Dosen pengampuh :
Dalam suatu keluarga keutuhan sangat diharapkan oleh seorang anak, saling
membutuhkan, saling membantu dan lain-lain, dapat mengembangkan potensi diri dan
kepercayaan pada diri anak. Dengan demikian diharapkan upaya orang tua untuk membantu
anak menginternalisasi nilai-nilai moral dapat terwujud dengan baik.
Keluarga yang seimbang adalah keluarga yang ditandai oleh adanya keharmonisan hubungan
atau relasi antara ayah dan ibu serta anak-anak dengan saling menghormati dan saling
memberi tanpa harus diminta. Pada saat ini orang tua berprilaku proaktif dan sebagai
pengawas tertinggi yang lebih menekankan pada tugas dan saling menyadari perasaan satu
sama lainnya. Tanggung jawab dan kepercayaan yang diberikan oleh orang tua dirasakan
oleh anak dan akan menjadi dasar peniruan dan identifikasi diri untuk berperilaku. Nilai
moral yang ditanamkan sebagai landasan utama bagi anak pertama kali diterimanya dari
orang tua, dan juga tidak kalah pentingnya komunikasi dialogis sangat diperlukan oleh anak
untuk memahami berbagai persoalan-persoalan yang tentunya dalam tingkatan rasional, yang
dapat melahirkan kesadaran diri untuk senantiasa berprilaku taat terhadap nilai moral dan
agama yang sudah digariskan.
Di dalam keluarga inilah pertama kali anak terlibat dalam interaksi edukatif. Anak belajar
berdiri, berbicara, bermain, berpakaian, mandi, menyikat gigi dan lain-lain. Keluarga
bertugas meneruskan dan mewariskan sejumlah nilai baik berkaitan dengan kultural, sosial
maupun moral kepada anak-anak yang baru tumbuh di dalam rumah tangga. Di sini pula anak
diajar mengenal siapa dirinya dan lingkungannya.
2. Akhlakul Karimah dalam Rumah Tangga
Secara terminologi, akhlak adalah pola perilaku yang berdasarkan kepada dan
memanifestasikan nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan. Sedangkan karimah berarti mulia,
terpuji, baik. Sebelum membahas akhlak terhadap suami atau isteri, maka timbullah
pertanyaan, mengapa orang ingin hidup berumah tangga ? Karena pernikahan dalam Islam
bertujuan untuk membangun pondasi pertama dalam sebuah komunitas masyarakat, yang
dibangun dalam sebuah ikatan sangat kuat serta dibalut dengan rasa cinta, kasih sayang dan
saling menghormati.
Tujuan Perkawinan
a. Untuk meneruskan wujudnya keturunan manusia.
b. Pemeliharaan terhadap keturunan
c. Menjaga masyarakat dari sifat yang tidak bermoral
d. Menjaga ketenteraman jiwa
e. Memberi perlindungan kepada anak yang dilahirkan
Proses Lahirnya Cinta
a. Merasakan adanya kedekatan diantara mereka berdua, saling memperkenalkan diri
secara terbuka
b. Masing-masing merasakan ketenangan dan rasa aman untuk berbicara tentang dirinya
lebih mendalam (pengungkapan diri)
c. Merasakan adanya saling ketergantungan antara berdua (saling berbagi rasa dalam
kegembiraan dan kesedihan)
d. Adanya penuhan kebutuhan pribadi kekasihnya, dia rela mengorbankan apa yang
dimikinya demi kebutuhan sang kekasih dengan senang hati dan ketulus ikhlasan,
tahap inilah yang disebut dengan cinta sejati yang disebut dalam Al Qur’an
dengan Mawaddah
e. Pada hakikatnya, hidup adalah untuk beribadah kepada Allah swt semata sebagaimana
firman Allah swt yang artinya: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” QS. Adz Dzariyaat:56
f. Ketenteraman dalam beribadah akan semakin mudah diraih manakala ketenteraman
kehidupan pun ada. Dan ketenteraman hidup tentunya akan sangat membutuhkan
timbal balik akhlakul karimah antar individu (Khususnya suami isteri).
a. Memberi nafkah zahir dan batin, Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah
suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-Taubah: 24)
b. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah dan Rasul- Nya.
