Anda di halaman 1dari 7

KEJUJURAN KEBERAGAMAN II

1. Darurat Keindonesiaan. Sekitar 300 antropolog yang tersebar di


bebebrapa daerah, pada 16/12/2016, secara serentak membuat
pernyataan dan seruan “Darurat Keindonesiaan”, antara lain
menegaskan, pemerintah diminta menindak tegas pihak-pihak yang
mengancam keberagaman dengan jalan kekerasan. Ini penting,
mengingat masyarakat saat ini mengalamai situasi “darurat
keindonesiaan”, karena rasa persatuan sebagai bangsa terus-menerus
digerus (K, 17/12/16). ***Di Yogyakarta, pernyataan sikap itu dibacakan
oleh Guru Besar Antropologi UGM Pascalis Maria Laksono, yang juga
mengatakan: a. dinamika sospol di Indonesia akhir-akhir ini diwarnai aksi
kekerasan yang dilakukan oleh kelompok tertentu yang ingin
memaksakan kehendak dan tidak menghargai perbedaan; b. berbagai
pertanda jelas memperlihatkan bahwa pilar-pilar keindonesiaan kita,
termasuk Bhinneka Tunggal Ika, terus-menerus digerus. Karena itu kami
menyatakan “darurat keindonesiaan”; c. sayangnya, menghadapi kondisi
semacam ini, aparat negara sering tidak berbuat apa-apa. Selain itu,
sebagian ilmuwan juga memilih berdiam diri menghadapi kondisi tsb dan
sebagian ikut mengamini politik identitas yang memecah belah
masyarakat; d. oleh karena itu, Gerakan Antropologi untuk Indonesia
yang Bhinneka dan inklusif menyerukan agar pemerintah terus
melindungi gerakan keindonesiaan dengan menindak tegas siapapun
yang menggunakan kekerasan untukmenggerus nilai keberagaman; e.
semua organisasi keagamaan, tokoh agama serta ormas-ormas agar
menjaga ketenangan dan ketentraman masyarakat; f. para elite sospol,
baik formal maupun informal, agar menghentikan segala bentuk
manipulasi primordial demi kepentingan politik & kekuasaan seaat.
***Di Bandung, Jabar, dalam acara yang sama, pengajar FISIP
Universitas Padjadjaran, Budiawati Supangat, mengemukakan: a.
gerakan para antropolog ini untuk mengingatkan kembali segenap
elemen masyarakat akan pentingnya merawat keberagaman Indonesia
yang telah tumbuh 71 tahun; b. keberagaman itu harus selalu dijaga
dengan toleransi. Perlu dicermati bahwa salah satu unsur keberagaman
yang terhenti itu dapat merusak keutuhan NKRI. ***Di Surabaya, Jatim,
Ketua Departemen Antropologi FISIP Unair, Yusuf Ermawan, bahkan
menyebutkan: a. kondisi saat ini telah mengarah kepada homogenesasi.
Ini jelas tidak sesuai sifat negeri ini karena Indonesia itu seperti pelangi;
b. semua pihak mempunyai tanggung jawab merawat keberagaman.

