Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH PANCASILA

“PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI PENGEMBANGAN ILMU”


Dosen pengampu: SRI HARYANTO,S.Pd,mm

02IKPP012
Disusun Oleh :
RICKY HERMAWAN
(22103012267)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul
“PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI PENGEMBANGAN ILMU”Dalam penyusunan
makalah maka penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Kami mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada,

1. Allah SWT dan orang tua yang telah memberi dukungan,


2. Ns. Riris Andrianti, S.Kep., M.Kep., selaku Ketua Stikes Widya Dharma Husada
Tangerang
3. Ns. Dewi Fitriani, S.Kep., M.Kep., selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan
4. Ns. Rizki Handayani Fasimi, S.Kep., M.Kep., selaku Wali Kelas 02IKPP012
5. SRI HARYANTO,S.Pd,mm selaku dosen mata kuliah pancasila

Oleh karena itu, dengan segala kerendahan dan keiklasan hati penulis mengucapkan
terimakasih yang tak terhingga, penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum
sempurna, maka saran dan keritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan makalah ini, Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.

Tangerang Selatan, 13 juli 2023

Hormat kami

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.....................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................4

1.2 Tujuan Penulisan............................................................................................................5

1.2.1 KEBERADAAN ILMU DAN PRINSIP PIKIRAN ILMIAH......................................6

1.2.2. PERKEMBANGAN ILMuPENGETAHUAN............................................................6


BAB II.......................................................................................................................................6

PEMBAHASAN.......................................................................................................................6

2.1 Pengertian ilmu...............................................................................................................6

2.3 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PENGEMBANGAN ILMU ...................18

2.4 SEJARAH SINGKAT PANCASILA SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN

ILMU................................................................................................................................18

2.5 DINAMIKA DAN TANTANGAN PANCASILA SEBAGAI DASAR

PENGEMBANGAN ILMU............................................................................................18

A. Pilar-Pilar Penyangga bagi Eksistensi Ilmu Pengetahuan...............................................19

B. Prinsip-prinsip berpikir ilmiah.................................................................................................20


2.6 Beberapa aspek penting dalam ilmu pengetahuan.......................................................21
2.7 Hubungan Antara Pancasila dan Perkembangan IPTEK Negara Indonesia adalah
Negara kepulauan, Jumlah pulau di Indonesia..................................................................21
BAB III....................................................................................................................................28

PENUTUP...............................................................................................................................28

3.1 Kesimpulan...................................................................................................................28

3.2 Saran..............................................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................30

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) saat ini berkembang begitu pesat
sehingga peradaban manusia berubah terlalu cepat Perkembangan ini tidak lepas dari situasi
itu menutupinya, yang berarti bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang
dalam ruang budaya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga mempengaruhi
nilai-nilai budaya dan agama Ini membutuhkan semangat objektivitas di satu sisi, dan sains
dan teknologi di sisi lain Nilai-nilai budaya dan agama harus diperhitungkan Pembangunan
agar umat manusia tidak dirugikan.

Menurut Kuntowijoyo, perkembangan ilmu menunjuk pada hal tersebut Kebanyakan orang
sering mengacaukan kebenaran dan kemajuan sehingga perkembangannya mempengaruhi
pandangan tentang kebenaran 3 yang dia lihat Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa kebenaran
itu tidak benar bertambah (tidak secara kumulatif) karena kebenaran tidak bertambah
sekarang dan lagi. Kemajuan kumulatif karena Pembangunan selalu berkembang dari waktu
ke waktu. Kelas non-kumulatif seperti agama, filsafat dan seni, sedangkan kategori kumulatif
seperti Fisika, Teknologi, Kedokteran (Kuntowijoyo, 2006:

4).Hubungan antara sains dan teknologi, budaya dan agama dapat dicirikan beberapa pilihan,
yaitu:

- Pertama, iptek bergantung pada nilai-nilai budaya dan agama Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi harus selalu dilandasi oleh sikap religious Pria.
- Kedua, iptek tidak bergantung pada nilai-nilai budaya dan agama, sehingga
sekularisasilah yang mengarah pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
ditentukan oleh nilai religiusitas manusia. Ini terjadi karena beberapa alas an Ilmuwan
yang percaya bahwa sains dan teknologi memiliki hukumnya sendiri, padahal tidak
Nilai-nilai eksternal dapat mengganggu mereka, yang mengganggu objektivitas
ilmiah.

4
- Ketiga, iptek membangun nilai-nilai agama dan budaya hanya sebagai relasi dialog
hanya jika diperlukan. Beberapa peneliti percaya bahwa sains dan teknologi ia
memiliki hukumnya sendiri, tetapi juga membutuhkan factor Orang luar (budaya,
ideologi dan agama) bertukar pikiran, tetapi tidak mengikat satu sama lain.

Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam hal ini merupakan hubungan yang ideal Ilmu
pengetahuan dan teknologi, nilai-nilai budaya dan agama didahulukan, meski belum dapat
terjadi secara optimal mengingat keberagaman agama dan budaya di Indonesia. Di sisi lain,
variasi seperti itu bisa terjadi Kemakmuran, di sisi lain, juga dapat memicu konflik. Karena
Oleh karena itu, untuk mencegah hal tersebut diperlukan sikap inklusif dan toleran dalam
masyarakat timbul konflik. Yang paling penting adalah komunikasi terbuka dan setara.
Pancasila sebagai ideologi negara merupakan kristalisasi nilai budaya dan agama Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia memiliki semua fungsi kehidupan sosial,4
Bangsa dan negara dan kegiatan ilmiah. Karena,Rumusan Pancasila sebagai Paradigma
Keilmuan Kegiatan Keilmuan Indonesia itu adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Karena
perkembangan ilmu Terlepas dari nilai ideologi bangsa, justru dapat menjurus pada
sekularisme, seperti yang terjadi di Eropa pada masa Renaisans. Bangsa Indonesia Ia
memiliki akar budaya dan agama yang kuat dan telah berkembang sejak lama kehidupan
masyarakat, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan belum mengakar ideologi nasional
dan memungkinkan pengembangan ilmu pengetahuan tanpa.

1.2 TUJUAN PENULISAN

1.2.1 KEBERADAAN ILMU DAN PRINSIP PIKIRAN ILMIAH

Adanya ilmu Lahirnya ilmu pengetahuan (science)

menandai lahirnya peradaban sepenuhnya terukur modern. Perkembangan ini kemudian


diikuti oleh kecenderungan memposisikan sains secara parsial antara esensi, proses dan nilai
guna (ontologi, epistemologi dan aksiologi). Inilah alasan berbagai keberhasilan dan
keterbatasan sains Mengetahui jika sains hanya dilihat dari perspektif ontologisnya. Jadi
kemudian muncul pernyataan "ilmu yang tidak berharga". Jadi Bertugas menyelamatkan
peradaban manusia, para ilmuwan menggunakan sains Pengetahuan sebagai "pencerahan"
kesejahteraan. Seseorang dengan potensi ilmu adalah mampu Kembangkan budaya diri
sebagai orang yang bermoral dan layak dibudidayakan Ilmu yang merupakan salah satu

5
produk istimewa Manusia dianggap sebagai salah satu unsur dasar kebudayaan. Jadi dapat
menyebabkan peradaban global dan memiliki konsekuensi serius terhadap keberadaan
manusia. Para ilmuwan dapat memposisikan diri dalam arti tanggung jawab budaya untuk
realisasi pengetahuan pengetahuan yang sempurna dan moral yang baik. (Mudzakir, Jurnal
Kajian Agama dan Pemikiran Islam, No. 2, September 2016, 280).