(At-Taghabun: 14)
c. Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (Al
Furqan : 74)
d. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi
e. e. Nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, ( AI-
Ghazali)
f. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara
berurutan: (1) Memberi nasehat, (2) Pisah kamar, (3) Memukul dengan (4). pukulan
yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri
kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
g. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya
dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
h. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.
(Ath-Thalaq: 7)
i. Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-
Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
j. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-
hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
k. Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
l. Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
m. Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib
mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
Jadilah kau raja di rumahmu. Cintailah isterimu dengan tulus dan jadikanlah ia sebagai
ratumu. Belikan untuknya minyak wangi karena wanita menyukai minyak wangi. Buatlah
dirinya bahagia selama kau hidup dan berilah nafkah yang baik dan halal untuk isteri dan
anak–anakmu.Jangan terlalu keras dalam rumah tanggamu karena isteri diciptakan dari tulang
rusukmu, bagian dari dirimu. Tulang rusuk berada di tempat yang terlindung sehingga
isterimu pun ada untuk kau lindungi.
Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Islam
Hak Bersama Suami Istri
Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum:
21).
• Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-
Nisa’: 19 - Al-Hujuraat: 10)
• Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
• Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan.
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh Istri
a. Berbakti kepada suami baik dikala suka maupun duka, diwaktu kaya maupun miskin
b. Patuh dan taat pada suami, menghormatinya dalam batas-batas tertentu sesuai dengan
ajaran Islam
c. Selalu menyenangkan hati dan perasaan suami, serta dapat menentramkan pikirannya
d. Menghargai usaha atau jerih payah suami dan bahkan membantu suami dalam
menyelesaikan kesulitan yang dihadapinya
e. Isteri menyadari dan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-laki adalah pemimpin
kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
f. Isteri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-
Baqarah: 228)
g. Isteri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
h. Isteri menyerahkan dirinya, mentaati suami, tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami, menggauli suami dengan baik, dan
bersifat jujur (Al-Ghazali).
4, Akhlak Orang Tua Kepada Anak
Dalam ajaran Islam diatur bagaimana hubungan antara anak-anaknya serta hak dan
kewajiban mnasing-masing. Orang tua harus mengikat hubungan yang harmonis dan penuh
kasih sayang dengan anak-anaknya. Akhlak sangat berkaitan dengan adab. Untuk itulah
beliau mengajarkan kita adab sejak bangun tidur hingga tidur. Semua ada tuntunannya.
Termasuk adab anak kepada orang tuanya, murid kepada gurunya, Keberhasilan anak bukan
karena guru, tapi dengan orang tuanya. Anak berprestasi bukan karena gurunya, tapi karena
orang tuanya sudah mencetak generasi yang seperti itu. Sebaik-baik orang tua adalah orang
tua yang mampu membuat anaknya menjadi generasi rabbani, yang memiliki akhlak dan adab
seperti Rasulullah SAW. Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa :9:
َو ْلَيْخ َش ٱَّلِذ يَن َلْو َتَر ُك و۟ا ِم ْن َخ ْلِفِهْم ُذ ِّرَّيًة ِض َٰع ًفا َخ اُفو۟ا َع َلْيِهْم َفْلَيَّتُقو۟ا ٱَهَّلل َو ْلَيُقوُلو۟ا َقْو اًل َسِد يًدا
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan)-nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan
hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”. (QS. An-Nisa’:9)
Ayat di atas mengisyaratkan kepada orang tua agar tidak meninggalkan anak dalam
keadaan lemah. Lemah dalam hal ini adalah lemah dalam segala aspek kehidupan, seperti
lemah mental, psikis, pendidikan, ekonomi terutama lemah iman (spiritual). Anak yang
lemah iman akan menjadi generasi tanpa kepribadian. Jadi, semua orang tua harus
memperhatikan semua aspek perkembangan anak, baik dari segi perhatian, kasih sayang,
pendidikan mental, maupun masalah akidah atau keimananya.
Oleh karena itu, para orang tua hendaklah bertakwa kepada Allah, berlaku lemah
lembut kepada anak, karena sangat membantu dalam menanamkan kecerdasan spiritual pada
anak. Keadaan anak ditentukan oleh cara-cara orang tua mendidik dan membesarkannya.
