02IKPP012
Disusun Oleh :
RICKY HERMAWAN
(22103012267)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul
“PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI PENGEMBANGAN ILMU”Dalam penyusunan
makalah maka penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Kami mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada,
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan dan keiklasan hati penulis mengucapkan
terimakasih yang tak terhingga, penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum
sempurna, maka saran dan keritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan makalah ini, Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.
Hormat kami
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
PEMBAHASAN.......................................................................................................................6
ILMU................................................................................................................................18
PENGEMBANGAN ILMU............................................................................................18
PENUTUP...............................................................................................................................28
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................28
3.2 Saran..............................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................30
3
BAB I
PENDAHULUAN
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) saat ini berkembang begitu pesat
sehingga peradaban manusia berubah terlalu cepat Perkembangan ini tidak lepas dari situasi
itu menutupinya, yang berarti bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang
dalam ruang budaya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga mempengaruhi
nilai-nilai budaya dan agama Ini membutuhkan semangat objektivitas di satu sisi, dan sains
dan teknologi di sisi lain Nilai-nilai budaya dan agama harus diperhitungkan Pembangunan
agar umat manusia tidak dirugikan.
Menurut Kuntowijoyo, perkembangan ilmu menunjuk pada hal tersebut Kebanyakan orang
sering mengacaukan kebenaran dan kemajuan sehingga perkembangannya mempengaruhi
pandangan tentang kebenaran 3 yang dia lihat Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa kebenaran
itu tidak benar bertambah (tidak secara kumulatif) karena kebenaran tidak bertambah
sekarang dan lagi. Kemajuan kumulatif karena Pembangunan selalu berkembang dari waktu
ke waktu. Kelas non-kumulatif seperti agama, filsafat dan seni, sedangkan kategori kumulatif
seperti Fisika, Teknologi, Kedokteran (Kuntowijoyo, 2006:
4).Hubungan antara sains dan teknologi, budaya dan agama dapat dicirikan beberapa pilihan,
yaitu:
- Pertama, iptek bergantung pada nilai-nilai budaya dan agama Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi harus selalu dilandasi oleh sikap religious Pria.
- Kedua, iptek tidak bergantung pada nilai-nilai budaya dan agama, sehingga
sekularisasilah yang mengarah pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
ditentukan oleh nilai religiusitas manusia. Ini terjadi karena beberapa alas an Ilmuwan
yang percaya bahwa sains dan teknologi memiliki hukumnya sendiri, padahal tidak
Nilai-nilai eksternal dapat mengganggu mereka, yang mengganggu objektivitas
ilmiah.
4
- Ketiga, iptek membangun nilai-nilai agama dan budaya hanya sebagai relasi dialog
hanya jika diperlukan. Beberapa peneliti percaya bahwa sains dan teknologi ia
memiliki hukumnya sendiri, tetapi juga membutuhkan factor Orang luar (budaya,
ideologi dan agama) bertukar pikiran, tetapi tidak mengikat satu sama lain.
Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam hal ini merupakan hubungan yang ideal Ilmu
pengetahuan dan teknologi, nilai-nilai budaya dan agama didahulukan, meski belum dapat
terjadi secara optimal mengingat keberagaman agama dan budaya di Indonesia. Di sisi lain,
variasi seperti itu bisa terjadi Kemakmuran, di sisi lain, juga dapat memicu konflik. Karena
Oleh karena itu, untuk mencegah hal tersebut diperlukan sikap inklusif dan toleran dalam
masyarakat timbul konflik. Yang paling penting adalah komunikasi terbuka dan setara.
Pancasila sebagai ideologi negara merupakan kristalisasi nilai budaya dan agama Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia memiliki semua fungsi kehidupan sosial,4
Bangsa dan negara dan kegiatan ilmiah. Karena,Rumusan Pancasila sebagai Paradigma
Keilmuan Kegiatan Keilmuan Indonesia itu adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Karena
perkembangan ilmu Terlepas dari nilai ideologi bangsa, justru dapat menjurus pada
sekularisme, seperti yang terjadi di Eropa pada masa Renaisans. Bangsa Indonesia Ia
memiliki akar budaya dan agama yang kuat dan telah berkembang sejak lama kehidupan
masyarakat, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan belum mengakar ideologi nasional
dan memungkinkan pengembangan ilmu pengetahuan tanpa.
5
produk istimewa Manusia dianggap sebagai salah satu unsur dasar kebudayaan. Jadi dapat
menyebabkan peradaban global dan memiliki konsekuensi serius terhadap keberadaan
manusia. Para ilmuwan dapat memposisikan diri dalam arti tanggung jawab budaya untuk
realisasi pengetahuan pengetahuan yang sempurna dan moral yang baik. (Mudzakir, Jurnal
Kajian Agama dan Pemikiran Islam, No. 2, September 2016, 280).
