Anda di halaman 1dari 3

POIN-POIN MASUKAN TENTANG PENGGERAKAN MASYARAKAT

1. Tujuan penyelenggaraan Desa sebagaimana diamanatkan oleh UU No 6 tahun


2014 tentang Desa, yakni terwujudnya Desa yang maju, mandiri, dan sejahtera
tanpa harus kehilangan jati diri. Berkaitan hal tersebut, maka pembangunan
desa dilakukan dengan semangat gotong-royong serta memanfaatkan kearifan
local serta sumber daya alam Desa. Pembangunan Desa sendiri merupakan
upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa.

2. Di dalam pembangunan Desa dilakukan pemberdayaan masyarakat desa.


Pemberdayaan masyarakat desa diartikan sebagai upaya mengembangkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan,
sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan
sumberdaya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan
pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan
masyarakat desa.

3. Pada dasarnya, ‘pemberdayaan masyarakat’ memiliki 5 elemen utama, yaitu:


a. Pemenuhan kebutuhan dasar yang meliputi fisik (perumahan, infrastruktur),
kesehatan (nutrisi dan sanitasi dan air bersih), pendidikan, serta
pengembangan pendapatan;
b. Kemampuan mengorganisir diri (self-organized) yang meliputi pengembangan
organisasi rakyat (di bidang sosial, ekonomi, dan politik), serta pendampingan
(oleh community organizer/community developer);
c. Peningkatan akses terhadap: informasi, modal/sumberdaya, teknologi,
kesehatan, dan pendidikan;
d. Peningkatan kesadaran kritis, meliputi hak masyarakat, keadilan dan
kesetaraan, hak-hak individu, serta lingkungan kehidupan;
e. Kontrol sosial, dalam hal pengambilan keputusan, pelaksanaan peraturan,
menjaga tata nilai di keluarga maupun di masyarakat.

4. Inti dari pemberdayaan masyarakat adalah pengembangan partisipasi. Dalam


hal pemberdayaan masyarakat desa, maka pengembangan partisipasi dapat
dilakukan melalui penggerakan masyarakat.
Penggerakan masyarakat sendiri meliputi: pelatihan, penyuluhan, dan
pendampingan.

5. Dari aspek kewenangan organisasi di lingkungan Kementerian Desa,


Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi maka kondisi sekarang
dalam bidang pemberdayaan masyarakat:
 Ditjen-Ditjen teknis sebagai regulator kebijakan pemberdayaan
masyarakat (lihat angka 3 di atas);
 Balilatfo seharusnya sebagai regulator kebijakan teknis pemberdayaan
SDM masyarakat, namun saat ini tupoksinya baru mencakup regulator
kebijakan teknis di bidang pendidikan dan pelatihan masyarakat, dan
belum mencakup pemberdayaan SDM secara utuh dalam arti
penggerakan yang mencakup pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan;
 Puslatmas, sebagai unit kerja yang membidangi pelatihan masyarakat di
lingkungan Balilatfo, tupoksinya sebatas menyusun bahan-bahan
kebijakan dan pedoman di bidang pelatihan masyarakat, seperti program
pelatihan masyarakat, standarisasi pelatihan, dan sebagainya, dan tidak
mencakup penggerakan SDM masyarakat secara utuh;
 UPTP-UPTP Balai Latihan Masyarakat seharusnya sebagai operator/
eksekutor pemberdayaan masyarakat, namun saat ini tupoksinya baru
sebagai operator/eksekutor pelatihan masyarakat;
 Para Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) yang ada di UPTP-UPTP/Balai
Latihan Masyarakat tupoksinya sudah mengarah sebagai penggerak
masyarakat, karena sudah mencakup pelatihan, penyuluhan, dan
pendampingan/pengembangan.

6. Agar pemberdayaan SDM masyarakat Desa dapat berjalan efektif dan tujuan
pembangunan Desa dapat tercapai, maka dari aspek kelembagaan, Balilatfo
selaku regulator perlu diperluas tupoksi dan disesuaikan nomenklaturnya
agar dapat mengatur kebijakan pemberdayaan SDM masyarakat Desa utamanya
penggerakan secara utuh, meliputi pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan.

