Anda di halaman 1dari 6

Laporan Hasil Wawancara

Mata kuliah perekonomian kalimantan barat dan perbatasan

Dosen Pengampu : Dr. Hj. Fariastuti, S.E., M.A

Nama Kelompok :
Vilda Wanda Yanti B1011211004
Friska Oftiana Leberta B1011211013
Arinda Rosa Saragih B1011211019

Nama Responden :
1. Bapak Saleh ( Desa Tanjung Hilir, RT 02/RW 01, Kecamatan Pontianak timur )
2. Ibu Salbiah ( Desa Tanjung Hilir, RT 02/RW 01, Kecamatan Pontianak timur )
3. Ibu Asmari ( Desa Mega Timur, RT 08/RW 03, Kecamatan Sungai Ambawang )
4. Ibu Syarifah ( Desa Mega Timur, RT 08/RW 03, Kecamatan Sungai Ambawang )
5. Bapak Suep ( Desa Tanjung Hilir, RT 02/RW 01, Kecamatan Pontianak timur )
6. Ibu Mariana ( Desa Mega Timur, RT 08/RW 03, Kecamatan Sungai Ambawang )

PRPGRAM STUDI ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2024
Nama : Arinda Rosa Saragih (B1011211019)
Responden : Bapak Saleh
Gambaran Keluarga kecil penerima Bansos

Di Desa Tanjung Hilir Kecamatan Pontianak Hilir terdapat sebuah keluarga yang
dimana kami berkesempatan untuk mewawancarainya, yaitu keluarga Bapak Saleh yang
berusia 52 tahun. Dengan bertemu langsung bertemu di rumah beliau kami berbincang cukup
lama dan mendalam. Karena latar belakang pendidikannya hanya sebatas Sekolah Dasar,
membuat Pak Saleh sulit untuk menemukan pekerjaan tetap untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya. Meskipun demikian, Pak Saleh memiliki keterampilan dasar yaitu memperbaiki
instalasi listrik dan alat elektronik, sehingga akhirnya beliau memanfaatkan keterampilannya
tersebut untuk mendapatkan sebuah penghasilan. Beliau menerima panggilan tetangga atau
warga disekitarnya untuk membantu memperbaiki instalasi listrik ataupun alat eleotronik
yang rusak dengan balasan menerima upah jasa dari bantuan yang ia berikan. Memiliki
pekerjaan yang seperti itu, tentu saja membuat pendapatan yang ia peroleh tidak bisa
dipastikan. Kadang kala dalam sehari ia menerima panggilan dua sampai tiga rumah, namun
sering pula dalam beberapa hari tidak ada panggilan sama sekali. Tarif jasa yang ia diberikan
pun tidak menentu, mulai dari Rp30.000 sampai Rp100.000 saja tergantung dari kesulitan
yang ia hadapi.
Bapak Saleh memiliki seorang Istri yang tengah menderita penyakit struk kurang
lebih selama 3 tahun terakhir dan hanya bisa terbaring di tempat tidur. Oleh karenanya segala
pekerjaan rumah dilakukan oleh Pak saleh dan putri tunggalnya dan secara bergiliran
mengurus keperluan Istrinya. Putri Pak Saleh sendiri masih duduk di bangku kelas 6 SD
(Sekolah Dasar). Berbeda dengan anak seusianya, karena memiliki ibu yang hanya bisa
berbaring di tempat tidur membuat ia harus belajar memasak dan melakukan pekerjaan rumah
lainnya untuk menggantikan sang ibu.
Keluarga Bapak Saleh ini tinggal dengan menumpang di rumah orang tua sang istri
yang telah meninggal, yang dimana rumah tersebut juga didiami oleh saudari dari istri Pak
Saleh, Sehingga didalam rumah tersebut terdapat dua Kartu Keluarga yang hidup bersama.
Dengan kondisi rumah sederhana yang memiliki luas 6x18 meter persegi dimana
memiliki 7 buah ruangan dengan kamar mandi dan WC di dalam rumah dan luas lahan rumah
yaitu 7x20 meter persegi. Dengan bahan dinding yang setengah tembok dan setengahnya lagi
papan. Atap rumah Pak Saleh yaitu berbahan seng yang dimana sudah berkarat sehingga
dibeberapa titik ada yang bocor. Sementara untuk lantai rumahnya sebagian berbahan
keramik dan papan. Sumber air yang digunakan untuk keperluan minum, mandi dan menyuci
yaitu hanya dapat mengharapkan adanya curah air hujan yang ditampung di belong air. Serta
jenis penerangan yang digunakan di dalam rumah Pak Saleh ini yaitu listrik PLN dengan
kekuatan listrik 450 watt. Kemudian aset yang dimiliki keluarga Pak Saleh yaitu satu buah
sepeda motor untuk mendukung mobilitasnya, satu buah kipas angin, satu buah lemari es, rice
cooker dan satu buah handphone.
Dengan bekerja sebagai tukang servis instalasi listrik dan elektronik yang dimana
penghasilannya tidak menentu yaitu hanya sekitar Rp500.000-Rp1.000.000 per bulan. Jika
hanya mengharapkan pendapatan dari Pak Saleh tentu tidak cukup untuk mengimbangi
pengeluaran mereka untuk kebutuhan sehari-hari yaitu sekitar Rp50.000-Rp100.000 per
harinya dengan volume makan 2-3 kali perhari. Hal ini membuat keadaan keluarga Pak Saleh
ini hidup dalam keterbatasan ekonomi. Oleh karenanya ketua RT setempat berusaha
mendaftarkan keluarga Bapak Saleh sebagai penerima Program Keluarga Harapan (PKH).
Diantara PKH yang diterima yaitu berupa Bantuan Langsung Tunai sebesar Rp600.000 per
tiga bulan. Selain itu mereka juga mendapatkan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) berupa
beras 10 kg per tiga bulan. Kemudian mereka juga mendapatkan bantuan KIS (Kartu
Indonesia Sehat) yang dapat digunakan untuk membawa sang istri berobat ke Puskesmas atau
Rumah Sakit secara gratis. Dengan adanya bantuan yang diberikan pemerintah ini, tentu
sangat membantu keadaan perekonomian keluarga dari Pak Saleh ini untuk menjadi lebih
baik lagi terutama dalam bidang kesehatan sangat membantu Istri Pak Saleh.

Nama : Arinda Rosa Saragih (B1011211019)


Responden : Ibu Salbiah
Kisah Sebuah Keluarga yang Menerima Manfaat dari adanya Bansos
Di sebuah Desa Tanjung Hilir, kami berkesempatan untuk mewawancarai keluarga
Ibu Salbiah. Ibu Salbiah yang berusia 37 tahun ini memiliki latar belakang pendidikan
terakhir SMA (Sekolah Menengah Atas) yang tinggal di Desa Tanjung Hilir Kecamatan
Pontianak Timur Kabupaten Kubu Raya. Ibu Salbiah ini memiliki seorang suami yang
bekerja sebagai Kuli Bangunan yang dimana sebagai kepala keluarga ini. Bekerja sebagai
kuli bangunan, suami Ibu Salbiah ini menerima pendapatan sekitar Rp100.000 perhari, yang
dimana jumlah hari kerjanya tidak menentu dalam satu bulan tergantung pada panggilan
kepala tukang rombongan yang diikutinya. Terkadang dalam satu bulan penuh ada pekerjaan,
namun pernah pula selama beberapa hari tidak ada pekerjaan sama sekali.
Perjuangan keluarga Ibu Salbiah ini semakin berat ketika anak pertamanya sudah
mulai masuk sekolah. Keluarga Ibu ini mempunyai tiga orang anak dimana anak pertamanya
sudah berada dibangku Sekolah Dasar sementara anak kedua dan ketiganya yang masih
balita.
Untuk rumah tempat tinggal, keluarga ibu Salbiah ini tinggal menumpang dirumah
warisan orang tuanya. Keadaan rumah mereka terbilang sederhana dimana terdapat tujuh
buah ruangan yang memiliki luas 6x18 meter persegi dari luas tanah 7x20 meter persegi.
Untuk dinding rumahnya setengah tembok dibagian depan dan setengahnya lagi papan untuk
bagian dapur. Atap rumah Ibu Salbiah ini yaitu berbahan seng yang sudah berkarat sehingga
tampak sudah mulai bocor, dan lantainya sebagian berbahan keramik untuk bagian ruang
tamu dan berbahan papan pada bagian ruang tengah hingga ruang dapur. Sumber air yang
digunakan untuk keperluan masak, air minum, mandi dan menyuci yaitu hanya
mengharapkan adanya curah air hujan yang ditampung di belong air. Sehingga ketika musim
kemarau mereka harus berhemat dalam penggunaan air. Sekitar satu tahun terakhir, ruang
kamar mandi dan WC merka baru menyatu dengan rumah yang dimana sebelumnya masih
pisah dengan rumah mereka. Untuk jenis penerangan yang digunakan dalam rumah ini yaitu
listrik PLN dengan kekuatan listrik 450 watt.
Untuk kepunyaan aset tidak banyak yang mereka miliki. Diantaranya hanya perabotan
rumah tangga pada umumnya. Yaitu terdapat satu buah sepeda motor yang baru mereka beli
secara kredit, satu buah kipas angin, satu buah lemari es, rice cooker dan satu buah
handphone.
Untuk pengeluaran yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari serta
untuk uang saku anak sekolahnya yaitu sebesar Rp100.000 perharinya dengan volume makan
2-3 kali perhari. Dengan penghasilan keluarga yang tidak menentu, membuat keadaan
keluarga Ibu Salbiah ini tergolong kedalam keluarga kurang mampu. Sehingga keluarga
mereka mendapat bantuan sosial dari pemerintah sebagai salah satu sumber pendapatan yang
mereka miliki.
Jenis bantuan sosial yang mereka terima yaitu Program Keluarga Harapan (PKH)
berupa Bantuan Langsung Tunai sebesar Rp200.000 perbulannya. Namun Bantuan Langsung
Tunai (BLT) tersebut kadang mereka terima setiap satu bulan, kadang kala pula mereka
menerimanya dua hingga tiga bulan sekali. Meski begitu dengan adanya BLT tersebut cukup
membantu keadaan perekonomian keluarga mereka. Kemudian ada juga Kartu Indonesia
Sehat (KIS) untuk berobat secara gratis di Puskesmas atau Rumah sakit. Mereka juga
menerima bansos berupa Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) berupa beras sebanyak 10
kilogram perbulan. Serta yang paling dirasakan oleh mereka manfaatnya yaitu Bantuan
Langsung Tunai untuk anak sekolah sekitar Rp600.000 pada setiap ajaran baru, sehingga
mereka tidak perlu khawatir lagi untuk membeli segala keperluan seperti baju seragam, buku,
peralatan tulis dan semacamnya pada setiap ajaran baru dimulai.

