Anda di halaman 1dari 31

Ujian Tinjauan Kepustakaan Tahap 1

Defisiensi Fe tanpa Anemia pada Gagal Jantung

Nama : dr.
NIM : 2150302213
Tanggal Presentasi :
Pembimbing :

Program Studi Penyakit Dalam Program Spesialis


Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
RSUP Dr. M. Djamil Padang
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-
Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penulisan tinjauan kepustakaan tahap I dengan judul
“Defisiensi Fe tanpa Anemia pada Gagal Jantung”.
Penulisan tinjauan kepustakaan tahap I ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan tahap I di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UNAND/RSUP dr. M.
Djamil Padang. Penulis menyadari bahwa penulisan tinjauan kepustakaan ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan tinjauan kepustakaan ini.
Akhirnya izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar
di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UNAND//RSUP dr. M. Djamil Padang, khususnya
Bapak dr. Fauzar, Sp. PD-KP, FINASIM yang telah memberikan bimbingan dalam
menyelesaikan tinjauan kepustakaan ini. Semoga amalan dan kebaikan Beliau mendapat
balasan dari Allah SWT.

Padang, 11 Mei 2023


Penulis,

Nama penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................iv
DAFTAR SINGKATAN............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3
II.1 DEFINISI KASUS..........................................................................................................3
II.1.1 Definisi Defisiensi Fe...............................................................................................3
II.1.2 Defisini Gagal Jantung.............................................................................................4
II.1.3 Defisiensi Fe Pada Gagal Jantung............................................................................4
II.2 EPIDEMIOLOGI DEFISIENSI FE TANPA ANEMIA PADA GAGAL JANTUNG.....5
II.3 ETIOLOGI DEFISIENSI FE PADA GAGAL JANTUNG.............................................7
II.4 HOMEOSTASIS FE........................................................................................................8
II.5 PATOFISIOLOGI..........................................................................................................12
II.5.1 Malnutrisi dan Biovabilitas Fe yang Rendah.............................................................13
II.5.2 Malabsorbsi Fe & Inflamasi Kronis...........................................................................14
II.5.3 Kehilangan Fe.............................................................................................................15
II.5.4 Aktivasi Neurohormonal............................................................................................15
II.6 DIAGNOSIS.................................................................................................................16
II.7 TATALAKSANA..........................................................................................................17
II.8 LUARAN KLINIS & PROGNOSIS.............................................................................19
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................................21
BAB IV SARAN......................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................23

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Perbedaan defisiensi Fe absolut dan fungsional5......................................................3


Gambar 2 Prevalensi defisiensi Fe pada HF14............................................................................7
Gambar 3 Transpor dan uptake zat besi18...................................................................................9
Gambar 4 Produksi dan aksi hepcidin18...................................................................................10
Gambar 5 Fungsi Fe Terhadap Otot Jantung27.........................................................................12
Gambar 6 Patofisiologi defisiensi zat besi16.............................................................................12
Gambar 7 Patofisiologi defisiensi zat besi pada gagal jantung...............................................16
Gambar 8 Algoritma diagnosis defisiensi zat besi pada pasien CHF4.....................................16
Gambar 9 Algoritma manajemen defisiensi Fe pada HF10......................................................18
Gambar 10 Etiologi dan luaran klinis defisiensi besi pada HF9..............................................20

iv
DAFTAR SINGKATAN

ADHF : Acute Decompensated Heart Failure


AHF : Acute Heart Failure
AID : Absolute Iron Deficiency
CHF : Chronic Heart Failure
CKD : Chronic Kidney Disease
ESC : European Society of Cardiology
FCM : Ferric Carboxymaltose
FID : Functional Iron Deficiency
GI : Gastrointestinal
Hb : Hemoglobin
HF : Heart Failure
HFrEF : Heart Failure with reduced Ejection Fraction
IL : Interleukin
IV : Intravena
MID : Myocardial Iron Deficiency
NSAID : Non-steroidal Anti-inflammatory Drugs
NYHA : New York Heart Association
PPI : Proton Pump Inhibitor
ROS : Reactive Oxygen Species
TSAT : Tranferrin Saturation

v
BAB I
PENDAHULUAN

Besi/Fe merupakan mikronutrien esensial yang dibutuhkan untuk berbagai proses


metabolisme, misalnya eritropoiesis, fungsi mitokondria, transportasi oksigen, metabolisme
otot miokardium dan otot skelet, sistem imun dan sistem saraf, respon inflamasi, metabolisme
lipid, dll. Defisiensi Fe adalah kondisi dimana ketersediaan zat besi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh, dimana kondisi ini dapat terjadi dengan atau tanpa anemia.
Anemia dan defisiensi Fe sering saling berhubungan tetapi bukan merupakan istilah yang
serupa. Defisiesi Fe merupakan istilah yang lebih luas. Meskipun defisiensi Fe menyebabkan
berkurangannya sintesis hemoglobin, hanya akan diklasifikasi menjadi anemia bila level Hb
di bawah batas normal.1,2
Gagal jantung (heart failure/HF) merupakan kumpulan gejala kompleks yang
muncul karena jantung gagal mendistribusikan sejumlah darah dan nutrisi yang dibutuhkan
tubuh. Meskipun telah banyak kemajuan dalam pencegahan dan tatalaksana gagal jantung,
namun HF terus menyumbang beban besar bagi kesehatan di seluruh dunia, dengan tingkat
kematian yang mencapai 75% dalam 5 tahun. Hal ini menjadikan HF sebagai penyakit yang
seganas beberapa kasus kanker. Multimorbiditas pada populasi lansia dengan HF meningkat
frekuensinya dan hampir setengahnya memiliki 5 atau lebih penyakit komorbid non-kardiak.
Adanya komorbiditas meningkatkan kompleksitas tatalaksana HF dan menurunkan kualitas
hidup serta luaran klinis. Oleh karena itu, penatalaksanaan terhadap penyakit komorid selain
terapi HF merupakan aspek penting untuk manajemen HF yang komperhensif.1,3
Pada chronic heart failure (CHF), defisiensi Fe adalah komorbiditas yang dilaporkan
mempengaruhi 37 - 61% pasien. Defisiensi Fe adalah salah satu komorbiditas yang paling
sering ditemukan pada HF, dan secara tidak langsung menyebabkan status HF, luaran
klinis, tingkat keparahan, dan prognosis yang lebih buruk. Meskipun defisiensi Fe
dikaitkan dengan anemia atau yang sering disebut anemia defisiensi Fe, kedua kondisi ini
tidak harus muncul bersamaan. Defisiensi Fe pada gagal jantung tidak terkait dengan
penurunan indeks sel darah merah. Dengan demikian, defisiensi Fe pada HF tidak selalu
berkaitan dengan status eritropoietik. Pada acute heart failure (AHF), prevalensi defisiensi
Fe tanpa anemia adalah 57% pada pria dan 79% pada wanita. Defisiensi Fe pada heart
failure disebabkan oleh etiologi multifaktorial, diantaranya inflamasi kronis, kurangnya
asupan Fe (malnutrisi dan kehilangan nafsu makan), penyerapan Fe di gastrointestinal (GI)