7. Dengan perluasan tupoksi yang diusulkan pada angka 6 di atas, maka Balilatfo
akan menghasilkan:
a. Regulasi tentang pemberdayaan SDM masyarakat/penggerakan masyarakat
Desa;
b. Regulasi tentang pendidikan bagi PNS/ASN;
c. Regulasi tentang penelitian dan pengembangan;
d. Regulasi tentang informasi
di bidang desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi.
Terkait regulasi tentang pemberdayaan SDM masyarakat/penggerakan
masyarakat, dapat disusun misalnya:
 Permen “induk” tentang penggerakan masyarakat; dalam hal ini, jika
terlalu luas, maka Permen induk tersebut dapat dipecah ke dalam
Permen-Permen yang lebih spesifik, misalnya permen tentang pelatihan
masyarakat, permen tentang penyuluhan, permen tentang pendampingan;
 Permen tentang PSM;
 Dan sebagainya.

8. Untuk mewujudkan perluasan tupoksi dan perubahan nomenklatur seperti


dimaksud pada angka 6, diperlukan:
 Policy paper dengan muatan materi pemberdayaan masyarakat melalui
penggerakan dengan komponen pelatihan, penyuluhan, dan
pendampingan/pengembangan;
 Pembahasan internal di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi;
 Pengajuan usulan perluasan tupoksi dan penyesuaian nomenklatur
Balilatfo, Puslatmas, dan UPTP-UPTP/Balai-Balai Latihan Masyarakat ke
Menteri PAN & RB.
Hal tersebut berdampak dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk
persiapan dan pelaksanaannya, yang mungkin tidak dapat selesai pada sisa
waktu tahun anggaran 2015 ini.

9. Mengenai draft Permendes tentang Pelatihan Masyarakat:


 Secara substansi telah melalui proses pembahasan intensif dengan
melibatkan para narasumber dan tenaga ahli di bidang pelatihan, baik
untuk pelatihan berbasis masyarakat (PBM) maupun pelatihan berbasis
kompetensi (PBK), serta beberapa kali penyempurnaan draft;
 Dari sisi waktu, draft edisi terakhir (tanggal……..) memungkinkan untuk
dijadikan Permendes sebelum akhir tahun anggaran 2015.

10. Kondisi draft Permendes edisi terakhir:


Masih terdapat perbedaan pandangan tentang substansi pendekatan pelatihan,
yang mengatur apakah hanya memuat pelatihan berbasis kompetensi (PBK) saja,
atau pelatihan yang mencakup baik berbasis masyarakat (PBM) maupun
berbasis kompetensi (PBK). Dalam hal ini, sebagaimana diketahui bahwa:
 Pelatihan berbasis kompetensi (PBK) utamanya untuk meningkatkan daya
saing individu, terutama jika semakin dibutuhkan tenaga di sector jasa
yang mensyaratkan berbasis kompetensi; sehingga sifat pelatihan
berpusat pada individu orang yang dilatih. Penekanan lebih kepada hard
skill, melalui learning to know, learning to do, dan learning to be
(professional). Di dalam PBK akan dicetak individu-individu yang
professional.
 Pelatihan berbasis masyarakat (PBM) utamanya untuk mendorong
kegotong-royongan, membangun kebersamaan dan modal sosial
masyarakat, sebagai dasar pembangunan Desa dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat (pembangunan partisipatif). PBM diberikan kepada
masyarakat/komunitas maupun kepada individu. Di dalam PBM
diajarkan learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to
live. Selain ada aspek hard skill, juga ada aspek soft skill (learning to live).
Berkaitan dengan sifat penggerakan masyarakat, maka hal tersebut
sangat sesuai jika dilakukan melalui PBM, karena di dalam PBM
diajarkan materi untuk mendorong kebersamaan, gotong-royong untuk
kemajuan bersama, dan kekeluargaan.

Anda mungkin juga menyukai