DISUSUN OLEH:
Penulis
M. Hanif Al-Mubaraq
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................
1.1 Rasionalisasi Pentingnya CJR.................................................................................................
1.2 Tujuan CJR.............................................................................................................................
1.3 Manfaat CJR...........................................................................................................................
1.4 Identitas Jurnal Yang Direview...............................................................................................
BAB II RINGKASAN ISI JURNAL.........................................................................................
2.1 Pendahuluan............................................................................................................................
2.2 Pemilihan Manusia Sebagai Pengurus Alam..........................................................................
2.3 Sifat-Sifat Alam Menurut Islam..............................................................................................
2.4 Kaedah-Kaedah Fiqh (Qawaid Fiqhiyyah) Dalam Pengurusan Alam Sekitar........................
2.5 Pembahagian Kaedah-Kaedah Fiqh (Qawaid Fiqhiyyah).......................................................
BAB III PEMBAHASAN/ANALISIS.......................................................................................
3.1 Pembahasan Isi Jurnal.............................................................................................................
3.2 Kelebihan Dan Kekurangan Isi Jurnal....................................................................................
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................................
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................................
4.2 Saran........................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
RINGKASAN ISI JURNAL
2.1 Pendahuluan
Pendekatan atau cara mengelola sesuatu berbeda antar kelompok manusia. Perbedaan
tersebut terjadi karena faktor keyakinan, pemahaman dan lingkungan. Secara umum ada dua
pendekatan yang dilakukan oleh manusia. Pendekatan pertama mengacu pada mereka yang
menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai sumber utama bagi semua manajemen, sedangkan
pendekatan kedua mengacu pada mereka yang memiliki sumber daya pikiran dan lingkungan
manusia. Untuk kelompok pertama, Al-Quran adalah sumber referensi pertama dan as-
Sunnah praktis referensi kedua. Sedangkan hal-hal terkini yang tidak ditemukan dalam dua
sumber utama ini akan mengacu pada pandangan ijma 'ulama'. Dalam bidang pengurusan apa
pun, pasti akan ada masalah baru yang memerlukan pendekatan tersendiri.
Dalam Islam, pendekatan yang diselenggarakan untuk menghadapi perubahan saat ini
adalah melalui qawaid fiqhiyyah atau metode fiqh. Dalam konteks pengelolaan lingkungan,
cara ini harus dipahami dan diapresiasi oleh manusia sebagai pengelola lingkungan. Berbekal
keistimewaan yang diberikan oleh Allah SWT, maka manusia diangkat sebagai khalifah-Nya
di muka bumi.
2.2 Pemilihan Manusia Sebagai Pengurus Alam
Manusia adalah satu-satunya makhluk Allah S.W.T yang istimewa karena dipilih sebagai
khalifah-Nya di muka bumi. Pemilihan itu merupakan suatu rencana yang telah ditetapkan
oleh Allah SWT kepada para Malaikat. Dari firman Allah swt adalah:
ٰۤ
ِ ْك لِ ْل َمل ِٕى َك ِة ِانِّ ْي َجا ِع ٌل فِى ااْل َر
ًض خَ لِ ْيفَة َ ُّۗ َواِ ْذ قَا َل َرب
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak
menjadikan khalifah di bumi.”
Seleksi semacam itu erat kaitannya dengan status pemuliaan diri yang dianugerahkan kepada
manusia dibandingkan dengan makhluk jenis hewan dan tumbuhan. Fakta ini diabadikan
dalam firman Allah SWT yaitu:
ِ ت َوفَض َّْل ٰنهُ ْم ع َٰلى َكثِي ٍْر ِّم َّم ْن خَ لَ ْقنَا تَ ْف
ض ْياًل ِ َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِ ْٓي ٰا َد َم َو َح َم ْل ٰنهُ ْم فِى ْالبَرِّ َو ْالبَحْ ِر َو َر َز ْق ٰنهُ ْم ِّمنَ الطَّيِّ ٰب
2
Artinya: “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka
di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”
A. Kesempurnaan Kejadian
Manusia diciptakan dalam bentuk yang paling lengkap dan sempurna. Keadaan adalah
anugerah dan karunia Allah SWT yang paling istimewa untuk makhluknya bernama manusia.
Fakta ini merupakan fakta yang tak terbantahkan dimana ada beberapa ayat Al-Qur'an yang
membenarkannya. Di antara firman Allah SWT sebagai berikut:
لَقَ ْد خَ لَ ْقنَا ااْل ِ ْن َسانَ فِ ْٓي اَحْ َس ِن تَ ْق ِوي ۖ ٍْم
Artinya: “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya,”
(QS. At-Tin [95]: 4)
ِ ص َو َر ُك ۚ ْم َواِلَ ْي ِه ْال َم
ص ْي ُر ُ َص َّو َر ُك ْم فَاَحْ َسن ِّ ض بِ ْال َح
َ ق َو َ ْت َوااْل َر َ َخَ ل
ِ ق السَّمٰ ٰو
Artinya: “Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar, Dia membentuk
rupamu lalu memperbagus rupamu, dan kepada-Nya tempat kembali.”
Keindahan dan kemegahan ciptaan fisik manusia adalah yang terbaik dibandingkan
dengan makhluk lainnya. Hanya orang-orang yang berakal dan mau berpikir yang memahami
keistimewaan ini. Begitu juga dengan keberadaan alis, bulu mata, mulut dan lain
sebagainya. Karena di dalam Al-Qur'an banyak sekali ayat yang mengungkapkan tentang
terjadinya indera manusia.
Kesempurnaan ciptaan manusia tidak hanya terbatas pada bentuk fisik saja, tetapi juga
dalam hal perpaduan unsur-unsur spiritual dalam diri. Perpaduan spiritualitas yang dimaksud
adalah ruh, akal dan nafsu. Sehubungan dengan itu, manusia dikaruniai kombinasi yang
lengkap, sedangkan malaikat hanya dikaruniai ruh dan akal, sedangkan hewan hanya
dikaruniai ruh dan syahwat (Ismail 1989).
B. Karunia Akal
Akal merupakan anugerah khusus dari Allah SWT kepada manusia. Konsep taklif yang
merupakan penetapan tanggung jawab seseorang juga erat kaitannya dengan akal. Hal ini
menunjukkan bahwa hanya orang yang berakal yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
ibadah kepada Allah SWT, sedangkan yang tidak berakal baik anak-anak maupun orang gila
dikecualikan. Melalui kecerdasan ini manusia dapat membedakan yang baik dan yang buruk,
berpikir dan merencanakan, meneliti dan mengevaluasi sebelum melakukan sesuatu. Yang
3
lebih mengesankan lagi, kombinasi solid antara zikrullah dan berpikir melalui akal akan
membuka peluang bagi manusia untuk meningkatkan prestasi diri menjadi ulul albab. Hal ini
tertulis melalui firman Allah SWT sebagai berikut:
ب ۙ الَّ ِذ ْينَ يَ ْذ ُكرُوْ نَ هّٰللا َ قِيَا ًما َّوقُعُوْ دًا َّوع َٰلى ٍ ار اَل ٰ ٰي
ِ ت اِّل ُولِى ااْل َ ْلبَا ِ َف الَّ ْي ِل َوالنَّه ْ ض َو
ِ اختِاَل ِ ْت َوااْل َر ِ ق السَّمٰ ٰو ِ اِ َّن فِ ْي خَ ْل
ِ َّاب الن
ار َ ك فَقِنَا َع َذ َ َض َربَّنَا َما خَ لَ ْقتَ ٰه َذا بَا ِطاًل ۚ ُسب ْٰحن ِ ۚ ْت َوااْل َر ِ جُ نُوْ بِ ِه ْم َويَتَفَ َّكرُوْ نَ فِ ْي َخ ْل
ِ ق السَّمٰ ٰو
Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan
siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal,” (190). “(yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring,
dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan
kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami
dari azab neraka.” (191). (QS. Ali-‘Imran [3]: 190-191)
Itulah pentingnya kedudukan akal menurut pandangan Islam. Tuhan menganugerahkan
manusia dengan kecerdasan tidak hanya untuk membedakan mereka dari hewan tetapi
memiliki makna yang lebih besar dari itu. Hendaknya manusia menyadari bahwa karunia
akal adalah alasan bagi manusia untuk merenungkan dan mengamati diri sendiri dan
peristiwa alam, sehingga dengan ini mereka dapat bertindak sebagai khalifah Allah SWT.