Perkembangan ilmu pengetahuan bukan sekedar sarana Manusia hidup, tetapi itu sudah
menjadi bagian dari harga Diri (otoritas) dan mitos bangsa. Dalam posisi substantif sains dan
teknologi telah mempengaruhi secara komprehensif semua bidang kehidupan dan dapat
berubah kebudayaan manusia yang intensif. Fenomena perubahan tercermin dalam
masyarakat yang berada dalam fase transisi, yaitu:
masyarakat dengan budaya industri modern. Dalam masa transisi ini, Logos mulai berperan
sebagai mitos (nalar).berpikir). Bukan lagi oleh kekuatan kosmis yang dianggap mitologis
sebagai penguasa lingkungan alam, tetapi melalui pikiran kemampuan berpikir, itu menjadi
kerangka acuan untuk prediksi dan mengatur kehidupan. sikap terhadap ruang dan waktu,
etos kerja, Aturan standar diturunkan, yang awalnya model mencari bentuk-bentuk baru yang
diperlukan untuk melayani masyarakat ini berkembang menjadi masyarakat industri. Rekan-
rekan bus kota tidak memiliki "filosofi".dapat mendahului satu sama lain” tidak berlaku lagi.
Dibutuhkan sekarang Bertenaga, Siap Pakai, Keunggulan Kompetitif, Efisiensi dan
Produktif-Inovasi-Kreatif.
ii. Masa transisi dari budaya etnik daerah ke budaya nasional kebangsaan Sorotan budaya
daerah menyatu satu sama lain lembaga budaya yang bersatu demi stabilitas negara
Kewarganegaraan (nation-state) yang wilayahnya terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Penataan struktur pemerintahan, sistem pendidikan, transmisi nilai Menyikapi etika dan
moralitas secara intensif merupakan upaya serius untuk memajukannya mengembangkan
identitas sebagai bangsa yang bersatu.
6
II. Masa transisi dari budaya nasional - kebangsaan ke budaya dunia pemahaman tentang
nilai-nilai universal seperti hak Hak asasi manusia, demokrasi, keadilan, kebebasan dan
masalah lingkungan diterbitkan dalam rantai fanatisme kesukuan, kebangsaan atau pribumi
Agama, kini mengendur bersama menjadi kesadaran global unit sintetis yang lebih konkret
pada tingkat fungsional.
IV. Perbatasan yang sempit menjadi terbuka, serbaguna, namun toleran adanya keragaman
yang dipimpin oleh postmodernisme. Masuknya globalisasi menunjukkan evolusi
standardisasi kehidupan di berbagai daerah. Partisipasi itu akhirnya berhasil Kehidupan
orang-orang diperumit oleh standar ganda. Dengan Para pihak ingin terus melestarikan nilai-
nilai budaya lama diimprovisasi untuk melayani perkembangan baru yang disebutkan pada
saat itu sebagai lahirnya budaya pelengkap (subkultur). Pada saat yang sama di sisi lain
tampaknya bertindak melawan perubahan, dianggap sebagai kemarahan dan keputusasaan
mereka yang merasa terpinggirkan, tersingkir dan tersingkir dari satu tempat ke tempat lain
tempat yang telah disebut sebagai budaya tandingan dari waktu ke waktu. (Departemen
Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2013, 112-120).Perkembangan ilmu pengetahuan tidak
dapat dipisahkanMembuka mekanisme untuk koreksinya yang memungkinkan mencari
alternatif pengembangan melalui kajian dan penelitian tes Opsi pengembangan
dipertimbangkan dari perspektif ontologis,epistemologis dan ontologis. Karena setiap
perkembangan ilmu pengetahuan
Validitas dan reliabilitas harus ada untuk dipertimbangkan didasarkan pada prinsip-prinsip
ilmiah atau sistem nilai Suatu masyarakat di mana pengetahuan ditemukan/dikembangkan.
Saya Pengembangan ontologi yang berfokus pada hal berikut adanya pengetahuan. Dapat
melihat melalui dua Aspek kualitatif (tunggal atau jamak) dan aspek kualitatif
(karakteristik/kualitas).
I.Pengalaman ontologis dapat menjadi dasar untuk konstruksi Asumsi, landasan teoretis, dan
alat bantu komunikasi interdisipliner dan interdisipliner. Membantu menyelesaikan masalah,
Realitas, batas-batas sains dan kemungkinan kombinasi antar sains. Misalnya, masalah krisis
mata uang tidak bisa diselesaikan dengan ilmu pengetahuan sajatidak hanya dalam bidang
ekonomi, tetapi juga dalam hal kebijakan dan peran hadirin.
7
legitimasi ilmu/mendefinisikan legitimasi disiplin Sains menyediakan kerangka metodologis
untuk pembangunan pengetahuan, pengembangan keterampilan proses dan pengembangan
kekuatan kreatif dan inovatif. Perkembangan aksiologi evaluasi
Nilai-nilai (etis, moral, religius) dalam setiap penemuan, penerapan dan perkembangan ilmu
pengetahuan. Dengan aksiologi seseorang dapat menetapkan dasar dan arah perkembangan
ilmu pengetahuan, perkembangan atmosfir keilmuan manusia profesional dan ilmuwan.
A.Prinsip-prinsip berpikir ilmiah Adapun beberapa prinsip cara berpikir secara ilmiah, yaitu:
i. Berpikir secara objektif, yaitu dengan cara memandang masalah apa adanya,
terlepas dari faktor-faktor subjektif (misalnya : faktor perasaan, keinginan, emosi,
keyakinan)
ii. Berpikir secara rasional, yaitu dengan cara menggunakan akal sehat yang dapat
dipahami dan diterima oleh orang lain. Mencoba melepaskan unsur perasaan,
emosi, sistem keyakinan)
iii. Berpikir secara logis, yaitu dengan cara menggunakan logika, tidak mengandung
unsur pemikiran yang kontradiktif, selalu rasional.
iv. Berpikir secara metodologis, yaitu dengan cara menggunakan metode keilmuan
yang khas dalam setiap berfikir dan bertindak (misal: induktif, dekutif, sintesis,
hermeneutik, intuitif).
v. Berpikir secara sistematis, yaitu dengan cara berpikir dan bertindak menggunakan
tahapan langkah prioritas yang jelas dan saling terkait satu sama lain serta
memiliki target dan arah tujuan yang jelas.