Ada beberapa langkah yang dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam peranannya
mendidik anak, antara lain:
1. Orang tua sebagai panutan
2. Orang tua sebagai motivator anak
3. Orang tua sebagai cermin utama anak
4. Orang tua sebagai fasilitator anak
Orang tua adalah perantara perwujudan kita. Kalaulah mereka itu tidak ada, kitapun tidak
akan pernah ada. Orang tua sering kali mengerahkan segenap jerih paya mereka untuk
menghindarkan bahaya dari diri kita. Mereka memikul berbagai penderitaan dan mesti
berkorban dalam bentuk yang sulit kita bayangkan.
Menghardik kedua orang tua dan berbuat buruk kepada mereka tidak mungkin terjadi kecuali
dari jiwa yang bengis dan kotor, berkurang dosa, dan tidak bisa diharap menjadi baik.
Artinya:“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu” (QS.Luqman:14)
Kalaulah itu terjadi penaniayaan orang tua kepada anaknya adalah disebakan perbuatan si
anak itu sendiri yang menyebabkan marah dan penganiayaan orang tua kepada anaknya.
Didalam kasus demikian seandainya si orang tua marah kepada anaknya dan berbuat aniaya
sehingga ia tiada ridha kepada anaknya, Allah SWT pun tidak meridhai si anak tersebut
lantaran orang tua.
c. Berkata halus dan mulia kepada ibu dan ayah
Apabila si ibu sering menggunakan kata-kata halus kepada anaknya, si anak pun akan
berkata halus. Kalau si ibu atau ayah sering mempergunakan kata-kata yang kasar, si anakpun
akan mempergunakan kata-kata kasar, sesuai yang digunakan oleh ibu dan ayahnya.
Kewajiban anak kepada orang tuanya menurut ajaran Islam harus berbicara sopan, lemah-
lembut dan mempergunakan kata-kata mulia.
d. Berbuat baik kepada ibu dan ayah yang sudah meninggal dunia
Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ibu dan ayahnya yang sudah tiada. Dalam
hal ini menurut tuntunan ajaran Islam sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW, yang
diriwayatkan oleh Abu Usaid yang artinya:
:”Kami pernah berada pada suatu majelis bersama Nabi, seorang bertanya kepada
Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, apakah ada sisa kebajikan setelah keduanya meninggal
dunia yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan kepada kedua orang tuaku. “Rasulullah
SAW bersabda: ”Ya, ada empat hal :”mendoakan dan memintakan ampun untuk
keduanya, menempati / melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman kedua
orang tua, dan bersilaturrahim yang engkau tiada mendapatkan kasih sayang kecuali
karena kedua orang tua”.
Hadist ini menunjukkan cara kita berbuat baik kepada ibu dan ayah kita,
apabila beliau-beliau itu sudah tiada yaitu:
1) Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan meminta ampun kepada Alloh SWT dari
segala dosa orang tua kita.
2) Menepati janji kedua ibu bapak. Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji kepada
seseorang, maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut. Umpamanya
beliau akan naik haj, yang belum sampai melaksanakannya, maka kewajiban anaknya
menunaikan haji orang tua tersebut.
3) Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Diwaktu hidupnya ibu atau ayah mempunyai
teman akrab, ibu atau ayah saling tolong-menolong dengan temannya dalam bermasyarakat.
Maka untuk berbuat kebajikan kepada kedua orang tua kita yang telah tiada, selain tersebut di
atas, kita harus memuliakan teman ayah dan ibu semasa ia masih hidup.
4) Bersilalaturrahmi kepada orang yang kita mempunyai hubungan karena kedua orang tua.
Maka terhadap orang yang dipertemukan oleh ayah atau ibu sewaktu masih hidup, maka hal
itu termasuk berbuat baik kepada ibu dan bapak kita yang sudah meninggal dunia.
Akhlak anak terhadap kedua orang tua menurut al-Ghazali masih relevan bagi pemuda
Islam pada masa sekarang, karena berdasarkan atas al-Qur'an dan Hadits. Akan tetapi anak
yang diterlantarkan orang tua sejak kecil, membuat mereka tidak dapat menghayati tanggung
jawab orang tua terhadapnya, tanggung jawab anak terhadap orang tua terhadap anak dan
akan menyebabkan mereka tidak berbuat baik kepada orang tua. Sayangilah, cintailah,
hormatilah, patuhlah kepadanya rendahkan dirimu, sopanlah kepadanya. Oleh karena itu
orang tua dan anak harus sama-sama memperhatikan tanggung jawab dan haknya masing-
masing, antara hak-hak orang tua terhadap anak dan sebaliknya, supaya akhlak atau etika
anak terhadap kedua orang tua berjalan dengan baik dan sesuai dengan ajaran agama.
