Anda di halaman 1dari 3

Seri: Ibadah

SHALAT JUM’AT BAGI WANITA


Pengasuh : Biro konsultasi MTDK PP Muhammadiyah

Pertanyaan :

1. Bagaimana hukumnya shalat jum’at bagi wanita ?


2. Apabila kita datang ke masjid untuk menunaikan shalat jum’at bertepatan dengan
dikumandangkannya adzan, apa yang sebaiknya kita lakukan saat itu, apakah
langsung duduk atau berdiri menunggu adzan selesai diku-mandangkan ?

Jawaban :

Shalat yang diwajibkan bagi umat islam adalah shalat lima kali dalam sehari semalam yaitu
shubuh, zhuhur, ‘ashar, maghrib, dan isya. Begitupun pada hari jum’at. Hanya saja pada hari
jum’at, bagi laki-laki diwajibkan shalat jum’at, sedangkan bagi perempuan shalat zhuhur.
Shalat jum’at itu hukumnya wajib bagi kaum laki-laki berdasarkan firman Allah berikut ini :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari
jum’at , maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkan jual beli. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” , (Al-Jumu’ah 9).

Lalu bagaimana halnya dengan kaum perempuan ? Khithab pada ayat tersebut memang
bersifat umum (‘amm) sebagaimana perintah shalat dan puasa Ramadhan. Oleh karena itu,
khithab ayat tersebut mencakup semua orang beriman, baik laki-laki maupun perempuan.
Maka, berdasarkan keumuman ayat, kewajiban shalat jum’at itu berlaku bagi laki-laki dan
perempuan. Akan tetapi, karena ada hadits Nabi SAW yang mentakhshish keumuman ayat
tersebut, maka kewajiban shalat jum’at tersebut menjadi terbatas yaitu bagi kaum laki-laki
saja. Adapun hadits tersebut secara lengkap terjemahannya berbunyi sebagai berikut :

“Dari Thariq bin Syihab bahwasannya Rasulullah saw bersabda, “Shalat jum’at itu wajib bagi
setiap muslim dengan berjamaah kecuali empat kelompok yaitu hamba sahaya, perempuan,
anak-anak, dan orang-orang yang sakit” (HR. Imam Abu Daud).

Pemahaman tersebut kita peroleh melalui Tafsir bil-Ma’tsur, yaitu menafsirkan Al-Qur’an
dengan hadits Nabi SAW. Karena beliau memang diberi kewenangan oleh Allah untuk
melakukan hal itu, sebagaimana tertera dalam surat An-Nahl ayat 44. Berdasarkan ayat
tersebut, hadits Nabi SAW berfungsi sebagai “bayan” (penjelasan) terhadap Al-Qur’an.

Dalam hal ini, hadits tersebut brfungsi sebagai “bayan takhshish” (penjelasan yang
mengkhususkan) terhadap Al-Qur’an yang bersifat umum. Pemahaman tersebut kemudian
diperkuat oleh dua buah atsar sahabat berikut ini :

Pertama, berdasarkan riwayat Abdullah bin Ma’adan dari neneknya bahwa Ibnu Mas’ud
pernah berkata kepada nenek Abdullah bin Ma’adan : Apabila engkau mau melakukan shalat
jum’at bersama imam, maka lakukanlah bersamanya, dan kalau engkau mau shalat di
rumah, maka shalatlah empat raka’at (zhuhur). Riwayat tersebut ditakhrij oleh Ibnu Syaibah
dengan isnad yang shahih.

Kedua, Al-Hasan berkata, dahulu wanita Muhajirin melakukan shalat jum’at bersama Nabi
SAW, kemudian mereka mencukupkan dengan shalat zhuhur (di rumah).

Dengan demikian, shalat jum’at bagi kaum wanita itu tidak wajib. Sebagai konsekwensinya
mereka melakukan shalat zhuhur empat rakaat. Meskipun demikian apabila mereka hendak
Page1

www.tarbiyah-online.com
Seri: Ibadah

melakukan shalat jum’at bersama kaum laki-laki hukumnya mubah atau boleh bila
disediakan tempat untuk mereka di masjid.

