Anda di halaman 1dari 30

Clinical Report Session

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Oleh :
Gunawan : 2240312026
Rayhendra Hanif : 1910312009
Mutiara Adinda R : 1910312015
Khairfani Swandi : 1910312016
Azura Darmawan :1910311003

Preseptor :
dr. Rudy Afriant, Sp.PD-KHOM, FINASIM

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Clinical Report
Session tentang Anemia Defesiensi Besi..
Clinical Report Session ini merupakan salah satu syarat mengikuti
kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Rudy
Afriant, Sp.PD-KHOM, FINASIM selaku pembimbing yang telah memberikan
masukan dan bimbingan dalam pembuatan Clinical Report Session ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Clinical Report Session ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga Clinical Report Session ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 17 Mei 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................3
Latar Belakang....................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5
Definisi................................................................................................................5
Patofisiologi.........................................................................................................5
Etiologi................................................................................................................7
Patogenesis..........................................................................................................8
Manifestasi Klinis................................................................................................9
Diagnosis...........................................................................................................10
Diagnosis Banding.............................................................................................12
Tatalaksana.......................................................................................................12
BAB 3 LAPORAN KASUS.................................................................................15
Identitas Pasien.................................................................................................15
Anamnesis.........................................................................................................15
Pemeriksaan Fisik.............................................................................................17
Pemeriksaan Penunjang....................................................................................19
Diagnosa Kerja..................................................................................................21
Diagnosa Banding..............................................................................................21
Tatalaksana.......................................................................................................21
Edukasi.............................................................................................................22
Catatan Perkembangan Pasien..........................................................................23
BAB 4 DISKUSI...................................................................................................25
BAB 5 KESIMPULAN........................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia adalah keadaan dimana kemampuan sel darah merah (red blood
cells/RBC) untuk membawa oksigen menurun, yang ditandai dengan kadar
hemoglobin (Hb) dibawah 12 g/dL pada orang dewasa. Angka ini dapat berbeda-
beda tergantung dari usia, jenis kelamin, kehamilan.1,2
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron
store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.
Anemia defisiensi besi ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil
laboratorium yang menunjukan cadangan besi kosong. Hal ini disebabkan tubuh
manusia mempunyai kemampuan terbatas untuk menyerap besi dan seringkali
tubuh mengalami kehilangan besi yang berlebihan yang diakibatkan perdarahan. 1
Besi merupakan bagian dari molekul Hemoglobin, dengan berkurangnya
besi maka sintesa hemoglobin akan berkurang dan mengakibatkan kadar
hemoglobin akan turun. Hemoglobin merupakan unsur yang sangat vital bagi
tubuh manusia, karena kadar hemoglobin yang rendah mempengaruhi kemampuan
menghantarkan O2 yang sangat dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh. 1,2
Kebutuhan besi yang dibutuhkan setiap harinya untuk menggantikan zat
besi yang hilang dari tubuh dan untuk pertumbuhan ini bervariasi, tergantung dari
umur, jenis kelamin. Kebutuhan meningkat pada bayi, remaja, wanita hamil,
menyusui serta wanita menstruasi. Oleh karena itu kelompok tersebut sangat
mungkin menderita defisiensi besi jika terdapat kehilangan besi yang disebabkan
hal lain maupun kurangnya intake besi dalam jangka panjang.3,4
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai,
terutama di negara-negara tropik atau negara dunia ketiga. Anemia ini mengenai
lebih dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang
sangat merugikan serta dampak sosial yang cukup serius. Etiologi anemia
defisiensi besi (ADB) cukup beragam. Penyakit ini bisa dipengaruhi asupan zat
besi yang kurang, keadaan perdarahan yang kronik, ataupun malabsorpsi zat besi.
3
Penatalaksanaan anemia defisiensi besi (ADB) dilakukan berdasarkan derajat
keparahan dan gejala penyerta. Dengan terapi yang adekuat dan tepat, prognosis
pasien ADB umumnya baik. Prognosis dapat lebih buruk apabila ADB terjadi
komplikasi atau terdapat penyakit penyerta seperti gangguan ginjal, tumor, dan
lainnya.5,7,8
Pengetahuan dan keterampilan dokter umum dalam mendiagnosa dan
menatalaksana pasien dengan anemia defesiensi besi sangat dibutuhkan untuk
mencegah morbiditas dan mortalitas. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
membahas mengenai anemia defesiensi besi.

