Gagasan tentang Hak Asasi Manusia (HAM) telah ada sejak peradaban kuno, seperti di Mesir
Kuno, Mesopotamia, India, dan Yunani Kuno. Namun, konsep HAM yang modern baru
berkembang di Eropa pada abad ke-17 dan ke-18, didorong oleh beberapa faktor, seperti:
Perkembangan Magna Carta (1215): Magna Carta, sebuah dokumen yang membatasi
kekuasaan raja Inggris, menjadi salah satu landasan penting bagi perkembangan HAM.
Pemikiran para filsuf: Filsuf seperti John Locke, Jean-Jacques Rousseau, dan Thomas
Hobbes memberikan pemikiran tentang hak kodrati (natural rights) yang dimiliki setiap
manusia.
Revolusi Amerika (1775-1783) dan Revolusi Prancis (1789): Kedua revolusi ini
mematahkan sistem feodalisme dan absolutisme, serta mendorong lahirnya konstitusi
yang menjamin hak-hak rakyat.
Pada abad ke-20, HAM mengalami perkembangan yang pesat, terutama setelah Perang Dunia II.
Hal ini ditandai dengan beberapa peristiwa penting, seperti:
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada tahun 1948: DUHAM
merupakan dokumen internasional yang berisi daftar hak-hak dasar yang dimiliki setiap
manusia.
Berdirinya berbagai lembaga HAM: Lembaga HAM seperti Dewan HAM PBB dan
Komisi Nasional HAM dibentuk di berbagai negara untuk mengawasi dan
mempromosikan HAM.
Indonesia memiliki sejarah panjang dalam perjuangan HAM. Berikut beberapa tonggak penting
dalam perkembangan HAM di Indonesia:
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945: Pembukaan UUD 1945
mencantumkan pengakuan dan penghormatan terhadap HAM.
Pembentukan Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) pada tahun 1993: Komnas HAM
bertugas untuk mempromosikan dan melindungi HAM di Indonesia.
Keabsahan Berpendapat
Hak untuk berpendapat dijamin dalam Pasal 28E ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Hak ini juga dijamin dalam berbagai peraturan
perundang-undangan lainnya, seperti:
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia: Pasal 24 ayat (1)
dan (2)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Kebebasan Pers: Pasal 9 ayat (1) dan (2)
Kesetaraan
Kesetaraan dalam HAM berarti bahwa semua orang berhak untuk diperlakukan dengan sama dan
bebas dari diskriminasi berdasarkan hal-hal seperti ras, suku, agama, jenis kelamin, orientasi
seksual, dan lain sebagainya. Hak atas kesetaraan dijamin dalam:
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945: "Segala warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan."
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945: "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum."
Keadilan
Keadilan dalam HAM berarti bahwa semua orang berhak untuk mendapatkan akses terhadap
keadilan dan perlakuan yang adil dalam proses hukum. Hak atas keadilan dijamin dalam:
Pasal 28G ayat (1) UUD 1945: "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda."
Pasal 28G ayat (2) UUD 1945: "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum."
C.
Menurut saya, Penerapan dan pelaksanaan HAM di Indonesiabisa dikatakan masih belum
ideal. Masih banyak kesenjangan antara cita-cita dan kenyataan. Diperlukan upaya yang
berkelanjutan dari semua pihak untuk meningkatkan penegakan HAM di Indonesia. selain itu
masih banyak tantangan dan permasalahan dalam penegakan HAM di Indonesia,
seperti:
Pada tanggal 8 Agustus 2003, sebuah pos keamanan di Wamena, Papua diserang oleh
sekelompok orang tak dikenal. Penyerangan ini menewaskan 5 anggota TNI dan 1
anggota Brimob.
Sebagai respons, operasi militer skala besar dilancarkan oleh Komando Distrik Militer
Wamena (Kodim 1702/Wamena). Operasi ini berlangsung selama beberapa hari dan
melibatkan pasukan TNI, Brimob, dan Satuan Tugas (Satgas) Amunisi.
Dampak Mengerikan:
Operasi militer ini berujung pada tragedi kemanusiaan yang mengerikan. Banyak warga
sipil yang menjadi korban, baik yang terbunuh, terluka, maupun kehilangan tempat
tinggal.
Menurut laporan Komnas HAM, jumlah korban tewas mencapai 41 orang, dengan 17
orang di antaranya anak-anak. Selain itu, banyak rumah dan toko dibakar, dan puluhan
ribu warga terpaksa mengungsi.
Sampai saat ini, kasus ini masih belum terselesaikan secara tuntas. Keluarga korban
masih menanti keadilan dan rekonsiliasi yang adil.
Tragedi Wamena Berdarah 2003 menjadi pengingat bahwa kekerasan bukanlah solusi
untuk menyelesaikan masalah. Pendekatan damai dan dialogis harus dikedepankan
untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan.