Anda di halaman 1dari 40

ANALISIS NILAI ABSORBANSI DALAM PENETAPAN KADAR

VITAMIN C HASIL EKSTRAKSI DAUN SUKUN (Artocarpus Communis)


MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

Draf Proposal

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Seminar Proposal

Penelitian Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi

UIN Alauddin Makassar

Oleh:
SUSI SUSANTI
60400117042

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan keanekaragaman sumber daya

alam. Indonesia memungkinkan tumbuhnya berbagai macam tumbuh-tumbuhan

dengan subur seperti buah-buahan. Banyaknya tanaman yang ada memiliki manfaat
yang beraneka ragam pula. Oleh karena itu sangat potensial untuk dimanfaatkan

sebagai obat tradisional. Salah satu tanaman di Indonesia yang dapat digunakan

sebagai obat yaitu daun sukun (Artocarpus altilis)

Sukun (Artocarpus altilis) adalah tanaman yang termasuk dalam family

Moraceae. Buah sukun banyak dimanfaatkan sebagai makanan. Kandungan dari buah

sukun yaitu protein, vitamin, kalsium, magnesium, kalium, tembaga, zat besi,

thiamin, dan senyawa fenolik. Buah sukun dapat digunakan sebagai sumber makanan

alternatif, sementara itu, daun sukun juga banyak dimanfaatkan sebagai obat

tradisional u8ntuk penyakit hipertensi dan jantung.

Hasil penelitian Fakhrudin (2015) menyatakan daun sukun memiliki banyak

kandungan antioksidan sepsrti flavonoid, xanthone, triterpenoid, dan stilbene. Dari

beberapa antioksidan diatas, antioksidan yang paling banyak diteliti adalah flavonoid

yang mempunyai aktivitas anti inflamasi. Selain aktivitas anti inflamasi, efek lain

yang ditemukan yaitu efek antikanker, antiplatelet, dan antisklerotik.

Salah satu tumbuhan obat yang dapat digunakan adalah daun sukun. Daun

sukun (Artocarpus altilis) merupakan tanaman tropis yang banyak ditemukan di

seluruh wilayah Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk bahan obat. Daun Sukun

(Artocarpus altilis) mengandung berbagai senyawa seperti Flavonoid, saponin,


polifenol, dan tanin yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Kurniawan dan

Kamalia 2017). Flavonoid berfungsi antioksidan yang dapat menetralkan radikal

bebas yang terbentuk selama fase inflamasi (Evan, 2006). Saponin akan mengganggu

tegangan permukaan dinding sel, maka saat tegangan permukaan terganggu zat

antibakteri akan masuk kedalam sel dan akan mengganggu metabolism hingga

akhirnya dinding tersenut akan pecah atau lisis dan terjadilah kematian bakteri

(karlina, 2013) tanin memiliki fungsi sebagai astrigen yang dapat mengecilkan pori-

pori kulit, menghentikan eksudat dan perdarahan ringan (Anief, 2017).

Vitamin adalah senyawa organik yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia

untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan walaupun hanya dalam jumlah yang

sedikit. Vitamin terdiri dari dua jenis, yaitu vitamin yang larut dalm air dan vitamin

yang larut dalam lemak . Vitamin larut air biasanya tidak disimpan di dalam tubuh

dan dikeluarkan melalui urin. Oleh sebab itu vitamin larut air perlu dikonsumsi tiap

hari untuk mencega kekurangan yang dapat mengganggu fungsi tubuh normal.

Vitamin C (asam askorbat) adalah salah satu jenis vitamin yang larut air dan memiliki

peranan penting di dalam tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor. Fungsi vitamin C

banyak berkaitan dengan pembentukan kolagen yang merupakan senyawa protein

yang mempengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan ikat, seperti pada tulang

rawan, gigi, membrane kapiler, kulit dan urat otot. Dengan demikian, vitamin C

berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, memelihara kesehatan gigi dan

gusi.

Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan

spektrofotometer. Sekriofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur

energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau


diemisiskan sebagai fungsi dari panjanggelombang. Spektrofotometer menghasilkan

sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat

pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi.

Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan berwarna, maka

radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap (absorbsi) secara selektif dan

radiasi lainnya akan diteruskan (transmisi). Absorbansi adalah perbandingan

intensitas sinar yang diserp dengan intensitas sinar datang. Nilai absorbansi ini akan

bergantung pada kadar zat yang terkandung di dalamnya, semakin banyak kadar zat

yang terkandung dalam suatu sampel maka semakin banyak molekul yang akan

menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu sehingga nilai absorbansi semakin

besar atau dengan kata lain nilai absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi

zat yang terkandung didalam suatu sampel.

Telah dilakukan penelitian terdahulu oleh Lailatul badriyah, (2015) mengenai

penetapan kadar vitamin C pada cabai merah (Capsicum annum L.) using

spectrophotometry UV-VIS methode, didapatkan hasil kadar vitamin C pada cabai

merah (Capsicum annum L.) sebesar 4,463 ppm atau 0,4463 %.

Inayati Buhari, (2010) mengenai analisis kadar vitamin C dalam produk

olahan buah salak (Salacca zalacca) secara spektrofotometri UV-Vis, untuk sari buah

didapatkan hasil 7,8008 mg/100 g, manisan yaitu 8,6432 mg/100 g dan selai yaitu

8,6451 mg/100 g. kadar vitamin C terdapat pada selai lebih besar dibanding dengan

kadar vitamin C pada manisan dan sari buah.

Asiska Permata Dewi, (2018) mengenai penetapan Kadar Vitamin C dengan

Spektrofotometri UV-Vis pada berbagai Variasi buah Tomat, didapatkan kadar

vitamin C yang terdapat pada buah tomat muda yaitu 74,o3666 mg/100 g, tomat
setelah dimasak yaitu 53,81333 mg/100 g dan tomat masak yaitu 43,56666 mg/100 g.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar vitamin C pada buah tomat muda lebih

tinggi dibandingkan dengan buah tomat setelah masak dan tomat masak.

Berdasarkan uraian diatas maka hal yang melatar belakangi penelitian ini

adalah untuk menentukan nilai absorbansi dalam penentuan kadar vitamin C hasil

ekstraksi daun sukun (Artocarpus altalitis) dengan menggunakan metode

spektrofotometer UV-Vis.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Berapa nilai absorbansi ekstrak daun sukun (artocarpus altalitis) pada

daun segar dan daun kering menggunakan spektrofotometri UV Vis?

b. Berapa kadar vitamin C ekstrak daun sukun (Artocarpus altalitis) pada

daun segar dan daun kering?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui nilai absorbansi ekstrak daun sukun (artocarpus altalitis)

pada daun segar dan daun kering menggunakan spektrofotometri UV Vis.

b. Mengetahui Berapa kadar vitamin C ekstrak daun sukun (Artocarpus

altalitis) pada daun segar dan daun kering.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Sebagai saran penelitian ilmu pengetahuan tentang nilai absorbansi dalam

penentuan kadar vitamin C yang terdapat pada ektsrak daun sukun

(Artocarpus altalitis).
b. Sebagai sumber masukan untuk masyarakat mengenai manfaat kandungan

Vitamin C yang terdapat pada ekstrak daun suskun (artocarpus altalitis)

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah sebagia berikut:

a. Daun yang digunakan yaitu daun segar dan daun kering dari daun sukun

(artocarpus altalitis).

b. Daun segar yang digunakan yaitu berwarna hijau dan tidak diserang hama.

c. Daun kering yang diperoleh dari daun segar yang dikeringkan selama 2 hari

tanpa terkena sinar matahari langsung.

d. Daun sukun (artocarpus altalitis) akan diambil langsung di Desa Lassa-Lassa

Kab. Gowa.

e. Metode ekstraksi yang digunakan yaitu metode maseray.

f. Pelarut yang digunakan adalah ethanol 90 %

g. Metode yang akan digunakan untuk mengukur absorbansi sampel adalah

spektrofotometer UV-Vis.

h. Panjang gelombang yang akan digunakan adalah 500 nm.

i. Variabel yang akan diukur adalah nilai absorbansi dan kadar vitamin C

ekstrak daun sukun (artocarpus altalitis).


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Absorbansi

Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan berwarna, maka

radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap (absorbsi) secara selektif dan

radiasi lainnya akan diteruskan (transmisi). Absorbansi adalah perbandingan


intensitas sinar yang diserap dengan intensitas sinar datang. Nilai absorbansi ini akan

bergantung pada kadar zat yang terkandung didalamnya, semakin banyak kadar zat

yang terkandung dalam suatu samppel maka semakin banyak molekul yang akan

menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu sehingga nilai absorbansi semakin

besar atau dengan kata lain nilai absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi

zat yang terkandung didalam suatu sampel (Neldawati, 2013).

Jika suatu molekul bergerak dari suatu tingkat energi ketingkat energi yang

lebih rendah maka beberapa energi akan dilepas. Energi ini dapat hilang sebagai

radiasi dan dapat dikatakan telah terjadi emisi radiasi. Jika suatu molekul dikenai

suatu radiasi elektromagnetik pada frekuuensi yang sesuai sehingga energi molekul

tersebut ditingkatkan kelevel yang lebih tinggi, maka terjadi perisitiwa penyerapan

(absorbsi) energi oleh molekul (Neldawati, 2013).

Suatu grafik yang menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap

dengan frekuensi (panjang gelombang) sinar merupakan spektrum absorpsi (jamak:

spektra). Spektra juga dapat berfungsi sebagai bahan informasi yang bermanfaat

untuk analisa kuantitatif. Banyaknya sinar yang diabsorbsi pada panjang gelombang

tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang diserap radiasi, sehingga spektra

absorbsi juga dapat digunakan untuk analisa kuantitatif (Neldawati, 2013).


Cahaya dengan berbagai panjang gelombang (cahaya polikromatis) mengenai

suatu zat, maka cahaya dengan panjang gelombang tertentu saja yang akan diserap.

Pada suatu molekul yang memegang peranan penting adalah electron valensi dari

setiap atom yang ada hingga terbentuk suatu materi. Elektron-elektron yang dimiliki

oleh suatu molekul dapat berpindah (eksitasi), berputar (rotasi) dan bergetar (vibrasi)

jika dikenai suatu energi. Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV maka akan

terjadi perpindahan elektron dari keadaan dasar menuju ke keadaan tereksitasi.

Perpindahan elektron ini disebut transisi elektronik. Apabila cahaya yang diserap

adalah cahaya inframerah maka elektron yang ada dalam atom atau elektron ikatan

pada suatu molekul dapat hanya akan bergetar (vibrasi). Sedangkan gerakan berputar

electron terjadi pada energi yang lebih rendah lagi misalnya pada gelombang radio

(Elsair, 2012).

Ketika cahaya mengenai sampel, sebagian akan diserap, sebagian akan

dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan. Pada spektrofotometri, cahaya

datang atau cahaya masuk atau cahaya yang mengenai permukaan zat dan cahaya

setelah melewati zat tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah transmittansi atau

absorbansi. Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya

yang dihamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan hukum

lambert-beer atau hukum Beer yang berbunyi, “jumlah radiasi cahaya tampak

(ultraviolet, inframerah dan sebagainya) yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu

larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsetrasi zat dan tebal larutan

(Febrianti, 2004).

Secara kualitatif, absorbsi cahaya dapat diperoleh dengan pertimbangan

absorbsi cahaya pada cahaya tampak. Kita melihat objek dengan pertolongan cahaya
yang diteruskan atau dipantulkan. Apabila cahaya polikromatis (cahaya putih) yang

mengandung seluruh spektrum panjang gelombang melewati daerah tertentu dan

menyerap panjang gelombang tertentu, maka medium itu tampak berwarna. Karena

panjang gelombang yang diteruskan sampai ke mata, maka panjang gelombang inilah

yang menentukan warna medium. Warna ini disebut warna yang komplementer

terhadap warna yang diabsorbsi (Tugiono, 2012).

Ada beberapa metode yang dikembangkan untuk menentukan kadar vitamin

C, salah satunya adalah metode Spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri UV-Vis

dapat digunakan untuk informasi baik analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif.

Analisis kualitatif dapat digunakan untuk mengidentifikasi kualitas obat atau

metabolitnya. Data yang dihasilkan oleh Spektrofotometri UV-Vis berupa panjang

gelombang maksimal, intensitas, efek pH dan pelarut, sedangkan dalam analisis

kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan

intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. (Syahrul, 2015)

2.2 Spektrum Gelombang Elektromagnetik

Gelombang merupakan salah satu cabang ilmu fisika yang bermanfaat untuk

mempelajari bidang mekanika, elektromagnetik, akustik, optik, teori kuantum hingga

musik. Gelombang didefinisikan sebagai sebuah fenomena gerakan bolak balik

sebagai akibat adanya gangguan pada medium udara, air maupun gas yang kemudian

merambat pada ruang menstransmisikan energi yang menyertainya. Gelombang

bergerak berpindah dari satu tempat ketempat lainnya tanpa didikuti oleh medium

perantaranya (Fathuroya, 2017).

Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat dilihat dengan

mata. Suatu sumber cahaya memancarkan energi, sebagian dari energi ini diubah
menjadi cahaya tampak (visible light). Perambatan cahaya di ruang bebas dilakukan

oleh gelombang elektromagnetik. Kecepatan rambat (v) gelombang elektromagnetik

di ruang bebas sama dengan 3 x 108 meter per detik. Jika frekuensi (f) dan panjang

gelombang l, maka berlaku:

v
λ= f (2.1)

dimana : λ adalah panjang gelombang (m)

v adalah kecepatan cahaya (m/s)

f adalah frekuensi (Hz)

Panjang gelombang cahaya tampak berkisar antara 340 nanometer (nm) hingga 700

nanometer (nm), dimana jika diuraikan cahaya ini akan terdiri atas beberapa daerah

warna (Muchamad, 2015).

Cahaya merupakan kuantum energi atau gelombang elektromagnetik yang

dapat merambat dengan atau tanpa adanya medium rambatan. Berdasarkan jenisnya,

cahaya dibedakan menjadi cahaya yang tampak dan cahaya yang tidak tampak.