8
Ilmu pengetahuan jika dilihat dari aspek struktural, memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
ii. Objek sasaran ini kemudian dipertanyakan dengan suatu cara (metode)
pengetahuan yang akan terus berkembang justru muncul permasalahanpermasalah baru yang
mendorong untuk terus menerus mempertanyakannya.
iii. Ada alasan dan motivasi mengapa gegenstand itu terus-menerus dipertanyakan.
iv.Jawaban-jawaban yang diperoleh kemudian disusun dalam suatu kesatuan sistem (Koento
Wibisono, 1985). Kandungan yang terdapat dalam ilmu pengetahuan memiliki ciri rasional,
antroposentris, dan cenderung sekuler, dengan suatu etos kebebasan (akademis dan mimbar
akademis).
Konsekuensi yang timbul adalah dampak positif, dalam arti kemajuan ilmu pengetahuan
telah mendorong kehidupan manusia ke suatu kemajuan dengan teknologi yang
dikembangkan dan telah menghasilkan kemudahan-kemudahan yang semakin canggih bagi
Upaya manusia untuk meningkatkan kemakmuran hidupnya secara fisik-material. Kemudian
konsekuensi dampak negatif, dalam arti ilmu pengetahuan telah mendorong berkembangnya
arogansi ilmiah dengan menjauhi nilai-nilai agama, etika, yang akibatnya dapat
menghancurkan kehidupan manusia sendiri. Pada akhirnya ilmu pengetahuan dan teknologi
telah mempunyai kedudukan substantif dalam kehidupan manusia. Dalam kedudukan
substantif ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjangkau.
9
BAB II
PEMBAHASAN
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki. menemukan dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia, Segi-
segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian
dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum
sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik
diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari
sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai
pengetahuan yang dimilikinya (Surajiyo, 2010).
Paradigma merupakan pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang yang menjadi
pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah ini paradigma pada mulanya dipakai
dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali
mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh
suatu paradigma. Maka, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa
yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan
aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut.
Paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan
yang mengikutinya, dengan acuan tertentu sehingga dapat menjelaskan dan menjawab
permasalahan ilmu pengetahuan. Istilah paradigma kemudian berkembang tidak hanya di
bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan
ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir,
kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Pada
dasarnya pengembangan ilmu dan teknologi bermuara pada kehidupan manusia maka perlu
mempertimbangan strategi agar pengembangan ilmu dan teknologi memberi manfaat
mensejahterakan manusia. Dalam mempertimbangkan sebuah strategi harus meletakkan nilai-
10
12 nilai Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini
menggambarkan bahwa nilai-nilai Pancasila sebagai sumber orientasi dan arah
pengembangan ilmu (dalam dimensi ontologis, epistemologis dan aksiologis).
Konsep Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu Pancasila sebagai dasar nilai
pengembangan ilmu dapat mengacu pada beberapa jenis pemahaman.:
Pertama, setiap ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang dikembangkan di Indonesia
tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
Kedua, setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan nilai-nilai pancasila
sebagai faktor internal pengembangan iptek itu sendiri.
Ketiga, nilai-nilai pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi pengembangan iptek di
Indonesia, artinya mampu mengendalikan iptek agar tidak keluar dari cara berpikir dan cara
bertindak bangsa Indonesia.
Keempat, setiap pengembangan iptek harus berakar dari budaya dan ideologi bangsa
Indonesia sendiri atau yang lebih dikenal dengan istilah indegenisasi ilmu (mempribumian
ilmu). Keempat pengertian pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu tersebut mengandung
konsekuensi yang berbeda-beda, yaitu:
i. Konsekuensi poin pertama, bermakna bahwa iptek tidak boleh bertentangan dengan nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila. Poin tersebut mengandung asumsi bahwa iptek
berkembang secara otonom, kemudian dalam perjalanannya dilakukan adaptasi dengan nilai-
nilai pancasila.
ii. Konsekuensi poin kedua, bermakna bahwa setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia
harus menyertakan nilai-nilai Pancasila sebagai faktor internal yang mengandaikan bahwa
sejak awal pengembangan iptek sudah harus melibatkan nilai-nilai pancasila. Akan tetapi
keterlibatan nilai-nilai pancasila ini ada yang dalam posisi tarik ulur, artinya ilmuwan dapat
mempertimbangkan sebatas yang mereka anggap layak untuk dilibatkan.
11
iii. Konsekuensi poin ketiga, bermakna bahwa nilai-nilai pancasila berperan sebagai rambu
normatif bagi pengembangan iptek mengasumsikan bahwa ada aturan main yang harus
disepakati oleh para ilmuwan sebelum ilmu itu dikembangkan. Akan tetapi, tidak ada jaminan
bahwa aturan tersebut akan terus ditaati dalam perjalanan pengembangan iptek itu sendiri.
