Anda di halaman 1dari 3

LATAR BELAKANG PERANG FIJAR

Perang Fijar adalah salah satu perang yang terjadi di zaman jahiliyah. Perang Fijar
sendiri secara bahasa dapat diartikan sebagai perang kedurhakaan atau perang
pelanggaran. Mengapa demikian? Karena perang ini terjadi di bulan haram, dan pada
saat itu bangsa Arab jahiliyah juga mengagungkan kesucian bulan dan tanah haram.

Para pakar sirah berbeda pendapat tentang waktu terjadinya perang ini. Ibnu Ishaq dan
Ibnu Hisyam mengatakan bahwa perang ini terjadi ketika Nabi Muhamamd SAW
berusia sekitar 14 atau 15 tahun. Tetapi Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri,
pengarang “Ar Rahiqul Makhtum” mengatakan bahwa perang ini terjadi ketika Nabi
berusia 20 tahun, atau 20 tahun sebelum Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
diutus sebagai nabi dan rasul. Bahkan, ada sebagian pakar sejarah Islam yg menafikan
persitiwa ini, di antaranya Syaikh Akram Dhiya’ Al ‘Umary, yang merupakan guru besar
Sirah Nabawiyah Universitas Islam Madinah. Alasan beliau menafikan kejadian ini ialah
karena beliau tidak menemukan sanad yang kuat untuk menunjukkan keotentikan
peristiwa ini. Selain itu, beliau beranggapan bahwa keikutsertaan Rasul dalam perang
ini adalah sebuah hal yg mencederai kesucian dan ke-ma’shuman beliau.

Perang ini bermula tatkala Gubernur Hirah dibawah kontrol Kerajaan Persia yang
bernama Nu’man bin Mundzir hendak melakukan suatu ekspedisi perdagangan ke
pasar Ukazh di sekitaran Thaif. Ketika itu, sudah lazim di kalangan bangsa Arab bahwa
para saudagar yang ingin berdagang harus membawa seorang penjamin dari kabilah di
sekitar tempat berdagang. Penjamin ini haruslah berasal dari kalangan dan suku
terkemuka. Penjamin ini berfungsi memuluskan dan mengamankan rute kafilah dagang
tatkala melewati pemukiman atau teritorial kabilah-kabilh Arab hingga sampai ke
tempat perdagangan yang dimaksud, yaitu Pasar Ukazh. Pada saat itu, Albarradh bin
Qais dari kabilah Qais Al ‘Ailan menawarkan diri sebagai penjamin. Tapi ia hanya
mampu menjadi penjamin tatkala kafilah ini melewati daerah kabilahnya saja. Singkat
cerita, ada seorang bernama Urwah yang juga berasal dari Bani Qais Al ‘Ailan juga
menyanggupi permintaan penjaminan dan pengamanan kafilah dagang yg diminta oleh
Nu’man bin Munzir. Ekspedisi perdagangan itu memulai perjalanannya menuju Pasar
Ukazh, dan tanpa disadari, ternyata Albarradh menyimpan dendam dan makar
terhadap Urwah al-Kinani karena ia yang menjadi penjamin dari kafilah dagang
Nu’man bin Mundzir, hingga akhirnya dendam itu membuat Al Barrodh membunuh
Urwah dan 2 orang yang bersamanya. Kemudian sampailah berita ini kepada pihak
terbunuh. Lantas, tersulutlah emosi kedua belah pihak yang kemudian berujung kepada
peperangan yang dikenal dengan nama Perang Fijar.

JALANNYA PEPERANGAN

Perang ini sejatinya hanya melibatkan dua suku secara langsung, yaitu suku Kinanah
dan suku Qais Al ‘Ailan. Namun, sudah lumrah di kalangan Arab kala itu, bahwa mereka
terbiasa saling mengikat janji antar suku, yaitu akan menolong dan ikut serta berperang
membantu sekutu mereka yang membutuhkan. Dan kala itu, suku Quraisy telah
mengikat janji dengan Kinanah, pihak yg telah membunuh Urwah, sehingga perang
kian meluas menjamah suku-suku yang telah berkoalisi kepada setiap pihak.

Peta koalisi ketika itu, suku Qais bin ‘Ailan bersekutu dengan suku Hawazin, suku
Ghathafan, suku Salim, suku Tsaqif dan suku ‘Udwan. Adapun pihak Kinanah bersekutu
dengan suku Asad, suku Quraisy dan suku Khuzaimah. Perang ini berlangsung selama 4
tahun, dan di setiap tahunnya selalu terjadi sebuah perang.

Di tahun keempat, muncul seorang yang bernama ‘Utbah bin Rabi’ah dari suku Quraisy
menginisiasi sebuah pakta perdamaian. Ia mengusulkan gencatan senjata dan
mengganti kerugian perang dengan menghitung jumlah korban dari kedua belah pihak.
Di antara kedua pihak yang berseteru, pihak yang lebih sedikit korbannya wajib
menebus diyat dari jumlah seluruh korban tersebut. Lantas disepakatilah gencatan
senjata dan berakhirlah Perang Fijar.

PERAN MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM DALAM


PERANG FIJAR

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri ikut serta dalam beberapa fase
perang ini. Dalam riwayat yang dinukil oleh Al Waqidi, pengarang buku “Al Maghazi”,
menuturkan bahwa Rasul kala itu bertugas sebagai tim logistik yang menyiapkan anak
panah paman-pamannya. Syaikh Munawwar Khalil dalam kelengkapan tarikhnya
menulis bahwa sebab keikutsertaan Rasul dalam perang itu adalah karena pengaruh
dan desakan dari pemuka Quraisy, yang tidak lain adalah paman-paman beliau sendiri.
Perang ini pun menjadi awal kemunculan dari Hilful Fudhul, yang merupakan awal dari
kesudahan perang antar suku yang berlarut-larut.

DAMPAK PERANG FIJAR

Pihak yang paling merugi dari perang ini adalah suku koalisi dari kedua belah pihak,
karena mereka ikut berperang hingga akhirnya banyak korban terbunuh dan kehilangan
harta, padahal inisiasi perang tidak muncul dari pihak mereka. Di samping itu, perang
ini menjadi bukti bahwa bangsa Arab kala itu ialah bangsa yang sangat menjunjung
tinggi sebuah janji. Bahkan nilai dari sebuah perjanjian itu mengalahkan hitungan
logika dan pragmatisme suku dan juga mengalahkan nilai kesucian adat yang mereka
junjung turun-temurun, yaitu larangan berperang di bulan haram. Ini pulalah yang
menjadi salah satu faktor yang Allah persiapkan dalam menunjang dakwah Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, khususnya pada fase hijrah ke Madinah.

Selain itu, dampak yang terjadi setelah perang ini adalah terjadinya Hilful Fudhul, yaitu
sebuah perjanjian yang sangat fenomenal bagi bangsa Arab umumnya, dan khususnya
bagi pribadi Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu sebuah perjanjian bahwa bangsa
Arab—khususnya suku Quraisy—sebagai suku penjaga tanah haram, akan menjamin
dan menolong siapa saja yang terzalimi selama berada di tanah haram. Jadi, dua
peristiwa ini adalah dua peristiwa yang saling berkaitan dan beririsan.

Anda mungkin juga menyukai