Cahaya tampak merupakan cahaya yang jika mengenai benda maka benda tersebut

akan dapat dilihat oleh manusia, contohnya adalah cahaya matahari. Cahaya tak

tamapak merupakan cahaya yang bila mengenai benda tidak akan tampak lebih terang

atau masih sama sebelum terkena cahaya. Contoh cahaya tak tampak adalah sinar

inframerah dan sinar x. cahaya tampak dibagi menjadi dua yaitu monokromatik dan

polikromatik (Tugino, 2012). Secara lengkap pembagian spektrum cahaya tampak

dapat dilihat pada gambar 2.1


Gambar 2.1 Diagram gelombang Elektromagnetik (sumber: Elsair, 2012)

Cahaya adalah gelombang elektromagnetik, ini berarti selain mempunyai

medan listrik cahaya juga mempunyai medan magnet dimana arah vektor kedua

medan tersebut adalah saling tegak lurus. Medan listrik pada arah vertikal sedangkan

medan magnet pada arah horisontal atau sebaliknya.

Gambar 2.2 Gelombang elektromagnetik dengan arah medan magnet tegak lurus

dengan arah medan listrik (Sumber: Syahrul, 2015)

Medan-medan ini yang akan mempengaruhi suatu materi. Cahaya juga

mempunyai paket-paket energi yang besarnya tergantung pada panjang gelombang

cahaya tersebut. Pada spektrum cahaya tampak, gelombang cahaya menentukan

warna. Misalnya warna merah yang mempunyai panjang gelombang sekitar 650 nm,
warna kuning sekitar 570 nm dan warna biru sekitar 475 nm. Sedangkan cahaya putih

mengandung semua warna. Energi cahaya meningkat dari warna merah ke warna

biru, ketika cahaya tampak mengenai suatu benda, beberapa spektrum warna diserap

dan yang lain diteruskan dan dipantulkan. Perbedaan dalam hal spektrum warna apa

yang diserap dan spektrum mana yang diteruskan akan menghasilkan suatu warna

benda. Cahaya berinteraksi dengan materi atu benda akan menentukan sifat optik

benda tersebut, karena secara garis besar sifat optic yang dapat teramati pada suatu

materi padat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pencerminan, perambatan, dan

transmisi. Apabila suatu cahaya merambat melalui medium optik, maka terjadi

peristiwa yang akan terjadi yaitu pembiasan, penghamburan, absorbsi, dan

luminesensi. Luminesensi merupakan nama yang diberikan untuk peristiwa emisi

spontan oleh atom yang tereksitasi di dalam medium optik. Salah satu cara agar atom

mengalami eksitasi adalah dengan absorbsi cahaya. Jadi, luminesensi terjadi setelah

atom mengalami absorbsi walaupun tidak semua absorbsi diikuti oleh luminesensi.

Karena kadang kala setelah absorbsi, atom tereksitasi kehilangan energi dalam bentuk

panas sebelum sempat mengemisikan cahaya. Pada peristiwa luminesensi, cahaya

diemisikan ke segala arah dan mempunyai frekuensi berbeda dan frekuensi cahaya

datang. Absorbsi terjadi selama perambatan cahaya di dalam medium apabila

frekuensi cahaya sama (resonansi) dengan frekuensi transisi atom-atom di dalam

medium. Pada peristiwa ini intensitas cahaya berkurang. Absorbsi sangat berkaitan

dengan transmisi karena cahaya yang tidak terabsorbsilah yang akan ditransmisikan

melalui medium (Syahrul, 2015).


Radiasi elektromagnetik adalah kombinasi medan listrik dan medan magnet

yang berosilasi dan merambat melewati ruang dan membawa energi dari satu tempat

ke tempat lain. Cahaya tampak adalah salah satu bentuk radiasi elektromagnetik.

2.3 Vitamin C

2.3.1 Pengertian Vitamin C

Vitamin C (nama kimia : asam askorbat) merupakan senyawa lakton

dengan enam atom karbon yang disintesis dari glukosa oleh bahan hewan.

Vitamin C disintesis di hati pada beberapa mamalia dan di ginjal pada burung

dan reptile (FAO&WHO, 1998). Menurut (Finar, 1975), asam askorbat sangat

erat kaitannya monosakarida, dan dengan tepatnya juga merupakan bagian

dari ini. Struktur vitamin C dicetuskan oleh Haworth, Hirts, dan rekan-

rekannya pada tahun 1932-1933. Rumus molekulnya ditunjukkan menjadi

C6H8O6, dank arena senyawa yang terbentuk garam monosodium dan

monopotassium, maka disimpulkan bahwa gugus karboksil yang hadir

(sekarang namanya asam heksuronat). Struktur kimia vitamin C ditunjukkan

sebagai berikut :

Gambar 2.3 Struktur Kimia Vitamin C


Pada tahun 1993, C. Glenking dan W.A. Waugh (Amerika) berhasil

mengisolasi L-asam askorbat (vitamin C). Asam askorbat terdapat pada semua

hewan dan jaringan tumbuhan tingkat tinggi. Manusia, primata lain, marmot,

serangga, invertebrate, ikan, kelelawar, dan ungags tertentu tidak mampu

mensintesis asam askorbat disebabkan tiadanya enzim microsomal L-

glukonolakton oksidase. Asam askorbat tidak terdapat atau tidak diperlukan

pleh mikroorganisme (Silitonga, 2007).

Vitamin C aktif secara biologi tanpa ada perubahan dalam bentuk

struktur molekul yang hadir dalam makanan. Vitamin C merupakan salah satu

vitamin yang larut dalam air. Dengan meningkat ditunjukkan menjadi

antioksidan yang tersedia. Secara struktur, vitamin yang larut dalam air

memiliki gugus –OH, -COOH, dan gugus polar lain yang menunjukkan

kelarutan mereka dalam air, tetapi diantara mereka ada yang memiliki

molekul keluarga dan musim panen buah-buahan (FAO&WHO, 1998).

Vitamin C adalah vitamin antisariawan, oleh karena itu digunakan

untuk pencegahan dalam pengobatan sariawan. Vitamin C mulai dikenal

setelah dipisahkan dari air jeruk pada tahun 1928. Penyekit karena difisiensi

vitamin C telah menghantui masyarakat para pelaut untuk beberapa abad

sebelum dikenal adanya vitamin.

Vitamin C merupakan vitamin larut dalam air dan mempunyai

komponen aktif asam aksorbat. Asam aksorbat merupakan antioksidan yang

melindungi tubuh dari radikal bebas dan membantu memperbaiki kerusakan

jaringan. Manfaat vitamin C sangat banyak bagi tubuh antara lain, untuk

mengatasi penyakit jantung, hipertensi, kolestrol, stroke, menyembuhkan luka,


menjaga kesehatan gusi, meningkatkan kekebalan tubuh, menjaga kesehatan

saraf dan hormone serta meningkatkan penyerapan dari zat gizi lainnya (Adi

2008).

Tumbuh-tumbuhan dan hewan mempunyai kesanggupan untuk

mengadakan biosintesis vitamin C. di dalam jaringan tumbuhan dan hewan

tertentu vitamin C disintesis dari beberapa jenis gula yaitu D-glukosa.

