah turun ginjal (Produksi
secara maksimal eritroprotein
Angiostensi II menurun
Syndrome uremia
Produk urine Peningkatan meningkat
turun dan Na&K Penurunan teknan Penurunan
kepekatan urine pembentukan Organ GI
Vasokontriksi osmotik
meningkat Masuk ke pembuluh darah eritrosit
vaskuler
Dysuria/ Cairan keluar ke Mual, muntah
anuria kardiovaskuler
Tekanan darah Anemia
meningkat
Resiko Edema
Defisit Nutrisi
penurunan Intoleransi
curah jantung aktivitas
Berikatan NaOH
dengan air Peningkatan
volume vaskuler Uremia
Resiko Perfusi
Tekanan Renal tidak efekif
hidrostatik
Beban jantung menignkat
meningkat Sumber: Brunner & Suddart, 2013
Ekstravasasi
Hipervolemia
Edema
6. Pemeriksaan Penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara
lain :
a. Hematologi (Hemoglobin, Hematokrit, Eritrosit, Leukosit, Trombosit)
b. RFT (Renal Fungsi Test) (Ureum dan Kreatinin)
c. LFT (Liver Fungsi Test)
d. Elektrolit (Klorida, kalium, kalsium)
e. Koagulasi studi PTT, PTTK
f. BGA
BUN/ Kreatinin : meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin
10mg/dl diduga tahap akhir (rendahnya yaitu 5).
Hitung darah lengkap : hematokrit menurun, HB kurang dari 7-8 g/dl.
SDM : waktu hidup menurun pada defisiensi erritripoetin seperti azotemia.
AGD : penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7 : 2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hidrogen dan ammonia atau hasil akhir.
Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan seluler
(asidosis) atau pengeluaran jaringan hemolisis SDM pada tahap akhir perubahan
EKG tidak terjadi kalium 6,5 atau lebih besar.
g. Urine rutin
Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
Volume : kurang dari 400ml/jam, oliguri, anuria
Warna : secara abnormal urine keruh, disebabkan bakteri, partikel, koloid dan fosfat.
Sedimen : kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.
Berat jenis : kurang dari 1.015 (menetap pada 1,015) menunjukkan kerusakan ginjal
berat.
h. ECG
i. ECO
EKG : mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit dan asam
basa.
Endoskopi ginjal : dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan pelvis ginjal,
pengangkatan tumor selektif.
j. USG abdominal
k. CT scan abdominal
l. BNO/IVP, FPA
m. Renogram
RPG (Retio Pielografi) katabolisme protein bikarbonat menurun PC02 menurun
Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a. Konservatif
1) Melakukan pemeriksaan lab darah dan urine
2) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. Biasanya
diusahakan agar tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema
betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui pemantauan berat badan, urine serta
pencatatan keseimbangan cairan.
3) Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendaah Protein). Diet rendah protein (20-240 gr/hr)
dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia serta
menurunkan kadar ereum. Hindari pemasukan berlebih dari kalium dan garam.
4) Kontrol hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan
garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung pada tekanan darah. Sering
diperlukan diuretik loop selain obat anti hipertensi.
5) Kontrol ketidak seimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan adalah
hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia hindari
pemasukan kalium yang banyak (batasi hingga 60 mmol/hr), diuretik hemat
kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium (penghambat ACE
dan obat anti inflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang
menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi
melalui kalium plasma dan EKG.
b. Dialysis
Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa
dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori
Peritonial Dialysis).
c. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan
mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan:
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung)
Tujuannya yaitu untuk menggantikan fungsi ginjal dalam tubuh fungsi eksresi yaitu
membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa
metabolisme yang lain.
d. Operasi
1) Pengambilan batu
2) Transplantasi ginjal
8. Komplikasi
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama
hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. Neuropati perifer
j. Hiperuremia (Brunner & Suddarth, 2013).
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Identitas pasien berisikan nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
kewarganegaraan, suku, pendidikan,alamat, nomor rekam medis, tanggal masuk
rumah sakit
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab berisikan nama, hubungan dengan pasien, alamat dan
nomor telepon
c. Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan saat ini oleh pasien diantara keluhan lain yang
dirasakan yang didapatkan secara langsung dari pasien ataupun keluarga.