Sebab ketika iptek terus berkembang, peraturan harus terus mengawal dan membayangi agar
tidak terjadi kesenjangan.
iv. Konsekuensi poin keempat, bermakna bahwa setiap pengembangan iptek harus berakar
dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia. Hal tersebut sebagai proses indegenisasi ilmu
mengandaikan bahwa pancasila bukan hanya sebagai dasar nilai pengembangan ilmu, tetapi
sudah menjadi paradigma ilmu yang berkembang di Indonesia. Sehingga perlu dilakukan
penjabaran yang lebih rinci dan pembicaraan di kalangan intelektual Indonesia. (Ristekdikti
Direktoral Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2016, 197-198)gkau kehidupan
manusia dalam semua lini yang dapat merubah kebudayaan manusia.
ILMU
1. Aspek Historis
Sejarah Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu belum banyak dibicarakan di awal
kemerdekaan. Hal tersebut dikarenakan para pendiri Negara, cerdik cendekia, ntelektual
bangsa Indonesia pada masa itu mencurahkan tenaga dan pemikirannya untuk membangun
bangsa dan negara. Para intelektual merangkap sebagai pejuang bangsa masih disibukkan
pada upaya pembenahan dan penataan negara yang baru saja terbebas dari penjajahan. Aspek
historis dari pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di Indonesia dapat ditelusuri
dalam dokumen negara,yaitu: Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, alinea keempat
PembukaanUUD 1945 berbunyi:
12
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
a. Sekitar 1980-an ketika keadaan sudah mendesak, terutama di perguruan tinggi yang
mencetak kaum intelektual, telah mulai membicarakan hal tersebut. Pada tanggal 15 Oktober
1987, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta telah menyelenggarakan seminar dengan tema
“Pancasila sebagai Orientasi Pengembangan Ilmu”. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Prof Notonagoro tentang konsep pancasila yang merupakan pegangan dan pedoman dalam
usaha ilmu pengetahuan untuk dipergunakan sebagai asas dan pendirian hidup, sebagai suatu
pangkal sudut pandangan dari subjek ilmu pengetahuan dan juga menjadi objek ilmu
pengetahuan atau hal yang diselidiki. Penggunaan istilah “asas dan pendirian hidup” mengacu
pada sikap dan pedoman yang menjadi rambu normatif dalam tindakan dan pengambilan
keputusan ilmiah.
b. Daoed Joesoef membuat artikel ilmiah yang berjudul “Pancasila, Kebudayaan, dan Ilmu
Pengetahuan” menyatakan bahwa pancasila adalah gagasan vital yang berasal dari
kebudayaan Indonesia, artinya nilai-nilai yang benar-benar diramu dari sistem nilai bangsa
Indonesia sendiri. Oleh karena itu, pancasila memiliki metode tertentu dalam memandang,
memegang kriteria tertentu dalam menilai sehingga menuntunnya untuk membuat
pertimbangan(judgement) tertentu.
13
c. Prof. Dr. T Jacob, menegaskan bahwa pancasila seharsunya dapat membantu dan
digunakan sebagai dasar etika ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Ada lima prinsip
besar yang terkandung dalam pancasila yang mencakup segala persoalan etik dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi, yaitu, monoteisme; humanism dan solidaritas karya negara;
nasionalisme dan solidaritas warga negara; demokrasi dan perwakilan; dan Keadilan sosial
(Jacob, 1987: 59).
d. Prof. Dr. Muladi menegaskan bahwa kedudukan pancasila sebagai common denominator
values, artinya nilai yang mempersatukan seluruh potensi kemanusiaan melalui counter
values and cunter culture. Pancasila merupakan refleksi penderitaan bangsa-bangsa di dunia
secara riil sehingga mengandung nilai-nilai agama yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha
Esadan nilai-nilai universal HAM. Kemudian mengaitkan pancasila dan ilmu pengetahuan
dengan meletakkannya pada posisi in between, yaitu antara operational science yang
didasarkan pada regularity occurring phenomena dengan non-origin scienceyang didasarkan
atas non-repeatable events yang biasa dikaitkan dengan alam semesta ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa. Dengan demikian, pengembangan ilmu dan teknologi seharusnya dikaitkan
dengan nilai-nilai pancasila sebagai common denominator values, yakni nilai-nilai yang
disepakati bersama-sama oleh bangsa Indonesia, sekaligus sebagai kerangka acuan bersama.
e. Prof. Dr. M. Sastrapratedja dalam artikelnya yang berjudul, Pancasila sebagai Orientasi
Pembangunan Bangsa dan Pengembangan Etika Ilmu Pengetahuan menegaskan ada dua
peran pancasila dalam pengembangan iptek, yaitu;
Kedua, pancasila sebagai landasan dari etika ilmu pengetahuan dan teknologi.
14
Keempat, prinsip demokrasi akan menuntut bahwa penguasaan iptek harus merata ke semua
masyarakat.
Kelima, kesenjangan dalam penguasaan iptek harus berdasarkan prinsip keadilan sosial
2. Aspek Sosiologis
ketuhanan dan kemanusiaan. Ketika iptek tidak sejalan dengan nilai ketuhanan
dan kemanusiaan, biasanya akan terjadi penolakan. Contoh dari hal tersebut,
seperti:
c. Cyber crime, yang merupakan aktivitas kejahatan dengan menggunakan jaringan komputer
menjadi alat untuk perdagangan obat-obatan ilegal, menyebar isu sara, pesan hoax,
pornografi dll.