1
yang terganggu, dan akibat kehilangan darah GI (sebagian akibat obat antiplatelet dan
antikoagulan).1,4
Defisiensi Fe pada dapat menurunkan kapasitas olahraga dan kualitas hidup,
meningkatkan lama rawat inap sekitar 2 kali lipat, dan meningkatkan risiko mortalitas
sebesar 40 - 60% pada pasien CHF. Gejala anemia seperti kelelahan dapat muncul pada
pasien HF dengan defisiensi Fe bahkan tanpa disertai Hb yang rendah. Mengenali kondisi
defisiensi Fe lebih dini penting untuk memberi manajemen yang adekuat, terutama pada
pasien dengan kondisi kronis seperti HF dimana defisiensi Fe tanpa anemia dapat
meningkatkan mortalitas jangka panjang. Manajemen defisiensi Fe pada pasien HF yang
dikenal saat ini adalah terapi pemberian IV intravena. Terapi ini telah menunjukkan
dampak positif ditandai dengan adanya perbaikan gejala, peningkatan kualitas hidup dan
kapasitas olahraga serta penurunan lama rawat inap. Hal lain yang harus diperhatikan dalam
tatalaksana defisiensi Fe adalah mencari tahu penyebab mendasar lain yang menyebabkan
defisiensi Fe misalnya keganasan gastrointestinal, malnutrisi, dll.1
The 2016 European Society of Cardiology guidelines tentang diagnosis dan
tatalaksana AHF dan CHF telah memasukkan defisiensi Fe sebagai komorbiditas CHF dan
merekomendasikan skrining status besi pada semua pasien yang baru didiagnosis CHF. Selain
itu, pedoman ini juga merekomendasikan pertimbangan pemberian besi intravena, ferric
carboxymaltose sebagai terapi defisiensi zat besi. Namun, terlepas dari rekomendasi ini,
defisiensi Fe masih sering diabaikan dan tidak diterapi. Hal ini mungkin disebabkan
karena gejala defisiensi Fe dan HF yang tumpang tindih seperti kelelahan, sensasi sesak,
dan menurunnya kapasitas olahraga. Selain itu, juga karena tidak adanya pedoman praktis
yang menyertai guideline yang ada untuk dokter dalam praktik klinis. Hingga saat ini,
patofisiologi Fe pada HF masih dalam penelitian dan baru terdiri dari beberapa
hipotesis. Selain itu, banyaknya dampak negatif dari komorbiditas defisiensi Fe pada HF pun
memicu dilakukannya banyak penelitian untuk mengetahui efek terapi pemberian Fe dan
koreksi penyakit dasar penyebab defisiensi besi dapat memberbaiki status HF. Penelitian
tentang prevalensi defisinesi Fe pada HF di Indonesia juga perlu dilakukan untuk mengetahui
kondisi di lapangan dan seberapa berpengaruh kondisi ini terhadap luaran klinis pasien.
Diharapkan dengan adanya data dasar yang cukup, dapat diusulkan rekomendasi manajemen
pasien HF yang lebih komperhensif . Hal ini penting, mengingat beban kesehatan untuk
penanganan HF di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun.1,4

2
Tinjauan ini membahas tentang definisi, prevalensi, etiologi, homeostasis Fe normal,
patofisiologi dan konsekuensi dari defisiensi Fe pada HF, dan algoritma manajement
defisiensi Fe pada HF.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI KASUS


II.1.1 Definisi Defisiensi Fe
Defisiensi Fe merupakan kondisi dimana suplai Fe tidak dapat mencukupi
kebutuhan tubuh atau tidak dapat mengganti Fe yang hilang secara fisiologi ataupun
karena proses patologis, baik itu dengan atau tanpa anemia. Meskipun defisiensi Fe
menyebabkan berkurangannya sintesis hemoglobin (Hb), namun hanya akan diklasifikasikan
menjadi anemia bila kadar Hb di bawah normal. Pada defisiensi Fe, gejala anemia seperti
kelelahan juga dapat muncul tanpa disertai Hb yang rendah. 2 Defisiensi Fe dapat
bermanifestasi dalam 2 bentuk berbeda yakni :
1. Defisiensi Fe absolut : Kondisi dimana cadangan Fe berada di bawah batas
normal. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya asupan Fe dan karena konsumsi
makanan yang bioaviabilitas zat besinya rendah, absorbsi Fe yang terganggu, serta
kehilangan Fe melalui perdarahan GI.
2. Defisiensi Fe fungsional : Kondisi dimana cadangan Fe tubuh masih cukup,
namun transpor Fe ke jaringan yang membutuhkan Fe tidak adekuat (ditandai oleh
nilai TSAT <20%). Kondisi ini disebabkan oleh inflamasi kronis, yang memicu
mekanisme pengaturan yang menyebabkan zat besi terjebak di enterosit dan sel
retikuloendotelial.4,2

Gambar 1 Perbedaan defisiensi Fe absolut dan fungsional5

4
Kedua bentuk defisiensi Fe ini, dapat terjadi tanpa disertai anemia. Namun, dengan
semakin parahnya defisiensi Fe, akhirnya dapat disertai juga dengan anemia.4

II.1.2 Defisini Gagal Jantung


Gagal jantung (heart failure/HF) merupakan kumpulan gejala kompleks yang muncul
karena jantung gagal mendistribusikan sejumlah darah dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh.
Klasifikasi NYHA yang digunakan untuk staging keparahan CHF membagi CHF menjadi 4
kelas yakni :
1. Class I : Tidak ada gejala dan tidak ada batasan dalam aktivitas fisik biasa,
misalnya sesak napas saat berjalan, menaiki tangga dll.
2. Class II : Gejala ringan (sesak napas ringan dan/atau angina) dan sedikit
keterbatasan selama aktivitas sehari-hari.
3. Class III : Keterbatasan yang nyata dalam aktivitas, bahkan selama aktivitas yang
kurang dari biasanya, misalnya berjalan jarak pendek (20—100 m). Nyaman
hanya saat istirahat.
4. Class IV : Aktivitas fisik sangat terbatas. Gejala muncul bahkan saat istirahat.
Sebagian besar pasien hanya dapat berbaring di tempat tidur.6

II.1.3 Defisiensi Fe Pada Gagal Jantung

Defisiensi Fe sangat umum terjadi pada CHF. Defisiensi Fe fungsional lebih sering
terjadi pada tahap awal CHF, kemudian berkembang menjadi defisit absolut. Pasien dengan
CHF cenderung menjadi kekurangan Fe sebagai akibat dari penipisan simpanan besi (ID
absolut) atau lebih sering sebagai akibat gangguan metabolisme Fe selama terjadinya proses
inflamasi yang menjadi ciri dari CHF (ID fungsional). Pada CHF, terjadi aktivasi sitokin
proinflamasi yang menghambat penyerapan zat besi usus dan mengalihkan Fe dari sirkulasi
ke sistem retikuloendotelial, menyebabkan blok retikuloendotelial . Hepcidin, berperan
penting dalam proses ini.
ID absolut pada CHF dapat disebabkan oleh kurangnya nafsu makan, nutrisi yang
buruk, penurunan penyerapan zat besi gastrointestinal, dan kehilangan darah gastrointestinal
karena penggunaan obat antiplatelet dan antikoagulan, CHF dapat menentukan perubahan
pada dinding usus, termasuk edema usus dan disfungsi enterosit berturut-turut, diikuti oleh
malabsorpsi zat besi. Penurunan penyerapan zat besi di usus bersamaan dengan akumulasi
dalam simpanan retikuloendotelial mengurangi ketersediaan zat besi untuk jaringan dan

5
organ target. Dengan demikian, ID fungsional dapat terjadi meskipun simpanan besi dalam
tubuh cukup.