Fruktosa, sukrosa, dan D-galaktosa. Pada binatang percobaan seperti tikus

dapat mensintesis vitamin C dari D- glukosa menjadi bentuk intermediate D-

asam glukuronat, L-asam gulonat dan L-glukonolakton dan akhirnya menjadi

L-asam askorbat. Manusia, monyet, marmot, dan kelelawar tidak mampu

untuk mensintesis vitamijn C karena kekurangan enzim hepatic yang

diperlukan untuk mengubah L-gulonolakton menjadi asam askorbat dan

karenanya mereka harus mendapatkannya dari luar tubuh yaitu melalui

makanan (Belitz, 1987).

2.3.2 Uraian Bahan Vitamin C (FI, 1979)

Nama resmi : Acidum Ascorbicum

RM : C6H8O6

BM : 176,13

Pemerian : serbuk atau hablur, putih atau agak kuning, tidak berbau,

rasa asam.

Kelarutan : mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol

(95%), praktis tidak larut dalam kloroform.

Penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.

Khasiat : Antiskorbut.
2.3.3 Fungsi Vitamin C

Vitamin C adalah salah satu vitamin yang sangat diperlukan tubuh kita

penting dalam membentuk kolagen, serat, struktur protein. Kolagen

dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan gigi dan juga untuk membentuk

jaringan bekas luka. Vitamin C juga berperan dalam meningkatkan katahanan

tubuh terhadap infeksi dan membantu tubuh menyerap zat besi.

Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari sayur-sayuran dan buah-

buahan seperti buah jeruk, nanas, jambu, tomat, bayam, brokoli, cabe hijau,

manga, dan sebagainya (Winarno, 1986).

2.3.4 Stabilitas Vitamin C dan penguraian Vitamin C

Vitamin C adalah Kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam

keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C

mudah rusak karena adanya udara (oksidasi) terutama apabila terkena panas.

Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam keadaan

asam. Pangan dapat kehilangan vitamin C sejak dipanen hingga sampai

dimeja makan. Keadaan yang menyebabkan hilangnya vitamin C adalah lama

disimpan, perendaman dalam air, dimasak dengan suhu tinggi untuk waktu

lama, dimasak dalam panic besi atau tembaga, dan dibiarkan lama sesudah

dimasak pada suhu kamar ruangan atau suhu panas sebelum dimakan

(Andarwulan, 1992).

2.3.5 Analisis Vitamin C

Pengukuran vitamin dengan menggunakan 2,6 –diklorofenol indofenol

pertama kali dilakukan oleh Tillmans pada tahun 1972. Metode ini pada saat

sekarang merupakan cara yang paling banyak untuk menentukan kadar


vitamin C dalam bahan pangan. Dalam larutan vitamin C terdapat juga bentuk

asam dihidroaskorbat yang tidak dapat ditentukan jumlahnya dengan senyawa

indofenol. Agar dapat menghitung jumlah dehidroaskorbat diperlukan

perlakuan pendahuluan untuk mengubah bentuk dehidro menjadi asam

askorbat. Karena jumlah asam dehidroaskorbat dalam jaringan segar sangat

kecil tetapi dalam bahan-bahan yang disimpan jumlahnya cukup besar maka

kadar vitamin C dapat ditentukan dengan titrasi secara langsung menggunakan

indofenol. Jaringan segar yang akan diukur kandungan vitaminnya diekstrak

dengan asam kuat secara cepat. Asam-asam yang dapat digunakan antara lain

asam asetat, asam trikloroasetat, asam metafosfat dan asam oksalat.

Penggunaan asam dimaksudkan untuk mengurangi oksidasi vitamin C oleh

enzim-enzim oksidasi dan pengaruh yang terdapat dalam jaringan tanaman.

Asam yang paling baik digunakan adalah asam metafosfat karena dapat

memisahkan vitamin C yang terikat pada protein.

Indofenol sering pula disebut “dye” yang berwarna biru dalam larutan

basa dan merah dalam larutan asam direduksi oleh asam askorbat membentuk

dehidroaskorbat dan indofenol tereduksi yang tidak berwarna yaitu dehidro

2,6- dikloroindofenol. Metode “dye” spesifik untuk membentuk asam askorbat

tereduksi dalam larutan. Perubahan warna dapat dilihat secara fotometri atau

secara kolorimetri. Cara kolorimetri didasarkan pada pengukuran jumlah

larutan 2,6-diklorofenol indofenol yang dihilangkan warnanya oleh asam

askorbat (Muchtadi, 1989).


2.4 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari

simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau

hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan

sedemikian sehingga memenuhi baku yang ditetapkan (H. Putri, 2016)

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun

tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam

simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat

kedalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,

kemudian berdifusi masuk kedalam pelarut (Lutfitasari, 2016).

2.4.1 Metode Ekstraksi

1. Maserasi

Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana, istilah maseration

berasal dari bahasa latin macere, yang artinya merendam. Maserasi adalah

proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada

temperatur ruang. Proses maserasi ini sangat menguntungkan dalam isolasi

senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan

mengalami pemecahan dinding dan membrane sel akibat perbedaan tekanan di

dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma

akan terlarut dalam pelarut (Lenny, 2006).

Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara

merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada

temperatur kamar terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk kedalam sel

tanaman melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan didalam sel dengan diluar sel. Larutan yang

konsentrasinya tinggi akan keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi

rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan berulang sampai terjadi

keseimbangan antara larutan didalam sel dan larutan diluar sel. Maserasi

biasanya dilakukan pada temperature 15o -20oC dalam waktu selama 3 hari

sampai bahan-bahan yang larut melarut. Pada umumnya maserasi dilakukan

dengan cara 10 bagian simplisia dengan derajat kehalusan yang cocok,

dimasukkan kedalam bejana kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan

penyari, ditutup dan dibiarkan selama 7 hari, terlindung dari cahaya, sambil

berulang-ulang diaduk. Setelah 7 hari diserkai, ampas diperas. Pada ampas

ditambah cairan penyari secukupnya, diaduk dan diserkai sehingga diperoleh

seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup dan dibiarkan ditempat

sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari kemudian endapan dipisahkan (H.

Putri, 2016).

2.5 Daun Sukun (Artocarpus Altilis)

2.5.1 Taksonomi dan Morfologi Daun Sukun (Artocarpus altilis)

Klasifikasi tanaman sukun (Sushmita dan Nayeem, 2013):

Kingdom : Plantae

Filum : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Rosales

Famili : Moraceae

Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus altilis


Daun sukun (Artocarpus Altilis) memiliki bentuk oval-lonjong dengan ukuran

panjang 20-60 cm dan lebar 20-40 cm, tangkai daun 3-7 cm dan berdaun tunggal

(Gambar 2.4). bentuk daun sukun dapat dibagi menjadi 3 yaitu berlekuk dangkal,

berlekuk agak dalam, dan berlekuk dalam (Ragone, 1997). Daun sukun memiliki ciri

yaitu daunnya sangat tebal, keras, hijau gelap dan kilap di bagian atas, hijau pucat dan

kasar di bagian bawah (Siemonsma dan Pileuk, 1992).

Gambar 2.1 Daun sukun (Artocarpus altilis)

( Sumber :Pradhan, et all., 2012).

2.5.2 Kandungan Daun Sukun (Artocarpus altilis)

Kandungan daun sukun antara lain polifenol, flavonoid, saponin,

alkaloid dan tanin (Tsai and Maeda, 2005). Kandungan flavonoid tertinggi

terdapat pada daun sukun tua yaitu sebesar 100,68 mg/g, daun sukun muda 87,

03 mg/g, daun sukun tua yang sudah gugur 42,89 mg/g (Mardiana, 2013).

Flavonoid memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas dan total

antioksidan yang mengandung reduktan dan bereaksi dengan radikal bebas

sehingga menjadikan radikal yang lebih stabil dan akan mengakhiri rantai
radikal tersebut (Suryanto dan Wehantouw, 2009). Falfonoid sebagai

antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein

ekstraseluler yang mengganggu integritas membrane sel bakteri

(Dwidjoseputro, 1994).

Tanin memiliki aktivitas antioksidan yang dapat menstabilkan radikal

bebas dengan melengkapi kekurangan electron yang dimiliki radikal bebas

dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas

(Winarsi, 2007). Fungsi tanin yang lainnya yaitu sebagai adstringen yang

dapat menciutkan pori-pori kulit, menghentikan eksudat dan perdarahan

ringan (Anief, 1997).

Saponin memiliki kemampuan dapat meningkatkan proliferasi monosit

yang dapat meningkatkan jumlah makrofag. Makrofag akan menghasilkan

faktor-faktor pertumbuhan seperti platelet-derived growth factor (PDGF),

fibroblast growth factor (FGF), epidermal grouth factor (EGF), dan

transforming growth factor- β (TGF- β ¿. Faktor tersebut akan mempengaruhi

proliferasi fibroblas dan pembuluh darah sehingga dapat menarik lebih banyak

fibroblast ke daerah luka dan mensintesis kolagen (Ardiana, dkk., 2015).

2.6 Spektrofotometer

Spektroskopi adalah suatu studi mengenai aksi antara energi radiasi (cahaya)

dengan materi (senyawa organik dan senyawa anorganik). Istilah spektrometer

adalah suatu pengukuran seberapa banyak energi radiasi diserap (diabsorbsi) atau

dipancarkan (diemisi) oleh suatu materi sebagai suatu fungsi panjang gelombang dari

radiasi tersebut. Spektrofotometer adalah sebuah metode analisis untuk mengukur

konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut mengabsorbsi


berkas sinar atau cahaya. Spektro menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang

gelombang tertentu, sementara fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang

ditransmisikan atau diabsorbsi. Istilah spektrofotometer berhubungan dengan

pengukuran energi radiasi yang diserap oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang

gelombang dari radiasi maupun pengukuran panjang absorpsi terisolasi pada suatu

panjang gelombang tertentu (Hermanto, 2009).

Salah satu jenis Spektrofotometer adalah Spektrofotometer Visible (Spektro

Vis) Pada Spektrofotometer Visible (Spektro Vis) yang digunakan sebagai sumber

sinar/energi adalah cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum

elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh manusia. Panjang gelombang sinar

tampak adalah 380 nm sampai 750 nm. Sumber sinar tampak yang umumnya dipakai

pada spektro visible adalah lampu tungsten. Tungsten yang dikenal juga dengan nama

wolfarm merupakan unsur kimia dengan dengan simbol W dan nomer atom 74.

Tungsten mempunyai titik didih yang tertinggi yaitu 3422℃ dibanding logam

lainnya. Karena sifat ilmiah maka ia digunakan sebagai sember lampu. Sampel yamg

dapat dianalisa denghan metode ini hanya sampel yang memiliki warna. Hal ini

menjadi kelemahan tersendirindari metode spektrofotometer visible. Oleh karena itu,

untuk sampel yang tidak memiliki warna harus terlebih dulu dibuat berwarna dengan

menggunakan reagent yang digunakan harus betul-betul spesifik hanya

bereaksibdengan analit yang akan dianalisa. Selain itu juga produk senyawa berwarna

yang dihasilkan harus benar-benar stabil. Salah satu contohnya adalah pada analisa

kadar protein terlarut (soluble protein). Protein terlarut dalam larutan tidak memiliki

warna. Oleh karena itu, larutan ini harus dibuat berwarna agar dapat dianalisa.

Reagent yang biasa digunakan adalah reagrnt folin. Saat protein terlarut direaksikan
dengan folin dalam suasana sedikit basa, ikatan peptide pada protein akan

membentuk senyawa kompleks yang berwarna biru yang dapat dideteksi pada

panjang gelombang sekitar 578 nm. Berdsarkan hal tersebut semakin tinggi intensitas

warna biru menandakan banyaknya senyawa kompleks yang terbentuk yang berarti

semakin besar konsentrasi protein terlarut dalam sampel (Hermanto, 2009).

Jenis lain Spektrofotometer adalah Spektrofotometer Ultraviolet (Spektro UV)

memiliki panjang gelombang 190-380 nm. sebagai sumber sinar dapat digunakan

lampu deuterium. Deuterium disebut juga heavy hydrogen. Yang merupakan isotope

hidrogen yang stabil yang terdapat berlimpah dilaut dan daratan. Inti atom deuterium

mempunyai satu proton dan satu neutron, sementara hidrogen hanya memiliki satu

proton dan tidak memiliki neutron. Nama deuterium diambil dari bahasa Yunani,

deuteros, yang berarti dua, mengacu pada intinya yang memiliki dua partikel. Sinar

UV tidak dapat dideteksi oleh mata kita, maka senyawa yang dapat menyerap sinar

ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna alias bening dan

transparan. Oleh karena itu, sampel tidak berwarna tidak perlu dibuat berwarna

dengan penambahan reagrnt tertentu. Bahkan sampel dapat langsung dianalisa

meskipun tanpa preparasi. Prinsip dasar pada spektrofotometer adalah sampel harus

jernih dan larut sempurna. Jika menggunakan spektrofotometer Visible, sampel

terlebih dulu dibuat berwarna dengan reagent folin, maka bila menggunakan

Spektrofotometer UV, suatu sampel dapat langsung dianalisa (Hermanto, 2009).

2.6.1 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri merupakan analisa kimia kuantitatif didalam kimia analisis

dengan mengukur berapa jauh energi radiasi yang diserap oleh absorbansi terisolasi

suatu panjang gelombang. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum


dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas

cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan

untuk mengukur energy yang relative juka energi tersebut ditransmisikan,

direfleksikan atau diemisiskan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar,

2010 : 225).

Spektrofotometri UV-Visible adalah salah satu teknik yang paling sering

digunakan dalam analisis farmasi. Hal ini melibatkan pengukuran jumlah radiasi

ultraviolet atau zat yang diserap dalam larutan. Instrument yang mengukur rasio, atau

funsi dari rasio, intensitas dua berkas cahaya di daerah UV-Visible disebut

spektrofotometri Ultraviolet-Visible (Behera, 2012: 126).

Spektrofotometer memiliki panjang gelombang yang benar-benar terseleksi

dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu

spektrofotometer tersususn dari sumber spektrum tam-ak yang kontinu,

monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blanko dan sutau alat

untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding

(Khopkar, 2010: 225-226).

Setiap gugus kromofor menyerap cahaya UV pada panjang gelombang yang

spesifik tergantung substituen yang diikatnya dan tambahan konjugasi ikatan rangkap

pada molekul bersangkutan. Analog dengan spektroskopi UV maka spektroskopi Vis

adalah untuk analisa senyawa yang berwarna. Secara kuantitatif, maka kedua jenis

spektroskopi ini juga dapat digunakan karena jumlah sinar yang diserap sebanding

dengan konsentrasi senyawa yang penyerap secara empiris konsentrasi ditentukan

dengan persamaan Lambert-Beer (Sitorus, 2010: 104).