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko,
patofisiologi, gambaran klinik, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan
prognosis dari penyakit Anemia Defisiensi Besi

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
mengenai penyakit Anemia Defisiensi Besi.

1.4 Manfaat Penulisan


Melalui makalah ini diharapkan bermanfaat untuk menambah ilmu dan
pengetahuan mengenai penyakit Anemia Defisiensi Besi.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron
store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.
Ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer, besi serum menurun, TIBC
meningkat, saturasi transferin. 1
Menurut WHO dikatakan anemia bila : 1,2
● Laki dewasa : hemoglobin < 13 g/dl
● Wanita dewasa tak hamil : hemoglobin < 12 g/dl
● Wanita hamil : hemoglobin < 11g/dl
● Anak umur 6-14 tahun : hemoglobin < 12g/dl
● Anak umur 6 bulan-6 tahun : hemoglobin < 11g/dl
Kriteria klinik : untuk alasan praktis maka kriteria anemia klinik (di rumah sakit
atau praktek klinik) pada umumnya disepakati adalah :
● Hemoglobin < 10 g/dl
● Hematokrit < 30 %
● Eritrosit < 2,8 juta/mm³

2.2 Patofisiologi
a. Komposisi besi dalam tubuh 3,6
Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh :
1. Senyawa fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang
berfungsi dalam tubuh
2. Besi cadangan, senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi
berkurang
3. Besi transport, yaitu besi yang berikatan dengan protein tertentu
dalam fungsinya untuk mengangkut besi dari satu kompartemen ke
kompartemen lainnya.

5
Besi dalam tubuh tidak pernah dalam bentuk logam bebas (free icon),
tetapi selalu berikatan dengan protein tertentu. Besi bebas akan merusak jaringan,
mempunyai sifat seperti radikal bebas.
b. Absorpsi besi 1,4,5
Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan dalam usus.
Untuk memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses absorpsi.
Absorpsi besi paling banyak terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal,
disebabkan oleh struktur epitel usus yang memungkinkan untuk itu. Proses
absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase luminal, mukosal, dan korporeal.
Fase luminal terjadi ketika besi dalam makanan diolah dalam lambung
kemudian siap diserap di duodenum. Fase luminal besi dalam makanan terdapat 2
bentuk yaitu, besi heme yang terdapat dalam daging dan ikan, absorpsi tinggi,
tidak dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas
tinggi dan besi non-heme yang berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan, absorpsi
rendah, dipengaruhi oleh bahan pemacu dan penghambat sehingga
bioavailabilitasnya rendah. Bahan yang tergolong sebagai bahan pemacu absorpsi
besi adalah “meat factors” dan vitamin C, sedangkan yang tergolong sebagai
bahan penghambat ialah tanat, phytat, dan serat (fibre). Dalam lambung karena
pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa
lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri ke fero yang siap untuk
diserap.
Fase mukosal Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum
dan jejenum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat
kompleks. Dikenal adanya mucosal block, suatu mekanisme yang dapat mengatur
penyerapan besi melalui mukosa usus.
Fase korporeal Besi setelah diserap oleh eritrosit (epitel usus), melewati
bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus, kemudian dalam darah diikat
oleh apotransferin menjadi transferin. Transferin akan melepaskan besi pada sel
RES melalui proses pinositosis. Banyaknya absorpsi besi tergantung pada jumlah
kandungan besi dari makanan, jenis besi dalam makanan, adanya bahan
penghambat atau pemacu absorpsi dalam makanan. Kecepatan eritropoesis

6
c. Siklus besi dalam tubuh 1,4,6
Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup yang
diatur oleh besarnya besi yang diserap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologik
bersifat tetap. Besi yang diserap setiap hari berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi
terjadi dalam jumlah yang sama melalui eksfoliasi epitel. Besi dari usus dalam
bentuk transferin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag
dalam sumsum tulang sebesar 22 mg untuk dapat memenuhi kebutuhan
eritropoesis sebanyak 24 mg/hari. Eritrosit yang terbentuk secara efektif yang
akan beredar melalui sirkulasi memerlukan esi 17 mg, sedangkan besi sebesar 7
mg akan dikembalikan ke makrofag karena terjadinya hemolisis infektif
(hemolisis intramedular). Besi yang dapat pada eritrosit yang beredar, setelah
mengalami proses penuaan juga akan dikembalikan pada makrofag sumsum
tulang sebesar 17 mg. Sehingga dengan demikian dapat dilihat suatu lingkaran
tertutup (closed circuit) yang sangat efisien