1
Masyarakat awam dapat berkontribusi dengan cara tidak
menyebarluaskan kabar dan pendapat yang menyudutkan warga,
kelompok atau golongan melalui medsos. ***Antrolog Unair lainnya,
Pinky Saptandari mengatakan: a. para guru juaga berperan penting,
karena selama ini lembaga pendidikan lalai untuk mengajarkan cara
merawat keberagaman; b. pemahaman pentingnya merawat
keberagaman harus diajarkan sejak dini (K, 17/12/16).
2. Kebhinnekaan Terancam. Diskusi bertajuk “Darurat Keindonesiaan
dalam Intoleransi”, berlangsung di kantor Wahid Institute, Jakarta,
22/12/16, dihadiri antara lain oleh Guru Besar Antropologi Hukum UI,
Sulistyowati Irianto (nara sumber), antropologi UI, Geger Riyanto,
Associate Director Millenium Challenge Account Indonesia, Tri Nugroho,
dosen Fakultas Ilmu Budaya UI, Rocky Gerung, Direktur Wahid
InstituteYenny Wahid, Gubernur Lemhanas Agus Widjojo, dan Ketua
Asosiasi Antropologi Indonesia, Kartini Syahrir, mengkaji menguatnya
sentimen primordial dan cultural marker (penanda budaya) dengan
ancaman pada kebhinnekaan dan semakin meningkatnya intoleransi.
Mereka menegaskan antara lain, sentimen primordial yang kian
ditajamkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berotensi
merusak fondasi kebhinnekaan yang menjadi kekayaan Indonesia. Untuk
itu warga bangsa diharapkan memiliki kesadaran bahwa kebhinnekaan
seharusnya tidak dipertetangkan (K, 23/12/16). ***Menurut Tri
Nugroho: a. pada era demokrasi orang bebas berpendapat. Media
massa, dan jurnalis memiliki posisi vital untuk memproduksi pesan yang
dalam waktu yang cepat bisa disebarkan. Tetapi, aktivitas ini juga bisa
dilakukan oleh orang awam; b. orang kini beralih pada berita hoax yang
cepat menyebar tetapi sulit ditelusuri asal-usulnya. Tradisi rumpi digital
menjadi tren baru yang ternyata memicu fenomena baru di ranah
kehidupan bermasyarakat, termasuk pesan-pesan kebencian dan
kekerasan virtual; c. dalam konteks masyarakat semacam itu, sentimen
primordial yang terus digosok-gosok melalui medsos, amat berpotensi
merusak kebhinnekaan. Orang mudah terbakar dan termakan inf
ormasi-informasi yang belum tentu benar, apalagi kalau menyangkut ciri
khas budaya yang amat sensitif, seperti agama; d. cultural marker
mudah diamainkan sehingga ketika penanda budaya itu dilibatkan dalam
suatu pembahasan agama, orang menjadi lebih sensitif dan rentan
timbul pertentangan; e. penguatan politik identitas itu sedang menuju
ke arah yang mengkhawatirkan jika dimanfaatkan oleh aktor-aktor yang
memiliki kepentingan tertentu melalui tangan-tangan yang tidak terlihat.
***Geger Riyanto menyebutkan: a. bahayanya penajaman politik

2
identitas kalau hal itu digunakan oleh alat sosial dan politik para
aktornya yang tidak memperhatikan perasaan dari komunitas lain; b. ia
menjadi cara untuk menggugah massa yang tidak dapat ditampik
efektifitasnya, tetapi memaksa warga lain hidup di dalam ketakutan.
***Sulistyowati berpendapat: a. maraknya sikap intolernasi itu dipicu
oleh penajaman politik identitas dan buruknya akses pada keadilan; b.
tidak semua orang bisa mengakses sumber daya alam yang setara, yang
pada ujungnya juga kesetaraan dimuka hukum (equality beforethelaw)
sukar diwujudkan. ***Rocky Gerung menilai: a. sikap intolernasi yang
muncul dalam berbagai bentuk mencerminkan kedangkalan berfikir dan
makin jauhnya kesadaran warga bangsa pada nilai-nilai konstitusi dan
hukum; b. perselisihan atau polemik di antara warga yang semestinya
diselesaikan melalui jalur hukum, kini dibawa-bawa ke ranah agama
(K,23/12/16).
3. Presiden Minta Aparat Tegas. Di Istana Merdeka, 19/12/16, berlangsung
kenaikan pangkat 15 Kombes Polri menjadi Brigjen Polri. Pada
pengarahannya, yang juga dihadiri oleh para perwira tinggi Polri,
Presiden Jokowi menegaskan: a. Kepolisian Negara Republik Indonesia
agar bertindak tegas dalam menjalankan tugasnya; b. berbagai
persoalan yang muncul dimasarakat agar ditangani sesuai koridor hukum
dengan tidak membiarkan praktik main hakim sendiri. ***Seusai
upacara itu, Sekab Pramono Anung mengatakan: a. Presiden Jokowi
telah memanggil Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, dan
memerintahkan agar Polri menindak tegas ormas yang melanggar
koridor hukum dalam aktivitasnya, seperti melakukan penyisiran di
pusat perbelanjaan; b. belakangan ini ada ormas yang mensosialisasikan
Fatwa MUI No. 56/2016 tentang Hukum Menggunakan Atribut
Keagamaan Non-Muslim sambil melakukan penyisiran, seperti di
Bandung (Jabar) dan Surabaya (Jatim). ***Karo Penerangan Masyarakat
Divisi Humas Polri Kombes Rikwanto mengatakan: a. Presiden Jokowi
berpesan para perwira Polri agar mampu melaksanakan tugas sesuai
bidangnya masing-masing; b. fenomena persoalan yang ada di tengah
masyarakat agar ditangani tanpa keraguan karena Polri merupakan
institusi yang berwenang mengambil langkah yang diperlukan. Tindakan
tegas perlu dilakukan kepada pihak-pihak yang main hakim sendiri atau
mau mencoba menjadi seolah-olah memiliki kewenangan mangatur
masyarakat. Bila ada masalah, kembalikan ke koridor hukum. Tidak ada
yang boleh main hakim sendiri. ***Seusai menjadi pembicara kunci
dalam Forum Diskusi bagi Generasi Muda bertema “Merangkai
Indonesia dalam Kebhinnekaan, di UNJ, 19/12/16, Kapolri menegaskan:

3
a. polisi akan menindak tegas ormas yang merazia penggunaan atribut
non-Muslim di pusat perbelanjaan. Polisi telah diperintahkan, kalau ada
penyisiran secara anarkistis, tangkap dan proses, karena itu pelanggaran
hukum; b. sosialisasi Fatwa MUI yang disertai penyisiran telah
berlangsung di Bandung, Jabar, dan Surabaya, Jatim. Yang tidak boleh,
kalau ada memaksa karyawannya harus menggunakan atribut natal, topi
sinterklas, dan dipaksa kalau tidak dipakai dipecat; c. Kapolri akan
berkoordinasi dengan MUI supaya dalam mengeluarkan fatwa
mempertimbangkan toleransi kebhinnekaan Indonesia; d. perlu ada
keseimbangan antara kebebasan individu dan keamanan nasional. Juga
perlu ada formula yang tepat agar keamanan nasional dijaga, dan
sebaliknya kebebasan individu terjamin; e. Kapolri telah menegur keras
Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombes Umar Surya, dan Kapolres Kulon
Progo, DIY, Ajun Kombes Nanang Djunaedi, yang mengeluarkan surat
edaran dengan referensi fatwa MUI. Mereka diperintahkan mencabut
surat edaran itu; f. fatwa MUI bukan hukum positif (K, 20/12/16).
***Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan: a. ormas yang meresahkan
masyarakat akan ditindak kepolisian; b. kepala daerah agar mendata
ormas-ormas, dan kalau ada yang bertentangan dengan Pancasila akan
diberi sanksi; c. kepala daerah agar terus proaktif berkoordinasi dan
berkomunikasi dengan tokoh agama, adat dan masyarakat di wilayahnya
untuk menjaga stabilitas daerah dan nasional. Kepala daerah dan para
ulama agar ikut menjaga kesejukan masyarakat. ***Terkait dengan
sosialisasi fatwa MUI yang disertai dengan penyisiran, Ketua Umum MUI
(yang juga sebagai Wasekjen PBNU), Ma’ruf Amin mengatakan: a. fatwa
itu diterbitkan karena pengaduan sebagian masyarakat; b. fatwa itu
ditujukan kepada pimpinan perusahaan agar tidak memaksa umat Islam
mengenakan atribut berkait peringatan hari besar agama lain saat
bekerja; c. MUI meminta jangan ada pihak yang melakukan penyisiran
terkait fatwa tsb. ***Ketua MUI Masduki Baidlowi menyatakan: a.
penegakan hukum dipandang perlu terhadap aksi-aksi yang
menimbulkan gangguan rasa aman dan tenteram bagi penganut agama
tertentu yang dipicu oleh olah kelompok tertentu; b. perayaan
keagamaan jangan sampai diwarnai ketegangan. ***Rais Syuriah PBNU
Masdar F Mas’udi juga menilai tidak ada masalah kebhinnekaan yang
primordial di Indonesia. Semestinya, semua mengikuti kesepakatan yang
ada dalam demokrasi. ***Ketua Umum GP Ansor Yaput Cholil Qoumas
mengatakan: a. menyayangan penyisiran oleh ormas. Apapun alasannya
penyisiran tidak bisa dibenarkan, apalagi dasarnya Cuma fatwa MUI,
yang sama sekali tidak mengikat dari sisi hukum positif; b. negara tidak