Spektrofotometri UV-Vis merupakan metode yang digunakan untuk menguji

sejumlah cahaya yang diabsorbsi pada setiap panjang gelombang di daerah ultraviolet

dan tampak. Dalam instrument ini suatu sinar cahaya terpecah sebagian cahaya

diarahkan melalui sel transparan yang mengandung pelarut. Ketika radiasi

elektromagnetik dalam daerah UV-Vis melewati suatu senyawa yang mengandung

ikatan-ikatan rangkap, sebagian dari radiasi biasanya diabsorbsi oleh senyawa. Hanya

beberapa radiasi yang diabsorbsi, tergantung pada panjang gelombang dari radiasi

dalam struktur senyawa. Absorbsi radiasi disebebkan oleh pengurangan energy

cahaya radiasi ketika electron dalam orbital darai daerah tereksitasi keorbital energi

tinggi (Mulja, 1990).

2.7 Tinjauan Islam

Kesehatan adalah faktor penting bagi kehidupan manusia. Kalau kita sehat,

maka kita bisa berbuat kebaikan dengan memberikan manfaat kepada sesama.

Tindakan medis barat hanyalah salah satu usaha mnusia untuk meraih kesehatan.

Obat setiap penyakit itu diketahui oleh orang yang ahli dibidang pengobatan, dan

tidak diketahui oleh orang yang bukan ahlinya. Dan Allah swt. Menghendaki agar

pengobatan itu dipelajari oleh ahlinya agar sesuai dengan penyakit yang akan diobati

sehingga akan mendorong kesembuhan (Shihab, 2009). Firman Allah SWT. Dalam

Q.S Asy-Syu’araa/ 26 : 80

    

Tejemahannya :

Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku

Ayat tersebut menjelaskan kepada kita untuk terus berusaha dan yang

menentukan hasilnya adalah Allah SWT. Seperti halnya dalam dunia kesehatan, jika
suatu penyakit menyerang kita dianjurkan untuk mencari pengobatan apakah itu

dengan menggunakan obat tradisional maupun obat sintetik karena berobat adalah

salah satu bentuk usaha untuk mencapai kesembuhan (Shihab, 2009).

Islam telah menetapkan bahwa Allah menumbuhkan berbagai macam

tanaman untuk dimanfaatkan manusia. Sebagaimana Firman Allah swt. Dalam Q.S.

Asy-Syu’ara/26 :7

           

Terjemahannya :
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya
tumbuhan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik”
Allah SWT. Menyuruh manusia supaya memperhatikan keberagaman dan

keindahan disertai seruan agar merenungkan ciptaan-Nya yang amat menabjukkan.

Allah menciptakan semua yang ada di dunia ini tidaklah sia-si dari yang kecil hingga

yang besar. Makhluk hidup (hewan, tumbuhan, dan lain-lain) semuanya dapat

dimanfaatkan oleh manusia jika manusia itu berfikir. Allah menjaga semua yang telah

ia ciptkan agar tetap hidup. Allah membuktiknnya dengan diturunkan oleh-Nya hujan

sebagai sumber kehidupan, dan agar manusi dapat mensyukuri nikmat yang telah
Allah berikan kepadanya. Allah telah menjelaskannya dalam Q.S. An’am/ 06: 99

          

          

        

           

   

Terjemahannya :
“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami
tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka Kami
keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami
keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari
mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-
kebun anggur, dan (kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa
dan yang tidak serupa. perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah
dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
beriman”.
Ayat ini masih merupakan lanjutan bukti-bukti kemahakuasaan Allah SWT.

Ayat ini menguraikan tentang anjuran agar manusia mengamati semua yang

terbentang di bumi, seperti pertumbuhan biji dan benih. Dan dia juga bukan selain-

Nya yang telah menurunkan air, yakni dalam bentuk hujan yang deras dan banyak

dari langit, lalu kami, yakni Allah, mengeluarkan, yakni menumbuhkan disebabkan

olehnya, yakni akibat turunnya air itu, segala macam tumbuh- tumbuhan, maka kami

keluarkan darinya, yakni dari tumbuh-tumbuhan itu,l tanaman yang menghijau

(Shihab, 2009 : 576).

Ayat diatas telah memberikan gambaran yang begitu indah dan memukau

tentang bagaimana proses tanaman tumbuh dimulai dari jatuhnya air hujan dari langit

hingga perkembangan barikutnya. Serta bagaimana tumbuhan itu menghasilkan buah-

buahan yang ranum dan masak. Dari sebagian uangkapan ayat tersebut, tampak jelas

adanya keindahan kalam sang Pencipta, Allah swt (Hisham et al, 2009: 63).

Hal yang perlu menjadi pusat perhatian dalam pembahasan Al-Qur’an adalah

kata-kata yang berada diakhir setiap ayat, seperti kata “ yang Mahabijak lagi Maha

Mengetahui”, “yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat “, “yang maha mulia lagi

Mahabijakasana”. Selain itu, mendahulukan dan mengakhirkan untuk tujuan

pemahaman yang benar tentang firman Allah swt.:

ٍ َ‫فى َذلِ ُك ْم أَل َي‬


َ‫ت لِّقَوْ م ي ُْؤ ِمنُون‬ ِ ‫إِ َّن‬
Terjemahannya :
“ sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi orang-orang yang beriman,”
Sungguh, tidak diragukan lagi bahwa ada sebuah rahasia yang tersembunyi

pada ayat ini. Dalam ayat ini Allah telah bercerita tentang sebuah permasalahan

penting seputar sel tumbuhan, yakni kloroplas yang mengandung zat klorofil-pigmen

hijau- pada tumbuh-tumbuhan melalui fotosintesis (Hisham et al , 2009: 64).

Ayat ini ditutup dengan menyebutkan bahwa proses tersebut merupakan tanda

dan salah satu bukti kebesaran mukjizat Allah swt. Yang didalamnya terdapat tanda-

tanda keimanan dan keindahan bagi orang-orang yang beriman. Mahasuci Allah yang

memperindah Kitab-Nya dengan keakuratan makna ilmiah dari bahasanya (Hisham et

al, 2009: 65).

Tumbuhan memiliki banyak spesies serta jenis yang beragam. Dan sama pula

dengan makhluk hidup lainnya. Diseluruh penjuru dunia ini terdapat banyak sekali

jenis tumbuh-tumbuhan, mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar dari seluruh

permukaan bumi. Allh berfirman dalam Q.S Az-Zumar/39 :21

            
          

        

: Terjemahannya
“Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah
menurunkan air dari langit, Maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di
bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang
bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya
kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal”.
Adapuan ayat Al-Qur’an di atas memang tidak menyebutkan jumlah spesies-

spesies tumbuhan sedetail botani umum, tetapi lebih jauh telah mengisyaratkan hal-

hal yang sangat dalam seperti menciptakan: “kebun-kebun yang berjunjung dan yang

tidak berjunjung”; Tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya” ; “Tanaman

yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri”; “Tanaman-

tanaman yang bermacam-macam warnanya” dan “Kebun-kebun yang lebat”. Ayat

tersebut secara eksplisit telah memberitahukan tentang organisme tumbuhan, spesies-

spesiesnya, keberaneka-ragaman buah dan rasanya, ada khusus dimakan ternak ada

pula khusus manusia dan bermacam-macam warnanya serat kebun-kebun yang lebat.