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang didapatkan mulai dari pasien mengalami keluhan
sampai mencari pelayanan kesehatan sampai ,mendapatkan terapi dan harus
menjalani terapi HD (pasien HD pertama). Kondisi atau keluhan yang di
rasakan oleh pasien setelah HD sampai HD kembali (bagi pasien menjalani
HD rutin).
2) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu di dapatkan dari pengalaman pasien mengalami
kondisi yang berhubungan dengan gangguan system urinaria (misal DM,
hipertensi, BPH dll). Riwayat Kesehatan dahulu juga mencakup apakah
pernah melakukan operasi atau tidak.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Di dapatkan dari riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit pasien sekarang (DM, hiperensi, penyakit sistem perkemihan).
4) Riwayat alergi
Perlu dikaji apakah pasien memiliki alergi terhadap makanan, binatang,
ataupun obat-obatan yang dapat mempengaruhi kondisi pasien.
5) Riwayat obat-obatan
Mencakup obat-obatan apa saja yang dikonsumsi oleh pasien selama ini.
e. Pengkajian pola fungsional Gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
Berisi pandangan pasien tentang keadaannya saat ini, apa yang dirasakan
tentang kesehatannya sekarang. Gejalanya adalah pasien mengungkapkan
kalau dirinya saat ini sedang sakit parah. Pasien juga mengungkapkan telah
menghindari larangan dari dokter. Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan
khawatir, pasien terlihat bingung kenapa kondisinya seprti ini meski segala hal
yang telah dilarang telah dihindari.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Mengkaji nafsu makan pasien saat ini, makanan yang biasa dimakan, frekuensi
dan porsi makanan serta berat badan pasien. Gejalanya adalah pasien tampak
lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan.Tandanya adalah
anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
3) Pola eliminasi
Mengkaji warna, frekuensi dan bau dari urine pasien. Kaji juga apakah pasien
mengalami konstipasi atau tidak, serta bagaimana warna, frekuensi dan
konsistensi feses pasien. Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara
output dan input. Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi,
terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
4) Aktifitas dan latian
Kaji apakah pasien mampu melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri, di
bantu atau sama sekali tidak mampu melakukan aktifitas secara mandiri.
Dalam hal ini juga dapat dikaji apakah pasien pernah jatuh atau tidak dengan
menggunakan pengkajian resiko jatuh. Gejalanya adalah pasien mengatakan
lemas dan tampak lemah, serta pasien tidak dapat menolong diri sendiri.
Tandanya adalah aktifitas dibantu sebagian atau penuh.
5) Pola istirahat dan tidur
Kaji bagaimana istirahat dan tidur pasien. Apakah ada kebiasaan saat tidur
maupun kebiasaan pengantar tidur, adakah hal yang mengganggu saat akan
tidur, apakah sering terbangun dimalam hari dan berapa jam tidur pasien
setiap hari. Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat
kantung mata dan pasien terliat sering menguap.
6) Pola persepsi dan kognitif
Kaji apakah ada penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah penurunan
kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi dengan
jelas.
7) Pola hubungan dengan orang lain
Kaji bagaimana hubungan pasien dengan orang-orang disekitarnya, baik
keluarga maupun tenaga kesehatan, apakah pasien sering menghindari
pergaulan, penurunan harga diri sampai terjadinya HDR (Harga Diri Rendah).
Tandanya lebih menyendiri, tertutup, komunikasi tidak jelas.
8) Pola reproduksi
Kaji apakah ada penurunan keharmonisan pasien, adanya penurunan kepuasan
dalam hubungan, adakah penurunan kualitas hubungan.
9) Pola persepsi diri
Kaji bagaimana pasien memandang dirinya sendiri, menanyakan bagian tubuh
manakah yang sangat disukai dan tidak disuki oleh pasien, apakah pasien
mengalami gangguan citra diri dan mengalami tidak percaya diri dengan
keadaannya saat ini. Tandanya kaki menjadi edema, citra diri jauh dari
keinginan.
10) Pola mekanisme koping.
Kaji emosional pasien apakah pasien marah-marah, cemas atau lainnya. Kaji
juga apa yang dilakukan pasien jika sedang stress. Gejalanya emosi pasien
labil. Tandanya tidak dapat mengambil keputusan dengan tepat, mudah
terpancing emosi.
11) Pola kepercayaan
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah
meninggalkan perintah agama.Tandanya pasien tidak dapat melakukan
kegiatan agama seperti biasanya.
f. Pengkajian fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien
dari compos mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital
Tekanan darah naik, respirasi rate naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat
dan reguler.