II.2 EPIDEMIOLOGI DEFISIENSI FE TANPA ANEMIA PADA GAGAL JANTUNG


Heart failure adalah salah satu masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Pasien
CHF membutuhkan perawatan medis yang lama, termasuk follow up yang sering, rawat inap,
dan perawatan ekstensif. Hal ini membuat CHF menjadi beban ekonomi sistem kesehatan di
seluruh dunia, dengan pembiayaanya di seluruh dunia diperkirakan akan mencapai USD 400
miliar pada tahun 2030. Prevalensi HF diperkirakan sekitar 1-2% dari populasi orang dewasa
di negara maju dan lebih dari 10% dari populasi usia 70 tahun ke atas. Studi lain juga
melaporkan bahwa perkiraan prevalensi HF di dunia adalah 3-20 kasus/1000 populasi.
Jumlah ini meningkat menjadi lebih dari 100 kasus/1000 populasi pada mereka yang berusia
65 tahun ke atas, dan merupakan penyebab utama rawat inap pada kelompok usia ini. Seiring
dengan bertambahnya usia pasien HF maka semakin banyak komorbiditas yang dapat
muncul. Multimorbiditas pada populasi lansia dengan HF meningkat frekuensinya dan
hampir setengahnya memiliki 5 atau lebih penyakit komorbid non-kardiak. Hal ini sangat
berpengaruh pada kualitas hidup dan lama rawat inap pasien HF. Defisiensi Fe, dengan atau
tanpa anemia, adalah salah satu komorbiditas yang paling sering terjadi pada pasien HF dan
juga merupakan masalah malnutrisi yang paling banyak di seluruh dunia. 3,7,8
Defisiensi Fe merupakan defisiensi gizi dengan prevalensi terbanyak dan
merupakan penyebab terbanyak dari anemia. Sebuah studi global melaporkan bahwa sekitar
1,2 milyar orang mengalami anemia defisiensi besi dan diperkiran defisiensi Fe tanpa
anemia terjadi 2 kali lebih banyak. Diagnosis defisiensi Fe tanpa anemia ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan ferritin, juga saturasi transferrin.
Defisiensi Fe absolut lebih umum daripada defisiensi Fe fungsional pada AHF dan
CHF.2,9
Terlepas dari jenis kelamin, ras, atau fungsi ejeksi ventrikel kiri, defisiensi Fe
merupakan penyebab utama anemia pada pasien dengan CHF stabil, dengan prevalensi 30-
50%. Selain itu, lebih dari 40% pasien CHF tanpa anemia dengan indeks hematologi yang
baik ditemukan memiliki cadangan Fe yang rendah. Kondisi defisiensi Fe memperburuk
hasil terapi, meningkatkan kebutuhan rawat inap, dan menurunkan kualitas hidup
secara keseluruhan pada pasien dengan CHF. Pasien dengan CHF yang lebih berat
cenderung lebih sering mengalami defisiensi zat besi. Ada kemungkinan kondisi ini adalah

6
‘lingkaran setan', dimana memburuknya HF menyebabkan memburuknya defisiensi Fe, dan
kemudian menyebabkan perkembangan lebih lanjut HF. 10,8,11
Sementara itu, prevalensi defisiensi Fe pada acute decompensated heart failure
(ADHF) adalah 72 – 83%. Studi di Perancis membandingkan prevalensi defisiensi besi
pada pasien ADHF berdasarkan gender. Hasilnya dari 832 pasien ADHF, 66% pria dan
75% wanita mengalami defisiensi Fe. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Eropa,
Amerika Serikat, dan Singapura, dilaporkan bahwa prevalensi defisinesi Fe dengan anemia
pada HF adalah 47.4% - 65.3%, sementara defisiensi Fe tanpa anemia adalah 30 % - 48.2%.
Studi lain yang dilakukan di India Utara selama 1 tahun, melibatkan 61 pasien CHF (41
perempuan dan 20 laki-laki). Dari 61 pasien, 48 (78,7%) ditemukan mengalami defisiensi Fe,
34 pasien memiliki defisiensi Fe absolut dan 14 pasien memiliki defisiensi Fe fungsional.
Dari 48 pasien CHF dengan defisiensi Fe, IDA ditemukan pada 29 pasien (47,5%) dan
defisiensi Fe tanpa anemia pada 19 pasien. Rocha et al., juga melakukan tinjauan sistematis
prevalensi defisiensi Fe pada HF dan ditemukan prevalensi defisiensi Fe pada CHF adalah
berkisar 35 – 55 % dengan prevalensi defisiensi Fe tanpa anemia adalah kurang dari setengah
total kasus defisiensi Fe. Beberapa faktor korelasi tidak langsung dari defisiensi besi dan HF
diantaranya : peningkatan usia, kelas fungsional NYHA yang lebih tinggi, jenis kelamin
wanita, peningkatan NT-proBNP, dan CRP.9,12,13,14
Defisiensi Fe sering dikaitkan dengan HF kronis, dengan atau tanpa anemia, sebagai
kekurangan gizi yang paling umum. Memang, kekurangan zat besi paling sering ditemukan
pada anemia. Frekuensi defisiensi Fe dari 37% menjadi 61% dilaporkan dalam penelitian
yang berbeda. Dalam studi kohort oleh Klip et al. di Eropa dari 1500 pasien gagal jantung,
defisiensi besi didiagnosis pada 61,2% pasien dengan anemia dan 45,6% tanpa anemia. Studi
CARENFER baru-baru ini dilakukan di Perancis pada 1661 pasien rawat inap HF
melaporkan bahwa 49,6% mengalami defisiensi besi. Bahkan tanpa adanya anemia, defisiensi
besi merupakan faktor prognostik yang buruk pada gagal jantung. Kekurangan zat besi
meningkatkan risiko relatif kematian sebesar 40-60%. Studi lain di Inggris termasuk 150
pasien dengan HF dibandingkan dengan pasien tanpa anemia dan defisiensi besi, risiko
kematian relatif tidak meningkat secara signifikan pada pasien anemia tanpa defisiensi besi. 27
Sebaliknya, pada pasien tanpa anemia dengan defisiensi Fe resiko kematian dua kali
lebih tinggi. Dalam analisis kohort di Eropa oleh Klip et al., defisiensi Fe merupakan faktor
risiko kematian independen (risiko relatif meningkat sebesar 42% dalam analisis multivariat),
bersama dengan faktor risiko klasik (jenis kelamin, usia, kelas NYHA, diabetes, hipertensi,
dll.). Anemia bukanlah faktor risiko independen.27
7
Gambar 2 Prevalensi defisiensi Fe pada HF14

II.3 ETIOLOGI DEFISIENSI FE PADA GAGAL JANTUNG


Defisiensi Fe dibagi menjadi 2 jenis yakni absolut dan fungsional. Defisiensi Fe
absolut merupakan kondisi ketika cadangan/simpanan Fe kadarnya sudah di bawah normal.
Hal ini dapat terjadi karena kurangnya asupan, meningkatnya kebutuhan besi tubuh,
terganggungnya absorbsi Fe di GI, serta kehilangan Fe yang berlebihan. Sementara itu,
defisiensi Fe fungsional terjadi karena adanya infalamasi kronis yang menyebabkan
pelepasan sitokin dan hepcidin. Hepcidin menyebabkan defisiensi Fe dengan menghambat
exporter besi yakni ferroportin. Terdapat 2 jalur penghambatan ferroportin yang dapat
menyebabkan defisiensi Fe. Pertama, dengan mengurangi absorbsi besi di duodenum. Kedua,
dengan retensi besi di tempat cadangan Fe. Oleh karena itu, walapun kadar
cadangan/simpanan Fe normal, kadar fungsional Fe bisa saja rendah. Pada akhirnya
cadangan/simpanan Fe pun tak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. 2 Etiologi defisiensi Fe
dapat dikelompok menjadi :
1. Malnutrisi dan pilihan makanan dengan bioaviabilitas Fe yang rendah
Malnutrisi pada HF diperkirkarakan terjadi karena sebab multifaktorial,
diantaranya kelelahan, dispnea, gangguan menelan, mual, cemas, makanan yang
monoton, penurunan nafsu maka dan rasa cepat kenyang. Nafsu makan yang
menurun ini menyebabkan suplai besi diet yang tidak mencukupi. Defisiensi Fe
juga dapat terjadi karena pilihan makanan yang memiliki bioaviabilitas Fe yang