4
boleh kalah oleh kelompok-kelompok yang memaksakan kehendak di
luar koridor hukum; c. umat Islam, Kristen, Katolik dan semua agama lain
yang ada di Indonesia sama-sama memerdekakan negara Indonesia ini.
Semua berhak hidup mengekspresikan keberagamannya; d. toleransi
dan saling menghargai harus dijaga. ***Peneliti senior Para Syndicate,
Benny Susetyo: a. berbagai persoalan yang muncul belakangan ini dapat
dicegah melalui penegakan hukum; b. masalah besar yang ada adalah
penegakan hukum yang lemah. Hukum tidak lagi menjadi pelindung (K,
20/12/16).
4. Yudi Latif, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, “Jalan Sunyi
Pengorbanan”, Kompas, 20/12/2016: a. dalam krisis dengan kehilangan
rasa saling percaya, diperluan kejernihan mata batin untuk melihat jalan
ke luar. Tetapi, gemerlap kahidupan pasca modern, seperti yang
memaguti Indonesia sekarang ini adalah kehidupan yang disesaki
kebisingan sampah suara. Politisi, pedagang, ilmuwan dan agamawan
berlomba berebut pengeras suara, jualan ”kecap nomor satu”. Nyaris
tidak kedengaran suara orang lain, bahkan suara batinnya sendiri; b.
dalam keadaan seperti itu, ketika setiap pihak datang dengan klaim
kebenarannya sendiri-sendiri, tidak ada suara yang dapat dipercaya,
kecuali yang dikatakan dalam bahasa diam. Hanya dalam diam, Tuhan
sebagai bahasa kebenaran mempunyai ruang untuk hadir di relung hati,
menemani kita dalam sunyi. Seperti kata bunda Teresa, “Tuhan adalah
karib kesunyian. Pepohonan, bunga, dan rerumputan tumbuh dalam
kesunyian. Tengok juga bulan, bintang, dan matahari, semua bergerak
dalam sunyi”; c. momen kesunyian inilah yang harus dihadirkan umat
Islam ketika memasuki masjid dan “rumah Allah” (Baitullah), serta umat
Nasrani ketika memasuki gereja dan hari Natal. Berhaji dan umroh
bukan rekreasi dalam gerombolan peziarah. Natal bukan ekshibisi kerlip
lampu dan pohon natal. Keduanya merupakan ritus reflektif untuk
mengenang panteon peradaban, yang berani ke luar dari jalan ramai
menuju jalan sunyi; d. dalam kekhusukkan peribadatan, kesucian dan
kebenaran Illahi bisa didekati. Dalam kedekatan dengan Illahi ada pijar
pencerahan untuk mengemban misi kekhalifahan, dan dalam misi
kekhalifahan ada misi perdamaian; e. kesucian menghadirkan kekayaan
yang lain, yang tidak dimiliki oleh kebanyakan manusia modern. Manusia
modern boleh bergelimang harta benda, tetapi acap kali mengidap
kemiskinan yang lain, yakni kemiskinan dalam bentuk keterasingan dan
kemiskinan spiritual yang membuat mereka hidup dalam kecemasan dan
kekerasan; f. hanya dengan belajar menikmati sunyi & kesunyian,
manusia modern mempunyai harapan untuk keluar dari kemiskinan yang