1.2.2. PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan bukan sekedar sarana Manusia hidup, tetapi itu sudah
menjadi bagian dari harga Diri (otoritas) dan mitos bangsa. Dalam posisi substantif sains dan
teknologi telah mempengaruhi secara komprehensif semua bidang kehidupan dan dapat
berubah kebudayaan manusia yang intensif. Fenomena perubahan tercermin dalam
masyarakat yang berada dalam fase transisi, yaitu:

I. Masa transisi ke masyarakat pertanian tradisional

masyarakat dengan budaya industri modern. Dalam masa transisi ini, Logos mulai berperan
sebagai mitos (nalar).berpikir). Bukan lagi oleh kekuatan kosmis yang dianggap mitologis
sebagai penguasa lingkungan alam, tetapi melalui pikiran kemampuan berpikir, itu menjadi
kerangka acuan untuk prediksi dan mengatur kehidupan. sikap terhadap ruang dan waktu,
etos kerja, Aturan standar diturunkan, yang awalnya model mencari bentuk-bentuk baru yang
diperlukan untuk melayani masyarakat ini berkembang menjadi masyarakat industri. Rekan-
rekan bus kota tidak memiliki "filosofi".dapat mendahului satu sama lain” tidak berlaku lagi.
Dibutuhkan sekarang Bertenaga, Siap Pakai, Keunggulan Kompetitif, Efisiensi dan
Produktif-Inovasi-Kreatif.

ii. Masa transisi dari budaya etnik daerah ke budaya nasional kebangsaan Sorotan budaya
daerah menyatu satu sama lain lembaga budaya yang bersatu demi stabilitas negara
Kewarganegaraan (nation-state) yang wilayahnya terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Penataan struktur pemerintahan, sistem pendidikan, transmisi nilai Menyikapi etika dan
moralitas secara intensif merupakan upaya serius untuk memajukannya mengembangkan
identitas sebagai bangsa yang bersatu.

6
II. Masa transisi dari budaya nasional - kebangsaan ke budaya dunia pemahaman tentang
nilai-nilai universal seperti hak Hak asasi manusia, demokrasi, keadilan, kebebasan dan
masalah lingkungan diterbitkan dalam rantai fanatisme kesukuan, kebangsaan atau pribumi
Agama, kini mengendur bersama menjadi kesadaran global unit sintetis yang lebih konkret
pada tingkat fungsional.

IV. Perbatasan yang sempit menjadi terbuka, serbaguna, namun toleran adanya keragaman
yang dipimpin oleh postmodernisme. Masuknya globalisasi menunjukkan evolusi
standardisasi kehidupan di berbagai daerah. Partisipasi itu akhirnya berhasil Kehidupan
orang-orang diperumit oleh standar ganda. Dengan Para pihak ingin terus melestarikan nilai-
nilai budaya lama diimprovisasi untuk melayani perkembangan baru yang disebutkan pada
saat itu sebagai lahirnya budaya pelengkap (subkultur). Pada saat yang sama di sisi lain
tampaknya bertindak melawan perubahan, dianggap sebagai kemarahan dan keputusasaan
mereka yang merasa terpinggirkan, tersingkir dan tersingkir dari satu tempat ke tempat lain
tempat yang telah disebut sebagai budaya tandingan dari waktu ke waktu. (Departemen
Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2013, 112-120).Perkembangan ilmu pengetahuan tidak
dapat dipisahkanMembuka mekanisme untuk koreksinya yang memungkinkan mencari
alternatif pengembangan melalui kajian dan penelitian tes Opsi pengembangan
dipertimbangkan dari perspektif ontologis,epistemologis dan ontologis. Karena setiap
perkembangan ilmu pengetahuan

Validitas dan reliabilitas harus ada untuk dipertimbangkan didasarkan pada prinsip-prinsip
ilmiah atau sistem nilai Suatu masyarakat di mana pengetahuan ditemukan/dikembangkan.
Saya Pengembangan ontologi yang berfokus pada hal berikut adanya pengetahuan. Dapat
melihat melalui dua Aspek kualitatif (tunggal atau jamak) dan aspek kualitatif
(karakteristik/kualitas).

I.Pengalaman ontologis dapat menjadi dasar untuk konstruksi Asumsi, landasan teoretis, dan
alat bantu komunikasi interdisipliner dan interdisipliner. Membantu menyelesaikan masalah,
Realitas, batas-batas sains dan kemungkinan kombinasi antar sains. Misalnya, masalah krisis
mata uang tidak bisa diselesaikan dengan ilmu pengetahuan sajatidak hanya dalam bidang
ekonomi, tetapi juga dalam hal kebijakan dan peran hadirin.

ii. Pengembangan epistemologi sumber-relasional Pengetahuan, sumber kebenaran, cara


menemukan kebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana, landasan kebenaran, sistem,
prosedur, dan strategi. Anda dapat maju melalui epistemology kita sebagai instrumen

7
legitimasi ilmu/mendefinisikan legitimasi disiplin Sains menyediakan kerangka metodologis
untuk pembangunan pengetahuan, pengembangan keterampilan proses dan pengembangan
kekuatan kreatif dan inovatif. Perkembangan aksiologi evaluasi

Nilai-nilai (etis, moral, religius) dalam setiap penemuan, penerapan dan perkembangan ilmu
pengetahuan. Dengan aksiologi seseorang dapat menetapkan dasar dan arah perkembangan
ilmu pengetahuan, perkembangan atmosfir keilmuan manusia profesional dan ilmuwan.

A.Prinsip-prinsip berpikir ilmiah Adapun beberapa prinsip cara berpikir secara ilmiah, yaitu:

i. Berpikir secara objektif, yaitu dengan cara memandang masalah apa adanya,
terlepas dari faktor-faktor subjektif (misalnya : faktor perasaan, keinginan, emosi,
keyakinan)
ii. Berpikir secara rasional, yaitu dengan cara menggunakan akal sehat yang dapat
dipahami dan diterima oleh orang lain. Mencoba melepaskan unsur perasaan,
emosi, sistem keyakinan)
iii. Berpikir secara logis, yaitu dengan cara menggunakan logika, tidak mengandung
unsur pemikiran yang kontradiktif, selalu rasional.
iv. Berpikir secara metodologis, yaitu dengan cara menggunakan metode keilmuan
yang khas dalam setiap berfikir dan bertindak (misal: induktif, dekutif, sintesis,
hermeneutik, intuitif).
v. Berpikir secara sistematis, yaitu dengan cara berpikir dan bertindak menggunakan
tahapan langkah prioritas yang jelas dan saling terkait satu sama lain serta
memiliki target dan arah tujuan yang jelas.