8
rendah. Sementara pada populasi umum, defisiensi Fe lebih banyak terjadi pada
mereka yang vegetarian.
2. Absorbsi yang tidak optimal (interaksi obat)
Absorbsi besi sebagian besar terjadi pada usus bagian proksimal. Asam
lambung dibutuhkan dalam konversi Fe3+ menjadi Fe2+ yang dapat diabsorbsi usus.
Pasien yang menjalani bedah bariatric memiliki risiko tinggi mengalami defisiensi
Fe karena berkurangnya area absorbsi dan/atau penurunan sekresi asam lambung.
Pada pasien HF, absorbsi dapat tergangung disebabkan karena interaksi obat
(misalnya omeprazole meningkatkan pH asam lambung) dan adanya edema
mukosa GI.
3. Inflamasi kronis
Pada HF terjadi inflamasi kronis yang dapat menyebabkan peningkatan
hepcidin. Hepcidin merupakan hormon yang diproduksi liver dan berperan dalam
meregulasi dalam hal ini menghambat transport besi yang melalui mukosa
duodenum. Hepcidin berikatan dengan feeroportin 1 dan menyebabkan
internalisasi dan degradasi ferroportin (iron exporter) sehingga menurunkan
transpor zat besi ke darah.
4. Kehilangan Fe kronis (perdarahan GI, efek farmakoterapi)
Kehilangan Fe kronis dapat terjadi karena perdarahan GI. Perdarahan GI
dapat terjadi pada ulkus peptic dan yang terkait dengan konsumsi obat – obatan
seperti antikoagulan, NSAID, dan antiplatelet. 1,2,15,16
5. Faktor lain yang berhubungan secara tidak langsug
Beberapa faktor terbukti berhubungan secara independen dengan defisiensi
Fe pada HF adalah usia lanjut, gagal ginjal, jenis kelamin perempuan, dan
keparahan gagal jantung.1
6. Faktor lain
Penyakit komorbid seperti gagal ginjal, terjadinya resistensi eritropoeitin, dan
disfungsi bone marrow diperkirakan juga menyebabkan defisiensi Fe pada HF.15

II.4 HOMEOSTASIS FE
Tubuh manusia rata-rata mengandung 3,5–4,5g Fe dan dua pertiganya ditemukan di
dalam hemoglobin. Fe terbanyak terletak di dalam eritrosit sebagai heme untuk membawa
oksigen. Kemudian kedua terbanyak disimpan sebagai ferritin di hati. Fe lainnya berada
dalam mitokondria dan berperan dalam metabolisme oksidatif dan produksi heme, serta
9
menyediakan cadangan oksigen lokal untuk mioglobin. Dari keseluruhan Fe dalam tubuh,
hanya sebagian kecil (2-4 mg) beredar dalam darah dan terikat pada transferrin. Di dalam
serum, Fe diangkut dalam bentuk terikat pada transferin. Transferrin membawa besi dari
beberapa tempat, yakni dari tempat absorbsi di saluran GI, setelah dilepaskan dari feritin di
hepatosit, dan setelah dilepaskan oleh makrofag dari senescent erythrocyte ke seluruh tubuh,
terutama ke retikulosit di sumsum tulang untuk produksi heme. Dengan cara ini, 20-25 mg
besi bersirkulasi setiap hari.17
Transferrin adalah protein transporter besi utama (mengangkut besi melalui darah).
Fe3+ adalah bentuk besi yang berikatan dengan transferrin. Sedangkan Fe2+ merupakan
bentuk besi yang berikatan dengan ferritin. Fe2+ yang diangkut melalui ferroportin harus
dioksidasi menjadi Fe3+. Setelah teroksidasi, Fe3+ berikatan dengan transferrin dan diangkut
ke sel jaringan yang mengandung reseptor transferrin. Transferrin berikatan dengan reseptor
transferrin dan mengalami endositosis. Setelah berada di dalam sel, Fe3+ dapat digunakan
untuk aktivitas seluler (kofaktor untuk enzim, dll), juga dapat disimpan sebagai cadangan
dalam bentuk ferritin ataupun hemosiderin.18,11
Terdapat 3 kompartemen utama zat besi dalam tubuh, yakni :
1. Functional iron
Functional iron (besi fungsional) terdiri dari 3 subkompartemen yakni
hemoglobin, myoglobin, dan enzim yang mengandung Fe.
2. Storage iron
Storage iron (cadangan besi) terdiri dari ferritin (utama) dan hemosiderin
(tambahan). Hepar merupakan tempat cadangan utama Fe dalam tubuh dalam
bentuk ferritin. Sementara itu, limpa dan sumsum tulang menjadi tempat cadangan
tambahan besi dalam tubuh.
3. Transport iron
Fe yang bersirkulasi ditemukan berikatan dengan transferrin.18,15

10
Gambar 3 Transpor dan uptake zat besi18

Absorbsi Fe dalam tubuh dikendalikan oleh hormon hepcidin. Hepar memiliki sensor
Fe sehingga ketika kadar Fe meningkat dan kondisi inflamasi melalui IL-6, sensor ini
memberi sinyal untuk produksi hepcidin. Setelah dilepaskan dari hepatosit, hepcidin
berikatan dengan ferroportin di seluruh tubuh, termasuk makrofag dan enterosit intestinal.
Hepcidin menyebabkan degradasi ferroportin sehingga Fe tidak dapat ditranspor ke dalam
sirkulasi. Fe yang ada akan tetap terperangkap dalam enterosit, yang akhirnya terdegradasi.
Singkatnya, hepcidin berfungsi untuk regulasi dengan menghambat transpor Fe. Ketika
terjadi defisiensi Fe, absorbsi di seluruh enterosit dapat meningkat beberapa kali lipat melalui
supresi produksi dan pelepasan hepcidin oleh cadangan Fe yang rendah. Namun respon ini
terganggu pada pasien dengan HF karena terjadinya inflamasi kronis yang pada waktu yang
sama juga menyebabkan diproduksinya hepcidin.4,18,11

Gambar 4 Produksi dan aksi hepcidin18

Fe dibutuhkan untuk berbagai proses metabolisme, misalnya eritropoiesis, fungsi


mitokondria, transportasi oksigen, metabolisme otot miokardium dan otot skelet, sistem imun
dan sistem saraf, respon inflamasi, metabolisme lipid, dll. Fe merupakan kofaktor penting
untuk menjalankan fungsi normal enzim yang terlibat dalam fungsi seluler. Hal ini membuat
Fe sangat diperlukan untuk setiap sel hidup. Selain perannya yang penting dalam transportasi
dan penyimpanan oksigen, Fe sangat penting untuk banyak enzim dan protein yang terlibat
dalam proses metabolisme oksidatif (misalnya, rantai respirasi mitokondria, enzim oksidatif,
dan proteksi terhadap stres oksidatif), biogenesis microRNA, fungsi kelenjar tiroid, sistem
saraf pusat dan sistem imun. Selain itu, Fe sangat penting untuk sintesis dan degradasi
protein, lipid (misalnya, β-oksidasi asam lemak), karbohidrat, DNA, dan RNA. Fe sangat

11
penting untuk sel baik untuk sel dengan kebutuhan energi tinggi (kardiomiosit, hepatosit,
neuron, ginjal dan sel otot skelet), maupun sel dengan aktivitas mitogenik yang tinggi
(misalnya, sel hematopoietik dan sel imun). Dengan demikian, sel-sel ini lebih sensitif
terhadap defisiensi Fe. Selain perannya yang penting dalam tubuh, zat besi merupakan
elemen yang berpotensi membahayakan sel mengingat reaktivitas kimianya dan
kecenderungannya untuk menghasilkan reactive oxygen species (ROS).1,11
Fe merupakan elemen penting untuk fungsi otot jantung. Fe memainkan peran penting
dalam erythropoiesis dan transportasi oksigen. Namun, ia juga berpartisipasi dalam replikasi
dan perbaikan DNA, pertumbuhan dan diferensiasi sel, fungsi otak, penyimpanan oksigen
dalam mioglobin, dan metabolisme energi otot lurik dan jantung (sintesis ATP). Kardiomiosit
dicirikan oleh konsentrasi mioglobin yang tinggi dalam sitosol dan mengandung banyak
mitokondria, yang menghasilkan energi yang diperlukan untuk kontraksi otot jantung. Fe
memainkan peran penting dalam fungsi mitokondria sebagai kofaktor dalam protein yang
mengandung gugus Fe-sulfur, protein yang mengandung heme, dan protein yang
mengandung ion besi. Kira-kira 90% ATP yang dibutuhkan untuk berfungsinya otot jantung
(yaitu, untuk kontraksi) diproduksi oleh kompleks enzimatik mitokondria dari rantai
pernapasan.27
Defisiensi Fe seluler terbukti mengakibatkan berkurangnya aktivitas kompleks
berbasis klaster Fe-S di mitokondria kardiomiosit manusia dan dikaitkan dengan gangguan
respirasi dan morfologi mitokondria, produksi ATP, dan kontraktilitas. Peran penting Fe
sebagai kofaktor dalam struktur protein yang terlibat dalam fosforilasi oksidatif dan enzim
anti-oksidatif berdampak pada patofisiologi remodeling jantung progresif pada pasien CHF
(Martens et al.) termasuk pasien dengan CHF dengan defisiensi Fe yang menerima terapi
sinkronisasi jantung dan dibuktikan bahwa suplementasi zat besi meningkatkan fungsi
jantung dan hubungan frekuensi jantung. Suplementasi zat besi intravena (IV) meningkatkan
remodeling jantung, terutama melalui peningkatan LVEF yang signifikan. Oleh karena itu,
otot jantung rentan terhadap kekurangan zat besi, tetapi efek buruk tersebut dapat diperbaiki,
setidaknya sebagian dengan penggunaan suplementasi zat besi. 27