2.3 Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan
besi, gangguan absorpsi serta kehilangan besi akibat pendarahan menahun 4,5,6
● Kehilangan besi sebagai akibat pendarahan menahun berasal dari :
○ Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau
NSAID, kanker lambung, kanker colon, divertikulosis, hemoroid,
dan infeksi cacing tambang.
○ Saluran genitalia perempuan : menorrhagia, atau metrorhagia
○ Saluran kemih : hematuria
○ Saluran nafas : hemoptoe
● Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau
kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat,
rendah vitamin C , dan rendah daging).
● Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
● Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.

7
Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi: 4-6
- Wanita menstruasi
- Wanita menyusui atau hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi
- Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang
cepat
- Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang
makan daging dan telur selama bertahun-tahun.
- Menderita penyakit maag.
- Penggunaan aspirin jangka panjang
- Kanker kolon
- Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan
dengan brokoli dan bayam.

2.4 Patogenesis
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan
besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin
menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi
yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai
oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta
pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut
terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit
tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron
deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah
peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit.
Saturasi transferin 12 menurun dan kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding
Capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum.
Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu
sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia hipokromik
mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia). Pada
saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang

8
dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gelaja
lainnya. 1,4,6

2.5 Manifestasi Klinis


1. Gejala Umum Anemia 1,6
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic
syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang
dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-
kunang, serta telinga mendenging. Anemia bersifat simptomatik jika hemoglobin
< 7 gr/dl, maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan
jaringan di bawah kuku.

2. Gejala Khas Defisiensi Besi


Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada
anemia jenis lain adalah : 1,5
a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh,
bergarisgaris vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang.

9
c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.


Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah
kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil
lidah, dan disfagia.
3. Gejala penyakit dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang
menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat
cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telpak tangan
berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena pendarahan kronik akibat
kanker kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang besar atau gejala lain
tergantung dari lokasi tersebut.2,5

2.6 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium
yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis anemia defisiensi besi. Tahap pertama
10
adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau
hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria WHO atau kriteria klinik.
Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga
adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.4
Secara laboratorium untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi
(tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi
modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut :4-6
● Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi, atau MCV < 80 fl
dan MCHC < 31 % dengan salah satu dari :
○ Dua dari parameter ini : Besi serum < 50 mg/dl, TIBC > 350
mg/dl, Saturasi transferin < 15% atau
○ Serum feritinin < 20 g/dl atau
○ Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain)
menunjukan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif atau
○ Dengan pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat
besi lain yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar
hemoglobin lebih dari 2 g/dl.
Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab
defisiensi besi. Tahap ini merupakan proses yang rumit yang memerlukan
berbagai jenis pemeriksaan tetapi merupakan tahap yang sangat penting untuk
mencegah kekambuhan defisiensi besi serta kemungkinan untuk dapat
menemukan sumber perdarahan yang membahayakan. Meskipun dengan
pemeriksaan yang baik, sekitar 20 % kasus anemia defisiensi besi tidak diketahui
penyebabnya. Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia
defisiensi besi yang disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat (TPG >
2000). Pada suatu penelitian di Bali, anemia akibat cacing tambang dijumpai pada
3,3 % pasien infeksi cacing tambang atau 12,2% dari 123 kasus anemia defisiensi
besi yang dijumpai. Jika tidak ditemukan pendarahan yang nyata, dapat dilakukan
tes darah samar (occult blood test) pada feses, dan jika terdapat indikasi dilakukan
endoskopi saluran cerna atas atau bawah. 4-6

11
2.6 Diagnosis Banding
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik
lainnya seperti : anemia akibat penyakit kronik, thalassemia, anemia sideroblastik.
Cara membedakan keempat jenis anemia tersebut dapat dilihat pada table. 4,6

2.7 Tatalaksana
Setelah diagnosis maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap
anemia defisiensi besi dapat berupa :5,7
1. Terapi kausal : tergantung penyebab, misalnya ; pengobatan cacing
tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal
harus dilakukan kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
12
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh
(iron replacemen theraphy).
a. Terapi besi per oral : merupakan obat piliham pertama (efektif,
murah, dan aman). Preparat yang tersedia : ferrosus sulphat (sulfas
fenosus). Dosis anjuran 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas fenosus
mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas fenosus 3 x
200 mg mengakibatkan absorpsi besi 50 mg/hari dapat
meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal. Preparat yang lain :
ferrosus gluconate, ferrosus fumarat, ferrosus lactate, dan ferrosus
succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas dan
efek samping hampir sama dengan sulfas fenosus.7,8
b. Terapi besi parenteral Terapi ini sangat efektif tetapi efek samping
lebih berbahaya, dan lebih mahal. Indikasi :4,7
- intoleransi terhadap pemberian oral
- kepatuhan terhadap berobat rendah
- gangguan pencernaan kolitis ulseratif yang dapat kambuh
jika diberikan besi
- penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada
gastrektomi
- keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga
tidak cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral
- Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti
pada kehamilan trisemester tiga atau sebelum operasi.
- Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian
eritropoetin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia
akibat penyakit kronik.
Preparat yang tersedia : iron dextran complex (mengandung 50 mg
besi/ml) iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric
gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parental dapat diberikan secara
intrauskular dalam atau intravena. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi
anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop.

13
Terapi besi parental bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin
dan mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg. Dosis yang diberikan dapat
dihitung melalui rumus berikut :
Kebutuhan besi(mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg
Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali pemberian
c. Pengobatan lain . 9,10
- Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama
yang berasal dari protein hewani
- Vitamin c : vitamin c diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan
absorpsi besi.
- Transfusi darah : anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfusi
darah. Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia defisiensi besi
adalah :
- Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung
- Anemia yang sangat simpomatik, misalnya anemia dengan gejala
pusing yang sangat menyolok.
- Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat
seperti pada kehamilan trisemester akhir atau preoperasi.
Respon terhadap terapi
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang penderita dinyatakan
memberikan respon baik bila : Retikulosit naik pada minggu pertama, menjadi
normal setelah hari 10-14 diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari. Hemoglobin menjadi
normal setelah 4-10 minggu.7-10
Jika respon terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan :
1. Dosis besi kurang
2. Masih ada pendarahan cukup banyak
3. Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum
4. Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, peradangan menahun,
atau pada saat yang sama ada defisiensi asam folat.
5. Diagnosis defisiensi besi salah
Jika dijumpai keadaan diatas maka, lakukan evaluasi kembali dan ambil
tindakan yang tepat.
14
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Pasar Durian Kilangan, Pasaman Barat
Pekerjaan : Guru
Tanggal Pemeriksaan : 17 Mei 2023

3.2 Anamnesis
Pasien perempuan berusia 38 tahun dirawat dibangsal penyakit dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 12 Mei 2023 dengan :

3.3 Keluhan Utama


Lemah letih yang dirasakan meningkat sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit.

3.4 Riwayat Penyakit Sekarang


● Lemah letih dirasakan meningkat sejak 2 hari sebelum masuk Rumah
Sakit, lemah letih sudah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu.
● Pasien merasakan susah menelan sejak 4 bulan yang lalu. pasien hanya
bisa memakan makanan yang lunak, sebelumnya pasien sudah mengetahui
pembesaran amandel sejak 1,5 tahun yang lalu, namun pasien baru ingin di
operasi pengangkatan amandel tersebut karena sudah sangat mengganggu
saat menelan
● Pasien mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan
sejak 3 bulan yang lalu, sebanyak 4 kg.
● Pasien merasa tampak pucat sejak 3 bulan yang lalu.
● Pasien merasa sering kurang konsentrasi sejak 3 bulan yang lalu
● Demam disangkal oleh pasien.
● Sesak nafas disangkal oleh pasien

15
● Nyeri dada dan berdebar debar disangkal oleh pasien
● Ikterus tidak ada
● Batuk dan pilek disangkal oleh pasien.
● Benjolan ataupun pembesaran disangkal oleh pasien.
● Pendarahan disangkal oleh pasien.
● BAK pasien tidak ada keluhan ( warna kekuningan, frekuensi biasa )
● BAB pasien tidak ada keluhan. ( warna kekuningan, frekuensi biasa,
konsistensi biasa, tidak disertai BAB hitam, berdarah, berlendir ataupun
BAB seperti kotoran kambing)
● Pasien alergi obat amoxicillin, ampisilin, atau obat yang berakhiran -cilin.
● Pasien merupakan konsul dari bagian THT-KL yang direncanakan untuk
pengangkatan amandel

3.5 Riwayat Penyakit Dahulu


● Riwayat diabetes melitus tidak ada.
● Riwayat hipertensi tidak ada
● Riwayat keganasan tidak ada
● Riwayat penyakit jantung tidak ada
● Riwayat Gastritis tidak ada
● Riwayat Asma tidak ada
● Riwayat haid abnormal tidak ada
● Riwayat trauma ataupun perdarahan sebelumnya tidak ada

3.6 Riwayat Penyakit Keluarga


● Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan penyakit sama seperti
pasien.
● Riwayat penyakit yang berhubungan dengan darah pada keluarga tidak ada

3.7 Riwayat Pengobatan


● Pasien memiliki riwayat mengkonsumsi obat penisilin.
● Riwayat konsumsi obat asam lambung tidak ada
● Riwayat donor darah ataupun pengambilan darah sebelumnya tidak ada

16
3.8 Riwayat Pekerjaan, Sosial dan Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan
● Pasien merupakan seorang guru, namun karena keluhan lemah letih sudah
tidak bekerja lagi.
● Pasien jarang aktivitas fisik
● Pasien tidak merokok dan tidak minum minuman beralkohol
● Rutin minum teh dan kopi disangkal pasien

3.9 Pemeriksaan Fisik


Tanda Vital
● Keadaan umum : Tampak sakit sedang
● Kesadaran : Komposmentis kooperatif
● Tekanan darah : 125/74 mmHg
● Frekuensi nadi : 98 x/menit
● Frekuensi napas : 18 x/menit
● Suhu : 36,8 oC
● SpO2 : 99%
● Berat badan : 46 kg
● Tinggi badan : 151 cm
● Keadaan gizi : IMT 20,1
● Sianosis : tidak ada
● Edema : tidak ada
● Anemis : Pada konjungtiva dan kulit
● Ikterus : tidak ada

Pemeriksaan Fisik
● Kulit : Tampak pucat, petechiae tidak ada, tidak tampak sianosis,
tidak tampak ikterus, teraba hangat, turgor kulit kembali cepat
● KGB : Tidak ada pembesaran KGB
● Kepala : Simetris, normochepal, wajah simetris, tidak ada luka,
tidak ada deformitas
● Rambut : Warna hitam, persebaran merata, tidak mudah dicabut

17
● Mata : Konjungtiva pucat, sklera putih, pupil isokor diameter
3mm/3mm, reflek cahaya langsung +/+, reflek cahaya tidak langsung +/+
● Telinga : Daun telinga tidak ada kelainan kongenital, tidak ada
peradangan, bentuk ukuran telinga normal pada kedua telinga, liang
telinga lapang, tidak hiperemis, sekret tidak ada, nyeri tekan tragus tidak
ada, nyeri tarik pinna tidak ada, nyeri tekan dan ketok mastoid tidak ada
● Mulut : Warna dan mukosa bibir kering dan pucat, mukosa pipi
merah muda, atropi papil lidah (+), tonsil T2-T2 udem dan tidak
hiperemis, dinding posterior faring tidak hiperemis
● Leher : Tidak ada pembesaran KGB, JVP 5+0 cmH2O
● Hidung : Tidak tampak kelainan kongenital, tidak ada tanda
peradangan, napas cuping hidung tidak ada
● Paru
- Inspeksi : Dinding dada simetris pada keadaan statis dan
dinamis, retraksi dinding dada tidak ada
- Palpasi : Fremitus kanan sama dengan kiri
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : Suara napas bronkovesikuler, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
-
● Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
- Perkusi
● batas jantung atas kiri : RIC 2
● batas jantung kanan : Linea parasternalis kanan
● batas jantung kiri : 1 jari medial LMCSRIC V
- Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
● Abdomen
- Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit, perut mencekung
tidak ada, kulit perut tidak tampak meregang atau mengekerut,

18
tidak tampak penonjolan, tidak tampak pelebaran vena dinding
abdomen
- Palpasi : Nyeri tekan dan nyeri lepas tidak ada, defense
muscular tidak ada, supel, hepar tidak teraba, dan lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
● Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema tidak ada, ·
clubbing finger (-), Koilonychia (-)
● Alat kelamin : Tidak diperiksa

3.10 Pemeriksaan Penunjang


Tanggal 04-05-2023
Hb : 5,8 g/dL
Hematokrit : 23%
Trombosit : 465.000
Leukosit : 7370
MCV : 56
MCH : 14
MCHC : 25
PT : 10,5
APTT : 26,6
SGOT/SGPT : 12/9
Ur/Cr : 11/0,6
GDS : 97
Na/K/Cl : 138/3,7/109
Kesan : Anemia, trombositosis

10-05-2023
Serum ion :7
Ferritin :5
Kesan : TIBC meningkat, Serum iron menurun, ferritin menurun

19
Gambaran Sel Darah Tepi ( 16-05-2023 )
Eritrosit : Mikrositik hipokrom
Kesan : Anemia mikrositik hipokrom

Feses Rutin ( 10-05-2023 )


Tes Darah Samar : Negatif
Warna : Coklat
Konsistensi : Lunak
Lendir : Negatif
Darah : Negatif
Telur Cacing : Negatif
Larva Cacing : Negatif
Kesan : Tes darah samar feses negatif, analisis feses dalam batas normal.
EKG Jantung

Interpretasi : Kalibrasi baik, irama sinus rhytm, QRS rate 85x/menit,


Gelombang P normal, PR interval 0,16 (normal), QRS durasi 0,06 (normal), ST
segemen isoelektrik, Gelombang T normal ( Positif disemua lead, kecuali lead
AVR), RVH (-). LVH (-)
Kesan : EKG dalam batas normal

Rontgen Thorax
20
Kesan : Cor dan Pulmo dalam batas normal

3.11 Diagnosa Kerja


Anemia berat mikrositik hipokrom ec defisiensi Fe
Tonsilitis Kronis

3.12 Diagnosa Banding


Anemia berat mikrositik hipokrom ec Penyakit kronik

3.13 Tatalaksana
a. Non medikamentosa
● Tirah baring

21
b. Medikamentosa
● ist/diet ML TKTP
● IVFD Nacl 0,9% 8 jam/kolf
● Sulfas ferosus 2x200mg po
● Paracetamol 3x500mg k/p po
● Crossmatch prc 2 unit
● Transfusi prc 2 unit
c. Rencana Tonsilektomi

3.14 Edukasi
● Mencegah perdarahan
● Suplemen besi pada wanita hamil
● Diet tinggi Fe : Makanan yang mengandung zat besi tinggi, seperti bayam,
hati ayam, ikan, sereal, kacang-kacangan, kentang, daging merah,
makanan laut, tahu, dan kedelai dapat membantu mencegah ADB.
● Hindari makanan atau minuman yang dapat mengganggu penyerapan besi,
misalnya teh dan kopi.

22
3.15 Catatan Perkembangan Pasien
18/Mei/2023 S/ Lemah letih (+)
Perdarahan tidak ada
Mual dan muntah tidak ada
Nyeri dada tidak ada
Sesak napas tidak ada
Demam tidak ada

O/ KU Kes TD HR RR T SpO2
Sedang CMC 125/60 84 x/’ 21x/’ 36,5 C 99%

Mata : konjungtiva pucat +, sklera ikterik (-)


Mulut : Atropi papil lidah (+)
Paru : SN bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Jantung : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, bising
usus normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema tidak ada

A/ Anemia ringan mikrositik hipokrom ec def. Fe ( perbaikan )


Tonsilitis Kronis

P/ Atasi anemia
Tranfusi PRC 1 unit
Cek ulang DR post tranfusi
Sulfas Ferosus 3X2000 mg PO

19/Mei/2023 S/ Lemah letih tidak ada


Perdarahan tidak ada
Mual dan muntah tidak ada

23
Nyeri dada tidak ada
Sesak napas tidak ada
Demam tidak ada

O/ KU Kes TD HR RR T SpO2
Sedang CMC 127/67 88 x/’ 22x/’ 36,7 C 99%

Mata : konjungtiva pucat +, sklera ikterik (-)


Mulut : Atropi papil lidah (+)
Paru : SN bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Jantung : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, bising
usus normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema tidak ada

A/ Anemia ringan mikrositik hipokrom ec def. Fe ( perbaikan )


Tonsilitis Kronis

P/ Atasi anemia
Rencana pulang dan rawat jalan hari ini
Obat pulang :
- Sulfas Ferosus 3x2000 mg PO
- Paracetamol 3x500 mg

24
BAB 4
DISKUSI

Seorang pasien perempuan berusia 38 tahun dikonsulkan oleh bagian


THT-KL ke bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal
17 Mei 2023 dengan keluhan lemah letih sejak 2 minggu yang lalu yang
meningkat sejak 2 hari yang lalu. Pasien merasa sudah pucat dan mengalami
penurunan konsentrasi sejak 3 bulan yang lalu. Selain itu, terdapat keluhan susah
menelan sejak 4 bulan yang lalu karena peradangan tonsil. Pasien mengalami
kesulitan memakan makanan dengan tekstur keras seperti daging merah. Hal
tersebut menyebabkan pasien mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan
berat badan sebanyak 4 kg. Pasien telah mengetahui adanya pembesaran tonsil
sejak 1,5 tahun yang lalu, tetapi pasien baru ingin mengoperasinya sekarang
karena sudah sangat mengganggu saat menelan makanan. Pasien direncanakan
oleh bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk tindakan tonsilektomi.
Pasien menyangkal adanya riwayat perdarahan seperti epistaksis,
hematemesis, melena, serta darah menstruasi dalam batas normal (tidak terlalu
sering mengganti pembalut). Gejala demam dan batuk pilek disangkal oleh pasien.
Sesak napas dan nyeri dada disangkal. BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat cacingan juga disangkal oleh pasien. Pasien tidak menderita hipertensi
dan diabetes melitus dan pasien mengaku tidak ada keluarga yang menderita
penyakit tersebut. Akan tetapi, pasien memiliki alergi terhadap beberapa jenis
antibiotik seperti amoxicillin dan ampicillin.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, kulit tampak pucat
tanpa ptekie, sianosis, dan ikterik. Pada mukosa bibir tampak pucat dan kering.
Tidak ada clubbing finger. Terdapat atrofi papil pada lidah pasien dan tonsil yang
membesar, udem, tidak hiperemis. Pemeriksaan fisik pada paru, jantung, dan
abdomen dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang pada pasien didapatkan
beberapa pemeriksaan tidak normal seperti Hb 5,8; Hematokrit 23%; serum ion
dan feritin yang menurun, dan pada gambaran darah tepi didapatkan anemia
mikrositik hipokrom.

25
Diagnosis pada Ny. D ditegakkan berdasarkan gejala yang diperoleh dari
anamnesis seperti lemah letih, sulit berkonsentrasi, pucat, berkurangnya intake
makanan akibat nyeri saat menelan, serta pasien menyangkal adanya tanda-tanda
perdarahan. Diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik yang ditemukan seperti
konjungtiva anemis dan kulit yang pucat serta temuan abnormal pada pemeriksaan
penunjang seperti penurunan Hb dan pada gambaran darah tepi didapatkan anemia
mikrositik hipokrom. Berdasarkan ketiga komponen diagnosis di atas didapatkan
hasil pasien menderita anemia defisiensi besi.1,4,10
Zat besi berfungsi untuk pembentukan hemoglobin. Hemoglobin memiliki
peran yang penting bagi tubuh seperti Mengatur pertukaran oksigen dengan
karbondioksida di dalam jaringan-jaringan tubuh. Mengambil oksigen dari paru-
paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida
dari jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme paru paru untuk di keluarkan dari
tubuh. Keluhan lemah letih, sulit berkonsentrasi disebabkan karena hemoglobin
yang rendah dalam darah menyebabkan fungsi optimal yang diharapkan dan dapat
dikompensasi oleh tubuh yang tidak tercapai. Hal ini disebabkan karena gangguan
pertukaran oksigen dengan karbondioksida, dan pada bagian distal pembuluh
darah tidak terpenuhi kebutuhan oksigen dengan baik sehingga muncul keluhan
pucat. 4-6
Ny.D mengaku bahwa ia menghindari memakan makanan yang keras
seperti daging merah dalam beberapa bulan terakhir serta Ny.D masih mengalami
siklus menstruasi yang teratur setiap bulan. hal ini menyebabkan tubuh tidak dapat
lagi mengkompensasi penurunan zat besi. Kehilangan besi atau kebutuhan besi
yang meningkat pada awalnya akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi
makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan
zat besi yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini
ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam
usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. 1-4
Terapi pada pasien dilakukan dalam non medikamentosa dan medika
mentosa. Pasien ditirah baring dan diberi obat-obatan seperti Sulfas ferosus
2x200mg dan transfusi pcr 2 unit. Nilai heoglobin pada kasus Ny.D dapat
dinaikkan dengan terapi oral saja, namun Ny.D akan melaksanakan tonsilektomi
26
sehingga diberikan tranfusi dengan harapan Hb bisa lebih cepat naik. Edukasi
yang dapat diberikan kepada pasien berupa menyarankan pasien untuk meminum
suplemen besi, diet tinggi Fe seperti memakan makanan dengan kandungan tinggi
zat besi (bayam, daging merah, hati ayam, kedelai, dll), serta menghindari
minuman yang mengandung zat tanin seperti teh. 4-6