3) Antropometri
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
4) Kepala
Rambut kotor bahkan rontok, mata kuning dan kotor, telinga kotor dan
terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung ada tarikan
cuping hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut
pucat dan lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok
Hiperparathyroid karena peningkatan reabsorbsi kalsium dari
tulang,hiperkalemia, hiperkalsiuria, prembesaran vena jugularis.
6) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada
paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan
pada jantung.
7) Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, ascites.
8) Neurologi
Kejang karena keracunan pada SSP, kelemahan karena suplai O 2 kurang, baal
(mati rasa dan kram) karena rendahnya kadar Ca dan pH.
9) Genital
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.
10) Ekstremitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang,
dan Capillary Refil lebih dari 3 detik.
11) Kulit
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dari asuhan keperawatan pada pasien dengan Haemodialisa
antara lain:
a. Gangguan Intergritas Kulit
b. Hipervolemia
c. Resiko Penurunan Curah Jantung
d. Resiko Perfusi Renal Tidak Efektif
e. Nausea
f. Defisit Pengetahuan
g. Hipertermia
h. Resiko Infeksi
i. Resiko Perdarahan
j. Nyeri Akut
k. Ansietas
l. Pola Napas Tidak Efektif
m. Hipovolemia
n. Retensi Urine
o. Gangguan Rasa Nyaman
3. Rencana Keperawatan
No Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Gangguan Integritas Kulit / Jaringan Setelah diberikan asuhan keperawatan Perawatan Integritas Kulit
Penyebab selama … x … jam, diharapkan masalah Observasi
Perubahan sirkulasi gangguan integritas kulit/jaringan teratasi Identifikasi penyebab gangguan
Perubahan status nutrisi dengan kriteria hasil: integritas kulit (mis, perubahan
(kelebihan/kekurangan) Integritas Kulit dan Jaringan sirkulasi, perubahan status nutrisi,
Kekurangan / kelebihan volume Elastisitas meningkat penurunan kelembaban, suhu
cairan Hidrasi meningkat lingkungan ekstrem, penurunan
Penurunan mobilitas Perfusi jaringan meningkat mobilitas)
Bahan kimia iritatif Kerusakan jaringan menurun Terapeutik
Suhu lingkungan yang ekstrem Kerusakan lapisan kulit menurun Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
Faktor mekanis (mis. Penekanan Nyeri menurun Lakukan pemijatan pada area
pada tonjolan tulang, gesekan) atau Perdarahan menurun penonjolan tulang, jika perlu
faktor elektris (elektrodiatermi, Kemerahan menurun Bersihkan perineal dengan air hangat,
energi listrik bertegangan tinggi) Hematoma menurun terutama selama periode diare
Efek samping terapi radiasi Pigmentasi abnormal menurun Gunakan produk berbahan petroleum
Kelembaban Jaringan parut menurun atau minyak pada kulit kering
Proses penuaan Nekrosis menurun Gunakan produk berbahan ringan/alami
Neuropati perifer den hipoalergik pada kulit sensitive
Abrasi kornea menurun
Perubahan pigmentasi Hindari produk berbahan dasar alcohol
Suhu kulit membaik
Perubahan hormonal pada kulit kering
Sensasi emmbaik
Edukasi
Kurang terpapar informasi tentang Tekstur membaik
upaya mempertahankan/melindungi Anjurkan menggunakan pelembab (mis,
Pertumbuhan rambut membaik lotion, serum)
integritas jaringan
Anjurkan minum air yang cukup
Gejala dan Tanda Mayor Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Kerusakan jaringan dan/atau lapisan Anjurkan meningkatkan asupan buah
kulit dan sayur
Anjurkan menghindari terpapar suhu
Gejala dan tanda Minor ekstrem
Nyeri Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
Perdarahan minimal 30 saat berada di luar rumah
Kemerahan Anjurkan mandi dan menggunakan
Hematoma sabun secukupnya
Perawatan Luka
Observasi
Monitor karakteristik luka (mis,
drainase, warna, ukuran, bau)
Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
Lepaskan balutan dan plester secara
perlahan
Cukur rambut disekitar daerah luka, jika
perlu
Bersihkan dengan cairan NaCl atau
pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
Bersihkan jaringan nekrotik
Berikan salep yag sesuai ke kulit / lesi,
jika perlu
Pasang balutan sesuai jenis luka
Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam
atau sesuai kondiis pasien
Berikan diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dengan protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
Berikan suplemen vitamin dan mineral
(mis, vitamin A, vitamin C, zinc, asam
amino), sesuai indikasi
Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transcutaneous), jika perlu
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Anjurkan mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein
Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
Kolaborasi prosedur debridement (mis.