12
Gambar 5. Fungsi Fe Terhadap Otot Jantung27
II.5 PATOFISIOLOGI
Dari berbagai guideline yang tersedia, belum jelas bagaimana defisiensi Fe dapat
terjadi pada HF. Namun terdapat berbagai macam hipotesis yang digunakan untuk
menjelaskan tingginya kejadian defisiensi Fe tanpa anemia pada HF. Beberapa faktor terbukti
terkait secara tidak langsung dengan defisiensi Fe pada HF, yakni usia lanjut, gagal ginjal,
jenis kelamin perempuan, malnutrisi, inflamasi kronis, penurunan penyerapan Fe,
peningkatan kehilangan zat besi, dan tingkat keparahan HF. 1 Status Fe merupakan hasil dari
aliran masuk dan keluar mikronutrien ini. Beberapa mekanisme yang terkait dengan kejadian
defisiensi Fe pada HF diantaranya malnutrisi, malabsorbsi, kehilangan zat besi berlebih, dan
inflamasi kronis.

Gambar 6. Patofisiologi defisiensi zat besi16

13
II.5.1 Malnutrisi dan Biovabilitas Fe yang Rendah
Asupan Fe yang berkurang dan konsumsi bahan makanan dengan bioaviabilitas Fe
yang rendah dapat menyebabkan terjadinya defisiensi Fe. Pada sebuah studi kohort
internasional yang melibatkan 2.356 pasien dengan HF yang telah memburuk, asupan protein
digunakan sebagai indikator untuk memperkirakan jumlah pengganti Fe. Studi ini
melaporkan bahwa pasien dengan perkiraan asupan protein yang lebih rendah memiliki
prevalensi defisiensi Fe yang lebih tinggi (terutama defisiensi Fe absolut). Hal ini
menunjukkan status gizi yang buruk menyebabkan terjadinya defisiensi Fe pada HF. Sekitar
35 – 78% pasien HF menderita malnutrisi. Malnutrisi pada HF diperkirkarakan terjadi karena
sebab multifaktorial, diantaranya kelelahan, dispnea, gangguan menelan, mual, cemas,
makanan yang monoton, penurunan nafsu maka dan rasa cepat kenyang.1
Studi lain juga melaporkan adanya asupan Fe yang inadekuat pada pasien HF,
terutama pada wanita dengan usia di atas 50 tahun. Prevalensi defisiensi Fe pada wanita yang
lebih tinggi ini dapat dijelaskan dengan perbedaan Fe yang terikat ferritin pada laki – laki dan
perempuan. Pada jenis sel tertentu, simpanan Fe yang terikat dengan feritin terdiri atas 800 -
1.000 mg pada pria dan 300 - 500 mg pada wanita.1,10
Absorbsi Fe terkait erat dengan bioavailabilitas Fe (sejauh mana Fe dapat diserap dari
makanan yang dikonsumsi). Bioavailabilitas Fe tergantung pada bentuk besi yang
dikonsumsi, heme atau non-heme, yang memiliki mekanisme penyerapan yang berbeda. Zat
besi heme, yang ditemukan dalam hemoglobin dan mioglobin sumber makanan hewani,
merupakan jenis Fe yang mudah diserap dan menyumbang 20–30% dari total Fe yang
diserap. Sementara itu zat besi non heme dapat ditemukan dalam sumber makanan nabati dan
makanan yang difortifikasi dengan zat besi. Zat besi non heme kurang mudah diserap dan
sangat bergantung pada keseimbangan antara faktor inhibisi dan faktor peningkat absorbsi.
Oleh karena itu, konsumsi makanan dengan bioavailabilitas Fe rendah, bahkan jika makanan
yang dikonsumsi mengandung jumlah Fe yang cukup, dapat menyebabkan defisiensi Fe.
Absorbsi zat besi non heme dapat dihambat oleh teh, kopi, dan cokelat. Namun
penyerapan zat besi non heme dapat meningkatkan dengan konsumsi vitamin C dan daging.
Diet merupakan faktor risiko terjadinya defisiensi Fe pada HF. Berbagai penelitian
menunjukkan prevalensi defisiensi Fe yang lebih tinggi pada orang India dibandingkan
dengan populasi Asia Tenggara dan Eropa lainnya. Hal ini terjadi karena kebiasaan makan
vegetarian dan minum teh yang sangat umum di antara populasi India. Selain mengandung
terutama zat besi non-heme, pola makan nabati kaya fitat dan polifenol, diketahui dapat
14
menghambat absorbs zat besi non-heme dan membuat vegetarian lebih rentan terkena
defisiensi Fe. Dalam sebuah penelitian pada 226 pasien HFrEF dari Himachal Pradesh heart
failure registry, ditemukan bahwa pasien HF yang mengonsumsi diet vegetarian 2,5 kali lebih
mungkin mengalami defisiensi Fe. Oleh karena itu, pola makan dan kebiasaan makan yang
buruk dianggap salah satu faktor predisposisi defisiensi Fe pada HF.1,19,20

II.5.2 Malabsorbsi Fe & Inflamasi Kronis


Pada orang normal, absorbsi Fe ditentukan oleh bentuk Fe yang dikonsumsi (bahan
makanan yang meningkatkan atau yang menghambat absorbsi Fe) dan status Fe. Respon
fisiologis terhadap defisiensi Fe pada orang normal adalah meningkatkan absorbsi Fe dari
makanan. Pada HF, defisiensi Fe memang terjadi karena asupan makan yang berkurang,
namun juga terdapat penurunan kemampuan absorbsi Fe. Hal ini merupakan faktor penting
yang menjelaskan mengapa pemberian Fe intravena memiliki hasil klinis yang lebih baik
dibanding pemberian preparat Fe oral. Defisiensi Fe pada HF dikaitkan dengan disfungsi
ventrikel kanan, edema perifer, dan ortopnea, yang mana pada kondisi tersebut terjadi
kongesti. Pasien HF mengalami perubahan morfologi, permeabilitas dan absorbsi GI. Adanya
kongesi vena menyebabkan darah yang menuju usus berkurang sehingga terjadi iskemia usus
non-oklusif, permeabiltas mukosa meningkat, edema usus, kahesia, dan perubahan komposisi
bakteri mukosa. Secara bersama – sama, semua perubahan ini berakhir pada malabsorpsi
mikronutrien, termasuk Fe.1,8,21
HF juga dikaitkan dengan kondisi inflamasi yang menyebabkan meningkatnya marker
infalamasi seperti interleukin-1(IL-1), interleukin-6(IL-6) dan tumor necrosis factor alpha
(TNF-α). Proses inflamasi dianggap berperan dalam menyebabkan defisiensi Fe pada
beberapa penyakit inflamasi kronis (seperti kanker, CKD, dan rheumatoid arthritis),
termasuk HF, dengan adanya hepcidin yang berperan penting dalam proses ini. IL-6 adalah
pemicu inflamasi utama yang membuat ekspresi hepcidin meningkat. Sitokin lain juga dapat
menginduksi ekspresi hepcidin hepatik secara tidak langsung dengan meningkatkan IL-6
seperti TNF-α, interferon alfa, activin B, oncostatin M dan IL-22. Hepcidin berperan dalam
mendegradasi satu-satunya exporter Fe yakni ferroportin. Dengan demikian, peningkatan
kadar hepcidin menyebabkan penurunan absorbsi Fe dan mobilisasinya dari sistem
retikuloendotelial.
Selain faktor yang telah disebutkan sebelumnya, asam lambung adalah faktor lain
yang mempengaruhi absorbsi Fe. Asam lambung berperan penting dalam penyerapan zat besi
non-heme. pH rendah sangat penting untuk mengubah non-bioavailable ferric (Fe3+)
15
menjadi ferrous (Fe2+) oleh asam askorbat. Gangguan produksi asam lambung akibat
penggunaan lama obat penghambat asam lambung seperti proton pump inihbitor (PPI) dan
histamine-2 receptor antagonists (H2Ras), menyebabkan berkurangnya absorbsi Fe oral. PPI
dan H2Ras meningkatkan pH dan dengan demikian mengurangi absorbsi Fe.1,8,21

II.5.3 Kehilangan Fe
Studi observasional menunjukkan bahwa prevalensi defisiensi Fe lebih tinggi pada
pasien HF yang lebih tua. Sebagian besar pasien dengan HF adalah lansia. Defisiensi Fe
pada lansia selain disebabkan karena faktor non-diet, juga dapat terjadi karena perdarahan GI
yang tersembunyi seperti esofagitis, gastritis, ulkus peptik, atau inflammatory bowel disease.
Occult blood loss pada pasien HF dapat diperburuk dengan penggunaan obat-obatan. Pasien
HF lebih rentan terhadap lesi gastrointestinal dibandingkan populasi umum karena mereka
memiliki banyak faktor risiko perdarahan GI, termasuk usia yang lebih tua, multimorbiditas,
dan polifarmasi obat yang menyebabkan kelainan GI.1,20

II.5.4 Aktivasi Neurohormonal


Pada pasien HF, ditemukan adanya myocardial iron deficiency (MID). Aktivasi
neurohormal yang merupakan mekanisme khas HF, dianggap sebagai sebab terjadinya MID.
Pada penelitian in vivo Maeder dkk dengan tikus, disebutkan kadar Fe di kardiomiosit yang
lebih rendah pada HF terkait dengan bekurangnya ekspresi mRNA transferrin receptor 1
(TFR1), yang mana merupakan jalur utama Fe memasuki kardiomiosit. Berkurangnya
ekspresi TFR1 terkait dengan peningkatan aktivasi sistem neurohormonal, terutama
aldosterone dan norepinefrin. Mekanisme ini menjelaskan hubungan mendasar antara
patofisiologi HF yang saat ini diketahui, dengan overaktivitas saraf simpatis dan sistem
reninangiotensin, serta MID. Hal ini menunjukkan bahwa MID kemungkinan disebabkan
melalui akvitasi neurohormonal yang terkait dengan TFR1. Sejalan dengan laporan ini, kadar
Fe di jantung 2 kali lebih rendah pada pasien dengan HF stadium akhir dibandingkan dengan
HF yang keparahannya lebih rendah (NYHA class II atau III) dengan fraksi ejeksi yang
berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa MID berkembang atau memburuk selama HF.
Temuan pra-klinis ini meningkatkan hipotesis bahwa penggantian zat besi sistemik dapat
bermanfaat bagi pasien dengan gagal jantung sebelum timbulnya defisiensi Fe sistemik.1,14

16
Gambar 7 Patofisiologi defisiensi zat besi pada gagal jantung

II.6 DIAGNOSIS
Ferritin merupakan indikator yang menggambarkan cadangan/simpanan Fe dalam
tubuh dan merupakan biomarker paling sensitif dan spesifik untuk menilai kondisi defisiensi
Fe. Diagnosis defisiensi Fe pada HF dapat ditegakkan apabila nilai ferritin serum <100 μg/L
atau transferrin saturation (TSAT) < 20%. Jika feritin serum antara 100 dan < 300 μg/L maka
perlu dikonfirmasi dengan TSAT. Jika TSAT < 20% maka dapat ditegakkan diagnosis
defisiensi Fe. Kemudian dieksklusi kondisi anemia dengan pemeriksaan Hb. Pemeriksaan
lain yang dapat digunakan yakni hepcidin, soluble transferrin receptor (sTFR). Hepcidin
dapat normal atau rendah pada absolute iron deficiency (AID). Hepcidin dapat digunakan
untuk membedakan AID dan functional iron deficiency (FID).2 4,22

Gambar 8 Algoritma diagnosis defisiensi zat besi pada pasien CHF4

17
II.7 TATALAKSANA
Manajemen defisiensi Fe pada HF dimulai dengan pemeriksaan klinis untuk
menentukan derajat keparahannya berdasarkan NYHA. Kemudian pada seluruh pasien
dilakukan pemeriksaan status Fe yakni ferritin dan/atau TSAT untuk mengetahui ada tidaknya
defisiensi Fe. Untuk memastikan adanya defisiensi Fe yang disertai dengan anemia, maka
perlu dilakukan pemeriksaan Hb. Pasien dengan kadar Hb lebih rendah dari normal akan
menjalani tatalaksana anemia, transfusi RBC, atau koreksi penyebab dasar anemia. Pasien
dengan nilai Hb normal perlu dipastikan tidak sedang infeksi atau memiliki keganasan yang
menyertai. Pasien dengan kadar Fe di bawah normal namun kadar Hb normal menunjukkan
kondisi defisiensi Fe tanpa anemia sehingga dapat dilanjutkan dengan pemberian terapi Fe
intravena (IV).16,2
Terapi Fe IV, ferric carboxymaltose (FCM), terutama harus dipertimbangkan pada
pasien simptomatik dengan HFrEF sistolik kronis atau HF dengan LVEF < 45% dan
defisiensi Fe (rekomendasi pedoman ESC 2016: Kelas Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti A).
Kontraindikasi terapi ini adalah sebagai berikut :
1. Adanya hipersensitivitas terhadap zat aktif, FCM, atau salah satu bahan sediaanya.
2. Adanya hipersensitivitas serius terhadap Fe parenteral lainnya.
3. Anemia yang tidak disebabkan oleh defisiensi zat besi, misalnya : anemia mikrositik
lainnya.
4. Adanya bukti kelebihan Fe atau gangguan dalam penggunaan Fe.
Penentuan kebutuhan Fe awal dihitung berdasarkan berat badan dan kadar Hb. FCM
dapat diberikan secara IV sebagai injeksi bolus murni atau infus dengan pengenceran. Jika
diberikan sebagai infus, tidak boleh terlalu encer. Dosis kumulatif maksimum yang
direkomendasikan untuk FCM adalah 1000 mg zat besi (yaitu 20 mL FCM)/minggu. Setelah
pemberian terapi Fe intravena, status Fe harus dievaluasi kembali dalam 12 minggu dan
pemberian Fe selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Selain itu, dilakukan juga
evaluasi kehilangan darah jika terdapat indikasi. Pada pasien yang tetap bergejala atau
mengalami penurunan Hb setelah menerima terapi FCM, harus menjalani pemeriksaan ulang
status Fe. Pada pasien dengan CHF stabil, status Fe tetap perlu diperiksa sebagai bagian dari
evaluasi laboratorium rutin (minimal setahun sekali).4,23
Terapi Fe IV dengan pemberian FCM lebih direkomendasikan daripada terapi Fe oral
untuk manajemen defisiensi Fe pada HF. Hal ini disebabkan karena penggantian cadangan Fe
yang cepat (peningkatan Hb), perbaikan kondisi HF (perbaikan NYHA class), peningkatan
kualitas hidup dan exercises capacity, dan profil keamanan yang sangat baik pada FCM .10,8,24
18
Hasil studi RCT FAIR-HF (Ferinject Assessment in Patients With Iron Deficiency and
Chronic Heart Failure) telah menunjukkan adanya perbaikan gejala pada pasien yang
menerima FCM dibandingkan dengan plasebo. Studi RCT CONFIRM-HF (Study to Compare
the Use of Ferric Carboxymaltose With Placebo in Patients With Chronic Heart Failure and
Iron Deficiency) juga memperkuat temuan ini dengan dosis besi tunggal yang lebih tinggi
dengan pengamatan selama 1 tahun pada pasien dengan hemoglobin <15 g / dl. Baru-baru ini,
hasil RCT multicenter, open-label, EFFECT-HF (Effect of Ferric Carboxymaltose on
Exercise Capacity in Patients with Chronic Heart Failure and Iron Deficiency) melaporkan
hasil studi pemberian FCM vs placebo. Hasilnya pengobatan dengan FCM (rata-rata 1.204
mg) secara signifikan meningkatkan kelas fungsional NYHA dari minggu ke 6 dan
seterusnya. Selain itu, pemberian FCM, signifikan meningkatkan tingkat pVO2 yang
berkelanjutan pada 24 minggu post pemberian.14