3. Aspek Politis
Aspek politis pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di Indonesia dapat
dirunut ke dalam berbagai kebijakan yang dilakukan oleh para penyelenggara Negara,
diantaranya:
15
“Bagi saya,ilmu pengetahuan hanyalah berharga penuh jika ia dipergunakan untuk
mengabdi kepada praktikhidup manusia, atau praktiknya bangsa, atau praktiknya
hidup dunia kemanusiaan.Memang sejak muda,saya ingin mengabdi kepada
praktikhidup manusia, bangsa, dan dunia kemanusiaan itu.Itulah sebabnya saya selalu
mencoba menghubungkan ilmu dengan amal, menghubungkan pengetahuan dengan
perbuatansehingga pengetahuan ialah untuk perbuatan, dan perbuatan dipimpin oleh
pengetahuan. Ilmu dan amal harus wahyu-mewahyui satu sama lain. Buatlah ilmu
berdwitunggal dengan amal.Malahan, angkatlah derajat kemahasiswaanmu itu kepada
derajat mahasiswa patriot yang sekarang mencari ilmu, untuk kemudian beramal terus
menerus di wajah ibu pertiwi” (Ketut, 2011).
Soekarno mengaitkan dengan dimensi kemanusiaan dan hubungan antara ilmu dan amal.
Pidato Soekarno pada Akademi Pembangunan Nasional di Yogyakarta, 18 Maret
1962,mengatakan hal sebagai berikut:
“Ilmu pengetahuan itu adalah malahan suatu syarat mutlak pula, tetapi kataku tadi, lebih
daripada itu, dus lebih mutlak daripada itu adalah suatu hal lain, satu dasar.Dan yang
dimaksud dengan perkataan dasar,yaitu karakter.Karakter adalah lebih penting dari pada ilmu
pengetahuan.Ilmu pengetahuan tetap adalah suatu syarat mutlak.Tanpa karakter yang gilang
gemilang,orang tidak dapat membantu kepada pembangunan nasional, oleh karena itu
pembangunan nasional itu sebenranya adalah suatu hal yang berlangit sangat tinggi, dan
berakar amat dalam sekali.Berakar amat dalam sekali, oleh karena akarnya itu harus sampai
kepada inti-inti daripada segenap cita-cita dan perasaan-perasaan dan gandrungan-
gandrungan rakyat” (Soekarno, 1962).
Presiden Soeharto menyinggung masalah pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu
ketika memberikan sambutan pada Kongres Pengetahuan Nasional IV,18 September 1986 di
Jakarta sebagai berikut.“Ilmu pengetahuan dan teknologi harus diabdikan kepada manusia
dan kemanusiaan, harus dapat memberi jalan bagi peningkatan martabat manusia dan
kemanusiaan. Dalam ruang lingkup nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi yang ingin kita
kuasai dan perlu kita kembangkan haruslah ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa
memberi dukungan kepada kemajuan pembangunan nasional kita. Betapapun besarnya
kemampuan
16
ilmiah dan teknologi kita dan betapapun suatu karya ilmiah kita mendapat tempat terhormat
pada tingkat dunia, tetapiapabila kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu tidak dapat
membantu memecahkan masalah-masalah pembangunan kita, maka jelas hal itu merupakan
kepincangan, bahkan suatu kekurangan dalam penyelenggaraan ilmu pengetahuan dan
teknologi” (Soeharto, 1986: 4). Penegasan pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu
pengetahuan, sampai pada masa orde baru belum ditegaskan, meskipun pancasila diterapkan
sebagai satu-satunya asas organisasi politik dan kemasyarakatan. Penekanannya hanya pada
iptek harus diabdikan kepada manusia dan kemanusiaan sehingga dapat memberi jalan bagi
peningkatan martabat manusia dan kemanusiaan.
Habibie dalam pidato 1 Juni 2011 menegaskan bahwa penjabaran pancasila sebagai dasar
nilai dalam berbagai kebijakan penyelenggaraan Negara merupakan suatu upaya untuk
mengaktualisasikan pancasila dalam kehidupan (Habibie, 2011: 6).
sebagai berikut.
“Setiap negaramempunyai sistem inovasi nasional dengan corak yang berbeda dan khas, yang
sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya masing-masing. Saya berpendapat, di Indonesia,
kita juga harus mengembangkan sistem inovasi nasional, yang didasarkan pada suatu
kemitraan antara pemerintah, komunitas ilmuwan dan swasta, dan dengan berkolaborasi
dengan dunia internasional. Oleh karena itu, berkaitan dengan pandangan ini dalam waktu
dekat saya akan membentuk komite inovasi nasional, yang langsung bertanggungjawab
kepada presiden, untuk ikut memastikan bahwa sistem inovasi nasional dapat berkembang
dan berjalan dengan baik. Semua ini penting kalau kita sungguh ingin Indonesia menjadi
knowledge society.strategi yang kita tempuh untuk menjadi negara maju, developed country,
adalah dengan memadukan pendekatan sumber daya alam, iptek, dan budaya atau knowledge
based, Resource based and culture based development” (Yudhoyono, 2010). Dari beberapa
dokumen di atas maka dapat disimpulkan bahwa sumber politis dari pancasila sebagai dasar
17
nilai pengembangan iptek lebih bersifat apologiskarena hanya memberikan dorongan kepada
kaum intelektual untuk menjabarkan nilai-nilai pancasila lebih lanjut. (Ristekdikti Direktoral
Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2016, 212-214).
