Indonesia merupakan Negara yang kaya akan keanekaragaman
sumber daya alam. Indonesia memungkinkan tumbuhnya berbagai
macam tumbuh-tumbuhan dengan subur seperti buah-buahan. Banyaknya tanaman yang ada memiliki manfaat yang beraneka ragam pula. Oleh karena itu sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Salah satu tanaman di Indonesia yang dapat digunakan sebagai obat yaitu daun kelor (Moringa oleifera). Selain sayuran dan buah-buahan masih banyak lagi bahan yang mengandung vitamin C yang belum banyak orang ketahui, salah satunya adalah daun kelor. Di masyarakat daun kelor kebanyakan hanya digunakan sebagai pagar atau pembatas kebun, sedangkan kenyataannya daun kelor memiliki kandungan vitamin C 7 kali lebih tinggi dari jeruk dimana masyarakat belum mengetahui hal tersebut. Daun kelor (Moringa oleifera) adalah sejenis tumbuhan dari suku moringaceace. Tumbuhan ini memiliki ketinggian batang 7-11 meter. Daun kelor berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai, dapat dibuat sayur dan obat (Nurcahyati, 2014). Manfaat daun kelor dapat mengobati sakit mata, penyakit kuning (liver), rematik, pegal linu, sukar buang air kecil, alergi, cacingan dan luka bernanah. Tentunya hal ini tidak lepas dari peran daun kelor sebagai antioksidan dan antiperadangan pada sel. Vitamin adalah senyawa organik yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan walaupun hanya dalam jumlah yang sedikit. Vitamin terdiri dari dua jenis, yaitu vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak. Vitamin C (asam askorbat) adalah salah satu jenis vitamin yang larut air dan memiliki peranan penting di dalam tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor. Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan spektrofotometer. Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Absorbansi adalah perbandingan intensitas sinar yang diserap dengan intensitas sinar datang. Nilai absorbansi ini akan bergantung pada kadar zat yang terkandung di dalamnya, semakin banyak kadar zat yang terkandung dalam suatu sampel maka semakin banyak molekul yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu sehingga nilai absorbansi semakin besar. Cahaya Cahaya merupakan kuantum energi atau gelombang elektromagnetik yang dapat merambat dengan atau tanpa adanya medium rambatan. Berdasarkan jenisnya, cahaya dibedakan menjadi cahaya yang tampak dan cahaya yang tidak tampak. Cahaya tampak merupakan cahaya yang jika mengenai benda maka benda tersebut akan dapat dilihat oleh manusia, contohnya adalah cahaya matahari. Cahaya tak tampak merupakan cahaya yang bila mengenai benda tidak akan tampak lebih terang atau masih sama sebelum terkena cahaya. Contoh cahaya tak tampak adalah sinar inframerah dan sinar x. Gelombang didefinisikan sebagai sebuah fenomena gerakan bolak balik sebagai akibat adanya gangguan pada medium udara, air maupun gas yang kemudian merambat pada ruang menstransmisikan energi yang menyertainya. Gelombang bergerak berpindah dari satu tempat ketempat lainnya tanpa didikuti oleh medium perantaranya. Absorbansi adalah perbandingan intensitas sinar yang diserap dengan intensitas sinar datang. Nilai absorbansi ini akan bergantung pada kadar zat yang terkandung didalamnya, semakin banyak kadar zat yang terkandung dalam suatu sampel maka semakin banyak molekul yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu sehingga nilai absorbansi semakin besar atau dengan kata lain nilai absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang terkandung didalam suatu sampel. Transmitansi adalah perbandingan intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan cahaya datang. Ketika cahaya mengenai sampel, sebagian akan diserap, sebagian akan dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan. Pada spektrofotometri, cahaya datang atau cahaya masuk atau cahaya yang mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah transmitansi atau absorbansi. Vitamin C merupakan vitamin larut dalam air dan mempunyai komponen aktif asam askorbat. Asam askorbat merupakan antioksidan yang melindungi tubuh dari radikal bebas dan membantu memperbaiki kerusakan jaringan. Manfaat vitamin C sangat banyak bagi tubuh antara lain, untuk mengatasi penyakit jantung, hipertensi, kolestrol, stroke, menyembuhkan luka, menjaga kesehatan gusi, meningkatkan kekebalan tubuh, menjaga kesehatan saraf dan hormon serta meningkatkan penyerapan dari zat gizi lainnya. Vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Oksidasi dipercepat dengan adanya tembaga dan besi. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat kedalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk kedalam pelarut. Metode infusa adalah cara penyarian simplisia nabati dengan air pada suhu 90℃ selama 15 menit. Infus dibuat dengan cara simplisia dengan derajat halus yang cocok dicampur dengan air secukupnya, kemudian dipanaskan dalam tangas air selama 15 menit dihitung mulai suhu di dalam panic sampai 90℃ , sambil sekali-kali diaduk. Tanaman Kelor (Moringa oleifera L.) merupakan tanaman asli india, tepatnya berasal dari kawasan di kaki bukit Himalaya Asia Selatan. Namun, pada saat ini tanaman kelor telah banyak dibudidayakan dan beradaptasi dengan baik di daerah tropis salah satunya di negara Indonesia. Tanaman kelor adalah tanaman berupa pohon dengan ketinggian 7-11 meter. 2.4.1 Kandungan Senyawa Daun Kelor Daun kelor sangat kaya akan nutrisi, diantaranya kalsium, potasium, protein, vitamin A dan vitamin C. Selain itu, WHO juga telah menobatkan kelor sebagai pohon ajaib setelah melakukan studi dan menemukan bahwa tumbuhan ini berjasa sebagai penambah kesehatan. Kelor diketahui mengandung lebih dari 90 jenis nutrisi vitamin, mineral, asam amino, antipenuaan, dan antiinflamasi. Kelor juga mengandung 539 senyawa yang dikenal dalam pengobatan tradisional di Afrika dan India serta telah digunakan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit.
Spektrofotometer adalah sebuah metode analisis untuk mengukur
konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut mengabsorbsi berkas sinar atau cahaya. Spektro menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, sementara fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Spektrofotometri merupakan metode pengukuran absorbsi energi cahaya oleh suatu sistem kimia sebagai fungsi dari panjang gelombang. Metode spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk menetapkan kadar dengan menggunakan perbandingan absorbansi sampel dengan absorbansi buku, atau dengan menggunakan persamaan regresi linier. Persamaan kurva baku selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar dalam sampel. a. Ekstraksi sampel dengan Metode Infusa a) Daun Segar 1. Mengambil 1 gram sampel pasta daun Kelor. 2. Menambahkan 100 ml aquades 3. Kemudian diinfusa dengan cara memanaskan sampel pada suhu 90ºC selama 15 menit sambil sesekali diaduk. 4. Setelah 15 menit, larutan infusa diambil dan diserkai selagi panas melalui kertas saring hingga mencapai volume infusa sebanyak 100 ml. b. Uji Kualitatif vitamin C ekstrak daun kelor 1. Memipet 3 ml larutan sampel ekstrak daun kelor segar menambahkan tetes demi tetes betadin, warna betadin akan berkurang atau hilang ± 3 menit. c. Pembuatan larutan induk vitamin C 100 ppm 1. Menimbang 50 mg asam askorbat kemudian memasukkan ke dalam labu ukur 500 mL dan melarutkan dengan aquades sampai tanda batas. d. Penentuan panjang gelombang maksimum 1. Memipet 5 ml larutan vitamin C 100 ppm dan dimasukkan kedalam labu terukur 50 mL (konsentrasi 10 ppm). Lalu menambahkan aquades sampai tanda batas dan dihomogenkan. 2. Mengukur serapan maksimum pada panjang gelombang 200-700 nm dengan menggunakan blanko aquades. e. Pembuatan kurva kalibrasi 1. Memipet larutan vitamin C 100 ppm kedalam labu ukur 50 mL masing-masing 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml, (10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, dan 40 ppm). Kemudian menambahkan aquades hingga tanda batas lalu menghomogenkan dan mengukur serapannya pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh. f. Pengukuran vitamin C dalam ekstrak daun. 1. Hasil penyaringan daun kelor segar dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. 2. Memipet sebanyak 1 ml dalam labu ukur 10 ml. 3. Mengukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum yang didapat sebanyak 3 kali pengukuran lalu dihitung kadar vitamin C dengan memasukkan nilai absorbansi kedalam persamaan regresi linear. 4. Mengulangi langkah 1-3 untuk ekstrak daun kering.
