Anda di halaman 1dari 7

Perang Bani Qainuqa terjadi setelah Perang Badar Kubro.

Perang Bani Qainuqa adalah


perperangan yang terjadi antara Kaum Muslimin dengan Kaum Yahudi Bani Qainuqa.
Perperangan ini terjadi pada bulan Syawal 2 Hijriah dan Dimenangkan oleh Kaum Muslimin.
Tepatnya pada Sabtu pertengahan Syawal.
A. Penyebab
Ketika ada seorang wanita muslimah berbelanja di Pasar Bani Qainuqa, orang-
orang Yahudi melecehkannya dengan meminta agar wanita tersebut menyingkap jilbabnya.
Tentu saja wanita tersebut menolaknya. Kemudian seorang penjual perhiasan mengikat ujung
pakaiannya tanpa dia ketahui sehingga ketika dia berdiri aurat wanita tersebut tersingkap diiringi
derai tawa orang-orang Yahudi di sekitarnya. Wanita tersebut berteriak kemudian salah seorang
Sahabat datang menolong dan langsung membunuh pelakunya. Namun,kemudian orang-
orang Yahudi mengeroyok dan membunuhnya.

Ketika berita ini sampai kepada Nabi Muhammad SAW, dia langsung mengumpulkan


tentaranya, dan memberikan bendera perang kepada Hamzah bin Abdul-Muththalib. Lalu mereka
menuju Bani Qainuqa. Ketika melihat Kaum Muslimin, orang-orang Yahudi segera berlindung
di balik benteng-benteng mereka. Pasukan Rasulullah SAW mengepung mereka dengan rapat
selama 15 hari pada bulan Syawal hingga awal Dzulqaidah tahun 2 Hijriah.
Akhirnya Bani Qainuqa menyerah karena ketakutan melanda mereka. Lalu mereka menyerahkan
keputusannya kepada Rasulullah SAW.

Abdullah bin Ubay bin Salul dengan gaya kemunafikkannya membujuk Rasulullah SAW agar
tidak membunuh mereka. Rasulullah SAW akhirnya mengusir mereka dari kota Madinah agar
tidak tinggal berdampingan dengan kaum Muslimin.

Untuk lebih menunjukkan ketegasan Rasulullah SAW dalam masalah ini, dia memerintahkan
untuk membunuh Ka'ab bin Al'Asyraf, seorang yahudi yang paling dengki terhadap Islam dan
kaum muslimin dan secara terang-terangan sering menyakiti kaum muslimin. Hal tersebut
semakin besar pengaruhnya karena dia orang terpandang di kaumnya, kaya raya dan penyair.
Tugas tersebut dilaksanakan oleh para Sahabat yang dipimpin oleh Muhammad bin Maslamah.
Hal ini semakin menambah kegentaran orang-orang Yahudi bahwa Rasulullah SAW tidak segan-
segan mengambil tindakan tegas jika ada yang bertindak sewenang-wenang terhadap kaum
muslimin.

Sebelum perang Bani Qainuqa pecah, kaum Muslim hidup berdampingan dengan kaum Yahudi
melalui Piagam Madinah. Dalam perjanjian damai tersebut tertuang apa saja hak-hak dan
kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan
Madinah, sehingga mereka menjadi satu kesatuan komunitas.  