Enzimatik, biologis, mekanis, autolitik),
jika perlu
Kolaborasi pemberian antibiotic, jika
perlu
Hipervolemia : Peningkatan volume cairan SLKI: Manajemen Hipervolemia
intravascular, interstisial, dan/atau Setelah diberikan asuhan keperawatan Tindakan
intraselular selama.. x.. jam diharapkan keseimbaangan Observasi
Penyebab : cairan meningkat dengan kriteria hasil : □ Periksa tanda dan gejala hypervolemia
1. Gangguan mekanisme regulasi 1. Asupan cairan meningkat ( mis. Dyspnea, edema, JVP dan CVP
2. Kelebihan asupan cairan 2. Haluaran urin meningkat meningkat, suara napas tambahan )
3. Kelebihan asupan natrium 3. Kelembaban membrane mukosa □ Identifikasi penyebab hypervolemia
4. Gangguan aliran balik vena meningkat □ Monitor status hemodinamik (mis.
5. Efek agen farmakologis 4. Asupan makanan meningkat Frekuensi jantung, tekanan darah,
5. Edema menurun MAP,CVP,PAP) jika tersedia
Gejala dan Tanda Mayor 6. Dehidrasi menurun □ Monitor intake dan output cairan
1. Ortopnea 7. Asites menurun □ Monior tanda hemokonsentrasi
2. Dispnea 8. Konfusi menurun □ Monitor tanda peningkatan tekanan
3. Paroxymal nocturnal dyspnea (PND) 9. Tekanan Darah membaik onkotik plasma
4. Edema anasarka atau edema perifer 10. Denyut nadi radial membaik □ Monitor kecepatan infus
5. Berat badan meningkat dalam waktu 11. Membran mukosa membaik □ Monitor efek samping diuretik
singkat 12. Turgor kult membaik Terapeutik
6. Jugular Venous Pressure (JVP) atau 13. Berat Badan membaik □ Timbang berat badan setiap hari pada
Central Venous Pressure (CVP) wakt yang sama
meningkat □ Batasi asupan cairan dan garam
7. Refleks hepatojugular positif □ Tinggikan tempat tidur 30-40 derajat
Edukasi
Gejala dan Tanda Minor □ Anjurkan melapor jika haluaran urin
1. Distensi vena jugularis <0,5 ml/kg/jam dalam 6 jam
2. Terdengar suara napas tambahan □ Anjurkan melapor jika BB bertambah
3. Hepatomegali >1 kg dalam sehari
4. Kadar hb/Ht turun □ Ajarkan cara mengukur dan mencatat
5. Oliguria asupan dan haluaran cairan
6. Intake lebih banyak dari output □ Ajarkan cara membatasi cairan
7. Kongesti paru Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian deuritik
□ Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat deuritik
Pemantauan Cairan
Tindakan
Observasi :
□ Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
□ Monitor frekuensi napas
□ Monitor tekanan darah
□ Monitor berat badan
□ Monitor elastisitas atau turgor kulit
□ Monitor jumlah warna dan berat jenis
urine
□ Monitor kadar albumin dan protein total
□ Monitor hasil pemeriksaan serum
o ( mis. Hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
□ Monitor intake dan output cairan
□ Identifikasi tanda-tanda
o hipervolemia
□ Identifikasi kator risiko
ketidakseimbangan cairan (mis.
