Panduan Itikaf
Panduan Itikaf
i’tikaf berarti menetap di masjid dengan tata cara yang khusus disertai dengan niat.
Sumber https://rumaysho.com/1150-panduan-itikaf-ramadhan.html
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari.
Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari” HR. Bukhari no. 2044.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dengan tujuan untuk
mendapatkan malam lailatul qadar, untuk menghilangkan dari segala kesibukan dunia, sehingga
mudah bermunajat dengan Rabbnya, banyak berdo’a dan banyak berdzikir ketika itu.[
Latho-if Al Ma’arif, hal. 338
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga
wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.”
Imam Syafi’i memakruhkan secara mutlak i’tikaf wanita di masjid yang ada shalat jama’ah. Beliau
berdalil dengan hadits pertama yang di atas (hadits pertama, pen.). Hadits tersebut menunjukkan
bahwa wanita dimakruhkan beri’tikaf kecuali di masjid rumahnya. Alasannya, jika wanita i’tikaf di
masjid umum, banyak nantinya yang melihat wanita tersebut.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.
Aku mendirikan tenda untuk beliau. Kemudian beliau melaksanakan shalat Shubuh dan memasuki
tenda tersebut. Hafshah meminta izin pada ‘Aisyah untuk mendirikan tenda, ‘Aisyah pun
mengizinkannya. Ketika Zainab binti Jahsy melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf
dalam tenda, ia meminta untuk didirikan tenda, lalu didirikanlah tenda yang lain. Ketika di Shubuh
hari lagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat banyak tenda, lantas beliau bertanya, “Apa ini?”
Beliau lantas diberitahu dan beliau bersabda, “Apakah kebaikan yang kalian inginkan dari ini?”
Beliau meninggalkan i’tikaf pada bulan ini dan beliau mengganti dengan beri’tikaf pada sepuluh
hari dari bulan Syawal.” (HR. Bukhari no. 2033).