Perkembangan ilmu pengetahuan dapat dikonstatasikan melalui duaaspek, yaitu;

Pertama, aspek fenomenal, menunjukan bahwa ilmu pengetahuan terwujud dalam


bentuk masyarakat, proses, dan produk. Sebagai masyarakat, ilmu pengetahuan
menampakkan diri sebagai suatu masyarakat yang mematuhi kaidah-kaidah ilmiah
(universalisme, komunalisme, dan skepsisme yang teratur dan terarah. Sebagai proses, ilmu
pengetahuan menampakkan diri sebagai aktivitas atau kegiatan kelompok dalam upayanya
untuk menggali dan mengembangkan ilmu melalui penelitian, eksperimen, ekspedisi,
seminar, konggres. Sedangkan sebagai produk, ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai
hasil kegiatan kelompok berupa teori, ajaran, paradigma, temuantemuan melalui karya-karya
publikasi yang kemudian diwariskan kepada masyarakat dunia.

8
Ilmu pengetahuan jika dilihat dari aspek struktural, memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

i. Sasaran yang dijadikan objek untuk diketahui (Gegenstand)

ii. Objek sasaran ini kemudian dipertanyakan dengan suatu cara (metode)

tertentu tanpa mengenal titik henti. Suatu paradoks bahwa ilmu

pengetahuan yang akan terus berkembang justru muncul permasalahanpermasalah baru yang
mendorong untuk terus menerus mempertanyakannya.

iii. Ada alasan dan motivasi mengapa gegenstand itu terus-menerus dipertanyakan.

iv.Jawaban-jawaban yang diperoleh kemudian disusun dalam suatu kesatuan sistem (Koento
Wibisono, 1985). Kandungan yang terdapat dalam ilmu pengetahuan memiliki ciri rasional,
antroposentris, dan cenderung sekuler, dengan suatu etos kebebasan (akademis dan mimbar
akademis).

Konsekuensi yang timbul adalah dampak positif, dalam arti kemajuan ilmu pengetahuan
telah mendorong kehidupan manusia ke suatu kemajuan dengan teknologi yang
dikembangkan dan telah menghasilkan kemudahan-kemudahan yang semakin canggih bagi
Upaya manusia untuk meningkatkan kemakmuran hidupnya secara fisik-material. Kemudian
konsekuensi dampak negatif, dalam arti ilmu pengetahuan telah mendorong berkembangnya
arogansi ilmiah dengan menjauhi nilai-nilai agama, etika, yang akibatnya dapat
menghancurkan kehidupan manusia sendiri. Pada akhirnya ilmu pengetahuan dan teknologi
telah mempunyai kedudukan substantif dalam kehidupan manusia. Dalam kedudukan
substantif ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjangkau.

9
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian ilmu

Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki. menemukan dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia, Segi-
segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian
dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum
sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik
diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari
sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai
pengetahuan yang dimilikinya (Surajiyo, 2010).

2.2.PARADIGMA PANCASILA SEBAGAI DASAR STRATEGI PENGEMBANGAN


ILMU

Paradigma merupakan pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang yang menjadi
pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah ini paradigma pada mulanya dipakai
dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali
mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh
suatu paradigma. Maka, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa
yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan
aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut.

Paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan
yang mengikutinya, dengan acuan tertentu sehingga dapat menjelaskan dan menjawab
permasalahan ilmu pengetahuan. Istilah paradigma kemudian berkembang tidak hanya di
bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan
ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir,
kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Pada
dasarnya pengembangan ilmu dan teknologi bermuara pada kehidupan manusia maka perlu
mempertimbangan strategi agar pengembangan ilmu dan teknologi memberi manfaat
mensejahterakan manusia. Dalam mempertimbangkan sebuah strategi harus meletakkan nilai-

10
12 nilai Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini
menggambarkan bahwa nilai-nilai Pancasila sebagai sumber orientasi dan arah
pengembangan ilmu (dalam dimensi ontologis, epistemologis dan aksiologis).

2.3 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PENGEMBANGAN ILMU

Konsep Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu Pancasila sebagai dasar nilai
pengembangan ilmu dapat mengacu pada beberapa jenis pemahaman.:

Pertama, setiap ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang dikembangkan di Indonesia
tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.

Kedua, setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan nilai-nilai pancasila
sebagai faktor internal pengembangan iptek itu sendiri.

Ketiga, nilai-nilai pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi pengembangan iptek di
Indonesia, artinya mampu mengendalikan iptek agar tidak keluar dari cara berpikir dan cara
bertindak bangsa Indonesia.

Keempat, setiap pengembangan iptek harus berakar dari budaya dan ideologi bangsa
Indonesia sendiri atau yang lebih dikenal dengan istilah indegenisasi ilmu (mempribumian
ilmu). Keempat pengertian pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu tersebut mengandung
konsekuensi yang berbeda-beda, yaitu:

i. Konsekuensi poin pertama, bermakna bahwa iptek tidak boleh bertentangan dengan nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila. Poin tersebut mengandung asumsi bahwa iptek
berkembang secara otonom, kemudian dalam perjalanannya dilakukan adaptasi dengan nilai-
nilai pancasila.

ii. Konsekuensi poin kedua, bermakna bahwa setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia
harus menyertakan nilai-nilai Pancasila sebagai faktor internal yang mengandaikan bahwa
sejak awal pengembangan iptek sudah harus melibatkan nilai-nilai pancasila. Akan tetapi
keterlibatan nilai-nilai pancasila ini ada yang dalam posisi tarik ulur, artinya ilmuwan dapat
mempertimbangkan sebatas yang mereka anggap layak untuk dilibatkan.

11
iii. Konsekuensi poin ketiga, bermakna bahwa nilai-nilai pancasila berperan sebagai rambu
normatif bagi pengembangan iptek mengasumsikan bahwa ada aturan main yang harus
disepakati oleh para ilmuwan sebelum ilmu itu dikembangkan. Akan tetapi, tidak ada jaminan
bahwa aturan tersebut akan terus ditaati dalam perjalanan pengembangan iptek itu sendiri.
Sebab ketika iptek terus berkembang, peraturan harus terus mengawal dan membayangi agar
tidak terjadi kesenjangan.

iv. Konsekuensi poin keempat, bermakna bahwa setiap pengembangan iptek harus berakar
dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia. Hal tersebut sebagai proses indegenisasi ilmu
mengandaikan bahwa pancasila bukan hanya sebagai dasar nilai pengembangan ilmu, tetapi
sudah menjadi paradigma ilmu yang berkembang di Indonesia. Sehingga perlu dilakukan
penjabaran yang lebih rinci dan pembicaraan di kalangan intelektual Indonesia. (Ristekdikti
Direktoral Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2016, 197-198)gkau kehidupan
manusia dalam semua lini yang dapat merubah kebudayaan manusia.