Penyakit ginjal, difungsi intestinal)
Terapeutik
□ Dokumetasikan hasil pematauan
Edukasi
□ Jelaskan tujuan dan prosedur pematauan
Risiko penurunan curah jantung Setelah diberikan asuhan keperawatan Perawatan Jantung
selama …... x …… jam, diharapkan tidak Identifikasi tanda/gejala primer penurunan
Faktor Risiko : terjadi penurunan curah jantung dengan curah jantung (meliputi dyspnea, ortopnea,
Perubahan irama jantung kriteria hasil : PND, peningkatan CVP)
Perubahan frekuensi jantung Curah jantung: Identifikasi tanda/gejala sekunder
Perubahan kontraktilitas Kekuatan nadi perifer normal penurunan curah jantung (meliputi
Perubahan preload Cardiac index dalam batas peningkatan berat badan, hepatomegaly,
Perubahan afterload normal distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi
Tidak ada palpitasi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
Kondisi Klinis Terkait : Tidak ada takikardia Monitor tekanan darah (termasuk tekanan
Gagal jantung kongestif Tidak ada gambaran EKG darah ortostatik, jika perlu)
Sindrom coroner akut aritmia Monitor intake dan output cairan
Gangguan katup jantung Tidak mengalami Lelah Monitor berat badan setiap hari pada waktu
(stenosis/regurgitasi aorta, pulmonalis, Tidak ada edema yang sama
trikuspidalis, atau mitralis) Tidak ada distensi vena Monitor saturasi oksigen
Atrial/ ventricular septal defect jugularis Monitor keluhan nyeri dada (mis.
aritmia Tidak ada dyspnea Intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presivitasi
Tidak terjadi Paroxysmal yang mengurangi nyeri)
nocturnal dyspnea (PND) Monitor EKG 12 sadapan
Tidak terjadi ortopnea Monitor aritmia (kelaian irama dan
Tidak ada batuk frekuensi)
Berat badan normal Posisikan semifowler atau fowler dengan
CRT <3 detik kaki ke bawah atau posisi nyaman
Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika
perlu
Nausea : perasaan tidak nyaman pada bagian Setelah diberikan asuhan keperawatan SIKI
belakang tenggorok atau lambung yang dapat selama .. x .. jam diharapkan tingkat nausea Manajemen Mual
mengakibatkan muntah menurun dengan kriteria hasil : Observasi
Penyebab : SLKI (Tingkat Nausea) □ Identifikasi pengalaman mual
1. Gangguan biokimiawi 1. Perasaan ingin muntah menurun □ Identifikasi isyarat nonverbal
2. Gangguan pada esophagus 2. Perasaan asam di mulut menurun ketidaknyamanan
3. Distensi lambung 3. Sensasi panas menurun □ Identifikasi dampak mual terhadap kualitas
4. Iritasi lambung 4. Sensasi dingin menurun hidup
5. Gangguan pankreas 5. Diaforesis menurun □ Identifikasi faktor penyebab mual
6. Peregangan kapsul limpa 6. Takikardi menurun □ Identifikasi antiemetic untuk mencegah
7. Tumor terlokalisasi 7. Pucat membaik mual
8. Peningkatan tekanan intrabdominal 8. Dilatasi pupil membaik □ Monitor mual
9. Peningkatan tekanan intrakranial 9. Nafsu makan membaik □ Monitor asupan nutrisi dan kalori
10. Peningkatan tekanan intraorbital 10. Jumlah saliva membaik Terapeutik
11. Mabuk perjalanan 11. Frekuensi menelan membaik □ Kendalikan faktor lingkungan penyebab
12. Kehamilan mual
13. Aroma tidak sedap □ Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab
14. Rasa makanan/minuman yang tidak mual
enak □ Berikan makanan dalam jumlah kecil dan
15. Stimulus penglihatan tidak menarik
menyenangkan □ Berikan makanan dingin, cairan bening,
16. Faktor psikologis tidak berbau dan tidak berwarna, jika perlu
17. Efek agen farmakologis Edukasi
18. Efek toksin □ Anjrkan istirahat dan tidur yang cukup
Gejala dan Tanda Mayor : □ Anjurkan sering membersihkan mulut,
1. Mengeluh mual kecuali jika merangsang mual
2. Merasa ingin muntah □ Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan
3. Tidak berminat makan rendah lemak
□ Anjurkan penggunaan teknik
Gejala dan Tanda Minor nonfarmakologis untuk mengatasi mual
1. Merasa asam di mulut Kolaborasi
2. Sensasi panas/dingin □ Kolaborasi pemberian antiemetic, jika
3. Sering menelan perlu
4. Saliva meningkat
5. Pucat Manajemen Muntah
6. Diaphoresis Observasi
7. Takikardi □ Identifikasi karakteristik muntah
8. Pupil dilatasi □ Periksa volume muntah
□ Identifikasi riwayat diet
□ Identifikasi faktor penyebab muntah
□ Identifikasi kerusakan esophagus dan
faring posterior jika muntah terlalu lama
□ Monitor efek manajemen muntah secara
menyeluruh
□ Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
Terapeutik
□ Kontrol faktor lingkungan penyebab
muntah
□ Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab
muntah
□ Atur posisi untuk mencegah aspirasi
□ Pertahankan kepatenan jalan napas
□ Bersihkan mulut dan hidung
□ Berikan dukungan fisik saat muntah
□ Berikan kenyamanan selama muntah
□ Berikan cairan yang tidak mengandung
karbonasi minimal 30 menit setelah muntah
Edukasi
□ Anjurkan membawa kantong plastic untuk
menampung muntah
□ Anjurkan memperbanyak istirahat
□ Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis untuk mengelola muntah
Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian antiemetik
Defisit Pengetahuan Setelah diberikan asuhan keperawatan Edukasi Menyusui
Penyebab selama …x… jam diharapkan tingkat Observasi
1. Keterbatasan kognitif pengetahuan meningkat dengan kriteria identifikasi kesiapan dan kemampuan
2. Gangguan fungsi kognitif hasil : menerima informasi
3. Kekeliruan mengikuti anjuran Perilaku sesuai anjuran meningkat identifikasi tujuan atau keinginan
4. Kurang terpapar informasi Verbalisasi minat dalam belajar menyusui
5. Kurang minat dalam belajar meningkat Terapeutik
6. Kurang mampu mengingat Kemampuan menjelaskan pengetahuan sediakan materi dan media pendidikan
7. Ketidaktahuan menemukan sumber tentang suatu topik meningkat kesehatan
informasi Kemampuan menggambarkan Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
pengalaman sebelumnya yang sesuai kesepakatan
Gejala dan tanda mayor topik meningkat Berikan kesempatan untuk bertanya
Subjektif : Perilaku sesuai dengan pengetahuan Dukung ibu meningkatkan kepercayaan
Menanyakan masalah yang dihadapi Pertanyaan tentang masalah yang diri dalam menyusui
Objektif : dihadapi menurun Libatkan sistem pendukung : suami,
Menunjukkan perilaku tidak sesuai Persepsi yang keliru terhadap masalah keluarga, tenaga kesehatan dan
anjuran menurun masyarakat
Menunjukkan persepsi yang keliru Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat Edukasi
terhadap masalah menurun Berikan konseling menyusui
Perilaku membaik Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan
Gejala dan tanda minor bayi
Subjektif : -
Ajarkan 4 posisi menyusui dan
Objektif :
Menjalani pemeriksaan tidak tepat perlekatan dengan benar
Menunjukkan perilaku berlebihan Ajarkan perawatan payudara antepartum
dengan mengkompres dengan kapas
yang telah diberikan minyak kelapa
Ajarkan perawatan payudara post
partum ( mis memerah ASI, pijat
payudara, pijat oksitosin)
Terapi relaksasi
Observasi
o Identifikasi penurunan energi,
ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala
lain yang mengangu kemampuan kognitif
o Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
efektif digunakan
o Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
penggunaan teknik sebelumnya
o Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
o Ciptakan lingkungan yang tenang dan
tenang tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruangan nyaman,
jika memungkinkan
o Gunakan pakaian longgar
o Gunakan nada suara lembut dengan
irama lambat dan berirama
o Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain , jika sesuai
Edukasi
o Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan
jenis relaksasi yang tersedia
o Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi
yang dipilih
o Anjurkan mengambil posisi nyaman
o Anjurkan rileks dan merasakan sensai
relaksasi
o Anjurkan sering mengulamgi atau
melatih teknik yang dipilij
o Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi
Risiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan Infeksi
selama ……. X …… diharapkan risiko Observasi
Faktor risiko infeksi berkurang dengan kriteria hasil : Monitor tanda dan gejala infeksi local
Penyakit kronis Tingkat Infeksi dan sistemik
Efek prosedur invasive Demam menurun Terapeutik
Malnutrisi Kemerahan menurun Batasi jumlah pengunjung
Peningkatan paparan organisme Nyeri menurun Berikan perawatan kulit pada area
pathogen lingkungan Bengkak menurun edema
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh Vesikel menurun Cuci tangan sebelum dan sesudah
primer Cairan berbau busuk menurun kontak dengan pasien dan lingkungan
Gangguan peristaltic Sputum berwarna hijau menurun pasien
Kerusakan integritas kulit Drainase purulent menurun Pertahankan teknik aseptic pada pasien