Gambar 9 Algoritma manajemen defisiensi Fe pada HF10

19
II.8 LUARAN KLINIS & PROGNOSIS
Fe adalah komponen penting dari proses hematopoiesis. Zat ini berperan dalam
sintesis hemoglobin, transportasi oksigen (sebagai komponen hemoglobin dari 'struktur
heme'), penyimpanan oksigen (sebagai komponen mioglobin), metabolisme ATP otot dan
fungsi mitokondria, serta sebagai kofaktor dan katalis bagi enzim fosforilasi oksidatif dan
protein rantai respirasi (dalam sitokrom). Defisiensi Fe menyebabkan terganggungnya fungsi
mitokondria dan meningkatkan beban oksidatif dalam kardiomiosit, yang menyebabkan
gangguan energi dan fungsi miokardium. 7,10,24
Defisiensi Fe juga dapat mempengaruhi fungsi ginjal. Ginjal adalah sistem organ lain
yang membutuhkan energi tinggi dengan kandungan mitokondria yang tinggi. Dari perspektif
energi, reabsorpsi dan sekresi zat terlarut dalam nefron terjadi baik secara pasif maupun aktif
(misalnya, Na+/K+ -ATPase) membutuhkan energi. Dengan demikian, Fe, karena perannya
yang penting dalam mitokondria, penting untuk keberlangsungan fungsi ginjal. Meskipun
defisiensi Fe sebagian besar dilihat sebagai konsekuensi dari penyakit ginjal, beberapa
penelitian menunjukkan bahwa Fe itu sendiri mempengaruhi fungsi ginjal. Bukan hanya
jantung dan ginjal, efek defisinesi Fe juga meluas ke organ lain, terutama yang membutuhkan
energi tinggi seperti otot skelet. Penurunan kapasitas olahraga pada defisiensi Fe terjadi
karena terganggunya transpor O2, metabolisme oksidatif dan penyimpanan oksigen dalam
myoglobin pada pasien dengan defisiensi Fe.1
Kadar Fe yang rendah secara tidak langsung berkaitan dengan menurunnya toleransi
olahraga pada HF, terlepas dari ada atau tidaknya anemia. Pada HF, defisiensi Fe
menyebabkan VO2 max berkurang sehingga berakibat juga pada penurunan kualitas hidup.
Defisiensi Fe telah terbukti menjadi prediktor prognosis mortalitas dan rawat inap yang
berkepanjangan pada HF. Pasien HF dengan defisiensi Fe dan anemia meningkat risiko
mortalitasnya menjadi 3 kali lipat. Sementara, pada pasien tanpa anemia risikonya meningkat
2 kali lipat.9,25,14
Pada suatu studi kohort HF yang melibatkan 1500 pasien CHF menunjukkan
defisiensi zat besi Fe secara independen terkait dengan peningkatan risiko mortalitas sebesar
42%. Penelitian pada pasien HF di Swedia menunjukkan bahwa defisiensi Fe secara
independen terkait dengan risiko rawat inap berulang. Sementara penelitian yang dilakukan
pada populasi multi-etnis Asia, melaporkan bahwa TSAT <20% secara tidak langsung
dikaitkan dengan mortalitas yang lebih tinggi. Temuan tentang luaran klinis dan prognosis
yang buruk akibat adanya defisiensi Fe pada HF ini membuat perlunya dilakukan
pemeriksaan ulang Hb dan status Fe secara teratur pada pasien HF.11
20
Gambar 10 Etiologi dan luaran klinis defisiensi besi pada HF9

21
BAB III
KESIMPULAN

Heart failure adalah salah satu masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Prevalensi
HF diperkirakan sekitar 1-2% dari populasi orang dewasa di negara maju dan lebih dari 10%
dari populasi usia 70 tahun ke atas. Seiring dengan bertambahnya usia pasien HF maka
semakin banyak komorbiditas yang dapat muncul. Hal ini sangat berpengaruh pada kualitas
hidup dan lama rawat inap pasien HF. Defisiensi Fe, dengan atau tanpa anemia, adalah salah
satu komorbiditas yang paling sering terjadi pada pasien HF dan juga merupakan masalah
malnutrisi yang paling umum di seluruh dunia. Anemia dan defisiensi Fe sering saling
berhubungan tetapi bukan merupakan istilah yang serupa. Defisiensi Fe merupakan istilah
yang lebih luas yang berarti cadangan Fe yang lebih rendah daripada kebutuhan Fe tubuh,
baik itu dengan atau tanpa adanya anemia. Beberapa mekanisme yang terkait dengan kejadian
defisiensi Fe pada HF diantaranya malnutrisi, malabsorbsi, kehilangan zat besi berlebih, dan
inflamasi kronis. Studi terbaru juga menambahkan satu mekanisme baru yakni aktivasi
neurohormonal yang menyebabkan myocardial iron deficiency (MID).1,2,7
Defisiensi Fe yang tanpa disertai anemia, merupakan komorbiditas yang sering terjadi
pada pasien CHF. Jika kondisi ini tidak diobati, defisiensi Fe dapat menyebabkan luaran
klinis yang buruk. Berdasarkan bukti penelitian terbaru dan beranjak dari pemahaman
patofisiologi terkini, maka terapi pemberian Fe IV merupakan pilihan terbaik untuk saat ini.
Pemberian ferric carboxymaltose (FCM) terbukti menurunkan lama rawat inap pasien HF.
Guideline ESC 2016 untuk diagnosis dan pengobatan HF merekomendasikan suplementasi
Fe IV dengan FCM untuk pasien defisiensi Fe simtomatik yang menderita HF dan
pengurangan fraksi ejeksi (HFrEF), ditandai dengan kadar feritin kurang dari 100mg/l atau
oleh feritin 100–300 mg/l, namun saturasi transferrin (TSAT) kurang dari 20% (rekomendasi
kelas IIa dan bukti level A).4,23
Pada praktiknya, meskipun telah tersedia guideline untuk diagnosis dan terapi,
defisiensi Fe pada gagal jantung masih sedikit yang terdiagnosis sehingga masih banyak yang
tidak diobati. Oleh karena itu, ESC 2016 merekomendasikan dilakukannya skrining rutin
status Fe pada pasien HF menggunakan feritin dan saturasi transferrin.4