PENGEMBANGAN ILMU
Dinamika yang dihadapi oleh Pancasila sebagai pengembangan ilmu adalah belum
dibicarakan secara eksplisit oleh para penyelenggara negara sejak Orde Lama sampai era
Reformasi. Pada umumnya hanya menyinggung masalah pentingnya keterkaitan antara
pengembangan ilmu dan dimensi kemanusiaan (humanism). Kajian tentang pancasila sebagai
dasar nilai pengembangan ilmu baru mendapat perhatian yang lebih khusus dan eksplisit oleh
kaum intelektual di beberapa perguruan tinggi, khususnya Universitas Gadjah Mada yang
menyelenggarakan Seminar Nasional tentang Pancasila sebagai pengembangan ilmu,1987
dan Simposium dan Sarasehan Nasional tentang Pancasila sebagai Paradigma Ilmu
Pengetahuan dan Pembangunan Nasioanl,2006. Namun pada kurun waktu akhir-akhir
ini,belum ada lagi suatu upaya untuk mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila dalam kaitan
dengan pengembangan Iptek di Indonesia.
Kemudian ada beberapa bentuk tantangan terhadap pancasila sebagai dasar pengembangan
iptek di Indonesia, yaitu ;
18
wacana yang belum berada pada tingkat aplikasi kebijakan negara. Pragmatisme yang
berorientasi pada tiga ciri, yaitu; workability (keberhasilan), satisfaction (kepuasan), dan
result (hasil) mewarnani perilaku kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia.
(Ristekdikti Direktoral Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2016, 214-215)
Melalui teori relativitas Einstein paradigma kebenaran ilmu sekarang sudah berubah dari
paradigm lama yang dibangun oleh fisika Newton yang ingin selalu membangun teori absolut
dalam kebenaran ilmiah. Paradigma sekarang ilmu bukan sesuatu entitas yang abadi, bahkan
ilmu tidak pernah selesai meskipun ilmu itu didasarkan pada kerangka objektif, rasional,
metodologis. sistematis, logis dan empiris. Dalam perkembangannya ilmu tidak mungkin
lepas dari mekanisme keterbukaan terhadap koreksi. Itulah sebabnya ilmuwan dituntut
mencari altematif-altematif pengembangannya melalui kajian, penelitian eksperimen, baik
mengenai aspek ontologis epistemologis, maupun ontologis. Karena setiap pengembangan
ilmu pallrig tidak validitas (validity) dan reliabilitas (reliability) dapat
dipertanggungjawabkan, baik berdasarkan
a) Aspek kuantitas: Apakah yang ada itu tunggal, dual atau plural (monisme, dualisme,
pluralisme) b) Aspek kualitas (mutu, sifat): bagaimana batasan, sifat, mutu dari sesuatu
(mekanisme, teleologisme, vitalisme dan organisme),
19
Selalu menyangkut problematika teentang sumber pengetahuan, sumber kebenaran,
cara memperoleh kebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana, dasar-dasar kebenaran,
sistem, prosedur, strategi. Pengalaman epistemologis dapat memberikan sumbangan bagi
kita:
Selalu berkaitan dengan problematika pertimbangan nilai (etis, moral, religius) dalam
setiap penemuan, penerapan atau pengembangan ilmu. Pengalaman aksiologis dapat
memberikan dasar dan arah pengembangan ilmu, mengembangkan etos keilmuan seorang
profesional dan ilmuwan (Iriyanto Widisuseno, 2009). Landasan pengembangan ilmu secara
imperative mengacu ketiga pilar filosofis keilmuan tersebut yang bersifat integratif
dan prerequisite.
1) Objektif: Cara memandang masalah apa adanya, terlepas dari faktor-faktor subjektif
(misal: perasaan, keinginan, emosi, sistem keyakinan, otorita).
2) Rasional: Menggunakan akal sehat yang dapat dipahami dan diterima oleh orang lain.
Mencoba melepaskan unsur perasaan, emosi, sistem keyakinan dan otorita.
4) Metodologis: Selalu menggunakan cara dan metode keilmuan yang khas dalam setiap
berfikir dan bertindak (misal: induktif, dekutif, sintesis, hermeneutik. intuitif).
5) Sistematis: Setiap cara berfikir dan bertindak menggunakan tahapan langkah prioritas yang
jelas dan saling terkait satu sama lain. Memiliki target dan arah Tujuan yang jelas.
20
2.6 Beberapa aspek penting dalam ilmu pengetahuan
Melalui kajian historis tersebut yang pada hakikatnya pemahaman tentang sejarah
kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan, dapat dikonstatasikan bahwa ilmu
pengetahuan itu mengandung dun aspek, yaitu aspek fenomenal dan aspek struktural.
2.7 Hubungan Antara Pancasila dan Perkembangan IPTEK Negara Indonesia adalah
Negara kepulauan, Jumlah pulau di Indonesia
menurut data Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia tahun 2004 adalah
sebanyak 17,504 buah. 7.870 di antaranya telah mempunyai nama, sedangkan 9.634 belum
memiliki nama. Indonesia memiliki perbandingan luas daratan dangan lautan sebesar 2:3.