2.4 SEJARAH SINGKAT PANCASILA SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN

ILMU

1. Aspek Historis

Sejarah Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu belum banyak dibicarakan di awal
kemerdekaan. Hal tersebut dikarenakan para pendiri Negara, cerdik cendekia, ntelektual
bangsa Indonesia pada masa itu mencurahkan tenaga dan pemikirannya untuk membangun
bangsa dan negara. Para intelektual merangkap sebagai pejuang bangsa masih disibukkan
pada upaya pembenahan dan penataan negara yang baru saja terbebas dari penjajahan. Aspek
historis dari pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di Indonesia dapat ditelusuri
dalam dokumen negara,yaitu: Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, alinea keempat
PembukaanUUD 1945 berbunyi:

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah

Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

12
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban

dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,

maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu

Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu

susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan

berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, … dan seterusnya”.

Kata “mencerdaskan kehidupan bangsa” mengacu pada

pengembangan iptek melalui pendidikan. Proses mencerdaskan kehidupan

bangsa tidak terlepas dari nilai-nilai sipiritualitas, kemanusiaan, solidaritas

kebangsaan, musyawarah, dan keadilan

Beberapa upaya yang dilakukan dalam rangka pengembangan pancasila sebagai


pengembangan ilmu pengetahuan;

a. Sekitar 1980-an ketika keadaan sudah mendesak, terutama di perguruan tinggi yang
mencetak kaum intelektual, telah mulai membicarakan hal tersebut. Pada tanggal 15 Oktober
1987, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta telah menyelenggarakan seminar dengan tema
“Pancasila sebagai Orientasi Pengembangan Ilmu”. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Prof Notonagoro tentang konsep pancasila yang merupakan pegangan dan pedoman dalam
usaha ilmu pengetahuan untuk dipergunakan sebagai asas dan pendirian hidup, sebagai suatu
pangkal sudut pandangan dari subjek ilmu pengetahuan dan juga menjadi objek ilmu
pengetahuan atau hal yang diselidiki. Penggunaan istilah “asas dan pendirian hidup” mengacu
pada sikap dan pedoman yang menjadi rambu normatif dalam tindakan dan pengambilan
keputusan ilmiah.

b. Daoed Joesoef membuat artikel ilmiah yang berjudul “Pancasila, Kebudayaan, dan Ilmu
Pengetahuan” menyatakan bahwa pancasila adalah gagasan vital yang berasal dari
kebudayaan Indonesia, artinya nilai-nilai yang benar-benar diramu dari sistem nilai bangsa
Indonesia sendiri. Oleh karena itu, pancasila memiliki metode tertentu dalam memandang,
memegang kriteria tertentu dalam menilai sehingga menuntunnya untuk membuat
pertimbangan(judgement) tertentu.

13
c. Prof. Dr. T Jacob, menegaskan bahwa pancasila seharsunya dapat membantu dan
digunakan sebagai dasar etika ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Ada lima prinsip
besar yang terkandung dalam pancasila yang mencakup segala persoalan etik dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi, yaitu, monoteisme; humanism dan solidaritas karya negara;
nasionalisme dan solidaritas warga negara; demokrasi dan perwakilan; dan Keadilan sosial
(Jacob, 1987: 59).

d. Prof. Dr. Muladi menegaskan bahwa kedudukan pancasila sebagai common denominator
values, artinya nilai yang mempersatukan seluruh potensi kemanusiaan melalui counter
values and cunter culture. Pancasila merupakan refleksi penderitaan bangsa-bangsa di dunia
secara riil sehingga mengandung nilai-nilai agama yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha
Esadan nilai-nilai universal HAM. Kemudian mengaitkan pancasila dan ilmu pengetahuan
dengan meletakkannya pada posisi in between, yaitu antara operational science yang
didasarkan pada regularity occurring phenomena dengan non-origin scienceyang didasarkan
atas non-repeatable events yang biasa dikaitkan dengan alam semesta ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa. Dengan demikian, pengembangan ilmu dan teknologi seharusnya dikaitkan
dengan nilai-nilai pancasila sebagai common denominator values, yakni nilai-nilai yang
disepakati bersama-sama oleh bangsa Indonesia, sekaligus sebagai kerangka acuan bersama.

e. Prof. Dr. M. Sastrapratedja dalam artikelnya yang berjudul, Pancasila sebagai Orientasi
Pembangunan Bangsa dan Pengembangan Etika Ilmu Pengetahuan menegaskan ada dua
peran pancasila dalam pengembangan iptek, yaitu;

Pertama, pancasila merupakan landasan dari kebijakan pengembangan ilmu pengetahuan.

Kedua, pancasila sebagai landasan dari etika ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kemudian kedudukan pancasila sebagai landasan kebijakan pengembangan ilmu pengetahuan


mencakup lima hal sebagai berikut.

Pertama, pengembangan ilmu pengetahuan harus menghormati keyakinan religius


masyarakat

Kedua, ilmu pengetahuan ditujukan bagi pengembangan kemanusiaan.

Ketiga, iptek merupakan unsur yang “menghomogenisasikan” budaya sehingga merupakan


unsur yang mempersatukan antar masyarakat.

14
Keempat, prinsip demokrasi akan menuntut bahwa penguasaan iptek harus merata ke semua
masyarakat.

Kelima, kesenjangan dalam penguasaan iptek harus berdasarkan prinsip keadilan sosial

2. Aspek Sosiologis

Aspek sosiologis pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek

dapat ditemukan pada sikap masyarakat yang sangat memperhatikan dimensi

ketuhanan dan kemanusiaan. Ketika iptek tidak sejalan dengan nilai ketuhanan

dan kemanusiaan, biasanya akan terjadi penolakan. Contoh dari hal tersebut,

seperti:

a. Teknologi digunakan untuk menyakiti sesama manusia, seperti peperangan, pengeboman.

b. Ilmu pengetahuan juga dapat menyebabkan kerusakan alam.

c. Cyber crime, yang merupakan aktivitas kejahatan dengan menggunakan jaringan komputer
menjadi alat untuk perdagangan obat-obatan ilegal, menyebar isu sara, pesan hoax,
pornografi dll.

d. Menggunakan teknologi secara berlebihan, sehingga tidak mengenal waktu,

tempat dan keadaan.

e. Merasa tidak bisa hidup tanpa teknologi

3. Aspek Politis

Aspek politis pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di Indonesia dapat
dirunut ke dalam berbagai kebijakan yang dilakukan oleh para penyelenggara Negara,
diantaranya:

a. Dokumen masa Orde Lama


Soekarno meletakkan pancasila sebagai dasar nilai pengembangan atau orientasi ilmu,
yaitu dapat dilihat dari pidato Soekarno ketika menerima gelar Doctor Honoris
Causadi UGM pada 19 September 1951, mengungkapkan hal sebagai berikut.

15
“Bagi saya,ilmu pengetahuan hanyalah berharga penuh jika ia dipergunakan untuk
mengabdi kepada praktikhidup manusia, atau praktiknya bangsa, atau praktiknya
hidup dunia kemanusiaan.Memang sejak muda,saya ingin mengabdi kepada
praktikhidup manusia, bangsa, dan dunia kemanusiaan itu.Itulah sebabnya saya selalu
mencoba menghubungkan ilmu dengan amal, menghubungkan pengetahuan dengan
perbuatansehingga pengetahuan ialah untuk perbuatan, dan perbuatan dipimpin oleh
pengetahuan. Ilmu dan amal harus wahyu-mewahyui satu sama lain. Buatlah ilmu
berdwitunggal dengan amal.Malahan, angkatlah derajat kemahasiswaanmu itu kepada
derajat mahasiswa patriot yang sekarang mencari ilmu, untuk kemudian beramal terus
menerus di wajah ibu pertiwi” (Ketut, 2011).

Soekarno mengaitkan dengan dimensi kemanusiaan dan hubungan antara ilmu dan amal.
Pidato Soekarno pada Akademi Pembangunan Nasional di Yogyakarta, 18 Maret
1962,mengatakan hal sebagai berikut:

“Ilmu pengetahuan itu adalah malahan suatu syarat mutlak pula, tetapi kataku tadi, lebih
daripada itu, dus lebih mutlak daripada itu adalah suatu hal lain, satu dasar.Dan yang
dimaksud dengan perkataan dasar,yaitu karakter.Karakter adalah lebih penting dari pada ilmu
pengetahuan.Ilmu pengetahuan tetap adalah suatu syarat mutlak.Tanpa karakter yang gilang
gemilang,orang tidak dapat membantu kepada pembangunan nasional, oleh karena itu
pembangunan nasional itu sebenranya adalah suatu hal yang berlangit sangat tinggi, dan
berakar amat dalam sekali.Berakar amat dalam sekali, oleh karena akarnya itu harus sampai
kepada inti-inti daripada segenap cita-cita dan perasaan-perasaan dan gandrungan-
gandrungan rakyat” (Soekarno, 1962).

b. Dokumen orde baru

Presiden Soeharto menyinggung masalah pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu
ketika memberikan sambutan pada Kongres Pengetahuan Nasional IV,18 September 1986 di
Jakarta sebagai berikut.“Ilmu pengetahuan dan teknologi harus diabdikan kepada manusia
dan kemanusiaan, harus dapat memberi jalan bagi peningkatan martabat manusia dan
kemanusiaan. Dalam ruang lingkup nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi yang ingin kita
kuasai dan perlu kita kembangkan haruslah ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa
memberi dukungan kepada kemajuan pembangunan nasional kita. Betapapun besarnya
kemampuan

16
ilmiah dan teknologi kita dan betapapun suatu karya ilmiah kita mendapat tempat terhormat
pada tingkat dunia, tetapiapabila kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu tidak dapat
membantu memecahkan masalah-masalah pembangunan kita, maka jelas hal itu merupakan
kepincangan, bahkan suatu kekurangan dalam penyelenggaraan ilmu pengetahuan dan
teknologi” (Soeharto, 1986: 4). Penegasan pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu
pengetahuan, sampai pada masa orde baru belum ditegaskan, meskipun pancasila diterapkan
sebagai satu-satunya asas organisasi politik dan kemasyarakatan. Penekanannya hanya pada
iptek harus diabdikan kepada manusia dan kemanusiaan sehingga dapat memberi jalan bagi
peningkatan martabat manusia dan kemanusiaan.

c. Dokumen masa Reformasi

Habibie dalam pidato 1 Juni 2011 menegaskan bahwa penjabaran pancasila sebagai dasar
nilai dalam berbagai kebijakan penyelenggaraan Negara merupakan suatu upaya untuk
mengaktualisasikan pancasila dalam kehidupan (Habibie, 2011: 6).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutan pada acara

silaturrahim dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan

masyarakat ilmiah,20 Januari 2010 di Serpong. SBY menegaskan

sebagai berikut.

“Setiap negaramempunyai sistem inovasi nasional dengan corak yang berbeda dan khas, yang
sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya masing-masing. Saya berpendapat, di Indonesia,
kita juga harus mengembangkan sistem inovasi nasional, yang didasarkan pada suatu
kemitraan antara pemerintah, komunitas ilmuwan dan swasta, dan dengan berkolaborasi
dengan dunia internasional. Oleh karena itu, berkaitan dengan pandangan ini dalam waktu
dekat saya akan membentuk komite inovasi nasional, yang langsung bertanggungjawab
kepada presiden, untuk ikut memastikan bahwa sistem inovasi nasional dapat berkembang
dan berjalan dengan baik. Semua ini penting kalau kita sungguh ingin Indonesia menjadi
knowledge society.strategi yang kita tempuh untuk menjadi negara maju, developed country,
adalah dengan memadukan pendekatan sumber daya alam, iptek, dan budaya atau knowledge
based, Resource based and culture based development” (Yudhoyono, 2010). Dari beberapa
dokumen di atas maka dapat disimpulkan bahwa sumber politis dari pancasila sebagai dasar

17
nilai pengembangan iptek lebih bersifat apologiskarena hanya memberikan dorongan kepada
kaum intelektual untuk menjabarkan nilai-nilai pancasila lebih lanjut. (Ristekdikti Direktoral
Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2016, 212-214).

2.5 DINAMIKA DAN TANTANGAN PANCASILA SEBAGAI DASAR

PENGEMBANGAN ILMU

Dinamika yang dihadapi oleh Pancasila sebagai pengembangan ilmu adalah belum
dibicarakan secara eksplisit oleh para penyelenggara negara sejak Orde Lama sampai era
Reformasi. Pada umumnya hanya menyinggung masalah pentingnya keterkaitan antara
pengembangan ilmu dan dimensi kemanusiaan (humanism). Kajian tentang pancasila sebagai
dasar nilai pengembangan ilmu baru mendapat perhatian yang lebih khusus dan eksplisit oleh
kaum intelektual di beberapa perguruan tinggi, khususnya Universitas Gadjah Mada yang
menyelenggarakan Seminar Nasional tentang Pancasila sebagai pengembangan ilmu,1987
dan Simposium dan Sarasehan Nasional tentang Pancasila sebagai Paradigma Ilmu
Pengetahuan dan Pembangunan Nasioanl,2006. Namun pada kurun waktu akhir-akhir
ini,belum ada lagi suatu upaya untuk mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila dalam kaitan
dengan pengembangan Iptek di Indonesia.

Kemudian ada beberapa bentuk tantangan terhadap pancasila sebagai dasar pengembangan
iptek di Indonesia, yaitu ;

1. Kapitalisme yang sebagai menguasai perekonomian dunia, termasuk Indonesia.


Akibatnya,ruang bagi penerapan nilai-nilai pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu
menjadi terbatas.Upaya bagi pengembangan sitem ekonomi pancasila yang pernah dirintis
Prof. Mubyarto pada 1980-an belum menemukan wujud nyata yang dapat diandalkan untuk
menangkal dan menyaingi sistem ekonomi yang berorientasi pada pemilik modal besar.

2. Globalisasi yang menyebabkan lemahnya daya saing bangsa Indonesia dalam


pengembangan iptek sehingga Indonesia lebih berkedudukan sebagai konsumen daripada
produsen dibandingkan dengan negara-negara lain.

3. Konsumerisme menyebabkan negaraIndonesia menjadi pasar bagi produk teknologi


negara lain yang lebihmaju ipteknya. Pancasila sebagai pengembangan ilmu baru pada taraf

18
wacana yang belum berada pada tingkat aplikasi kebijakan negara. Pragmatisme yang
berorientasi pada tiga ciri, yaitu; workability (keberhasilan), satisfaction (kepuasan), dan
result (hasil) mewarnani perilaku kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia.
(Ristekdikti Direktoral Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2016, 214-215)

A. Pilar-Pilar Penyangga bagi Eksistensi Ilmu Pengetahuan

Melalui teori relativitas Einstein paradigma kebenaran ilmu sekarang sudah berubah dari
paradigm lama yang dibangun oleh fisika Newton yang ingin selalu membangun teori absolut
dalam kebenaran ilmiah. Paradigma sekarang ilmu bukan sesuatu entitas yang abadi, bahkan
ilmu tidak pernah selesai meskipun ilmu itu didasarkan pada kerangka objektif, rasional,
metodologis. sistematis, logis dan empiris. Dalam perkembangannya ilmu tidak mungkin
lepas dari mekanisme keterbukaan terhadap koreksi. Itulah sebabnya ilmuwan dituntut
mencari altematif-altematif pengembangannya melalui kajian, penelitian eksperimen, baik
mengenai aspek ontologis epistemologis, maupun ontologis. Karena setiap pengembangan
ilmu pallrig tidak validitas (validity) dan reliabilitas (reliability) dapat
dipertanggungjawabkan, baik berdasarkan

1. Pilar ontologi (ontology)

Selalu menyangkut problematika tentang keberadaan (eksistensi).

a) Aspek kuantitas: Apakah yang ada itu tunggal, dual atau plural (monisme, dualisme,
pluralisme) b) Aspek kualitas (mutu, sifat): bagaimana batasan, sifat, mutu dari sesuatu
(mekanisme, teleologisme, vitalisme dan organisme),

Pengalaman ontologis dapat memberikan landasan bagi penyusunan asumsi, dasar-dasar


teoritis, dan membantu terciptanya komunikasi interdisipliner dan multidisipliner. Membantu
pemetaan masalah, kenyataan. batas-batas ilmu dan kemungkinan kombinasi antar ilmu.
Misal masalah krisis moneter, tidak dapat hanya ditangani oleh ilmi ekonomi saja. Ontologi
menyadarkan bahwa ada kenyataan lain yang tidak mampu dijangkau oleh ilmu ekonomi,
maka perlu bantuan ilmu lain seperti politik, sosiologi.

2. Pilar epistemologi (epistemology)

19
Selalu menyangkut problematika teentang sumber pengetahuan, sumber kebenaran,
cara memperoleh kebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana, dasar-dasar kebenaran,
sistem, prosedur, strategi. Pengalaman epistemologis dapat memberikan sumbangan bagi
kita:

(a) sarana legitimasi bagi ilmu/menentukan keabsahan disiplin ilmu tertentu

(b) memberi kerangka acuan metodologis pengembangan ilmu

(c) mengembangkan ketrampilan proses

(d) mengembangkan daya kreatif dan inovatif.

3. Pilar aksiologi (axiology)

Selalu berkaitan dengan problematika pertimbangan nilai (etis, moral, religius) dalam
setiap penemuan, penerapan atau pengembangan ilmu. Pengalaman aksiologis dapat
memberikan dasar dan arah pengembangan ilmu, mengembangkan etos keilmuan seorang
profesional dan ilmuwan (Iriyanto Widisuseno, 2009). Landasan pengembangan ilmu secara
imperative mengacu ketiga pilar filosofis keilmuan tersebut yang bersifat integratif
dan prerequisite.

B. Prinsip-prinsip berpikir ilmiah

1) Objektif: Cara memandang masalah apa adanya, terlepas dari faktor-faktor subjektif
(misal: perasaan, keinginan, emosi, sistem keyakinan, otorita).

2) Rasional: Menggunakan akal sehat yang dapat dipahami dan diterima oleh orang lain.
Mencoba melepaskan unsur perasaan, emosi, sistem keyakinan dan otorita.

3) Logis: Berfikir dengan menggunakan azas logika/runtut/ konsisten, implikatif. Tidak


mengandung unsur pemikiran yang kontradiktif. Setiap pemikiran logis selalu rasional, begitu
sebaliknya yang rasional pasti logis

4) Metodologis: Selalu menggunakan cara dan metode keilmuan yang khas dalam setiap
berfikir dan bertindak (misal: induktif, dekutif, sintesis, hermeneutik. intuitif).

5) Sistematis: Setiap cara berfikir dan bertindak menggunakan tahapan langkah prioritas yang
jelas dan saling terkait satu sama lain. Memiliki target dan arah Tujuan yang jelas.

20
2.6 Beberapa aspek penting dalam ilmu pengetahuan

Melalui kajian historis tersebut yang pada hakikatnya pemahaman tentang sejarah
kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan, dapat dikonstatasikan bahwa ilmu
pengetahuan itu mengandung dun aspek, yaitu aspek fenomenal dan aspek struktural.

Aspek fenomenal menimjukan bahwa ilmu pengetahuan mewujud memanifestasikan


dalam bentuk masyarakat, proses dan produk. Sebagai masyarakat, ilmu pengetahuan
menampakkan diri sebagai suatu masyarakat atau kelompok elit yang dalam kehidupan
kesehariannya begitu mematuhi kaidah-kaidah ilmiah yang menurut partadigma Merton
disebut universalisme, komunalisme, dan skepsisme yang teratur dan terarah. Sebagai proses,
ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai aktivitas atau kegiatan kelompok elit tersebut
dalam upayanya untuk

2.7 Hubungan Antara Pancasila dan Perkembangan IPTEK Negara Indonesia adalah
Negara kepulauan, Jumlah pulau di Indonesia

menurut data Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia tahun 2004 adalah
sebanyak 17,504 buah. 7.870 di antaranya telah mempunyai nama, sedangkan 9.634 belum
memiliki nama. Indonesia memiliki perbandingan luas daratan dangan lautan sebesar 2:3.
Letaknya sangat strategis, di antara dua samudra yaitu samudra Hindia dan Samudra Pasifik
serta dihimpit oleh dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia. Selain itu Negara kita
dilintasi oleh garis khatulistiwa yang menyebabkan Indonesia beriklim tropis. Hal ini
menyebabkan Indonesia sangat kaya akan fauna dan flouranya. Indonesia memiliki 10%
hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies
mamalia dunia dan 16% spesies binatang reptil dan ampibi, serta 1.519 spesies burung dan
25% dari spesies ikan dunia. Sebagian di antaranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui
di daerah tersebut. Selain memiliki kekayaan alam yang menakjubkan, Indonesia juga sangat
kaya akan suku bangsa, budaya, agama, bahasa, ras dan etnis golongan. Sebagai akibat
keanekaragaman tersebut Indonesia mengandung potensi kerawanan yang sangat tinggi pula,
hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap potensi timbulnya konflik sosial.
Kemajemukan bangsa Indonesia memiliki tingkat kepekaan yang tinggi dan dapat
menimbulkan konflik etnis kultural. Arus globalisasi yang mengandung berbagai nilai dan

21
budaya dapat melahirkan sikap pro dan kontra warga masyarakat yang menyebabkan konflik
tata nilai.

Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini menjadi bersifat multi
dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, hal ini seiring dengan
perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi dan komunikasi. Serta
sarana dan prasarana pendukung didalam pengamanan bentuk ancaman yang bersifat multi
dimensional yang bersumber dari permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.
Oleh karena itu. kemajuan dan perkembangan IPTEK sangat diperlukan dalam upaya
mempertahankan segala kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia serta menjawab segala
tantangan zaman.

B.Pengaruh Pengembangan Iptek Yang Tidak Sesuai Dengan Nilai-Nilai

Pancasila

Manusia harus hidup dengan pola pikiran yang baik agar hidupnya tidak tercela dan

tidak dibodoh-bodohi oleh orang lain. Dan ilmu pengetahuan sangat berdampak bagi keahlian

individual sampai perkembangan globalisasi. Banyak orang juga yang membagi ilmu

pengetahuannya untuk orang lain dan ilmu itu sangat bermanfaat bagi orang itu tersendiri.

Iptek adalah singkatan dari ‘ilmu pengetahuan dan teknologi”, yaitu suatu sumber informasi

yang dapat meningkatkan pengetahuan ataupun wawasan seseorang di bidang teknologi.

Berkembangnya globalisasi memunculkan perkembangan-perkembangan baru, seperti

muncul-munculnya teknologi. Hampir semua orang menggunakan tekhnologi untuk

mempermudah aktivitas individual.

Perkembangan Iptek ini sangat mempermudah berkomunikasi. Iptek berdampak positif

maupun negative juga di bidang ekonomi, bidang politik, bidang sosial, juga di bidang
budaya.

− Dampak positif di bidang ekonomi adalah produktifitas dunia industri semakin

meningkat. Kemajuan teknologi akan meningkatkan kemampuan produktivitas dunia

22
industri baik dari aspek teknologi industri maupun pada aspek jenis produksi.

Dampak negatif di bidang ekonomi ialah sifat konsumtif sebagai akibat kompetisi yang

ketat pada era globalisasi akan juga melahirkan generasi yang secara moral mengalami

kemerosotan: konsumtif, boros dan memiliki jalan pintas yang bermental instant.

− Dampak positif di bidang sosial salah satunya adalah Informasi yang ada di masyarakat

dapat langsung dipublikasikan dan diterima oleh masyarakat.

Dampak negative di bidang sosial adalah kemerosotan moral di kalangan warga

masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi

yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material, telah

menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam materi, namun miskin

dalam dimensi rohani”.

− Dampak positif di bidang budaya adalah mempermudah pendistribusian karya-karya

anak bangsa seperti musik, film, fashion maupun furniture ke negara-negara tetangga

maupun negara-negara berbeda benua yang mana akan memperkuat identitas negara serta

membuat negara semakin dikenal oleh dunia luar.

- Dampak negatif di bidang budaya ialah terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya

berkembang menjadi budaya massa dan terjadi hilangnya semangat dan jiwa nasionalisme

maupun patriorisme.

Banyak contoh permasalahan perkembangan Iptek di Indonesia ini salah satu bullying

berunsur SARA di media sosial, pengguna media sosial tidak mengenal umur dan gender

membuat pengguna media sosial bersemena-mena dengan pendapat yang mereka keluarkan.

Selain contoh bullying juga ada penipuan online, di mana penipu-penipu yang berkeliaran di

online mempunyai sikap yang individualis karena tidak memikirkan orang lain yang mereka

tipu dan tidak berkemanusiaan, juga penyebaran pornografi di banyak platform itu juga

23
termasuk permasalahan perkembangan Iptek.

Alasan Diperlukannya Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Tidak ada satu pun bangsa di dunia ini yang terlepas dari pengaruh pengembangan

iptek, meskipun kadarnya tentu saja berbeda-beda. Kalaupun ada segelintir masyarakat di
daerah-daerah pedalaman di Indonesia yang masih bertahan dengan cara hidup primitif, asli,
belum terkontaminasi oleh kemajuan iptek, maka hal itu sangat terbatas dan tinggal
menunggu waktunya saja. Hal ini berarti bahwa ancaman yang ditimbulkan oleh
pengembangan iptek yang terlepas dari nilai-nilai spiritualitas, kemanusiaan, kebangsaan,
musyawarah, dan keadilan merupakan gejala yang merambah ke seluruh sendi kehidupan
masyarakat Indonesia.

Oleh karena itu, beberapa alasan Pancasila diperlukan sebagai dasar nilai pengembangan
iptek dalam kehidupan bangsa Indonesia meliputi hal-hal sebagai berikut.

− Pertama, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh iptek, baik dengan dalih percepatan

pembangunan daerah tertinggal maupun upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat

perlu mendapat perhatian yang serius. Penggalian tambang batubara, minyak, biji besi,

emas, dan lainnya di Kalimantan, Sumatera, Papua, dan lain-lain dengan menggunakan

teknologi canggih mempercepat kerusakan lingkungan. Apabila hal ini dibiarkan


berlarutlarut, maka generasi yang akan datang, menerima resiko kehidupan yang rawan
bencana

lantaran kerusakan lingkungan dapat memicu terjadinya bencana, seperti longsor, banjir,

pencemaran akibat limbah, dan seterusnya.

− Kedua, penjabaran sila-sila Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dapat

menjadi sarana untuk mengontrol dan mengendalikan kemajuan iptek yang berpengaruh

pada cara berpikir dan bertindak masyarakat yang cenderung pragmatis. Artinya,

penggunaan benda-benda teknologi dalam kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini

24
telah menggantikan peran nilainilai luhur yang diyakini dapat menciptakan kepribadian

manusia Indonesia yang memiliki sifat sosial, humanis, dan religius. Selain itu, sifat

tersebut kini sudah mulai tergerus dan digantikan sifat individualistis, dehumanis,

pragmatis, bahkan cenderung sekuler.

− Ketiga, nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi simbol kehidupan di berbagai daerah mulai

digantikan dengan gaya hidup global, seperti: budaya gotong royong digantikan dengan

individualis yang tidak patuh membayar pajak dan hanya menjadi free rider di negara ini,

sikap bersahaja digantikan dengan gaya hidup bermewah-mewah, konsumerisme;

solidaritas sosial digantikan dengan semangat individualistis; musyawarah untuk mufakat

digantikan dengan voting, dan seterusnya.