27
BAB 5
KESIMPULAN

Anemia adalah keadaan dimana kemampuan sel darah merah (red blood
cells/RBC) untuk membawa oksigen menurun, yang ditandai dengan kadar
hemoglobin (Hb) dibawah 12 g/dL pada orang dewasa. Angka ini dapat berbeda-
beda tergantung dari usia, jenis kelamin, kehamilan. 1,2 Anemia defisiensi besi
(ADB) adalah bentuk anemia yang paling umum terjadi secara global dan
termasuk ke dalam jenis anemia mikrositik hipokromik. 3,4
Diagnosis ADB ditegakkan bila ditemukan kadar hb rendah, serum besi
rendah, serum ferritin rendah, dan kapasitas total pengikat besi (total iron binding
capacity/TIBC) meningkat. Pemeriksaan penunjang juga dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab, misalnya dengan cara memeriksa darah samar feses
untuk melihat keberadaan perdarahan di gastrointestinal.4–6
Etiologi anemia defisiensi besi (ADB) cukup beragam. Penyakit ini bisa
dipengaruhi asupan zat besi yang kurang, keadaan perdarahan yang kronik,
ataupun malabsorpsi zat besi. Penatalaksanaan anemia defisiensi besi (ADB)
dilakukan berdasarkan derajat keparahan dan gejala penyerta, meliputi modifikasi
diet, penanganan kondisi penyerta, terapi besi oral, terapi besi parenteral, dan
transfusi darah. Keberhasilan terapi ADB ditandai dengan peningkatan
hemoglobin sebanyak 2 g/dL dalam 3 minggu. Pengobatan harus dilanjutkan
selama paling tidak 6 bulan untuk memastikan persediaan besi dalam darah sudah
4,5,7
kembali normal dan menghindari rekurensi.
Dengan terapi yang adekuat dan tepat, prognosis pasien ADB umumnya
baik. Prognosis dapat lebih buruk apabila ADB terjadi komplikasi atau terdapat
penyakit penyerta seperti gangguan ginjal, tumor, dan lainnya.9,10

28
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Anemia. WHO. 2017. Diunduh dari:


http://www.who.int/topics/anaemia/en/.

2. World Health Organization. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of


anaemia and assessment of severity. Vitam Miner Nutr Inf Syst. 2011:1-6

3. World Health Organization. Micronutrient deficiencies. WHO. 2013. Diunduh


dari: http://www.who.int/nutrition/topics/vad/en/.

4. Harper JL. Iron deficiency anemia. Medscape. 2016. Diunduh dari:


http://emedicine.medscape.com/article/202333-overview.

5. Short M, Domagalski J. Iron deficiency anemia: evaluation and management.


Am Fam Physician. 2013;87:98–104

6.Schrier SL. Causes and diagnosis of iron deficiency and iron deficiency anemia
in adults. UpToDate. 2016.

7. Schier S, Auerbach M. Treatment of iron deficiency anemia in adults. Diunduh


dari: http://www.uptodate.com/contents/treatment-of-iron-deficiency-anemia-in-
adults.

8. World Health Organization. The Global Prevalence of Anaemia in 2011. WHO


Rep. 2015;48

9. World Health Organization. Global Prevalence of Anaemia in 2011. Diunduh


dari:
http://www.who.int/vmnis/anaemia/prevalence/summary/anaemia_data_status_t2/
en/.

10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Kemenkes RI. 2013. Diunduh dari: http://www.depkes.go.id/.

29

Anda mungkin juga menyukai