Nama : Friska Oftiana Leberta (B1011211013)


Responden : Bapak Saleh
Kisah Keluarga Berkecukupan penerima Bansos
Ibu Syarifah Seha Kasim adalah seorang perempuan berusia 47 tahun, Beliau
memiliki seorang suami yang bernama Bapak Sunaryono sekaligus sebagai kepala keluarga
yang berusia 64 tahun. Mereka memiliki 3 orang anak laki-laki, yang mana anak pertamanya
baru saja menyelesaikan pendidikan sarjananya dan tengah mencari pekerjaan tetap, yang
sambil bekerja sebagai penjaga toko kue dengan penghasilan atau gaji perbulannya sekitar
Rp1.500.000, sedangkan anak kedua bekerja sebagai sales pemasaran di salah satu toko
perabotan rumah tangga dengan gaji perbulan kisaran Rp3.000.000 yang berlokasi di
Kotabaru, serta anak terakhir yang masih menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD).
Pekerjaan Bapak Sunaryono yaitu sebagai kepala rombongan kuli bangunan dengan
penghasilan perminggu kurang lebih sebesar Rp900.000, dan Ibu Syarifah yang bekerja di
pabrik arang dengan pendapatan perhari sebesar Rp75.000. Jumlah penghasilan keluarga
mereka terbilang cukup mampu untuk membiayai kehidupan sehari-hari dan membiayai anak
sekolah. Sementara itu, untuk pengeluaran atau kebutuhan sehari-hari keluarga mereka
kurang lebih sekitar Rp100.000 perhari dengan volume makan 2-3 kali/hari.
Keluarga ini tinggal di Desa Mega Timur Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten
Kubu Raya. Penghasilan mereka termasuk ke dalam keluarga yang mampu, namun hanya
memiliki rumah yang sederhana.
Dimana memiliki luas rumah 6 x 12 m2 dengan ciri-ciri rumah yaitu memiliki dinding
rumah terbuat dari tembok, atap rumah terbuat dari seng, lantai rumah terbuat dari kayu.
Rumah tersebut memiliki jumlah ruangan sebanyak 7 ruang dengan 3 buah kamar, 1 wc, 1
ruang tamu, 1 ruang makan dan 1 dapur. Sumber utama air minum berasal dari air hujan yang
dimasak dan air galon, sedangkan sumber air mandi dan menyuci dengan memanfaatkan air
sumur. Tempat mandi, buang air besar/kecil dan nyuci hanya mengandalkan satu WC.
Dalam kebutuhan rumah tangga, bahan bakar yang digunakan untuk masak sehari-
hari menggunakan gas elpiji. Penerangan yang digunakan di rumah menggunakan lampu
listrik dengan daya listrik KWH sebesar 450 volt ampere. Tempat berobat mereka biasanya
ke Puskesmas atau rumah sakit. Aset yang dimiliki keluarga Bapak Sunaryono yaitu sepeda
motor, tv, kulkas, rice cooker, kipas angin, mesin cuci, komputer, dan radio. Aset Pertanian
yang dimiliki keluarga seperti aset kebun namun tidak ditanami apapun. Keluarga mereka
mendapatkan jenis bantuan seperti Kartu Indonesian Sehat (KIS), Sembako sejenis beras,
mie, dan telur perbulan. Namun beberapa bulan terakhir keluarga mereka tidak lagi
mendapatkan bantuan sembako tersebut melainkan bantuan berupa BLT sekitar Rp400.000
perbulannya.

Anda mungkin juga menyukai