Beberapa bentuk tantangan terhadap Pancasila sebagai dasar

pengembangan iptek di Indonesia:

a. Kapitalisme yang sebagai menguasai perekonomian dunia, termasuk Indonesia.

Akibatnya, ruang bagi penerapan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu

menjadi terbatas. Upaya bagi pengembangan sistem ekonomi Pancasila yang pernah

dirintis Prof. Mubyarto pada 1980-an belum menemukan wujud nyata yang dapat

diandalkan untuk menangkal dan menyaingi sistem ekonomi yang berorientasi pada

pemilik modal besar.

b. Globalisasi yang menyebabkan lemahnya daya saing bangsa Indonesia dalam

pengembangan iptek sehingga Indonesia lebih berkedudukan sebagai konsumen daripada

produsen dibandingkan dengan negaranegara lain.

c. Konsumerisme menyebabkan negara Indonesia menjadi pasar bagi produk teknologi

negara lain yang lebih maju ipteknya. Pancasila sebagai pengembangan ilmu baru pada

taraf wacana yang belum berada pada tingkat aplikasi kebijakan negara.

25
d. Pragmatisme yang berorientasi pada tiga ciri, yaitu: workability (keberhasilan),

satisfaction (kepuasan), dan result (hasil) (Titus, dkk., 1984) mewarnai perilaku kehidupan

sebagian besar masyarakat Indonesia.

A. Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Pengertian Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat mengacu pada beberapa

jenis pemahaman :

1. Pengertian pertama bahwa iptek tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung

dalam Pancasila mengandung asumsi bahwa iptek itu sendiri berkembang secara

otonom, kemudian dalam perjalanannya dilakukan adaptasi dengan nilai-nilai

Pancasila.

2. Pengertian kedua bahwa setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus

menyertakan nilai-nilai Pancasila sebagai faktor internal mengandaikan bahwa sejak

awal pengembangan iptek sudah harus melibatkan nilai-nilai Pancasila. Namun,

keterlibatan nilai-nilai Pancasila ada dalam posisi tarik ulur, artinya ilmuwan dapat

mempertimbangkan sebatas yang mereka anggap layak untuk dilibatkan.

3. Pengertian ketiga bahwa nilai-nilai Pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi

pengembangan iptek mengasumsikan bahwa ada aturan main yang harus disepakati

oleh para ilmuwan sebelum ilmu itu dikembangkan. Namun, tidak ada jaminan bahwa

aturan main itu akan terus ditaati dalam perjalanan pengembangan iptek itu sendiri.

Sebab ketika iptek terus berkembang, aturan main seharusnya terus mengawal dan

membayangi agar tidak terjadi kesenjangan antara pengembangan iptek dan aturan

main.

26
4. Pengertian keempat yang menempatkan bahwa setiap pengembangan iptek harus

berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia sendiri sebagai proses indegenisasi

ilmu mengandaikan bahwa Pancasila bukan hanya sebagai dasar nilai pengembangan

ilmu, tetapi sudah menjadi paradigma ilmu yang berkembang di Indonesia. Untuk itu,

diperlukan penjabaran yang lebih rinci dan pembicaraan di kalangan intelektual

Indonesia, sejauh mana nilainilai Pancasila selalu menjadi bahan pertimbangan bagi

keputusan-keputusan ilmiah yang diambil.iptek yang berkembang di ruang hampa nilai,

justru akan menjadi boomerang yang membahayakan aspek kemanusiaan.

27
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia.Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar-pilarnya, yaitu pilar ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar- pilar filosofis keilmuan.
Berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan bersifat integratif serta prerequisite/saling
mempersyaratkan

• Prinsip-prinsip berpikir ilmiah diantaranya objektif, rasional, logis, metodologis dan


sistematis.

• Konsekuensi yang timbul adalah dampak positif dan negatif. Positif, dalam arti kemajuan
ilmu pengetahuan telah mendorong kehidupan manusia ke suatu kemajuan (progress,
improvement) dengan teknologi yang dikembangkan dan telah menghasilkan kemudahan-
kemudahan yang semakin canggih bagi upaya manusia untuk meningkatkan kemakmuran
hidupnya secara fisik-material. Negatif dalam arti ilmu pengetahuan telah mendorong
berkembangnya arogansi ilmiah dengan menjauhi nilai-nilai agama, etika, yang akibatnya
dapat menghancurkan kehidupan manusia sendiri.

• Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa berorientasi pada nilai-
nilai Pancasila. Sebaliknya Pancasila dituntut terbuka dari kritik, bahkan ia merupakan
kesatuan dari perkembangan ilmu yang menjadi tuntutan peradaban manusia. Peran Pancasila
sebagai paradigma pengembangan ilmu harus sampai pada penyadaran, bahwa fanatisme
kaidah kenetralan keilmuan atau kemandirian ilmu hanyalah akan menjebak diri seseorang
pada masalah-masalah yang tidak dapat diatasi dengan semata- mata berpegang pada kaidah
ilmu sendiri, khususnya mencakup pertimbangan etis, religius, dan nilai budaya yang bersifat
mutlak bagi kehidupan manusia yang berbudaya

28
3.2 SARAN

Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan, baik dari
segi penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya. Dari segi isi juga masih perlu
ditambahkan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kepada para pembaca makalah ini
agar dapat memberikan kritikan dan masukan yang bersifat membangun

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Iriyanto, Ws, 2009, Bahan Kuliah Filsafat limu, Pascasarjana, Semarang. Kunto Wibisono,
1985, Arti Perkembangan Menurut Positivisme, Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

2. Kuswanjono, Arqom., E. S Nurdin, L. Widisuseno, dan Mukhtar Syamsudin. 2012. E-


Materi Pendidikan Pancasila. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Pembelajaran
dan Kemahasiswaan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

3. Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Van Melsen, 1985. limu Pengetahuan dan Tanggungjawab Kita, Kanisius.Yogyakarta

4. ms-paralel.esaunggul.ac.id pertama kali pada September 2020 https://lms-


paralel.esaunggul.ac.id/mod/resource/view.php?id=211917

5.Badjeber, Zain 2016. Menyimak dan Menerapkan Pembukaan Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jurnal Ketatanegaraan Volume 1. Lembaga
Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat Negara Republik Indonesia. Jakarta.

6. Backy Krisnayuda, 2016, Pancasila & Undang-Undang (Relasi Dan Transformasi


Keduanya Dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia), Cetakan I, Prenadamedia Group,
Jakarta.

7. Jahroh, Windi Siti Jahroh dan Nana Sutarna. 2016. Pendidikan Karakter Sebagai Upaya
Mengatasi Degradasi Moral.”. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Pendidikan..

8. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan
Pancasila. Jakarta : Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.

9. Kusuma. A.B. 2016. Weltanschauung dan Dasar Negara. Jurnal Ketatanegaraan Volume 1.
Lembaga Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat Negara Republik Indonesia.

10. https://mynida.stainidaeladabi.ac.id/asset/file_pertemuan/ee32f-5.-pancasila-menjadi-
dasar-pengembangan

30
31

Anda mungkin juga menyukai