2. Ekstraksi biasa Sampel Daun Kelor
a) Daun Segar 1. Mengambil 1 gram sampel pasta daun kelor. Kemudian memasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. 2. Menambahkan 100 ml aquades sampai tanda batas kemudian di aduk dan dihomogenkan. 3. Menyaring filtrat menggunakan kertas saring. 4. Hasil penyaringan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. 5. Memipet sebanyak 1 ml dalam labu ukur 10 ml kemudian menambahkan aquades hingga tanda batas kemudian di homogenkan. 6. Mengukur absorbansi pada panjang gelombang yang didapat sebanyak 3 kali pengukuran lalu dihitung kadar vitamin C dengan memasukkan nilai absorbansi kedalam persamaan regresi linear. 7. Mengulangi langkah 1-6 untuk ekstrak daun kering. Sampel daun yang digunakan pada penelitian ini adalah daun kelor (Moringa Oleifera) yang diklasifikasi menjadi daun kering dan daun segar. Daun segar adalah daun yang diambil langsung kemudian diolah menjadi ekstrak sedangkan daun kering adalah daun segar yang terlebih dahulu dikeringkan selama 3 hari tanpa terkena sinar matahari langsung. Kedua sampel tersebut kemudian dihaluskan lalu diekstraksi menggunakan metode infusa. Pemilihan metode ini karena senyawa yang bermanfaat dan diketahui sebagai antioksidan alami sebagian besar mudah larut dalam air, oleh karena itu selain sesuai dengan kebiasaan masyarakat pada umumnya yang mengolah daun kelor dengan cara direbus, cara infusa merupakan cara yang efektif dalam menarik zat berkhasiat yang dapat digunakan sebagai antioksidan salah satunya yaitu vitamin C. Uji kuantitatif dilakukan dengan menentukan kadar vitamin C pada daun kelor (Moringa Oleifera) segar dan kering. Penentuan kadar dilakukan dengan metode spektrofotometri UV-Vis. Terlebih dahulu dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum dari asam askorbat. Hal ini dilakukan untuk menentukan pada Panjang gelombang berapa vitamin C memberikan serapan cahaya yang paling tinggi. Panjang gelombang maksimum asam askorbat (konsentrasi 10 ppm) pada range 200-700 nm diperoleh absorbansi maksimal sebesar 0,804 pada panjang gelombang 264 nm. Selanjutnya, dilakukan pembuatan kurva baku asam askorbat digunakan beberapa konsentrasi yakni konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm. Pengukuran absorbansi dilakukan menggunakan spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 264 nm. 10 ppm nilai absorbansinya (0,7130), 20 ppm nilai absorbansinya (1,2699), 30 ppm nilai absorbansinya (1,7035), dan 40 ppm nilai absorbansinya (2,1683). Pembuatan kurva baku ini berguna dalam menentukan konsentrasi vitamin C dengan menggunakan persamaan regresi y = a + bx. Hasil pengukuran kurva baku diperoleh persamaan regresi y = 0.048x + 0,2638 dengan nilai koefisien korelasi r sebesar 0,9971. Nilai r yang mendekati 1 menunjukkan bahwa persamaan regresi tersebut adalah linear. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsentrasi larutan asam askorbat dengan nilai absorbansi, yaitu semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula nilai absorbansi yang dihasilkan. Linearitas merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Pengukuran absorbansi dilakukan dengan metode spektrofotometri UV-Vis menggunakan alat yang disebut spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 264 nm. Vitamin C pada daun kelor segar dan daun kering diidentifikasi dengan menggunakan betadin sebagai indikator dan menggunakan aquades sebagai pelarut. Aquades digunakan sebagai pelarut karena dapat mengurangi resiko keberadaan zat pengotor. Hal ini sesuai dengan Suhaera et al. 2019) yang menyatakan vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air, maka pelarut yang digunakan adalah aquades dengan tujuan untuk mengurangi resiko keberadaan zat pengotor. Sampel yang telah diuji dengan betadin dan menunjukkan hasil positif pada bawang putih tunggal dan jamak ditandai dengan menghilangnya warna betadin pada sampel. Kadar vitamin C ekstrak daun kelor segar dan daun kering dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 264 nm. Kadar vitamin C dihitung sebagai kadar vitamin C total dalam sampel. Perhitungan ini berdasarkan hukum Lambert-Beer yang menunjukkan hubungan lurus antara absorbansi dan kadar analit, artinya semakin besar nilai absorbansi ekstrak maka semakin besar pula kadar vitamin C yang terkandung pada ekstrak daun.