Anda di halaman 1dari 4

Kerusuhan Mei 1998 terhadap Etnis Tionghoa di

Indonesia wujud penyalahgunaan HAM oleh warga


Indonesia
A. Fakta Hukum
1. Kerusuhan Mei 1998 yang terjadi di Jakarta dan daerah lain dipicu oleh krisis
financial Asian dan penembakan 4 mahasiswa aktivis saat demonstrasi hingga
meninggal serta faktor politik, sosial lainnya yang begitu kompleks
2. Kerusuhan dimulai pada tanggal 12 Mei 1998 yaitu adanya unjuk rasa yang
dilakukan oleh mahasiswa Trisakti dan berakhir pada penembakan 4 mahasiswa
hingga meninggal. Tidak ada upaya hukum yang diberikan dan aparat
membiarkan kerusuhan tetap terjadi
3. 13 Mei 1998 emosi massa semakin tersulut dan melakukan unjuk rasa yang
berujung pada kerusuhan yang berkelanjutan hingga malam hari namun tidak ada
upaya pengamanan dari aparat keamanan
4. 14 Mei 1998 kerusuhan semakin meluas di titik-titik Jakarta massa turun kembali
di kawasan Petukangan (pertokoan yang dimiliki mayoritas Tionghoa)
5. Kerusuhan dan penjarahan di kawasan Petukangan pada tanggal 14 Mei dimulai
pada pukul 09.00 WIB di kawasan pertokoan Hero Kreo
6. Peristiwa yang sama yaitu kerusuhan dan penjarahan juga terjadi didaerah ciledug
dikawasan Plaza Ciledug
7. Kerusuhan dan penjarahan berlangsung hingga malam hari tanpa iktikad baik
aparat keamanan untuk mengamankan situasi.
8. Kerusuhan diduga dipimpin atau diprovokasi oleh 2-5 orang berbadan tegap
berambut cepak, sebagian berambut gondrong dengan pakaian atasan hitam dan
celana jeans sambil menyuarakan yel-yel “bakar cina”, “jarah cina”
9. Pada tanggal 15 Mei 1998 jalanan kawasan pertokoan Hero Kreo maupun daerah
Plaza Ciledug sudah tidak terjadi kerusuhan. Namun terdapat beberapa orang
yang berkeliaran sebagian untuk mengambil barang yang dimungkinkan dapat
digunakan kembali. Pada kali ini kawasan kerusuhan diawasi oleh TNI AD
dengan melakukan pemeriksaan (sweeping) kepada orang yang berada dikawasan
tersebut.
10. Terdapat laporan pelecehan seksual yang terjadi pada perempuan etnis tionghoa,
hal tersebut mengindikasikan pelecehan seksual terjadi dengan sistematis.
11. Kerusuhan menyebabkan sentimen terhadap warga tionghoa maupun pribumi itu
sendiri yang memiliki usaha dibidang dagang dan pertokoan, sehingga mereka
menempelkan tulisan berupa “milik pribumi, “pribumi”. Tulisan ini digunakan
agar pertokoan mereka tidak menjadi korban kerusuhan kedepannya
12. Kerusuhan yang terjadi mengakibatkan kerusakan pertokoan dan bahkan terdapat
pertokoan yang sudah habis terbakar.
13. Kerusuhan juga menyebabkan terjadinya kerusakan fasilitas umum.
14. Kerusuhan menyebabkan kerugian pemilik pertokoan kawasan Petukangan
15. Kerusuhan yang terjadi di beberapa daerah menyebabkan trauma yang mendalam
bagi kaum perempuan dari etnis tionghoa yang menjadi korban pelecehan seksual.
Korban pelecehan seksual ditemukan oleh Tim Gabungan Pencari Fakta(TPGF)
16. Sebagian orang tionghoa meninggalkan Indonesia dan sebagian masih bertahan
hidup dan memulai bisnisnya dalam jangka waktu 5 tahun proses penataan ulang
bisnisnya.(Hutahaean, 2014)

B. Aturan Hukum

1. Diskriminasi pada Mei 1998 dipicu oleh Inpres No. 14 Tahun 1967
Dimana dalam hal ini instrumen Presiden menginstruksikan kepada
masyarakat Indonesia yang beretnis Tionghoa untuk tidak melaksanakan
perayaan kebudayaan, adat istiadat dan hari besarnya di ruang yang
terbuka.
2. Selain itu Inpres No. 14 Tahun 1967 juga menginstruksikan untuk
mengasimilasikan budaya cina dengan warga indonesia, hal ini dinilai
diskriminatif krena terdapat unsur pemaksaan secara sepihak.
3. Kerusuhan Mei 1998 ini memicu keluarga korban menggugat dengan
pasal UU No. 26 Tahun 2000 namun penyidikan yang dilakukan oleh
komnas HAM selalu dikembalikan oleh kejaksaan agung karena dianggap
tidak memenuhi syarat penyidikan. Hal ini tentu melanggar hak
konstitusional sebagai warga negara Indonesia sesuai pasal 28D ayat 1
serta 28H ayat 2, 28I ayat 2 UUD 1945 yang berupa kepastian hukum.
4. Melalui Pers KOMNAS Perempuan, KOMNAS Perempuan menyatakan
bahwa Presiden akan melanjutkan perlindungan bagi hak-hak korban yang
telah ditemukan oleh Tim Gabungan Penemu Fakta.
5. Dipicu terjadinya peristiwa aib kemanusiaan di Indonesia yang pada 13-15
Mei 1998 persetujuan pembentukan komisi nasional anti kekerasan
terhadap perempuan dilegitimasi melalui Keputusan Presiden nomor 181
tahun 1998.
6. Korban perkosaan massal dipulihkan oleh relawan peduli kekerasan
seksual namun tidak mendapat kepastian hukum

C. Ringkasan kasus
Karena menurunnya suatu rasa nasionalisme saat itu merupakan salah satu pemicu
konflik. Tidak ada rasa kepedulian saudara setanah air dan mementinhkan etnisnya
sendjruu yanh palinh benar. Pada dasarnya kerusuhan yanh terjadi merupakan kebencian
pada suatu etnis, dan hal ini merupakan hal yang tidak baik karena dapat kiya krtahuui
Indonesia adalah negara yanh memiliki bannyak suku, bangsa, etnis, dan bahasa. Tidak
hanya itu, pastinya krrusuhan ini merupakan salah satu kepentinhan suatu oknum yanh
memmanfaatkann situasi masyrakat dan memmpenharuho agar tujuannya pribadi tercapai
karena hal ini bergerak dalam bidamh usaha dan ingin persaingannya dalam bisnis
berkurang. Terkhusus kerusuhann rasial yanh telah twrjadi kepada etnis tionghoa
tepatnya pada tahun 174p atau lebih dikenal dengan tragedi Angke. Kerusuhan pada
etnis tionghoa terjadi juga pada mei 1998 yakni 13-15 mei 1998 di Ibukota Jakarta.
Kerusuhann ini dibarengi oleh penjarahan toko toko dan perusakan yanh dilakukann
dengan penuh kebencian kepada etnis tionghoa. Terdapat pada kawasan pertukangan
merupakan suatu kawasan usaha, disini terjadi penyerangan dan perusahakan sehingga
mengakibatkan kerugiann secara materi dan massa mennjarah seluruuh harta benda yanh
berada pada dalam toko.

Pada malam itu massa yang berkumpul pada pagi hari tepatnha pukul 09.00 WIB,
kerusuhan yang dilakukan di hero kreo kemudian mennjarah dan mengambil seluruh
barang yang berapa pada toko Hero. Tidaka hanya itu saja yanh dilakukann pasti para
oknum tersebut melakkulan perusakan toko. Pada saat waktu tersebut bahwa ada banyak
orang yanh berdemomstrasi dan sekitar 700 orang dan 2 yang menjadi seoranh
provokator yannh membakar bengkel pada etnis cina. Setelah itu pada keesokan harinya
situasi dan kondisi komplek pertukangan tidak ada satupun aktivitas yang dilakukan dan
hanya beberapaa oranh yannh kembali mengecek barang-baranh yanh ada pada tokonya
masing-masing. Saat inipun datang para aparat yang menjaga situasi agar tetap kondusif
dari bahaya sweeping dari para oknum yanb telah mennyeramh komplek pertukangan.

Kerusuhan yang terjadi mengakibatkan daerah pertukanhan tersebut menjadi porak-


poranda. Kerusakan yanng terjadi tidak hanya pada toko saja, tetapi hingga kendaraan
yang tersedia pada komplesk toko. Oleh karena itu karena kerugian yang dapat
mematikan roda ekonomi para etnis cina, tentunya tidak bisa dilupakan oleh para
kalangan pengusaha etnis tionghoa. Oleh karenanya para etnis pun merugi banyak dan
tentu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan usahanya seperti
sedia kala. Meskipun situasi seperti yang dirasakann para etnis tidak ingin
meninggalkann daerah pertukangan dan lebih nemilih untuk tetap tinggal. Tidak hanya
itu namun kompleks yanh mereka tinggal merupakan area yanh strategis untuk membuka
usaha yang menghubunhkann batas wilayah jakarta barat dengan tangerang dan Jakarta
selatan.

Setelah semua telah kembali pada fase situasi yang normal para warga pertukangan
kembali memmbuka tokonya pada jamm 07.00 WIB, tetapi tetap waspada twrhada oranh
asinh yanh datang di daerah mereka. Langkah yang mereka lakukan agar tetap
terciptanya lingkungan yannh aman merekapun memperkerjakkan para warga pribumi
karwna dapat memmberikan rasa aman dan dapat menambah jejarinh usaha kepada
warga sekitar area pertukangan.
Daftar Pustaka

Hutahaean, J. (2014). Dampak Kerusuhan Mei 1998 Terhadap Pengu-Saha Etnis Tionghoa Di
Petukangan Jakarta Tahun 1998-2003. Journal of Indonesian History, 3(1), 27–33.

Anda mungkin juga menyukai