Letaknya sangat strategis, di antara dua samudra yaitu samudra Hindia dan Samudra Pasifik
serta dihimpit oleh dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia. Selain itu Negara kita
dilintasi oleh garis khatulistiwa yang menyebabkan Indonesia beriklim tropis. Hal ini
menyebabkan Indonesia sangat kaya akan fauna dan flouranya. Indonesia memiliki 10%
hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies
mamalia dunia dan 16% spesies binatang reptil dan ampibi, serta 1.519 spesies burung dan
25% dari spesies ikan dunia. Sebagian di antaranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui
di daerah tersebut. Selain memiliki kekayaan alam yang menakjubkan, Indonesia juga sangat
kaya akan suku bangsa, budaya, agama, bahasa, ras dan etnis golongan. Sebagai akibat
keanekaragaman tersebut Indonesia mengandung potensi kerawanan yang sangat tinggi pula,
hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap potensi timbulnya konflik sosial.
Kemajemukan bangsa Indonesia memiliki tingkat kepekaan yang tinggi dan dapat
menimbulkan konflik etnis kultural. Arus globalisasi yang mengandung berbagai nilai dan
21
budaya dapat melahirkan sikap pro dan kontra warga masyarakat yang menyebabkan konflik
tata nilai.
Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini menjadi bersifat multi
dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, hal ini seiring dengan
perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi dan komunikasi. Serta
sarana dan prasarana pendukung didalam pengamanan bentuk ancaman yang bersifat multi
dimensional yang bersumber dari permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.
Oleh karena itu. kemajuan dan perkembangan IPTEK sangat diperlukan dalam upaya
mempertahankan segala kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia serta menjawab segala
tantangan zaman.
Pancasila
Manusia harus hidup dengan pola pikiran yang baik agar hidupnya tidak tercela dan
tidak dibodoh-bodohi oleh orang lain. Dan ilmu pengetahuan sangat berdampak bagi keahlian
individual sampai perkembangan globalisasi. Banyak orang juga yang membagi ilmu
pengetahuannya untuk orang lain dan ilmu itu sangat bermanfaat bagi orang itu tersendiri.
Iptek adalah singkatan dari ‘ilmu pengetahuan dan teknologi”, yaitu suatu sumber informasi
maupun negative juga di bidang ekonomi, bidang politik, bidang sosial, juga di bidang
budaya.
22
industri baik dari aspek teknologi industri maupun pada aspek jenis produksi.
Dampak negatif di bidang ekonomi ialah sifat konsumtif sebagai akibat kompetisi yang
ketat pada era globalisasi akan juga melahirkan generasi yang secara moral mengalami
kemerosotan: konsumtif, boros dan memiliki jalan pintas yang bermental instant.
− Dampak positif di bidang sosial salah satunya adalah Informasi yang ada di masyarakat
yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material, telah
menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam materi, namun miskin
anak bangsa seperti musik, film, fashion maupun furniture ke negara-negara tetangga
maupun negara-negara berbeda benua yang mana akan memperkuat identitas negara serta
- Dampak negatif di bidang budaya ialah terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya
berkembang menjadi budaya massa dan terjadi hilangnya semangat dan jiwa nasionalisme
maupun patriorisme.
Banyak contoh permasalahan perkembangan Iptek di Indonesia ini salah satu bullying
berunsur SARA di media sosial, pengguna media sosial tidak mengenal umur dan gender
membuat pengguna media sosial bersemena-mena dengan pendapat yang mereka keluarkan.
Selain contoh bullying juga ada penipuan online, di mana penipu-penipu yang berkeliaran di
online mempunyai sikap yang individualis karena tidak memikirkan orang lain yang mereka
tipu dan tidak berkemanusiaan, juga penyebaran pornografi di banyak platform itu juga
23
termasuk permasalahan perkembangan Iptek.
Tidak ada satu pun bangsa di dunia ini yang terlepas dari pengaruh pengembangan
iptek, meskipun kadarnya tentu saja berbeda-beda. Kalaupun ada segelintir masyarakat di
daerah-daerah pedalaman di Indonesia yang masih bertahan dengan cara hidup primitif, asli,
belum terkontaminasi oleh kemajuan iptek, maka hal itu sangat terbatas dan tinggal
menunggu waktunya saja. Hal ini berarti bahwa ancaman yang ditimbulkan oleh
pengembangan iptek yang terlepas dari nilai-nilai spiritualitas, kemanusiaan, kebangsaan,
musyawarah, dan keadilan merupakan gejala yang merambah ke seluruh sendi kehidupan
masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, beberapa alasan Pancasila diperlukan sebagai dasar nilai pengembangan
iptek dalam kehidupan bangsa Indonesia meliputi hal-hal sebagai berikut.