Karena keberaneka-ragaman jenis tumbuh-tumbuhan dan bermacam-macam

spesiesnya seperti pada jumlah-jumlah yang disebutkan di atas , maka belakangan ini

para ahli biologi merumuskan bidang spesialis baru yang mereka sebut “Botani”.

Demikianlah Allah Swt. Memberitahukan kepada kita sebagai orang yang

berfikir agar dapat memanfaatkan segala yang Allah Swt. Telah ciptakan di muka

bumi yang merupakan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya. Kita sebagai

manusia harus bisa memanfaatkan hasil alam dalam ini tumbuhan yang kemudian

dapat kita olah menjadi suatu obat.

Terkait dengan hal di atas, secara umum dapat ditemukan dalilnya pada hadist

Nabi yang berbicara tentang penyakit dan obat, sebagai berikut:

Dari Jabir bahwa Rasulullah Saw. Bersabda :

‫ْب د ََوا ُء ال َّدا ِء بَ َرأَ بِإ ِ ْذ ِن هللاِ َع َّز َو َج َّل‬ ِ َ‫ فَإ َذا أ‬،‫لِ ُك ِّل دَا ٍء َد َوا ٌء‬
َ ‫صي‬
Artinya :
“Setiap penyakit ada obatnya, Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka
dia akan sembuh dengan seizing Allah Azza Wa Jalla”. (H.R. Muslim, VI.1729)
Dengan banyaknya tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebgai obat, maka

Rasululla Saw., memerintahkan kita untuk berobat ketika terkena suatu penyakit.

Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah

Saw. Bersabda :

)‫ما َ أَ ْن َز َل هللاُ دَا ًء إاَّل أَ ْن َز َل لَهُ ِشفَا ًء (رواه البخارى‬

Artinya:
“Tidaklah Allah menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan pula
obatnya” (H.R. Al-Bukhari, VII, 12).
Dari hadist di atas pula dapat disimpulkan bahwa kehidupan manusia tidak

terlepas dari penyakit. Penyakit yang dialami manusia terdiri dari penyakit rohani dan

penyakit jasmani. Penyakit jasmani sering muncul karena dipengaruhi oleh faktor

penyakit rohani seperti berlebih-lebihan dalam makanan atau malas mengkonsumsi

zat-zat yang gizi seperti vitamin dan sebagainya. Selain itu, tidak ada satau pun

penyakit yang tidak ada obatnya. Allah swt yang menurunkan penyakit, dan Allah

swt. Pula yang menurunkan obatnya. Kesembuhan seseorang dari penyakit yang

diderita memang Allah yang menyembuhkan, tetapi Allah Swt. Menghendaki agar

pengobatan itu dipelajari oleh ahlinya agar sesuai dengan penyakit yang akan diobati
sehingga akan mempermudah penyembuhannya. Kedua hadist diatas juga

menegaskan bahwa dengan penyakit, Allah Swt. Hendak menguji kesabaran dan

keimana hamba-Nya, dan melihat sejauh mana seorang hamba akan berusaha dan

bertawakkal pada-Nya apabila mengalami suatu penyakit.

Dari beberapa ayat dan hadis di atas dapat diketahui bahwa Allah Swt. Telah

memperlihatkan kekuasaannya sebagai pencipta alam dengan menurunkan hujan

untuk menumbuhkan tanaman yang ,memberikan banyak manfaat, salah satunya

adalah sebagai bahan pengobatan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah Swt. Yang
telah melakukan pengobatan dan rekayasa belum mampu melewati ketentuan-

ketentuan sang pencipta, sebab Allah Swt. Yang mengetahui apa yang ada dilangit

dan di bumi. Sebagai makhluk hidup, manusia tidak bisa lepas dari penyakit, penyakit

yang diturunkan oleh Allah Swt. Pasti ada obatnya, hanya saja diperlukan usaha

(menuntutb ilmu) untuk menemukan bahan obatnya.

Oleh karena itu, manusia harus senangtiasa mengembangkan ilmu

pengetahuannya seperti ilmu yang membahas tentang obat-obatan yang berasal dari

alam, misalnya tumbuh-tumbuhan sehingga mampu memecahkan penyakit

masyarakat modern seperti Analisis Nilai Absorbansi Dalam Penetapan Kadar

Vitamin C Hasil Ekstraksi Daun Sukun (Artocarpus Communis) Menggunakan

Metode Spektrofotometri UV-Vis.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Wakrtu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan agustus – November 2021 di

Laboratorium Fisika Dasar, Laboratorium Anorganik pada Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dan Laboratorium Analitik

dan laboratorium organik Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.2.1 Alat

a. spektrofotometer UV-Vis

b. Batang Pengaduk

c. Blender

d. Buld

e. Corong

f. Gelas Kimia

g. Gelas Ukur

h. Handcoon

i. Incubator
j. Kuvet

k. Lap halus

l. pipet tetes

m. pipet volume

n. Rotavapor

o. Sendok besi

p. Timbangan Analiti

q. Vial

r. Toples

3.2.2 Bahan

a. Aluminium (III) Klorida 10 %

b. Aluminium foil

c. Daun sukun (Artocarpus Altilis)

d. Aquades

e. Etanol 90%

f. Larutan HCL

g. Logam magnesium

h. Natrium asetat

3.3 Prosedur Penelitian

a. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara langsung di Desa Lassa-Lassa

Kabupaten Gowa.

b. Pengolahan Sampel

a) Daun Segar
1. Mengambil dan mengumpulkan daun sukun (Artocarpus Altilis).

2. Mencuci sampel daun hingga bersih dan menyortir daun.

3. Menghaluskan daun dengan blender hingga dihasilkan sampel daun

segar berbentuk pasta.

b) Daun Kering

1. Mengambil dan mengumpulkan daun sukun (artocarpus altalitis)

2. Mencuci sampel daun hingga bersih dan menyortir daun.

3. Mengeringkan daun tanpa terkena sinar matahari langsung selama 3

hari.

4. Menghaluskan daun dengan blender hingga dihasilkan sampel daun

kering berbentuk bubuk dan mengayak sampel dengan ayakan 40

mesh.

c. Ekstraksi sampel dengan Metode Maserasi

a) Daun Segar

1. Mengambil 500 gram sampel pasta daun sukun

2. Melakukan maserasi selama 24 jam dengan pelarut etanol 90%

3. Menyaring ekstrak menggunakan kain lap halus dan corong untuk

memisahkan ekstrak dengan ampas.

4. Melakukan maserasi ampas dengan menggunakan pelarut etanol 90 %

selama 2 hari berturut-turut.

5. Memekatkan ektrak menggunakan rotavapor hingga ekstrak

membentuk pasta pekat.

b) Daun Kering

1. Mengambil 500 gram sampel bubuk daun sukun.


2. Melakukan maserasi selama 24 jam dengan pelarut etanol 90 %

3. Menyaring ekstrak menggunakan kain lap halus dan corong untuk

memisahkan ekstrak dengan ampas.