C. Kelebihan Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan sangat penting dalam setiap pengurusan. Oleh karena itu ketika Nabi Adam
a.s diangkat menjadi khalifah di muka bumi, kemudian Allah SWT mengajarkan kepada
Nabi Adam ilmu yang berkaitan dengan nama-nama benda secara keseluruhan. Kemampuan
menyebut sesuatu yang dilihat merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi manusia. Hal
ini sangat penting bagi setiap pengelola, tanpa kemampuan ini akan terjadi kerancuan atau
kebingungan dalam menjelaskan sesuatu. Perkara ini dijelaskan Allah SWT melalui firman-
Nya sebagai berikut:
ۤ
ٰ ضهُ ْم َعلَى ْال َم ٰل ِٕى َك ِة فَقَا َل اَ ۢ ْنبِـُٔوْ نِ ْي بِا َ ْس َم ۤا ِء ٰهُٓؤاَل ۤ ِء اِ ْن ُك ْنتُ ْم
َص ِدقِ ْين َ َو َعلَّ َم ٰا َد َم ااْل َ ْس َم ۤا َء ُكلَّهَا ثُ َّم َع َر
Artinya: “Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia
perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua
(benda) ini, jika kamu yang benar!” (QS. Al-Baqarah [2]: 31)
4
Artinya: “Dia (Allah) berfirman, “Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama
itu!” Setelah dia (Adam) menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, “Bukankah telah Aku
katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui
apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?” (QS. Al-Baqarah [2]: 33)
Intinya, semakin dalam pengetahuan seseorang tentang ketentuan hukum alam atau
sunnatullah, semakin ia meyakini bahwa semua itu terjadi karena ketentuan Allah SWT. Oleh
karena itu, tanpa hubungan antara ilmu dan iman, manusia akan gagal dalam menjalankan
tanggung jawabnya sebagai khalifah Allah SWT.
5
terhadap ketetapan Allah dapat dilihat dan diukur melalui ketundukan mereka terhadap sifat-
sifat positif yang ditetapkan oleh Allah SWT ke atas mereka. Diantara sifat-sifat tersebut
adalah seperti berikut:
A. Azwaj
Azwaj berarti simetris atau berpasangan. Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini
apakah terlihat atau tidak ada berpasangan. Sifat azwaj yaitu berpasangan penting untuk
menyempurnakan sistem peredaran alam semesta. Kehidupan alam tidak akan sempurna dan
berkembang tanpa adanya kehidupan yang berpasangan. Hamparan lautan yang luas akan
sempurna bila ada daratan, serta peralihan dari siang ke malam yang juga melengkapi
kehidupan manusia. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT melalui firman-Nya sebagai berikut:
ُ ِق ااْل َ ْز َوا َج ُكلَّهَا ِم َّما تُ ۢ ْنب
َت ااْل َرْ ضُ َو ِم ْن اَ ْنفُ ِس ِه ْم َو ِم َّما اَل يَ ْعلَ ُموْ ن َ َُسب ْٰحنَ الَّ ِذيْ َخل
Artinya: “Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik
dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang
tidak mereka ketahui.” (QS. Yasin [36]: 36)
B. Tawazun
Tawazun artinya seimbang, yaitu sesuatu yang kadarnya tidak terlalu banyak atau terlalu
sedikit. Simetri yang ada di dunia ini membentuk tawazun atau keseimbangan yang
merupakan fenomena yang tidak ekstrim. Allah SWT menjadikan makhluk-Nya dengan
fitrah yang seimbang dan disertai dengan takaran yang sesuai dengan tujuan kelangsungan
hidupnya. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam kitab al-Qanun fi al-Tibb, Ibnu Sina telah
mengemukakan konsep dinamisme keseimbangan kesehatan yaitu keadaan keseimbangan
kesehatan yang ada dalam kisaran tertentu yaitu antara maksimum dan minimum. Bagian
dari konsep tawazun dalam ciptaan Tuhan.
Keseimbangan akan terjadi melalui peran khusus setiap ciptaan Allah SWT, seperti
tumbuhan secara alami mengeluarkan gas oksigen, sedangkan manusia dan hewan
menghirupnya. Pada gilirannya, manusia dan hewan melepaskan gas karbon dioksida, yang
dihirup tanaman. Keseimbangan ini akan terus berlaku karena kekayaan alam terus
dilestarikan. Hal ini telah dinyatakan dengan jelas oleh Allah SWT sebagai berikut:
ۤ
ٍ َواِ ْن ِّم ْن َش ْي ٍء اِاَّل ِع ْن َدنَا َخ َزا ِٕىنُهٗ َو َما نُنَ ِّزلُ ٗ ٓه اِاَّل بِقَد
َر َّم ْعلُوْ ٍم
Artinya: “Dan tidak ada sesuatu pun, melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya; Kami tidak
menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (QS. Al-Hijr [15]: 21)
6
Adapun ayat dalam Al-Qur'an yang secara khusus menyebutkan bahwa unsur alam ini
telah ditentukan kadarnya sebagai contoh kadar hujan yang diturunkan untuk kehidupan
semua makhluk. Sebagaimana Firman Allah SWT. sebagai berikut:
ْ اِاَّل ع َٰلٓى اَ ْز َوا ِج ِه ْم اَوْ َما َملَ َك
َت اَ ْي َمانُهُ ْم فَاِنَّهُ ْم َغ ْي ُر َملُوْ ِم ْي ۚن
Artinya: “kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka
sesungguhnya mereka tidak tercela.” (QS. Al-Mu’minun [23]: 6)
Selain itu, Islam juga menghimbau kepada manusia untuk menjaga jati dirinya melalui
larangan terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT seperti ganti kelamin, kemiripan
laki-laki dengan perempuan dan sebaliknya. Larangan ini memiliki tujuan tersendiri yaitu
untuk menghindari terganggunya keseimbangan dalam kehidupan manusia. Allah SWT Yang
Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana lebih mengetahui kebiasaan manusia, oleh karena itu
telah diberikan peringatan dini agar manusia tidak melakukan hal-hal yang dapat
mengganggu keseimbangan alam. Peringatan ini terkandung dalam firman Allah SWT yaitu
sebagai berikut:
َ َوال َّس َم ۤا َء َرفَ َعهَا َو َو
ْ ض َع ْال ِم ْي َزانَ ۙ اَاَّل ت
َط َغوْ ا فِى ْال ِميْزَ ا ِن
Artinya: “Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan,”(7) “agar kamu
jangan merusak keseimbangan itu,”(8) (QS. Ar-Rahman [55]: 7-8)
Oleh karena itu, manusia sebagai khalifah Allah SWT harus mempelajari dan mendalami
isi Al-Quran sebelum mempelajari dan menjelajahi lingkungan. Ketika konsep ini dipahami
maka mereka tidak akan melampaui mizan yang telah ditetapkan dan dengan demikian
ekosistem akan berjalan dengan lancar dan seimbang. Tentunya seluruh kehidupan akan
dalam keadaan dipertahankan dan dikembangkan sesuai dengan sunnatullah.
C. Nasim
Seluruh dunia memiliki sifat nasim atau segar dan itu adalah simbol rahmat Allah SWT
untuk kehidupan. Kesegaran alam dapat dirasakan melalui angin dan turunnya hujan. Sifat
nasim ini juga dijelaskan oleh Al-Qur'an melalui kesuburan tanah yang menampilkan
kehijauan dan kesuburan tanaman di lembah dan pegunungan (Muhd Zuhdi & Amer Saifude
2002). Air adalah sumber dari semua kehidupan dan melaluinya juga kehidupan terasa lega
dan segar. Melalui air, manusia merasakan kelegaan dari rasa haus dan kesegaran setelah
mandi, begitu juga dengan tumbuh-tumbuhan yaitu dengan menyiraminya menghidupkan
7
kembali benih-benih dan menghasilkan kesuburan pohon melalui warna hijau yang
melambangkan kesegaran. Firman Allah SWT sebagai berikut:
Artinya: ”Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang,
kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang
diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati
(kering),” (QS. Al-BAqarah [2]: 164)
Dapat disimpulkan bahwa alam yang bersih dan segar berperan penting dalam
perkembangan diri manusia baik secara mental, fisik maupun emosional. Dengan ini dapat
membantu masyarakat untuk lebih ceria dan tenang dalam menjalankan tugasnya sebagai
khalifah Allah SWT. Oleh karena itu kesegaran dan kebersihan alam ini harus dijaga dan
dilestarikan oleh manusia.
D. Jamal
Sifat alam selanjutnya adalah jamal yang artinya indah dan indah. Konsep cantik dan
indah dalam Islam mengandung makna yang luas meliputi keindahan dalam pandangan dan
perasaan. Alam yang indah ini akan memanjakan mata yang memandang (Muhd Zuhdi &
Amer Saifude 2002). Sebagaimana Firman Allah SWT. sebagai berikut:
ْج ْ ت َواَ ۢ ْنبَت
ٍ ۢ َْت ِم ْن ُك ِّل زَ و
ٍ ج بَ ِهي ْ ض هَا ِم َدةً فَا ِ َذٓا اَ ْنز َْلنَا َعلَ ْيهَا ْال َم ۤا َء ا ْهتَ َّز
ْ َت َو َرب َ َْوت ََرى ااْل َر
Artinya: “Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan)
di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan menumbuhkan berbagai jenis pasangan
(tetumbuhan) yang indah.” (QS. Al- Hajj [22]: 5)
َث ۗ ٰذلِك
ِ ْض ِة َو ْال َخ ْي ِل ْال ُم َس َّو َم ِة َوااْل َ ْن َع ِام َو ْال َحر ِ َت ِمنَ النِّ َس ۤا ِء َو ْالبَنِ ْينَ َو ْالقَنَا ِطي ِْر ْال ُمقَ ْنطَ َر ِة ِمنَ ال َّذه
َّ ِب َو ْالف ِ اس حُبُّ ال َّشهَ ٰو ِ َُّزيِّنَ لِلن
هّٰللا
ِ ع ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَا ۗ َو ُ ِع ْند َٗه ُحسْنُ ْال َم ٰا
ب ُ َمتَا
Artinya: “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang
diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam
bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan
hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS. Ali-Imran [3]: 14)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa alam alam yang indah ini merupakan
anugerah Tuhan kepada manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Menikmati suasana
yang indah akan dapat menyemangati pikiran dan membantu menenangkan perasaan. Faktor-
faktor tersebut penting sebagai penunjang bagi manusia untuk mengatur alam. Oleh karena
itu, Allah SWT, Yang Maha Mengetahui, telah menciptakan dan melengkapi dunia ini dalam
8
keadaan yang indah. Oleh karena itu, manusia sebagai pengelola alam, sudah sepatutnya
menjaga dan menjaga keindahannya agar dapat dinikmati dan diapresiasi oleh generasi
penerus pengelola.
F. Fana
Fana berarti tidak kekal dan ini berarti semua makhluk akan binasa. Kehidupan manusia
dan makhluk lain di alam semesta ini hanya sementara. Semuanya akan berakhir ketika
saatnya tiba dan bagi yang hidup akan berakhir dengan kematian. Ada banyak ayat yang
menjelaskan hal ini, seperti firman Allah SWT. sebagai berikut:
ِ ۗ ْس َذ ۤا ِٕىقَةُ ْال َمو
َت ثُ َّم اِلَ ْينَا تُرْ َجعُوْ ن ٍ ُكلُّ نَ ْف
Artinya: “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu
dikembalikan.” (QS> Al-‘Ankabut [29]: 57).
Pastinya setiap makhluk yang merupakan segala sesuatu yang diciptakan akan berakhir
baik itu kematian, kehancuran atau kepunahan. Hanya Khaliq, Pencipta Alam Semesta, yang
tetap abadi. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT melalui firman-Nya sebagai berikut:
9
Artinya: “Dan jangan (pula) engkau sembah tuhan yang lain selain Allah. Tidak ada tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Segala
keputusan menjadi wewenang-Nya, dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan.” (QS. Al-
Qasas [28]: 88).
10
yang ingin diperoleh. Ini juga berarti setiap hal atau tindakan dinilai dan tergantung pada niat
seseorang. Jadi, setiap amalan yang dilakukan oleh seorang mukallaf tergantung pada apa
yang dia niatkan (al-Syeikh Ahmad 1998). Kaedah ini juga mengandung makna amalan dan
perbuatan seseorang baik perbuatan maupun perkataan, hukumnya berbeda karena berbeda
maksud dan amalan seseorang dan perbuatannya atau hukum Islam dalam setiap urusan dan
urusan manusia akan terbentuk berdasarkan maksud atau niatnya. Sebaliknya, hal ini karena
tujuan penting dari niat yang ditentukan adalah untuk membedakan praktik ibadah dan adat
istiadat serta untuk membedakan standar ibadah antara sesama manusia (Hasan & Mohd.
Salleh 2002). Ini juga berarti bahwa setiap amalan apakah pahala atau dosa tergantung pada
niat pembuatnya dan curahan hatinya (qasad) (Muhamad al-Ruki 1998). Kaedah ini
bersumber dari hadits Rasullullah SAW yang artinya:
Artinya: “Sesungguhnya setiap pekerjaan diperhitungkan berdasarkan niatnya dan
sesungguhnya bagi setiap orang apa yang dia niatkan. Barang siapa yang hijrah karena
dunia yang ingin diperolehnya, atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya
berdasarkan apa yang ia hijrahkan.” (H.R. Bukhari).
Contoh yang dapat disajikan dalam aspek lingkungan adalah:
1. Pembangunan proyek perumahan untuk kebutuhan manusia dapat diterima tetapi pada
saat yang sama kesejahteraan lingkungan harus dilestarikan dan segala kerusakan
permanen yang dapat mempengaruhi ekosistem kehidupan di bumi harus dihindari.
2. Pembakaran pohon untuk tujuan penanaman kembali dengan maksud untuk menghemat
biaya atau menghindari pemborosan ditolak karena asap yang dikeluarkan ke udara dapat
mencemari lingkungan meskipun niat penanaman kembali itu baik. Ini karena ada
inisiatif lain dalam mengimplementasikan hal tersebut.
3. Nelayan mencari rezeki yang halal tetapi dengan mencicipi ikan tidak dapat diterima
karena mencicipi ikan dapat membunuh banyak jenis ikan yang tidak dibutuhkan dan
dapat menimbulkan bencana bagi manusia serta menimbulkan masalah pencemaran air.
4. Menerima hadiah dan suap dalam menyetujui suatu proyek pembangunan yang
bermanfaat ditolak karena suap itu sendiri dilarang dalam Islam meskipun pembangunan
yang dilakukan bermanfaat bagi umat.
11
B. Keyakinan Tidak Terhapus Dengan Keraguan
Arti dari pernyataan tersebut adalah bahwa hal-hal yang diyakini terjadi ketika keraguan
muncul yang menimbulkan keraguan pada keyakinan tidak akan dihitung. Dengan kata lain,
hal yang asli dan meyakinkan tidak boleh dibiarkan begitu saja karena kecurigaan atau
keraguan (Muhd Zuhdi & Amer Saifude 2002). Jika seseorang yakin akan sesuatu dan
hukumnya ditetapkan, kemudian ada keragu-raguan atau keragu-raguan terhadap keyakinan
tersebut, maka keyakinan yang asli itu tetap ada dan tidak perlu melakukan perbuatan baik
atau berpegang pada perasaan ragu-ragu yang ada pada diri sendiri. (Muhamad al-Ruki
1998). Kaedah ini berasal dari sabda Rasullullah SAW yang artinya:
“Jika seseorang di antara kalian dalam keraguan dalam shalatnya, dia tidak ingat berapa
rakaat yang telah dia lakukan, tiga atau empat, biarkan dia mengesampingkan keraguan
dengan keyakinan dan berpegang pada apa yang meyakinkan.” (H.R. Muslim).
Kaedah di atas sangat relevan dalam konteks kepedulian lingkungan. Contoh yang dapat
disajikan adalah sebagai berikut:
1. Membuang sampah atau limbah beracun ke laut atau sungai diyakini dapat
menghancurkan kehidupan dan keracunan air harus dihindari.
2. Penebangan liar telah terbukti menyebabkan pemanasan global dan tanah longsor harus
dihindari.
3. Perencanaan kota diperlukan untuk tertib pembangunan karena jika tidak dapat
mengakibatkan banjir bandang.
4. Pembakaran hutan dan sampah secara terbuka pasti akan mencemari udara dan
menimbulkan kabut asap yang harus dihindari.
C. Kesulitan Mengundang Kesenangan
Kaedah ini berarti bahwa ketika ada kesulitan atau kesulitan dalam memenuhi dan
melaksanakan perintah Allah, maka perintah itu dimudahkan tidak seperti semula (Al-Syeikh
Ahmad 1998). Hal ini juga berarti bahwa hukum Islam dapat diterapkan dalam waktu dan
situasi kapan pun dan di mana pun yaitu dengan memberikan keleluasaan dan kelegaan
ketika seseorang mengalami kesulitan dan kesulitan. Kaedah ini berdasarkan firman Allah
SWT sebagai berikut:
َي ُِر ْي ُد هّٰللا ُ بِ ُك ُم ْاليُ ْس َر َواَل ي ُِر ْي ُد بِ ُك ُم ْال ُع ْس َر ۖ َولِتُ ْك ِملُوا ْال ِع َّدةَ َولِتُ َكبِّرُوا هّٰللا َ ع َٰلى َما ه َٰدى ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُوْ ن
12
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah [2]: 185).
Selain itu, terdapat juga sabda Rasullullah SAW. yang dapat disesuaikan dengan kaedah ini
yaitu:
Artinya: “Permudahkanlah dan janganlah menyukarkan” (H.R. Bukhari).
Dengan argumentasi-argumentasi tersebut, jelas menunjukkan bahwa Islam membawa
konsep kemudahan dan kelegaan bagi umatnya, bukan kesempitan dan kesengsaraan dengan
syarat harus menentukan kesulitan yang menjadi penyebab keringanan (Abdul Latif &
Rosmawati 2000). Contoh yang dapat diajukan untuk metode ini adalah:
1. Penyembelihan hewan tertentu harus dilakukan sebelum makan. Namun, dalam keadaan
tertentu, jika ada kesulitan dalam menangkap bintang, kewajiban menyembelih
dihapuskan. Misalnya boleh memakan hewan yang mati karena ditembak, ditembak, atau
karena hewan pemburu seperti anjing, asalkan ditujukan pada saat melepaskan anak
panah, menembak, atau saat melepaskan hewan pemburu tersebut (Muhamad Ismail
t. .th).
2. Dibolehkan memakan hewan yang mati dalam kandungan akibat disembelih induknya,
asalkan anak dalam kandungannya dalam keadaan sempurna dan masih hidup (Muhamad
Ismail t.th).
3. Islam mendorong umatnya untuk membudayakan amalan shadaqah. Namun, tidak semua
orang mampu berzakat melalui harta. Jadi ada alternatif lain yang bisa dilakukan.
Misalnya, kata "takbir", "tahmid" dan "tahlil" adalah sadaqah. Selain itu, amar ma'ruf
nahi munkar juga termasuk sedekah. Demikian pula buah dari tanaman yang dimakan
oleh manusia atau bintang juga merupakan sedekah (Mustafa 2005). Singkatnya, setiap
perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang adalah sedekah.
D. Kemudaratan Dihapuskan
Kaedah ini berarti jika ada kerugian maka harus dihilangkan. Ini juga berarti bahwa
sesuatu yang dapat menyebabkan dan membahayakan harus dihilangkan dan dihindari dan
harus dihilangkan (Al-Syeikh Ahmad 1998). Oleh karena itu, kerusakan dan kerugian
terhadap diri sendiri dan orang lain tidak dapat dilakukan tetapi harus dihindari atau
dihilangkan, termasuk yang berkaitan dengan hak-hak publik. Jumhur ulama juga
13
menetapkan bahwa segala sesuatu yang dapat merugikan umat Islam harus dihindari (Abdul
Latif & Rosmawati 2000). Kaedah ini lahir dari firman Allah SWT. sebagai berikut:
َط َمع ًۗا اِ َّن َرحْ َمتَ هّٰللا ِ قَ ِريْبٌ ِّمنَ ْال ُمحْ ِسنِ ْين ِ َْواَل تُ ْف ِس ُدوْ ا فِى ااْل َر
َ ض بَ ْع َد اِصْ اَل ِحهَا َوا ْد ُعوْ هُ خَ وْ فًا َّو
Artinya: “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik.
Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah
sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Al-A’raf [7]: 56)
14
yang bertentangan dengan hukum Islam. Sebagian ulama berpendapat bahwa dasar kaedah
ini lahir dari firman Allah SWT sebagai berikut:
ِ ُْخ ِذ ْال َع ْف َو َوْأ ُمرْ بِ ْالعُر
َف َواَ ْع ِرضْ َع ِن ْال َجا ِهلِ ْين
Artinya: “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan
pedulikan orang-orang yang bodoh.”(QS. Al-A’raf [7]: 199).
15
BAB III
PEMBAHASAN/ANALISIS
16
diantaraya dengan kaedah-kaedah fiqhiyyah dalam pengurusan alam, serta dimasukkan
contoh dalam kehidupan sehari-hari setiap pembagian kaedah fiqh tersebut.
Dari situ kita ketahui bahwasanya, Islam adalah agama yang sederhana dan sesuai dengan
fitrah penciptaan manusia. Dalam praktik hukum Islam, ada aturan-aturan tertentu yang telah
digunakan untuk melaksanakan sesuatu agar tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-
Sunnah. Sesuai dengan sumber hukum Islam yaitu al-Quran, al-Sunnah, al-Ijma' dan al-Qias,
maka ruang pembahasan suatu hukum terbuka lebar sesuai dengan perjalanan waktu dan
waktu namun tetap dalam lingkup yang tidak bertentangan dengan al-Quran dan al-Sunnah.
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Amalan pengurusan atau praktik pengurusan merupakan satu elemen yang telah
dipraktikkan sejak zaman Nabi Adam a.s. Sejarah awal menujukkan faktor akidah, akhlak
dan syariah merupakan penentu utama sesuatu pengurusan alam sekitar. Syariat Islam kaya
akan berbagai pedoman bagi manusia untuk hidup sebagai khalifah Allah di muka bumi. Kita
sudah tahu bahwa syariah adalah inti dari Islam dan di dalamnya terdapat berbagai bidang
ilmu yang memiliki aturannya masing-masing. Di antara aspek pembahasannya adalah
hakikat ciptaan Tuhan serta keistimewaan manusia sebagai pengelola alam yang tidak hanya
menyangkut karunia akal dan penataan fisik tetapi juga pengembangan ilmu pengetahuan
yang akan membawa pada kemakmuran alam semesta. Oleh karena itu, artikel ini akan
membahas penggunaan metode fiqh (Qawa'id Fiqhiyyah) dalam pengelolaan lingkungan dan
solusi permasalahan lingkungan yang terjadi berdasarkan metode tersebut. Biasanya sebagian
besar ulama memahami dan menerapkan aturan fiqh ini dalam konteks ibadah tertentu saja.
Pemahaman tentang metode fiqhiyyah dan relevansinya dalam pengelolaan lingkungan akan
dapat memberikan kontribusi terhadap pelestarian lingkungan.
4.2 Saran
Jurnal apapun yang hendak kita baca dan kaji alangkah lebih baiknya disesuaikan dengan
kebutuhan. Dan jurnal apapun yang kita baca hendaklah jadikan jurnal tersebut untuk
menambah wawasan pembaca. Disarankan jurnal lebih dirapikan lagi agar kedepannya jurnal
ini lebih bagus dan sempurna lagi. Karena, dari segi isi jurnal ini sudah bagus. Lalu, dalam
penulisan makalah ini penulis tidak mungkin bisa luput dari kesalahan dan kekhilafan dari
pembuatan makalah. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan pesan yang dapat
membangun dari pembaca dalam pembuatan makalah ini yang jauh lebih baik lagi.
18
DAFTAR PUSTAKA
19