Anda di halaman 1dari 2

1. Apa itu I’tikaf?

i’tikaf berarti menetap di masjid dengan tata cara yang khusus disertai dengan niat.

Sumber https://rumaysho.com/1150-panduan-itikaf-ramadhan.html

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari.
Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari” HR. Bukhari no. 2044.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dengan tujuan untuk
mendapatkan malam lailatul qadar, untuk menghilangkan dari segala kesibukan dunia, sehingga
mudah bermunajat dengan Rabbnya, banyak berdo’a dan banyak berdzikir ketika itu.[
Latho-if Al Ma’arif, hal. 338

Apa I’tikaf harus di masjid besar?


Imam Malik mengatakan bahwa i’tikaf boleh dilakukan di masjid mana saja (asal ditegakkan shalat
lima waktu di sana.
Imam Asy Syafi’i rahimahullah menambahkan syarat, yaitu masjid tersebut diadakan juga shalat
Jum’at.

Apakah itikaf boleh di rumah?


dikarenakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu juga istri-istri beliau melakukannya di
masjid, dan tidak pernah di rumah sama sekali.

Apakah wanita boleh itikaf?


“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila selesai dari
shalat shubuh, beliau masuk ke tempat khusus i’tikaf beliau. Dia (Yahya bin Sa’id) berkata: Kemudian
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk bisa beri’tikaf bersama beliau, maka beliau
mengizinkannya.” HR. Bukhari no. 2041.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga
wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.”

Boleh tetapi dengan syarat-syarat


1. Harus izin suami
2. Harus dalam ruangan tertutup yang terjaga dari pandangan laki-laki
3. Menjaga dari keburukan

Imam Syafi’i memakruhkan secara mutlak i’tikaf wanita di masjid yang ada shalat jama’ah. Beliau
berdalil dengan hadits pertama yang di atas (hadits pertama, pen.). Hadits tersebut menunjukkan
bahwa wanita dimakruhkan beri’tikaf kecuali di masjid rumahnya. Alasannya, jika wanita i’tikaf di
masjid umum, banyak nantinya yang melihat wanita tersebut.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.
Aku mendirikan tenda untuk beliau. Kemudian beliau melaksanakan shalat Shubuh dan memasuki
tenda tersebut. Hafshah meminta izin pada ‘Aisyah untuk mendirikan tenda, ‘Aisyah pun
mengizinkannya. Ketika Zainab binti Jahsy melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf
dalam tenda, ia meminta untuk didirikan tenda, lalu didirikanlah tenda yang lain. Ketika di Shubuh
hari lagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat banyak tenda, lantas beliau bertanya, “Apa ini?”
Beliau lantas diberitahu dan beliau bersabda, “Apakah kebaikan yang kalian inginkan dari ini?”
Beliau meninggalkan i’tikaf pada bulan ini dan beliau mengganti dengan beri’tikaf pada sepuluh
hari dari bulan Syawal.” (HR. Bukhari no. 2033).

Sunnah duduk di masjid setelah subuh sampai terbit matahari


Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir
pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti
memperoleh pahala haji dan umrah.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan
sempurna.” (HR. Tirmidzi, no. 586)

Anda mungkin juga menyukai