Pada dasarnya shalat jumat tidak wajib bagi wanita. Namun demikian, kalau kaum wanita
melakukannya hal itu boleh dan dianggap benar tanpa harus melakukan shalat zhuhur.
Namun, mana yang lebih utama bagi mereka, pergi ke masjid untuk melakukan shalat jumat
atau tetap di rumah untuk melakukan shalat zhuhur ?

Sebagian besar ulama berpendapat bahwa lebih baik bagi kaum wanita untuk tetap tinggal di
rumah dengan melaksanakan shalat zuhur. Sebab, Nabi saw. Pernah bersabda, "Rumah-
rumah mereka adalah lebih baik bagi mereka."

Selanjutnya menurut madzhab Syafii, kalau wanita tersebut memiliki daya tarik,
kedatangannya ke masjid adalah makruh, sementara jika tidak memiliki daya tarik tidak
makruh. Adapun wanita tua bagi mereka dianjurkan untuk datang ke masjid.

Dalam hal ini, menurut Prof. Abdul Karim Zaidan para wanita baru diperbolehkan dan
dianjurkan untuk shalat jumat dengan syarat telah mendapatkan izin suami atau walinya,
tidak menimbulkan fitnah, tidak memergunakan parfum, dan tidak berhias. Kalau mereka
bisa memenuhi kelima syarat tersebut, mereka dianjurkan untuk ke masjid karena shalat
jumat dikerjakan satu kali dalam seminggu di mana di dalamnya ada khutbah yang sangat
berguna bagi mereka selain juga menjadi sarana untuk berkenalan dengan para wanita
muslimah lainnya.

Lalu, ketika melakukan shalat jumat barisan kaum wanita berada di belakang laki-laki, tidak
mengangkat kepala sebelum kaum lelaki mengangkat kepala, dan harus segera pulang
sebelum kaum lelaki.

Sedang Dalam Perjalanan

Siapapun baik wanita maupun pria bila sedang dalam perjalanan, justru gugur kewajibannya
untuk ikut shalat Jum’at. Sementara para wanita, sejak awal memang tidak ada kewajiban
sedikit pun untuk ikut shalat Jum’at di masjid. Baik dia sedang mukim di rumahnya maupun
ketika sedang dalam perjalanan.

Ibnu Qudamah berkata, “Adapun wanita, maka tidak ada perbedaan bahwa shalat Jum’at
tidak wajib bagi mereka. Sedangkan Ibnu Al-Mundzir berkata bahwa para ulama yang aku
ketahui telah bersepakat bahwa tidak ada kewajiban Jum’at bagi wanita.” (Lihat Kitab Al-
Mughni jilid 2 halaman 338)

Imam Nawawi berkata, “Kami telah jelaskan bahwa mereka yang memiliki udzur seperti
hamba sahaya, wanita dan musafir dan lain-lainnya, kewajiban bagi mereka adalah hanya
shalat Dzuhur. Tetapi jika mereka melaksanakan sholat Dzuhur adalah sah. Dan jika mereka
meninggalkan sholat Dzuhur untuk melaksanakan sholat Jum’at maka hal itu cukup bagi
mereka menurut ijma.” Demikian disebutkan oleh Al-Imam An-Nawawi dalam kitab legen
dari beliau, Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab pada 4 halaman 495.

Jadi bagi seorang wanita, dia punya pilihan yang sama-sama bebas untuk ditentukan. Dia
boleh shalat Dzuhur atau kalau dia mau dan tidak merepotkan, dia jua boleh ikut shalat
Jumat bersama laki-laki asalkan tersedia tempat cukup untuk itu.

