Anda di halaman 1dari 2

Sebagai manusia sosial, hidup kita tak terlepas dari orang lain.

Keberadaan
orang lain dalam hidup memberikan warna tersendiri bagi perkembangan
hidup kita masing-masing. Namun terkadang kita berpikir bahwa kita adalah
manusia yang paling sempurna, yang paling berkuasa, dan paling benar dari
orang lain. Sehingga kita lebih mudah melihat kesalahan orang lain dari pada
kesalahan diri sendiri. Menghakimi dan melihat segala kesalahan orang lain
adalah pekerjaan yang paling mudah dilakukan. Tetapi yang paling sulit
adalah melihat kesalahan sendiri walau pun kesalahan itu cukup besar. Inilah
sifat alami manusia yang menganggap dirinya paling sempurna.

Di zaman Yesus ada kelompok orang yang selalu menganggap dirinya paling
baik, benar, dan suci. Mereka adalah orang Farisi dan ahli Taurat. Mereka
memang para pemimpin agama di masa itu. Mereka bisa dikenali melalui
pakaiannya yang berbeda dari pakaian rakyat jelata. Orang Farisi dan ahli
Taurat selalu menganggap orang lain adalah orang berdosa. Menurut
pemahaman mereka, hanya merekalah yang baik dan benar di hadapan
Allah. Mereka pun sering menghakimi orang lain. Mereka mengkritik,
mencela, dan menyalahkan sikap orang lain. Padahal, belum tentu mereka
yang suka melontarkan kritik sudah bersikap lebih benar. Di banyak bagian
Alkitab sering diceritakan bagaimana Yesus berselisih paham dengan
mereka. Dalam teks Alkitab hari ini, Yesus dengan tegas menasihati agar
murid-murid-Nya tidak bersikap menghakimi. Yesus menasihati agar masing-
masing orang fokus memperbaiki sikap hidup diri sendiri ketimbang
menghakimi sikap hidup orang lain.

MANUSIA itu suka sekali menilai. Apapun dalam hidup, suka diberi penilaian. Sesamanya
pun dinilai. Ada yang dapat nilai bagus, ada yang biasa saja, ada juga yang diberi nilai
minus.

Seringkali, penilaian berujung pada penghakiman. Tak peduli itu benar atau hanya sebuah
simpulan salah karena desas-desus dari orang lain. Memang banyak yang lebih tertarik pada
cerita negatif dari pada positif. Ibarat gula mengerumuni semut. Cerita negatif yang terus
dibumbui paling cepat menyebar.

Tuhan Yesus tidak menyukai orang-orang yang seperti ini. Mudah melihat kesalahan dan
dosa orang lain sementara mereka tidak mampu melihat kesalahan dan dosa dalam diri
mereka sendiri.

Yesus berkata “… mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu,


sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau
dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar yang ada di
dalam matamu, padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat?”

Tuhan Yesus menegur orang yang lebih suka melihat dosa orang lain dan
melupakan/membiarkan dosa mereka sendiri tidak diperhatikan. Yesus menggunakan dua
benda dalam cerita perumpamaan ini. Balok dan selumbar.

Kamus Bahasa Indonesia menerangkan, balok adalah batang kayu yang telah dirimbas atau
kayu berbentuk balok persegi panjang yang biasa digunakan dalam tambang bawah tanah
untuk penyangga. Sedangkan selumbar adalah suatu benda kecil yang berupa pecahan.

Dari pengertian ini, jelas bahwa balok dan selumbar adalah dua benda yang berbeda bentuk.
Balok lebih besar dari pada selumbar. Kedua kata ini dipakai untuk menunjukkan perbedaan
yang mencolok tentang besar kecilnya kesalahan yang dibuat seseorang dalam konteks cerita
ini.

Yesus mengecam sifat manusia yang sangat mudah melihat dosa orang lain meskipun dosa
orang itu sekecil selumbar, sebaliknya manusia yang sangat sulit untuk mengenali dosanya
sendiri walaupun dosa itu sebesar balok. Gambaran ini juga telah menjadi realita hidup yang
sering kita alami.

Kita dengan mudah mencari dan menilai atau bahkan sampai menghakimi orang lain karena
kesalahan dan dosa yang telah mereka perbuat sementara kita tak pernah mau dan mampu
sadar diri dengan apa yang telah kita perbuat.

Di keseharian hidup kita mendengar, melihat dan melakukan banyak kesalahan atau dosa.
Bermacam-macam jenis dan bentuknya. Dengan banyaknya kesalahan itu, tidak jarang kita
ikut-ikutan menghujat dan merendahkan orang lain. Benar adalah kewajiban kita untuk
memberantas kejahatan dan melawan dosa. Namun akan lebih bijak apabila kita terlebih
dahulu bercermin, orang Manado bilang: “Ba kaca!”.

Apakah hidup kita sendiri sudah pantas dan layak sebagai orang Kristen? Jangan-jangan kita
mau menunjuk kesalahan orang lain padahal kita juga berbuat hal yang sama atau bahkan
lebih parah. Apabila kita mau mengajak orang untuk bertobat diperlukan sikap sadar diri dan
sikap yang betul-betul mempertahankan gambar Allah dalam diri kita alias bersedia
meneladankan yang baik terlebih dulu.

Inilah maksud perkataan Yesus, “Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari
matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata
saudaramu.

Anda mungkin juga menyukai