Perubahan sekresi pH Piuna menurun berisiko tinggi
Penurunan kerja siliaris Periode malaise menurun Edukasi
Merokok Periode mengigil menurun Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Statis cairan tubuh Lelargi menurun Ajarkan cara mencuci tangan dengan
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh Gangguan kognitif menurun benar
sekunder Kadar sel darah putih membaik Ajarkan etika batuk
Penurunan hemoglobin Kultur darah membaik Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Imunosupresi Kultur urine membaik atau luka operasi
Leukopenia Kultur sputum membaik Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Supresi respon inflamasi Kultur area luka membaik Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Vaksinasi tidak adekuat Kultur feses membaik Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi
Kondisi Klinis terkait
AIDS
Luka Bakar
PPOK
Diabetes Melitus
Tindakan invasive
Kondisi penggunaan terapi steroid
Penyalahgunaan obat
Ketuban Pecah Sebelum Waktunya
(KPSW)
Kanker
Gagal Ginjal
Imunosupresi
Lymphedema
Leujositopenia
Gangguan Fungsi Hati
Risiko Perdarahan Setelah diberikan asuhan keperawatan Pencegahan perdarahan
Faktor Risiko: selama …x… jam diharapkan Tingkat 1. Observasi
Aneurisma perdarahan menurun dengan kriteria a. Monitor tanda dan gejala perdarahan
Gangguan gastrointestinal hasil : b. Monitor nilai hematokrit/hrmoglobin
Gangguan fungsi hati (mis. Sirosis Kelembapan membarane mukosa sebelum dan setelah kehilangan darah
hepatis) meningkat c. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
Komplikasi kehamilan (mis. Ketuban Kelembapan kulit meningkat d. Monitor koagulasi (mis. Prothrombin time,
pecah dini, plasenta previa, Kognitif meningkat fibrinogen, degradasi fibrin)
kehamilan kembar, dll) Hemoptisis menurun 2. Terapeutik
Komplikasi pasca partum (mis. Atoni Hematemesis menurun Pertahankan bed rest selama perdarahan
uteri, retensi plasenta) Hematuri menurun Batasi tindakan invasif, jika perlu
Gangguan koagulasi Perdarahan anus menurun Gunkan kasur pencegah dekubitus
Hindari pengukuran suhu rektal
Efek agen farmakologis Distensi abdomen menurun
Tindakan pembedahan Perdarahan vagina menurun 3. Edukasi
Trauma Perdarahan pasca operasi menurun Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
Kurang terpapar informasi tentang Hemoglobin membaik Anjurkan menggunakan kaus kaki saat
pencegahan perdarahan Hematokrit membaik ambulasi
Proses keganasan Tekanan darah membaik Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Denyut nadi apikal membaik untuk menghindari konstipasi
Suhu tubuh membaik Anjurkan menghindari aspirin atau
antikoagulan
Anjurkan meningkatkan makanan dan
vitamin K
Anjurkan segera lapor segera jika terjadi
perdarahan
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
Kolaborasi pemberian produk darah, jika
perlu
Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika
perlu
Brunner and Suddarth 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol. 2.
Jakarta : EGC
National Kidney Foundation. 2015. A-Z Health Guide. Hemodialysis Catheters: How
to Keep Yours Working Well. Available at www.kidney.org
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) : Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Price, S.A., Wilson, L.M. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi VI. Jakarta: EGC
Santoro, et al. 2014. Vascular Access for Hemodialysis: Current Perspectives. Doi:
10.2147/IJNRD.S46643. Available at www.ncbi.nlm.nih.gov
Smeltzer, S. C. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth. Edisi 12.
Jakarta: Kedokteran EGC
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2010. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing;
Suharyanto, Toto dan Abdul Madjid. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Rineka Cipta
Terry, Cynthia Lee & Aurora Weaver. 2013. Keperawatan Kritis. Yogyakarta: Rapha
Publishing
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi
1. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta :
Nuha Medika
Yoo, et al. 2014. Successful Access Rate and Risk Factor of Vascular Access Surgery
in Arm for Dialysis. Doi : 10.5758/vsi.2014.30.1.33. Available at
www.ncbi.nlm.nih.gov.
Denpasar , April 2020
Pembimbing Akademik / CT
( )
NIP.