Ketika Dikumandangkan Adzan

Adapun mengenai pertanyaan yag kedua, mendengarkan suara adzan memang


diperintahkan bagi siapa saja yang mendengarnya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW
Page1

berikut ini :

www.tarbiyah-online.com
Seri: Ibadah

“Dari Abu Said Al-Khudri berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Apabila kamu mendengar
suara adzan , maka ikutilah seperti apa-apa yang dikatakan oleh muadzin” (HR Bukhari dan
Muslim).

Perintah pada hadits tersebut berlaku untuk setiap orang yang mendengar suara adzan baik
dalam keadaan suci atau tidak, junub atau haid, kecuali dalam keadaan jima’. Hanya saja
para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan maksud perintah tersebut. Menurut
Hanafiyah dan Ahli Zhahir perintah tersebut menunjukkan wajib sehingga mendengarkan
suara adzan itu hukumnya wajib. Sementara itu, menurut Jumhur Ulama perintah pada
hadits tersebut tidak menunjukkan wajib, tetapi hanya sunnah saja. Sebab, berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi SAW pernah mendengar suara adzan,
tetapi tidak mengikuti seperti apa-apa yang dikatakan oleh muadzin seperti “Allahu akbar”,
beliau menjawabnya “alal fithrah”, “tasyahhud”, beliau menjawabnya dengan ucapan,
‘kharajta minan-naar”. Andaikata wajib, maka beliau akan menjawab sebagaimana yang
dikatakan oleh muadzin selain “hayya’alatain”.

Sementara itu, dalam hadits yang lain justru beliau menjawab seruan adzan sebagaimana
yang dikumandangkan oleh muadzin. Hadits tersebut secara lengkap berbunyi :

“Dari Ummu Salamah bahwasannya Nabi SAW berkata seperti yang diucapkan oleh muadzin
sampai ia diam” (HR Imam An Nasa’i).

Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, yang jelas mendengarkan suara adzan yang
sedang dikumandangkan memang diperintahkan dalam islam. Sambil mendengarkan suara
adzan kita diperintahkan untuk menjawab setiap yang diucapkan muadzin dengan ucapan
yang sama kecuali “hayya’alatain”, maka kita menjawabnya dengan “laa hawla walaa
quwwata illaa billaah”. Kemudian, setelah adzan selesai dikumandangkan kita disunnahkan
membaca doa.

Selanjutnya, apa yang harus kita lakukan kalau kita datang ke masjid sedangkan adzan
sedang dikumandangkan ? Hendaknya kita mendengarkan dan menja-wabnya sambil berdiri,
kemudian kita melakukan shalat sunnah “tahiyyatul Masjid” dua rakaat. Sebab, sholat
sunnah tersebut merupakan penghormatan kita terhadap masjid sebagai tempat sujud
kepada Allah (ibadah). Penghormatan tersebut kita lakukan sebelum duduk berdasarkan
hadits Nabi SAW berikut ini :

“Dari Abu Qatadah berkata, Rasulullah saw bersabda, “Bila salah seorang dari kamu masuk
masjid, maka jangan duduk lebih dahulu sebelum shalat dua rekaat (tahuyyatul masjid)” (HR
Imam Bukhari dan Muslim).

Begitu pentingnya shalat sunnah tahiyatul masjid sampai-sampai beliau pernah menegur
salah seorang sahabatnya yang datang terlambat dalam shalat jum’at. Sahabat tersebut
datang ketika beliau sedang berkhutbah dan langsung duduk. Kemudian beliau menyuruhnya
berdiri untuk melakukan shalat tahiyatul masjid terlebih dahulu.

Jadi, ketika kita datang ke masjid untuk melakukan shalat jum’at bertepatan dengan adzan,
hendaknya kita mendengarkan adzan terlebih dahulu. Hal ini kita lakukan dengan berdiri
karena setelah adzan selesai kita harus melakukan shalat tahiyatul masjid. Wallahu a’lamu
bish-shawab. Drs. Sopa AR, MA.
Page1

www.tarbiyah-online.com

Anda mungkin juga menyukai