22
BAB IV
SARAN

Defisiensi Fe telah dikenal menjadi target terapi baru pada HF, namun patofisiologi
yang telah lama diketahui dengan patofisiologi terbaru tampaknya belum dijelaskan
keterkaitannya. Patofisiologi terbaru menambahkan adanya kemungkinan proses myocardial
iron deficiency yang menyebabkan terjadinya defisiensi Fe pada HF. Penelitian terbaru ini
sekaligus menginvestigasi adaya perbedaan MID dengan defisiensi Fe sistemik. Oleh karena
itu, penting untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan mekanisme
lama dan yang terbaru, serta hubungan sebab akibat HF dan defisiensi Fe (apakah HF yang
menyebabkan defisiensi besi atau sebaliknya). Penelitian lain mengenai bagaimana
membedakan defisiensi Fe pada MID dan sistemik dalam praktis klinis juga perlu dilakukan. 1
Terkait terapi FCM IV, meskipun meta-analisis dan hasil dari studi retrospektif
menunjukkan efek menguntungkan dari terapi pemberian Fe terhadap lama rawat inap dan
mortalitas HF, hasil ini membutuhkan validasi lebih lanjut dengan penelitian prospektif acak
skala besar.16
Pada praktik klinis, defisiensi Fe nyatanya masih sering diabaikan dan tidak diterapi.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena tidak adanya pedoman praktis yang menyertai
guideline yang ada untuk dokter dalam praktik klinis. Oleh karena itu, perlu dibuat pedoman
praktis mengenai algoritma manajemen defisiensi Fe secara khusus dan juga penyakit
komorid selain terapi HF sebagai bagian dari terapi HF yang komperhensif.1,4

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Alnuwaysir RIS, Hoes MF, van Veldhuisen DJ, van der Meer P, Beverborg NG. Iron
deficiency in heart failure: Mechanisms and pathophysiology. J Clin Med. 2022;11(1).
doi:10.3390/jcm11010125
2. Al-Naseem A, Sallam A, Choudhury S, Thachil J. Iron deficiency without anaemia: A
diagnosis that matters. Clin Med J R Coll Physicians London. 2021;21(2):107-113.
doi:10.7861/CLINMED.2020-0582
3. Ismahel H, Ismahel N. Iron replacement therapy in heart failure: a literature review.
Egypt Hear J. 2021;73(1). doi:10.1186/s43044-021-00211-3
4. Lam CSP, Doehner W, Comin-Colet J, et al. Iron deficiency in chronic heart failure:
case-based practical guidance. ESC Hear Fail. 2018;5(5):764-771.
doi:10.1002/ehf2.12333
5. Cohen-Solal A, Leclercq C, Deray G, et al. Iron deficiency: An emerging therapeutic
target in heart failure. Heart. 2014;100(18):1414-1420. doi:10.1136/heartjnl-2014-
305669
6. McDonagh TA, Metra M, Adamo M, et al. 2021 ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure. Eur Heart J. 2021;42(36):3599-3726.
doi:10.1093/eurheartj/ehab368
7. Dinatolo E, Dasseni N, Metra M, Lombardi C, Von Haehling S. Iron deficiency in
heart failure. J Cardiovasc Med. 2018;19(12):706-716.
doi:10.2459/JCM.0000000000000686
8. Singer CE, Vasile CM, Popescu M, et al. Role of Iron Deficiency in Heart Failure—
Clinical and Treatment Approach: An Overview. Diagnostics. 2023;13(2):1-15.
doi:10.3390/diagnostics13020304
9. Rizzo C, Carbonara R, Ruggieri R, Passantino A, Scrutinio D. Iron Deficiency: A New
Target for Patients With Heart Failure. Front Cardiovasc Med. 2021;8(August).
doi:10.3389/fcvm.2021.709872
10. Elkammash A, Farahat RM, Al Sattouf A, Lenaerts J, Maung KY, Khatri A. Iron
Deficiency in Heart Failure: What Do We Know So Far? Cureus. 2022;14(10):8-15.
doi:10.7759/cureus.30348
11. Savarese G, von Haehling S, Butler J, Cleland JGF, Ponikowski P, Anker SD. Iron
deficiency and cardiovascular disease. Eur Heart J. 2023;44(1):14-27.
doi:10.1093/eurheartj/ehac569
24
12. Santhanakrishnan R. Understanding iron deficiency in heart failure: Clinical
significance and management. US Cardiol Rev. 2018;12(2):110-112.
doi:10.15420/usc.2017.30.2
13. Sharma AKHDR. Original Article : Prevalence of anemia and iron deficiency among
patients with heart failure admitted in a tertiary care hospital of sub-Himalayan Region
in North India. J Clin Prev Cardiol. 2021;58(March):134―142. doi:10.4103/jcpc.jcpc
14. Rocha BML, Cunha GJL, Menezes Falcão LF. The Burden of Iron Deficiency in Heart
Failure: Therapeutic Approach. J Am Coll Cardiol. 2018;71(7):782-793.
doi:10.1016/j.jacc.2017.12.027
15. Jankowska EA, Von Haehling S, Anker SD, MacDougall IC, Ponikowski P. Iron
deficiency and heart failure: Diagnostic dilemmas and therapeutic perspectives. Eur
Heart J. 2013;34(11):816-826. doi:10.1093/eurheartj/ehs224
16. Loncar G, Obradovic D, Thiele H, von Haehling S, Lainscak M. Iron deficiency in
heart failure. ESC Hear Fail. 2021;8(4):2368-2379. doi:10.1002/ehf2.13265
17. Martin RC, Lisi D. Iron Deficiency in Heart Failure: Characteristics and Treatment.
Curr Geriatr Reports. 2021;10(4):196-205. doi:10.1007/s13670-021-00370-w
18. Flexbook N. 12 . 72 Iron Transport & Storage. :1-8.
19. Dattani A. Iron Therapy in Heart Failure – The Evidence So Far . Br Cardiovasc Soc.
Published online 2021.
https://www.britishcardiovascularsociety.org/resources/editorials/articles/iron-therapy-
heart-failure-evidence-so-far
20. Drozd M, Jankowska EA, Banasiak W, Ponikowski P. Iron Therapy in Patients with
Heart Failure and Iron Deficiency : Review of Iron Preparations for Practitioners. Am J
Cardiovasc Drugs. Published online 2016. doi:10.1007/s40256-016-0211-2
21. Klip IT. Iron Status and Heart Failure: From prediction to prognosis. Published online
2016.
22. Masini G, Graham FJ, Pellicori P, et al. Criteria for Iron Deficiency in Patients With
Heart Failure. J Am Coll Cardiol. 2022;79(4):341-351. doi:10.1016/j.jacc.2021.11.039
23. von Haehling S, Ebner N, Evertz R, Ponikowski P, Anker SD. Iron Deficiency in Heart
Failure: An Overview. JACC Hear Fail. 2019;7(1):36-46.
doi:10.1016/j.jchf.2018.07.015
24. Martens P. The Effect of Iron Deficiency on Cardiac Function and Structure in Heart
Failure with Reduced Ejection Fraction. Card Fail Rev. 2022;8.
doi:10.15420/cfr.2021.26
25
25. Rineau E, Gaillard T, Gueguen N, et al. Iron deficiency without anemia is responsible
for decreased left ventricular function and reduced mitochondrial complex I activity in
a mouse model. Int J Cardiol. 2018;266:206-212. doi:10.1016/j.ijcard.2018.02.021
26. Ewa A. Jankowska, Piotr Rozentryt, Agnieszka Witkowska, Jolanta Nowak, Oliver
Hartmann, Beata Ponikowska, Ludmila Borodulin-Nadzieja, Waldemar Banasiak,
Lech Polonski, Gerasimos Filippatos, John J.V. McMurray, Stefan D. Anker, and Piotr
Ponikowski. Iron deficiency: an ominous sign in patients with systolic chronic heart
failure. 2010.
27. Manceau, H.; Ausseil, J.; Masson, D.; Feugeas, J.-P.; Sablonniere, B.; Guieu, R.; Puy,
H.; Peoc’h, K. Neglected Comorbidity of Chronic Heart Failure: Iron Deficiency.
Nutrients 2022, 14, 3214. https://doi.org/10.3390/ nu14153214

26

Anda mungkin juga menyukai