Sayangnya, kebencian kaum Yahudi terhadap Rasulullah SAW dan umat Muslim tidak
terbendung. Sehingga menurut kitab-kitab sirah, pecahnya Perang Qainuqa disebabkan karena
ketidaksukaan dan kedengkian kaum Yahudi yang semakin menjadi-jadi pascakemenangan
kaum Muslim atas orang-orang Quraisy dalam Perang Badar. 
KABILAH BANI QAINUQA’
Bani Qainuqa' adalah salah satu dari kabilah Yahudi yang menetap
di Madinah dimasa Nabi Muhammad saw. Sebagian ahli sejarah meragukan akan keyahudian
mereka, meski mereka mengaku berasal dari keturunan ‘Aisu, saudara Nabi Ya'qub as. Dengan
banyaknya penggunaan nama yang sama serta kemiripan tradisi yang dimiliki Bani Qainuqa'
dengan masyarakat Arab pada umumnya membuat akar keyahudian mereka sulit untuk dilacak.
Tempat tinggal Bani Qainuqa' dan masa hijrah mereka ke Madinah juga tidak diketahui secara
pasti.
Setelah beberapa lama kabilah-kabilah Yahudi menguasai kota Madinah, kekuasaan
mereka berpindah ke tangan orang-orang Arab Bani Qilah dan orang-orang Yahudi terpaksa
melakukan perjanjian damai dengan kabilah-kabilah Arab yang lain. Ketika dua kabilah lain
bergabung dengan Aus, maka Bani Qainuqa' mengikat perjanjian dengan Khazraj. Menurut
Jawad Ali, mereka juga mengikat perjanjian dengan Aus. Menurut catatan sejarah, hubungan
Bani Qainuqa' dengan kabilah Yahudi lainnya seperti Bani Quraizhah dan Bani Nadhir sangat
panas, bahkan berkali-kali mereka saling berperang.
Bani Qainuqa' menetap di bagian selatan kota Madinah. Mereka memiliki benteng dan
pasar yang terkenal. Karena itu, pendapat yang menyebutkan bahwa mereka menetap di jantung
kota Madinah  tidak benar. Berbeda dengan kabilah Yahudi lainnya, mereka tidak memiliki areal
persawahan dan perkebunan kurma di Madinah. Pekerjaan utama mereka, adalah pengrajin emas,
tukang pandai besi dan pembuat sepatu.

LATAR BELAKANG PERANG QAINUQA’


Nabi Muhammad saw setelah hijrah ke Madinah melakukan serangkaian perjanjian
dengan kabilah Yahudi dan mengizinkan mereka tetap menetap di Madinah dengan syarat
mereka tidak boleh membantu musuh umat Islam. Bani Qainuqa' adalah kabilah pertama yang
mengingkari perjanjian tersebut dan mengobarkan peperangan melawan kaum Muslimin.
Riwayat para ahli sejarah mengenai dimulainya perang, dapat disimpulkan menjadi 3 versi:
 Nabi Muhammad saw sepulangnya dari perang Badar (pada bulan Ramadhan tahun ke-2 H)
mengumpulkan Bani Qainuqa' di pasar mereka dan meminta mereka untuk mengambil
pelajaran dari kekalahan Quraisy dan memeluk Islam. Namun pembesar Yahudi Bani
Qainuqa' mengatakan, mereka adalah pasukan perang yang terlatih dan tidak akan
mengalami kekalahan seperti nasib Quraisy di perang Badar.
 Seorang perempuan muslimah dengan maksud hendak menjual susu  atau membeli
perhiasan menuju ke pasar Bani Qainuqa'. Namun setibanya di pasar, seorang Yahudi
penjual emas mengejek dan menjadikannya bahan tertawaan. Seorang muslim yang melihat
kejadian tersebut, karena tersinggung dan membela kehormatan muslimah tersebut,
membunuh penjual emas tersebut, yang kemudian juga terbunuh ditangan orang Yahudi
yang lain. Berita kejadian tersebut sampai ke telinga Nabi Muhammad saw, yang seketika itu
juga ia mengumumkan perang dengan Bani Qainuqa'.
 Sewaktu ayat 58 surah Al-Anfal turun kepada Nabi Muhammad saw, ia pun mengerahkan
pasukan perang menuju ke pemukiman Bani Qainuqa'.
Ibnu Ishak meriwayatkan ketiga versi ini namun ia menulis ayat lain pada versi yang
ketiga. Waqidi menukil versi pertama dan kedua secara berurutan namun Ibnu Sa'ad hanya
menukilkan versi yang ketiga.
Thabari dengan mempadukan versi yang pertama dan ketiga menuliskan, setelah Bani Qainuqa'
melakukan penolakan atas perkataan Rasulullah saw, ayat 58 surah Al-Anfal itu turun.
Sebagian sumber lain menyebutkan, pengkhianatan kabilah Yahudi terjadi setelah perang Badar
usai, namun tidak mengungkap pemicu terjadinya perang dengan Bani Qainuqa' tersebut. 
Perkiraan Watt pergerakan melawan Nabi Muhammad saw dan pembangkangan dari kabilah
Yahudi adalah pemicu utama terjadinya perang tersebut.

WAKTU TERJADINYA PERANG QAINUQA’


Mayoritas sumber menyebutkan, perang dimulai pada hari sabtu 15 Syawal tahun ke-2
H dan berakhir pada awal bulan Dzulkaidah di tahun yang sama.[15] Riwayat lain menyebutkan,
sewaktu Nabi Muhammad saw mendapat kemenangan atas Bani Qainuqa' dan kembali ke
Madinah, bertepatan dengan hari raya Idul Qurban (10 Dzulhijjah) dan beliau bersama penduduk
menyelenggarakan salat Id yang pertama.
Thabari dalam riwayat lain yang dinukilnya dari Ibnu Ishak, menulis bahwa setelah Nabi
Muhammad saw kembali dari perang Badar, kecuali pada hari-hari pertama bulan Syawal,
sebagian dari bulan Syawal dan Dzulqa'dah, ia menetap di kota Madinah. Riwayat lain
menyebutkan kemungkin terjadinya perang tersebut pada bulan Shafar tahun ke-3 H. Bakan
dikatakan bahwa pengasingan Bani Qainuqa' dan Bani Nadhir terjadi pada waktu yang
sama. Banyaknya versi yang beragam mengenai waktu terjadinya perang ini, membuat sulitnya
menentukan waktu yang pasti mengenai terjadinya peristiwa ini.

AKHIR DARI PEPERANGAN


Usai memenangkan peperangan melawan Bani Qainuqa', kaum Muslimin diperintahkan
oleh Nabi Muhammad saw untuk memboikot kabilah Yahudi tersebut. Pasca 15 hari kemudian,
Nabi saw memerintahkan agar Bani Qainuqa' diasingkan keluar Madinah. Pada awalnya Nabi
Muhammad saw hendak menghukum mati laki-laki dan menjadikan perempuan dan anak-anak
Bani Qainuqa' sebagai budak. Namun kemudian hal tersebut tidak dilakukannya, melainkan
mengasingkan Bani Qainuqa' ke Idzraat di Syam.
Bal'ami menulis Nabi Muhammad saw menetapkan hukuman pengusiran atas Bani
Qainuqa'. Sebagian warga dari kaum Yahudi dengan menyatakan diri masuk Islam, mereka tetap
diizinkan menetap di Madinah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat, dalam proses
pemakaman Abdullah bin Ubay tahun ke-9 H, sejumlah orang dari Bani Qainuqa' juga turut
hadir. Pendapat yang mengatakan bahwa Abdullah bin Salam termasuk dari mereka yang
menyatkan diri masuk Islam adalah tidak benar, sebab menurut satu riwayat dia masuk Islam
sebelum Nabi saw berhijrah ke Madinah dan menurut riwayat lain ia masuk Islam tak lama
setelah beliau melakukan hijrah.
Pada perang ini, Sa'ad bin Mu'adz melarang ikut campurnya kabilah Yahudi lainnya.
Bendera putih Nabi Muhammad saw berada di tangan Hamzah bin Abdul Muththalib. Abu
Lubabah bin al-Mundzir Amri ditunjuk oleh Nabi Muhammad saw untuk menjadi wakilnya di
Madinah. Mudzir bin Qudamah Salma ditugaskan untuk mengikat tahanan dari Bani Qainuqa'
yang tertangkap  dan Muhammad bin Maslamah ditunjuk sebagai penanggungjawab yang
mengumpulkan harta benda Bani Qainuqa' sebagai harta rampasan perang.
Mayoritas sumber menyebutkan, jumlah laki-laki dewasa Bani Qainuqa' sebanyak 700
orang namun dari harta rampasan perang yang didapatkan nampak bahwa jumlah tersebut terlalu
berlebih-lebihan dan pendapat penulis kitab al-Tanbih wa al-Isyrāf yang menyebutkan jumlah
orang Yahudi 400 orang, lebih dekat pada realita.
Usai perang, kaum perempuan dan anak-anak Bani Qainuqa' tetap dibiarkan namun harta
mereka harus diserahkan kepada kaum Muslimin. Diriwayatkan oleh Waqidi yang dinukilnya
dari ayah Rabi' bin Sabrah bahwa Bani Qainuqa' menyertakan semua hartanya kecuali unta yang
akan ditunggangi kaum perempuan dan anak-anak. Oleh Nabi Muhammad saw mereka diberi
tenggang waktu selama tiga hari untuk meninggalkan kota Madinah. ‘Ubadah bin Shamit
diperintahkan Nabi saw untuk menjadi penanggungjawab yang menjamin mereka telah
meninggalkan Madinah dalam 3 hari.

PERAN SEKUTU BANI QAINUQA’


Peran sekutu Bani Qainuqa' dalam perang ini juga patut mendapat perhatian. ‘Ubadah bin
Shamit dan Abdullah bin Ubay bin Salul adalah dua pembesar kabilah Khazraj. ‘Ubadah adalah
seorang muslim yang terpercaya, ia mengecam pelanggaran perjanjian yang dilakukan Bani
Qainuqa' dan ketika ia menemui Nabi Muhammad saw, ia menyampaikan telah membatalkan
perjanjian kerjasama dengan Bani Qainuqa' yang sebelumnya disepakati.
Sementara Abdullah bin Ubay, yang dikenal sebagai gembongnya kaum Munafikin, pada
peristiwa ini berdiri di dua kaki. Ia mendukung dan mendorong Bani Qainuqa' untuk melakukan
pemberontakan dan mengobarkan peperangan melawan Nabi Muhammad saw, namun disaat
yang sama ia menolak untuk mengirim pasukan membantu Bani Qainuqa'. Setelah Nabi saw
memenangkan peperangan dan menjadikan Bani Qainuqa' sebagai tahanan, Abdullah bin Ubay
meminta kepada Nabi saw untuk memaafkan Bani Qainuqa'. Namun Nabi Muhammad saw
mengutuknya dan orang-orang Yahudi dan tetap menetapkan hukuman atas mereka dengan
mengusir mereka dari Madinah.

RAMPASAN PERANG DARI BANI QAINUQA’


Nabi Muhammad saw membagikan rampasan perang dari Bani Qainuqa' kepada sahabat-
sahabatnya dan untuk pertama kalinya ia mengambil seperlima darinya. [33] demikian juga Nabi
Muhammad saw dari harta rampasan perang tersebut mengambil 3 busur panah, 2 baju besi, 3
pedang dan juga 3 tombak. 2 baju besi yang diambilnya kemudian diserahkannya kepada
Muhammad bin Maslamah dan Sa'ad bin Mu'adz.

PELAJARAN DARI KISAH


1. Peristiwa ini menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi memendam rasa iri dan benci
terhadap kaum Muslimin serta mereka menempuh segala cara untuk mengkhianati kaum
Muslimin dan imam mereka
2. Peristiwa ini dan pembelaan `Abdullâh bin Ubay bin Salûl terhadap orang-orang Yahudi
serta perannya dalam berbagai fitnah, menebarkan berita-berita menyimpang di tengah kaum
Muslimin merupakan dalil kuat yang menunjukkan kemunafikannya. Meski demikian,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mempergaulinya sebagai seorang Muslim. Ini
menunjukkan sebagaimana ijmâ’ para Ulama’- bahwa orang munafik dari kalangan kaum
Muslimin dipergauli di dunia sebagai seorang Muslim, sedangkan pada hari kiamat, Allah Azza
wa Jalla yang mengurusi apa yang disembunyikan oleh orang munafik dalam hatinya. Di antara
dalil yang menunjukkan hal itu adalah perkataan Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu :
“Sesungguhnya banyak orang yang dihukum berdasarkan wahyu pada masa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sekarang wahyu sudah terputus. Sekarang kami akan
menghukumi kalian dengan perbuatan-perbuatan kalian yang nampak. Barangsiapa yang
memperlihatkan kebaikan, maka kami mempercayainya dan mendekatinya dan urusan hati bukan
menjadi urusan kami sama sekali. Allah Azza wa Jalla yang akan menghisab apa yang ada dalam
hatinya. Barangsiapa yang mempelihatkan keburukan, maka tidak lagi mempercayainya,
meskipun dia mengatakan bahwa yang tersimpan dalam hatinya itu bagus.”
3. Tidak boleh loyal kepada selain Muslim, bahkan sebaliknya kita harus barâ’ (berlepas
diri) dari mereka. Kecuali jika kaum Muslimin dalam keadaan lemah dan terpaksa untuk loyal
kepada mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman:
‫ْس م َِن هَّللا ِ فِي َشيْ ٍء ِإاَّل َأنْ َت َّتقُوا ِم ْن ُه ْم ُت َقا ًة‬ َ ِ‫ِين ۖ َو َمنْ َي ْف َع ْل ٰ َذل‬
َ ‫ك َفلَي‬ ِ ‫ين َأ ْولِ َيا َء مِنْ ُد‬
َ ‫ون ْالمُْؤ ِمن‬ َ ‫ون ْال َكاف ِِر‬
َ ‫اَل َي َّت ِخ ِذ ْالمُْؤ ِم ُن‬
“Janganlah orang-orang Mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (teman akrab)
dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia
dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari
mereka.”[Ali-Imrân/3:28]

Anda mungkin juga menyukai