4. Melakukan maserasi ampas dengan menggunakan pelarut etanol 90%

selama 3 hari berturut-turut.

5. Memekatkan ekstrak menggunakan rotavapor hingga ekstrak

membentuk pasta.

Tabel 3.1 Hasil ekstraksi sampel daun Sukun

No Sampel Hasil ekstrak (Gambar)

1. Daun Segar

2. Daun Kering

d. Uji Vitamin C ekstrak daun sukun

1. Menimbang 1 gram ekstrak daun sukun segar

2. Menambahkan larutan tembaga (II) sulfat dan natrium hidroksida pada

tabung reaksi pertama yang berisi filtrat akan terbentuk warna biru

keunguan.

3. Menambahkan larutan natrium hidroksida dan 1 tetes larutan besi (II)

sulfat pada tabung kedua yang berisi filtrat akan membentuk warna

merah keunguan. Kemudian tabung ke III berisi filtrat ditambah

larutan 2,6- diklorofenol indofenol akan berbentuk warna merah

keunguan.

e. Pembuatan Larutan Sampel


1. Menimbang 1 gram ekstrak daun sukun segar

2. Menambahkan 5 ml larutan asam metasofat 6 % kemudian

menghomogenkan dan menyaringnya.

3. Mencukupkan volume sampai 10 ml dengan larutan asam metasofat 6

4. Memipet 1 ml lalu dimasukkan kedalam labu takar 10 ml lalu

mencukupkan volumenya sampai batas dengan larutas asam metasofat

sampai batas dengan larutan asam metasofat 6 %.

5. Melakukan langkah yang sama untuk ekstrak daun sukun kering.

f. Pengukuran vitamin C dalam ekstrak daun.

1. Memipet 1 ml larutan sampel daun segar kemudian dengan cepat

menambahkan pereaksi 2,6- diklorofenol indofenol, kemudian

mengukur serapannya pada spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang 500 nm.

2. Melakukan langkah yang sama untuk larutan sampel daun kering.

Tabel 3.4 Nilai absorbansi ekstrak daun kopasanda


Massa
Absorbansi
No. Sampel Ekstrak
Ekstrak
(mg)

1. Daun segar

2. Daun kering
3.5 Bagan Alir

Mulai

Studi literatur

Identifikasi masalah

Menyiapkan alat dan bahan

Pembuatan serbuk

Pembuatan ekstrak etanol


70%
Pengambilan data
flavonoid

Analisis nilai
Daun Segar absorbansi kadar Daun Kering
vitamin C

Analisis data

Hasil dan pembahasan

Kesimpulan

Selesai
DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., Koswara, S., 1992 “Kimia Vitamin “, Rajawali Press. Jakarta.
Anief, M. 1997. Formulasi Obat Topikal Dengan Dasar Penyakit Kulit. Universitas
Gadjah Mada. Press : Yogyakarta.
Ardiana, T., Andina, R.P.K., Muhammad, D.F. 2015. Efektifitas Pemberian Gel
Binahong (Anredera cordifolia) 5% Terhadap Jumlah Sel Fibroblast Pada
Soket Pasca Pencabutan Gigi Marmut (Cavia cobaya). Odonto Dental
Journal. 2 (1): 64-70.
Behera, et al. UV-Vis Spectrophotometric Method Development and Validation of
Assay of Paracetamol Tablet Formulation. J Anal Bional Techniques.
ISSN: 2155-9872. 2012.
Belitz, 1987, Pharmaceautical Analysis, Volume III.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan : Jakarta.
Elsair, Romain. 2012. Fundamentals of Chemistry. Denmark: Ventus Publishing
Aps.
FAO & WHO, 1998, Vitamin and Mineral Requirements in Human Nutrition, Second
Edition, Report of a Joint FAO & WHO Expert Consultation, Bangkok.
Febrianti, P.E., 2004, Penetapan Kadar Vitamin C dalam Minuman Serbuk Instan
Secara Spektrofotometri Ultraviolet dengan Alkaline Background
Correction, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Finar, I.L., 1975, Organic Chemistry,Volume 2, fifth edition, Longman Singapore
Publishers Pte Ltd, Singapore.
Hermanto, S. 2009. Teknik Analisa Kromatografi dan Spektrofotometer. Jakarta :
UIN Syarif Hidayatullah.
Khopkar, S. M. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. 2010.
Lenny, S. 2006. Senyawa Flafonoida, Fenil Propanoida dan Alkaloida. Karya Ilmiah
Tidak Diterbitkan. Medan : MIPA Universitas Sumatera Utara.
Mardiana, L. 2013. Daun Ajaib Tumpas Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta.
Muchtadi, D., 1989, “Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan”, Antar
Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Bandung.
Mulja, 1990. Analisis Obat Secara Spektrofotometri dan Kromatografi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2012.
Neldawati, Ratnawulan, Gusnedi. 2013. Analisis Nilai Absorbansi dalam Penentuan
Kadar Flavanoid Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat. Padang: Pillar
Physics, Vol 2 oktober 2013.
Pradhan C., Monhanty, M. and Rout, A. 2012. Phytochemical Screening And
Comparative Bioefficacy Assessment Of Artocarpus Altilis Leaf Extracts
For Antimicrobial Activity. Frontiers In Life Science. 2(3): 72.
Putri, H. (2016). Perbandingan Uji Aktivitas Antioksidan Pada Ekstrak Daun The
Hijau dan Ekstrak Daun The Hitam (Camellia sintesis) Dengan Metode
DPPH (1,1-difenil-2-pikrihidrazil) (Karya Tulis Ilmiah). Politeknik
Harapan Bersama Tegal, Tegal.
Ragone, D. 1997. Breadfruit : Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg. Promoting The
Conservation And Used Of Underutilize And Neglected Crops. 10.
International plant Genetic Resources Institute. Rome, Italy.
Silitonga, P.M., 2007, Biokimia Dasar, FMIPA UNIMED Medan, Medan.
Siemonsma, J.S And Pileuk, K. 1992. PROSEA: Plant Resource Of South-East Asia
2, Edible Fruits.
Sitorus, Marham. Kimia Organik Umum. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2010.
Suryanto, E. dan Wehantouw, F. 2009. Aktivitas Penangkapan Radikal Bebas dari
Ekstrak Fenolik Daun Sukun (Artocarpus altilis F.). Journal of Chemistry
Progress. 2(1) : 6.
Sushmita and Naira, N. 2013. Artocarpus Altilis: Over View of a Plant which is
referred to as Bread Fruit. Internasional Journal of Pharmaceutical Sciences
Letters. 3(5): 273.
Syahrul. 2015. Spectrophotometry and the Beer-Lmbert Law: An Important
Analytical Tecnique in Chemistry. Handout Departement of Chemistry
Collin College.
Tsai, Y.S., and Maeda, N. 2005. PPARgamma: A Critical Determinat Of Body Fat
Distributin In Human And Mice. Journal Trends Cardiovascular Medicine.
15 (3): 81-5.
Tugino. 2012. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Ke-4. Jakarta : Erlangga.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas, 1st edn, kanisius,
Yogyakarta. 77.
Winarno, L.G., 1986 , “ Kimia Pangan dan Gizi” , Gramedia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai