Anda di halaman 1dari 3

Yahudi Qainuqa'

perjanjian lintas agama yang disepakati oleh seluruh lapisan masyarakat Madinah nampaknya
tidak diindahkan oleh kaumYahudi. Orang-orang Yahudi benar-benar geram dengan keberadaan kaum
Muslimin di lingkungan mereka. Pada mulanya, mereka hanya menggerutu tetapi lama-kelamaan
mereka makin gusar, terutama Yahudi bani Qainuqo' yang menguasai pasar terbesar di Madinah.
Apalagi kini warga Muslim juga telah berhasil mendirikan pasar kecil sendiri, yang dimana karena alasan
keagamaan tidak memberlakukan riba. Bagi kaum Yahudi, ini adalah sebuah ancaman di masa
mendatang karena beberapa penghijrah adalah orang-orang yang mahir dalam perdagangan. Jika
dibiarkan, bukan tidak mustahil kekuatan mereka menguasai pasar akan digeser oleh sahabat-sahabat
Nabi. Harapan satu-satunya adalah membenturkan warga Muslim dengan suku Quraisy. Dengan begitu
Madinah akan segera kembali seperti sedia kala. Oleh karena itu, kaum Yahudi terus memberikan
informasi penting seputar perkembangan warga Muslim kepada penduduk Mekah. Dan jika diperlukan,
mereka siap menurunkan tentaranya untuk membantu serangan Quraisy.

Itulah yang akan mereka lakukan dari luar kota Madinah. Dari dalam kota, kaum Yahudi siap
menyokong orang-orang munafiq yang didipimpin oleh Ibn Ubayy untuk menyerobot kembali kekuasaan
yang sempat hilang. Orang-orang munafiq inilah yang sangat merepotkan karena mereka berada di
lingkungan sendiri. Kondisi ini lansung ditanggapi oleh Allah SWT. Berkenaan dengan keculasan yang
dilakukan orang-orang Yahudi.

"Dan jika kamu khawatir akan terjadinya penghianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah
perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berkhianat." (QS. Al-Anfal 58)

Rasulullah menjalankan baik-baik perintah Allah SWT, dan beliau segera memberikan peringatan
pada orang-orang Yahudi di pasar bani Qainuqo'. Beliau berharap keajaiban yang terjadi di Badar akan
membuat Yahudi memikirkan kembali keculasan- keculasan mereka. Rasul memperingatkan agar jangan
sampai mereka mengalami mimpi buruk seperti yang dialami oleh orang-orang Quraisy.

"Hai Muhammad", kata mereka. Jangan kau menepuk dada terlebih dahulu atas kemenangan yang kau
raih di Badar, sebab di sana kamu hanya menghadapi lawan yang tidak becus berperang. Seandainya
saat itu kami yang menjadi lawanmu, niscaya kau akan tahu bahwa siapa kami sebenarnya".

Sampai di sini Nabi masih mendiamkan mereka hingga akhirnya terjadilah sebuah pelecehan
yang dilakukan seorang pengrajin emas. Hari itu seorang Muslimah Ansor pergi ke pasar bani Qainuqo'
untuk mencari berbagai barang kebutuhan. Dengan mengenakan jubah besar dan cadar yang menutup
wajahnya, wanita itu mendekati seorang tukang emas Yahudi. Beberapa lelaki Yahudi meledeknya,
bahkan mereka meminta agar cadarnya dibuka. Terang, wanita Ansor itu menolak mentah-mentah
permintaan memalukan itu. Namun salah seorang lelaki telah mengikatkan ujung gaun muslimah itu
sehingga ketika ia berdiri maka terbukalah auratnya. Ia lantas berteriak sejadi-jadinya. Hatinya marah
bercampur malu.
Seorang lelaki Muslim yang kebetulan berada tak jauh dari situ segera melompat dan
menyerang si pengrajin emas. Melayangkan pukulan dan menikamnya hingga tewas. Beberapa orang
Yahudi tidak terima, mereka segera menangkap lelaki Muslim itu dan mengamuknya hingga meninggal.
Kini darah kedua belah pihak telah semburat dan keadilan menuntut untuk ditegakkan. Keluarga dari
pihak Ansor tidak terima dengan pembunuhan itu. Mereka lantas mendatangi Nabi, memohon bantuan
agar beliau sudi membantu menuntut keadilan pada orang Yahudi.

Masalah ini sebetulnya mudah untuk diselesaiakan seandainya saja kaum Yahudi mau duduk
bersama Nabi untuk membicarakan hal tersebut. Sesuai dengan tujuan pertama datang ke Madinah,
beliau mengemban tugas sebagai juru damai. Saat itu Nabi menghubungi pihak-pihak yang terlibat
dalam pertikaian di pasar itu dan memperingatkan kepada orang Yahudi agar jangan mengganggu lagi
warga Muslim. Serta tetap menjaga perjanjian perdamaian dan saling menghormati dalam keragaman
beragama. Sayang mereka justru menampakkan kepongahannya dengan memamerkan sekitar tujuh
ratus tentara bersenjata lengkap di dalam benteng Qainuqo'. Itu adalah dua kali lipat jumlah tentara
Muslim yang diberangkatkan ke Badar. Selain itu, mereka juga mengatur barisan dengan memohon
bantuan kepada sekutu lamanya, Ibn Ubayy dan 'Ubadah ibn Shamit dari suku Khazraj.

Kaum Yahudi telah melakukan kesalahan besar dengan mengambil tindakan gegabah itu.
Mereka tak sadar, bahkan gelap mata, bahwa orang-orang Arab yang dulu berdampingan dengan
mereka, kini hampir separo lebih telah menyatakan keteguhannya untuk ikut serta mengamankan
Madinah dari berbagai tindak keonaran. Apalagi setelah kemenangan Badar, banyak di antara mereka
yang akhirnya berkenan membuka kerjasama dengan kaum Muslimin. Ibn Ubayy saat ini juga tidak
begitu berpengaruh, bahkan ketika ia mengajak berembuk dengan 'Ubadah ibn Shamit akan nasib
sekutu Yahudinya itu, 'Ubadah tetap kukuh bahwa siapa saja yang tidak menghormati piagam Madinah,
maka mereka pantas dihukum. Akhirnya Ibn Ubayy pun tidak bisa menyokong bantuan militer pada
Yahudi Qainuqo'.

Pada pertengahan Syawal, Rasulullah memimpin pasukannya untuk mengepung bani Qainuqo'
yang membangkang. Di awal masih menampakkan kesombongannya karena mereka yakin akan
mendapatkan sokongan dari Ibn Ubayy. Tetapi setelah dua pekan bertahan, akhirnya mereka sadar
bahwa bantuan tidak mungkin datang. Harapan mereka telah berganti dengan cemas. Sampai di sinilah
mereka mampu bertahan dari kepungan kaum Muslim dan akhirnya memutuskan untuk menyerah
tanpa syarat.

Sikap ini ditanggapi baik oleh Rasulullah, meskipun bukan berarti beliau tidak akan menindak
tegas pelanggaran itu. Ibn Ubayy tergopoh-gopoh mendatangi kemah Rasulullah untuk memohonkan
ampun. Ia khawatir Rasul akan membunuhi kaum lelakinya dan menahan perempuan serta anak-anak
seperti yang sering terjadi di padang pasir. Rasulullah tidak seperti itu. Beliau menerima tawaran dari
Yahudi yang menyatakan siap angkat kaki dari Madinah asal dijamin keselamatannya. Pihak Yahudi dan
Muslim setuju, mereka akan keluar dari Madinah dengan jaminan keselamatan akan tetapi mereka
harus melucuti persenjataan perangnya.
Adalah 'Ubadah ibn Shamit yang beliau tunjuk untuk mengurusi kesepakatan itu. Di hari yang
ditentukan, orang-orang Yahudi keluar meninggalkan Madinah dengan membawa barang- barang yang
dapat mereka muat di atas punggung unta. Mereka menuju utara dan menetap di pinggiran Syiria.

Anda mungkin juga menyukai