− Pertama, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh iptek, baik dengan dalih percepatan
perlu mendapat perhatian yang serius. Penggalian tambang batubara, minyak, biji besi,
emas, dan lainnya di Kalimantan, Sumatera, Papua, dan lain-lain dengan menggunakan
lantaran kerusakan lingkungan dapat memicu terjadinya bencana, seperti longsor, banjir,
− Kedua, penjabaran sila-sila Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dapat
menjadi sarana untuk mengontrol dan mengendalikan kemajuan iptek yang berpengaruh
pada cara berpikir dan bertindak masyarakat yang cenderung pragmatis. Artinya,
24
telah menggantikan peran nilainilai luhur yang diyakini dapat menciptakan kepribadian
manusia Indonesia yang memiliki sifat sosial, humanis, dan religius. Selain itu, sifat
tersebut kini sudah mulai tergerus dan digantikan sifat individualistis, dehumanis,
− Ketiga, nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi simbol kehidupan di berbagai daerah mulai
digantikan dengan gaya hidup global, seperti: budaya gotong royong digantikan dengan
individualis yang tidak patuh membayar pajak dan hanya menjadi free rider di negara ini,
Akibatnya, ruang bagi penerapan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu
menjadi terbatas. Upaya bagi pengembangan sistem ekonomi Pancasila yang pernah
dirintis Prof. Mubyarto pada 1980-an belum menemukan wujud nyata yang dapat
diandalkan untuk menangkal dan menyaingi sistem ekonomi yang berorientasi pada
negara lain yang lebih maju ipteknya. Pancasila sebagai pengembangan ilmu baru pada
taraf wacana yang belum berada pada tingkat aplikasi kebijakan negara.
25
d. Pragmatisme yang berorientasi pada tiga ciri, yaitu: workability (keberhasilan),
satisfaction (kepuasan), dan result (hasil) (Titus, dkk., 1984) mewarnai perilaku kehidupan
Pengertian Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat mengacu pada beberapa
jenis pemahaman :
1. Pengertian pertama bahwa iptek tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila mengandung asumsi bahwa iptek itu sendiri berkembang secara
Pancasila.
keterlibatan nilai-nilai Pancasila ada dalam posisi tarik ulur, artinya ilmuwan dapat
3. Pengertian ketiga bahwa nilai-nilai Pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi
pengembangan iptek mengasumsikan bahwa ada aturan main yang harus disepakati
oleh para ilmuwan sebelum ilmu itu dikembangkan. Namun, tidak ada jaminan bahwa
aturan main itu akan terus ditaati dalam perjalanan pengembangan iptek itu sendiri.
Sebab ketika iptek terus berkembang, aturan main seharusnya terus mengawal dan
membayangi agar tidak terjadi kesenjangan antara pengembangan iptek dan aturan
main.
26
4. Pengertian keempat yang menempatkan bahwa setiap pengembangan iptek harus
berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia sendiri sebagai proses indegenisasi
ilmu mengandaikan bahwa Pancasila bukan hanya sebagai dasar nilai pengembangan
ilmu, tetapi sudah menjadi paradigma ilmu yang berkembang di Indonesia. Untuk itu,
Indonesia, sejauh mana nilainilai Pancasila selalu menjadi bahan pertimbangan bagi
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia.Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar-pilarnya, yaitu pilar ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar- pilar filosofis keilmuan.
Berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan bersifat integratif serta prerequisite/saling
mempersyaratkan
• Konsekuensi yang timbul adalah dampak positif dan negatif. Positif, dalam arti kemajuan
ilmu pengetahuan telah mendorong kehidupan manusia ke suatu kemajuan (progress,
improvement) dengan teknologi yang dikembangkan dan telah menghasilkan kemudahan-
kemudahan yang semakin canggih bagi upaya manusia untuk meningkatkan kemakmuran
hidupnya secara fisik-material. Negatif dalam arti ilmu pengetahuan telah mendorong
berkembangnya arogansi ilmiah dengan menjauhi nilai-nilai agama, etika, yang akibatnya
dapat menghancurkan kehidupan manusia sendiri.
• Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa berorientasi pada nilai-
nilai Pancasila. Sebaliknya Pancasila dituntut terbuka dari kritik, bahkan ia merupakan
kesatuan dari perkembangan ilmu yang menjadi tuntutan peradaban manusia. Peran Pancasila
sebagai paradigma pengembangan ilmu harus sampai pada penyadaran, bahwa fanatisme
kaidah kenetralan keilmuan atau kemandirian ilmu hanyalah akan menjebak diri seseorang
pada masalah-masalah yang tidak dapat diatasi dengan semata- mata berpegang pada kaidah
ilmu sendiri, khususnya mencakup pertimbangan etis, religius, dan nilai budaya yang bersifat
mutlak bagi kehidupan manusia yang berbudaya
28
3.2 SARAN
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan, baik dari
segi penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya. Dari segi isi juga masih perlu
ditambahkan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kepada para pembaca makalah ini
agar dapat memberikan kritikan dan masukan yang bersifat membangun
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Iriyanto, Ws, 2009, Bahan Kuliah Filsafat limu, Pascasarjana, Semarang. Kunto Wibisono,
1985, Arti Perkembangan Menurut Positivisme, Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
3. Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Van Melsen, 1985. limu Pengetahuan dan Tanggungjawab Kita, Kanisius.Yogyakarta
7. Jahroh, Windi Siti Jahroh dan Nana Sutarna. 2016. Pendidikan Karakter Sebagai Upaya
Mengatasi Degradasi Moral.”. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Pendidikan..
8. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan
Pancasila. Jakarta : Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.
9. Kusuma. A.B. 2016. Weltanschauung dan Dasar Negara. Jurnal Ketatanegaraan Volume 1.
Lembaga Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat Negara Republik Indonesia.
10. https://mynida.stainidaeladabi.ac.id/asset/file_pertemuan/ee32f-5.-pancasila-menjadi-
dasar-pengembangan
30
31