5
mencemaskan itu. Bunda Teresa, ”Buah dari kesunyian adalah
peribadatan, buah dari peribadatan adalah keyakinan, buah dari
keyakinan adalah kecintaan, buah dari kecintaan adalah pelayanan, dan
buah dari pelayanan adalah perdamaian; g. setiap upaya pembebasan
memerlukan latihan kesunyian penggembalaan. Sebagian besar nabi
pernah menjadi gembala ternak untuk belajar mengayomi di jalan sunyi.
Lewat pelatihan olah batin sepanjang jalan sunyi pelayanan, manusia
dapat mendudukan keimanan dan pengorbanan; h. Al Quran dengan
jelas mengingatkan, keimanan memerlukan ujian dalam bentuk
pengorbanan. Tidaklah beriman seseorang hingga mengorbankan apa
yang dicintainya kepada orang lain. Justru di sinilah letak persoalan kita;
i. keimanan kita tidak menjadi sumber pembebasan dan kemajuan
karena menipisnya daya-daya kasih sayang dan semangat pengorbanan.
Elite penguasa dan penguasa tidak biasa meletakkan tangannya di atas
melainkan selalu di bawah. Mereka mengalami kemiskinan permanen
karena merasa tidak pernah cukup dengan harta yang telah ditimbunnya
dan merampas hak orang banyak; j. banyak orang menyandang predikat
pemimpin dan hartawan, tetapi dengan mentalitas pengemis. Dalam
mentalitas tidak pernah ada kecukupan, dan tidak akan bersemi jiwa
pengorbanan; k. semangat keagamaan harus mampu menyelam ke
kesunyian kedalaman spiritualitas untuk memulihkan sayap keimanan
dan sayap pengorbanan dalam kehidupan. Besama tumbuhnya gairah
keagamaan, tumbuh pula daya asketisme, altruisme, dan toleransi; l.
hanya dengan misteri pengorbanan diri seseorang bisa mengalami
kelahiran baru (K,20/12/16).
5. KEBHINNEKAAN. Tolernasi Simbol Masyarakat Beradab. Pd 7/1/17,
diresmikan sekolah dan pura dlm lingkungan Perguruan Iskandar Muda,
Medan, yg didirikan oleh Sofyan Tan, seorang dan anggota Komisi X DPR
Fraksi PDI-P. Pd kesempatan itu, ulama, pendidik, yg juga mantan Ketum
PP Muhammadiyah Ahmad Syafei Maarif menegaskan: a. tolernasi dlm
kehidupan berbhinneka merupakan simbol masy yg beradab. Oleh krn
itu, peradaban yg tlh terbangun di Indo jangan sampai dihancurkan
tindakan intoleransi yg diimpor dari luar oleh pihak-pihak yg tdkmengerti
bgmn membangun peradaban yg bermanfaat; b. pendirian pura di
sekolah, menyusul masjid, gereja, dan wihara yg tlh didirikan
sebelumnya di perguruan itu, merupakan fakta terwujudnya toleransi &
kebersamaan; c. tolernasi itu telah terwujud sejak zaman Majapahit.
Mpu Tantular, dlm bukunya “Sotasoma”, yg memuat kalimat Tan Hana
Dharma Mangrwa, yg kemudian dikenal dgn Bhinneka Tunggal Ika itu
adalah penganut agama Budha Tantrayana. Tetapi ia diterima Kerajaan

6
Majapahit yg Hindu itu. Saat ini, ada pihak-pihak yg memonopoli
kebenaran dan merasa masuk surga sendiri. Padahal orang yg tdk
beriman pun berhak hidup di planet bumi ini; d. kalau Allah
menghendaki, akan berimanlah seluruh masy. Memaksa orang menjadi
beriman itu bukan tanggung jawab orang-orang tsb; e. semua orang yg
berakal sehat selalu akan membawa kepingan surga ke muka bumi dgn
sikap hidup toleran, lebih reflektif dan kontemplatif utk menjaga
pluralisme. Tanpa itu, hidup di muka bumi akan sangat menyengsarakan
krn membawa neraka ke bumi; f. meskipun sering diserang krn
pandangannya, ia mengaku tdk mempermasalahkan krn semata-mata ia
menyuarakan kebenaran. Ia juga mengaku tdk sendirian. Ia mengajak
menjadi pencari kebenaran, krn pasti jiwa dan dadanya lapang dan
pikirannya jernih; g. gerakan intoleransi yg muncul belakangan ini tdk
akan berlangsung lama krn bgs ini pd dasarnya adalah toleran dan
beragam. ***Mendikbud Muhadjiir menyatakan: a. gotong royong yg
menjadi sikap dasar bgs Indo menjadi simbol kerukunan. Sebaliknya,
kerukunan juga menciptakan perilaku gotong rpyong. Kerukunan tanpa
gotong royong bukan sebuah kerukunan; b. gotong royong berasal dari
bhs Jawa, y.i digotong dan diroyong, yg artinya diangkat dan dibawa
bersama-sama. Kata itu muncul dlm tradisi mengangkat rumah kayu dan
memindahkan ke tempat tertentu. Diusung bergantian. Warga desa lain
yg dilewati siap membantu. Bung Karno mengambil itu sbg simbol
kerukunan, membawa bersama menuju tujuan tertentu; c. gotong
royong juga menjadi prinsip Islam. Saat batu Hajar Aswad terseret arus
banjir, kemudian terjadi sengketa, siapa yg bakal mengembalikan batu
itu ke tempat asalnya. Muhammad mengumpulkan perwakilan suku dan
mengajak semuanya mengangkat dan mengembalikan batu itu ke
tempat asalnya; d. keberagaman di Medan yg memiliki belasan etnis dan
beberapa agama dpt menjadi model....

Anda mungkin juga menyukai