6, Membangun Keluarga Sakinah
Apa itu keluarga Sakinah ? Keluarga sakinah adalah keluarga yang bahagia sejahtera,
penuh dengan cinta kasih, sekalipun perkawinan sudah berjalan puluhan tahun namun aroma
cinta kasihnya masih tetap terasa dalam hubungan suami isteri. Allah berfirman dalam surah
Ar- Rum ayat : 21 “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan untuk kalian isteri
dari species kalian agar kalian merasakan sakinah dengannya; Dia juga menjadikan di antara
kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya dalam hal itu terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berpikir.” (Ar-Rûm: 21)”.
Dalam ayat ini ada kalimat “Litaskunû”, supaya kalian memperoleh atau merasakan
sakinah. Jadi sakinah itu ada pada diri dan pribadi perempuan. Laki-laki harus mencarinya di
dalam diri dan pribadi perempuan. Tapi perlu diingat laki-laki harus menjaga sumber sakinah,
tidak mengotori dan menodainya. Agar sumber sakinah itu tetap terjaga, jernih dan suci, dan
mengalir tidak hanya pada kaum bapak tetapi juga anak-anak sebagai anggota rumah tangga,
dan gerasi penerus.
Dalam bahasa Arab “Sakinah” sendiri memiliki arti tenang, aman, damai, serta penuh
kasih sayang. Pastinya konteks Keluarga Sakinah ini adalah idaman bagi setiap Muslim.
“Mawaddah” sendiri berarti Cinta, kasih sayang yang tulus kepada pasangan dan
keluarganya. Dengan sifat ini diharapkan keluarga Muslim dapat bertahan sekalipun harus
mendapatkan cobaan dalam dinamika rumah tangganya. “Wa Rahmah” terdiri dari dua kata,
yaitu “Wa” yang berarti dan, dan “Rahmah” yang berarti Rahmat, karunia, berkah, dan
anugerah. Tentunya hal ini diharapkan agar keluarga senantiasa berada di jalan yang benar
dan mendapatkan segala Rahmat disisi Allah SWT.
Bagaimana agar pernikahan tetap romantis ? Ada 3 faktor yang harus diperhatikan;
a. Selesaikan kejengkelan- kekesalan, dalam interaksi suami isteri baik masa lalu maupun
saat sekarang
b. Hubungan romantis suami isteri sangat prioritas dalam kehidupan (sediakan waktu untuk
berdua-duaan) saling bercerita, ungkapkan perasaan menyenangkan/kemesraan ketika baru
menikah
c. Buat kegiatan baru yang menyenangkan atau bervariasi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selaku uswatun hasanah (suri tauladan yang baik)
yang patut dicontoh telah membimbing umatnya dalam hidup berumah tangga agar tercapai
sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Bimbingan tersebut
baik secara lisan melalui sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam maupun secara amaliah,
yakni dengan perbuatan/contoh yang beliau shalallahu ‘alaihi wasallam lakukan.
Diantaranya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa menghasung seorang
suami dan isteri untuk saling ta’awun (tolong menolong, bahu membahu, bantu membantu)
dan bekerja sama dalam bentuk saling menasehati dan saling mengingatkan dalam kebaikan
dan ketakwaan, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
اْسَتْو ُصوا ِبالِّنَس اِء َفِإَّن اْلَم ْر َأَة ُخ ِلَقْت ِم ْن ِض َلٍع َو ِإَّن َأْع َو َج َش ْي ٍء ِفي الِّض َلِع َأْعاَل ُه َفِإْن َذ َهْبَت ُتِقيُم ُه َك َس ْر َتُه َو ِإْن َتَر ْك َتُه َلْم َي َزْل َأ
ْع َو َج
َفاْسَتْو ُصوا ِبالِّنَس اِء
“Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para
wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk
adalah bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam
meluruskannya (membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian
membiarkannya (yakni tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-
isteri (para wanita) dengan cara yang baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)