Anda di halaman 1dari 67

RUANG IONISASI

1. DEFINISI RUANG IONISASI


Ruang ionisasi didefinisikan sebagai sebuah perangkat yang digunakan untuk dua tujuan utama:
mendeteksi partikel di udara (seperti dalam detektor asap), dan untuk deteksi atau pengukuran
radiasi pengion.

Sebuah ruang ionisasi adalah instrumen dibangun untuk mengukur jumlah ion dalam media
(yang akan kami anggap sebagai gas, tetapi juga bisa padat atau cair). Ini terdiri dari kandang gas
diisi antara dua elektroda melakukan. Elektroda mungkin dalam bentuk pelat paralel (bilik
ionisasi paralel plat: PPIC) atau silinder koaksial untuk membentuk detektor portabel nyaman
dalam hal ini, salah satu elektroda mungkin dinding kapal itu sendiri.

Ketika gas antara elektroda terionisasi dengan cara apapun, misalnya dengan partikel alpha,
partikel beta, sinar-X, atau emisi radioaktif lainnya, ion dan elektron dipisahkan pindah ke
elektroda polaritas yang berlawanan, sehingga menciptakan arus ionisasi yang mungkin diukur
dengan galvanometer atau elektrometer.

Setiap ion dasarnya deposito atau menghapus muatan listrik kecil ke atau dari elektroda,
sehingga akumulasi muatan sebanding dengan jumlah seperti bermuatan ion. Sebuah potensi
tegangan yang dapat berkisar dari beberapa volt untuk kilovolt banyak diterapkan antara
elektroda, dan memungkinkan perangkat untuk bekerja terus menerus dengan pembersihan
elektron dan mencegah perangkat dari menjadi jenuh. Arus yang berasal disebut bias saat ini, dan
mencegah perangkat untuk mencapai titik di mana ion tidak lebih dapat dikumpulkan.

Ruang ionisasi yang banyak digunakan dalam industri nuklir karena mereka memberikan output
yang sebanding dengan dosis dan memiliki masa operasi lebih besar dari standar tabung Geiger
(Geiger-Müller di tabung gas akhirnya rusak). Ruang ionisasi yang digunakan dalam kedokteran
nuklir untuk menentukan aktivitas yang tepat dari pengobatan terapi radioaktif. Perangkat
semacam ini disebut 'kalibrator dosis radioisotop. Ruang Ion terkadang microphonic karena
mereka adalah perangkat yang sangat sensitif dan biaya ion non terkait dapat diatur di dalam
karena efek piezoelektrik.

2. SIFAT-SIFAT ION DALAM RUANG IONISASI


Ketika gas antara elektroda terionisasi dengan cara apapun, misalnya dengan partikel alpha,
partikel beta, sinar-X, atau emisi radioaktif lainnya, ion dan elektron dipisahkan pindah ke
elektroda polaritas yang berlawanan, sehingga menciptakan arus ionisasi yang mungkin diukur
dengan galvanometer atau elektrometer.

Setiap ion dasarnya deposito atau menghapus muatan listrik kecil ke atau dari elektroda,
sehingga akumulasi muatan sebanding dengan jumlah seperti bermuatan ion. Sebuah potensi
tegangan yang dapat berkisar dari beberapa volt untuk kilovolt banyak diterapkan antara
elektroda, dan memungkinkan perangkat untuk bekerja terus menerus dengan pembersihan
elektron dan mencegah perangkat dari menjadi jenuh. Arus yang berasal disebut bias saat ini, dan
mencegah perangkat untuk mencapai titik di mana ion tidak lebih dapat dikumpulkan
3. CARA KERJA RUANG IONISASI

Sinar radioaktif tidak dapat dilihat dengan mata biasa, sehingga untuk mendeteksinya harus
digunakan alat. Alat deteksi sinar radioaktif dinamakan detektor radiasi. Salah satu jenis detektor
radiasi yang pertama kali diperkenalkan dan sampai saat ini masih digunakan adalah detektor ionisasi
gas. Detektor ini memanfaatkan hasil interaksi antara radiasi pengion dengan gas yang dipakai
sebagai detektor. Lintasan radiasi pengion di dalam bahan detektor dapat mengakibatkan terlepasnya
elektron-elektron dari atom bahan itu sehingga terbentuk pasangan ion positif dan ion negatif. Karena
bahan detektornya berupa gas maka detektor radiasi ini disebut detektor ionisasi gas.

4. ARUS YANG TERJADI DALAM RUANG IONISASI


Arus yang dihasilkan sangat rendah dalam kebanyakan situasi dan mendeteksi individu rontgen
sulit, terutama dengan udara biasa pada tekanan atmosfer. Biasanya kapasitansi dari elektronik
yang terhubung ke pusat kawat menghaluskan pulsa individu terlalu banyak untuk deteksi
bahkan ketika umpan balik digunakan untuk sangat mengurangi waktu konstan. Ini ruang
ruangan bertekanan karena itu menanggapi tingkat rata-rata radiasi pengion dan tidak
memberikan "klik" seperti tabung Geiger counter.

5. PEMBENTUKAN PULSA PADA RUANG IONISASI

Terdapat dua cara pengukuran radiasi, yang menampilkan hasil


pengukurannya secara langsung, yaitu cara pulsa (pulse mode), dan cara
arus (current mode).
1. Cara Pulsa
Setiap radiasi yang mengenai alat ukur akan dikonversikan menjadi
sebuah pulsa listrik. Apabila kuantitas/jumlah radiasi yang mengenai
suatu alat ukur semakin tinggi maka jumlah pulsa listrik yang
dihasilkannya akan semakin banyak pula.
Sedangkan energi dari setiap radiasi yang mengenai alat ukur akan
gan tingginya pulsa listrik yang dihasilkan. Jadi semakin
besar energi radiasinya, maka akan semakin tinggi pula pulsa listrik
annya. Tingginya pulsa yang dihasilkan dapat dihitung
dengan persamaan:

ΔV adalah tinggi pulsa listrik yang dihasilkan, ΔQ adalah jumlah


muatan listrik, dan C adalah kapasitas detektor.
7
Contoh soal:
Bila ada 100 buah radiasi dalam 10 detik, dengan energi radiasi
sebesar 35 keV memasuki detektor gas yang mempunyai daya ionisasi
35 eV, maka setiap radiasi tersebut akan mengionisasi detektor dan
akan menghasilkan 1000 pasangan ion (elektron). Muatan listrik setiap
elektron adalah 1,6 x 10-19 Coloumb, sehingga jumlah muatan yang
dihasilkan oleh radiasi tersebut adalah 1,6 x 10-16 coloumb. Tinggi
pulsa yang dihasilkan oleh muatan tersebut adalah 0,1 mVolt
(misalkan kapasitas detektor tersebut adalah 1,6 x 10-12 farad). Jadi
dalam contoh ini akan menghasilkan 100 buah pulsa listrik dalam 10
detik dengan tinggi pulsa masing-masing adalah 0,1 mVolt.
Informasi yang dihasilkan oleh alat ukur radiasi yang menggunakan
cara pulsa ini adalah jumlah pulsa listrik (cacahan) dalam selang waktu
pengukuran tertentu dan tinggi pulsa listriknya. Jumlah pulsa listrik
yang ditimbulkannya akan sebanding dengan jumlah radiasi yang
masuk detektor, sedangkan tinggi pulsa akan sebanding dengan energi
radiasinya.
Kelemahan alat ukur radiasi yang menerapkan cara pulsa ini adalah
adanya kemungkinan tidak tercacahnya radiasi karena terlalu cepatnya
proses konversi radiasi yang masuk menjadi pulsa listrik.
Untuk dapat mengubah sebuah radiasi menjadi sebuah pulsa listrik
dibutuhkan waktu konversi tertentu. Apabila jumlah radiasi yang akan
diukur sedemikian banyaknya sehingga selang waktu antara dua buah
radiasi yang berurutan lebih cepat dari konversi alat, maka radiasi yang
terakhir tidak akan tercacah.
2. Cara Arus
Pada cara arus ini, radiasi yang masuk detektor tidak dikonversikan
menjadi pulsa listrik melainkan rata-rata akumulasi energi radiasi per
satuan waktunya akan dikonversikan menjadi arus listrik. Semakin
banyak jumlah radiasi per satuan waktu yang memasuki detektor, maka
akan semakin besar arusnya. Demikian pula bila energi radiasi semakin
besar, arus yang dihasilkannya semakin besar.
Alat ukur radiasi yang menerapkan cara arus ini dapat menghilangkan
kerugian penerapan cara pulsa, karena yang akan ditampilkan dalam cara
ini bukanlah informasi dari setiap radiasi yang memasuki detektor,
melainkan integrasi dari jumlah muatan yang dihasilkan oleh radiasi
tersebut dalam satu satuan waktu.
I adalah arus listrik yang dihasilkan oleh detektor, ΔQ adalah jumlah
muatan listrik, sedangkan Δt adalah tetapan waktu (time constant)
detektor. Bila menggunakan contoh soal di atas, maka araus listrik yang
dihasilkan adalah 1,6 x 10-15 Ampere.
Terlihat di sini, bahwa proses konversi pada cara arus ini tidak dilakukan
secara individual untuk setiap radiasi, melainkan dilakukan secara
akumulasi untuk seluruh radiasi. Informasi yang ditampilkannya adalah
intensitas radiasi yang memasuki detektor. Kelemahan cara arus ini
adalah ketidakmampuannya untu memberikan/menampilkan informasi
energi dari setiap radiasi. Keuntungan cara arus ini adalah proses
pengukurannya jauh lebih cepat dibandingkan dengan cara pulsa.
Sistem pengukur radiasi dengan menerapkan mode arus ini pada
umumnya digunakan dalam kegiatan proteksi radiasi, seperti
surveimeter. Sedangkan dalam kegiatan penelitian, pada umumnya
menerapkan cara pulsa.
6. KEGUNAAN DALAM PENDETEKSIAN RADIASI
A.Pendeteksi Panas ( Heat Detector )
Pendeteksi panas (Gambar 2.1) merupakan jenis pendeteksi kebakaran
otomatis yang paling tua. Prinsip dasarnya, jika temperatur di sekitar pendeteksi
naik lebih tinggi diatas nilai ambang batas yang telah ditetapkan, maka kemudian
akan memicu alarm. Pendeteksi panas sangat baik diletakkan pada ruangan ketel
uap (boiler room), ruangan generator, garasi, dapur, dan daerah-daerah berdebu.
Pendeteksi panas harus ditempatkan seperti diuraikan pada NFPA 72 Bab 5 dan
Annex A.5.
B.Pendeteksi Asap ( Smoke Detector )
Asap adalah keseluruhan partikel yang melayang-layang baik kelihatan
maupun tidak kelihatan hasil dari suatu pembakaran. Dikarenakan asap bersifat
naik ke atas, umumnya pendeteksi asap (Gambar 2.4) dipasang di langit-langit,
atau di dinding dekat langit- langit. Untuk mempertinggi tingkat kemungkinan
membangunkan penghuni yang sedang tidur, biasanya pendeteksi asap dipasang
di dekat karnar tidur. Idealnya di ruang terbuka, atau paling baik di dalam kamar
tidur itu sendiri.
Gambar 2.4 Pendeteksi Asap
Pendeteksi asap secara umum jauh lebih cepat mendeteksi kebakaran dari
pada pendeteksi panas. Adalah lebih baik memasang pendeteksi asap kecuali
terdapat kemungkinan kesalahan apa saja atau alarm yang tidak dinginkan. Tidak
disarankan, sebagai contoh, untuk memasang pendeteksi asap pada dapur dimana
orang memasak, memanggang, membakar yang dapat memicu alarm yang tidak
diinginkan.

7. JENIS RADIASI YANG DAPAT DI DETEKSI OLEH PENCACAH INI

Sistem Pencacah Integral


Pencacahan secara integral merupakan suatu cara untuk mengukur jumlah
(kuantitas) radiasi yang memasuki detektor tanpa memperhatikan tingkat
energi radiasinya (gross activity). Sistem pencacah akan menampilkan suatu
nilai yang sebanding dengan kuantitas radiasi yang memasuki detektor.
Pada sistem pencacah integral biasanya digunakan detektor GM dengan
konfigurasi sebagaimana gambar berikut.
Gambar 4: Konfigurasi sistem pencacah integral
Detektor berfungsi untuk mengubah radiasi yang mengenainya menjadi
pulsa listrik. Detektor yang sering digunakan disini adalah detektor GM
karena detektor ini mempunyai karakteristik tidak dapat membedakan energi
radiasi (sesuai dengan keperluan sistem pencacah integral) tetapi detektor
GM dapat menghasilkan pulsa listrik yang relatif sangat besar dibandingkan
Sistem Pencacah Diferensial
Pencacah diferensial digunakan untuk mengukur jumlah radiasi dalam selang
energi tertentu. Sebagai contoh, dua jenis zat radioaktif yang berbeda akan
memancarkan radiasi dengan tingkat energi yang berbeda sehingga bila ingin
mengukur aktivitas salah satu zat radioaktif tersebut maka diperlukan suatu
sistem pencacah diferensial. Bila menggunakan pencacah integral maka
aktivitas kedua zat radioaktif tersebut tidak dapat dibedakan.
Konfigurasi sistem pencacah diferensial adalah sebagai berikut.

WAFAENS...MENUJU KESETIAAN SEJATI....

 Beranda

 BEKAL Q

 AMAL Q

 IBADAH Q

 GEOLISTRIK

 GEOSEISMIK

 INSTRUMENTASI FISIKA

 METODOLOGE PENELITIAN

 ILMU Q

 ELEKTRONIKA TERPAKAI

 FISIKA RADIASI

FISIKA RADIASI

Tugas I
FISIKA RADIASI
“INTERAKSI RADIASI DENGAN BAHAN”
I. Struktur Atom
Atom terdiri dari elektron dan inti atom, sedangkan inti atom terdiri dari neutron dan
proton. Defenisi tentang atom seperti apa yang telah dipahami sekarang tidaklah muncul
seketika, akan tetapi mengalami perjalanan yang cukup panjang. Berikut ini diberikan beberapa
defenisi tentang atom menurut beberapa ilmuwan pada zamannya masing-masing:
1. Demokritos (460-370 SM) Setiap zat terdiri dari bagian-bagian yang terkecil yang tak dapat
dibagi l lagi, bagian terkecil tersebut disebut atom, kata atom berasal dari kata atomos yang
artinya tidak dapat dibagi lagi.
2. John Dalton (1766-1844) - Atom-atom itu merupakan partikel kecil yang tak dapat dibagi lagi.
- Atom suatu unsure tidak dapat berubah menjadi atom unsure yang lain - Dua atom atau lebih
yang berasal dari unsure yang berlainan dapat membentuk suatu molekul. - Pada suatu reaksi
kmia, atom-atom berpisah tetapi kemudian bergabung lagi dengan susunan yang berbeda dari
susunan semula dan jumlah massa totalnya adalah tetap.
3. J.J. Thomson (1856-1940) - Atom mempunyai muatan positif yang terbagi secara merata
keseluruh isi atom. - Muatan-muatan tersebut dinetralkan oleh elektron-elektron yang tersebar
diantara muatan-muatan positif tadi.
4. Rutherford (1871-1937) - Muatan positif dan sebagian besar massa atom akan berkumpul pada
satu titik yaitu terpusat ditengah atom, disebut inti atom. - Pada jarak yang relatif jauh ada
electron yang berputar dalam lintasan yang tertentu. - Aton secara keseluruhan bersifat netral -
Inti atom dan netron saling menarik - Pada suatu reaksi kimia, inti atom tidak mengalami
perubahan kecuali elektron pada lintasan luar saling mempengaruhi. Kelemahan Model Atom
Rutherford - Karena dalam lintasannya electron memancarkan energi, maka energi electron akan
berkurang, jari-jari lintasannya akan mengecil. - Karena lintasan electron mengacil maka waktu
putarnyapun mengecil.
5. Niels Bohr (1885-1962) - Atom hydrogen terdiri dari sebuah electron yang bergerak dalam
lintasan edar yang berbentuk lingkaran yang mengelilingi inti atom. - Lintasan edar electron
dalam atom hydrogen mempunyai momentum sudut yang merupakan kelipatan dari tetapan
planck, - Dalan lintas edar yang diperkenankan, electron yang mengelilingi inti atom tidak
memancarkan gelombang elektromagnetik, - Dalam perpindahan electron dari lintas edar yang
diperkenankan ke lintas edar lain yang juga diperkenankan, akan memancarkan gelombang
elektromagnetik
Dari postulat Bohr tersebut diperoleh beberapa perumusan penting sbb:
1. Energi elektron E = - ke2/2r
2. Jari-jari R = n2h2/4 2
mke2

3. Tingkat energi electron Fn = - me4/8ao2 n2 h2


4. Radiasi spektral 1/ = R (1/m2- 1/n2) dalam hal ini R = 1,097 x 107/m = tetapan Rydberg

Contoh 4:
a. Untuk memisahkan atom H menjadi sebuah electron dan sebuah proton, diperlukan energi
sebesar 13,6 Ev. Hitunglah jari-jari orbit electron didalam atom hydrogen tersebut.
b. Bohr tanpa mengetahui hipotesis de broglie telah membentuk model dengan mengajukan
postulat ke dua. Tunjukkan bahwa postulat ini menghasilkan n = 2 rn, dengan n = 1,2,3,

………………
Jawab:
a. Energi ikat suatu atom mempunyai harga negatif = energi yang digunakan untuk dapat
memisahkan elektron dengan proton dari dalam sebuah atom, sehingga, Eikat= - 13,6 Ev = -2,2 x
1018 joule E = -ke2/2r Diperoleh r = 5,2 x 10-11 m.
b. Dapat dibuktikan dengan menggunakan postulat kedua dari Bohr tentang atom.

II. Struktur Inti

Pengertian inti atom untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Rutherford pada tahun
1911. Namun gejala yang menunjukkan adanya aktifitas inti atom ini sudah dikenal oleh
Becquerel pada tahun 1896 secara tidak sengaja. Ditemukan bahwa senyawa uranium
memancarkan sinar tidak tampak yang daya tembusnya sangat kuat serta mempengaruhi emulsi
foto.
Pada tahun 1896 Marie Curie menemukan bahwa inti uranium dan banyak lagi unsure
lainnya bersifat memancarkan salah satu dari partikel alfa, beta atau partikel gamma. Inti-inti
atom yang mempunyai sifat memancarkan sinar-sinar tersebut disebut radioaktif.
A. Bagian-bagian Inti
Sebagaimana telah diketahui bahwa atom terdiri dari inti atom dan electron yang
bergerak mengelilingi inti atom, inti atom terdiri dari Z proton dan N = (A-Z) neutron. A adalah
nomor massa yang sama dengan jumlah proton dan neutron dalam inti. Z adalah nomor atom
yang sama dengan jumlah proton didalam massa inti. N adalah jumlah neutron di dalam inti.
Sifat-sifat kimia hanyalah ditentukan oleh muatan inti atom dan tidak bergantung pada
massa inti. Dengan demikian dua buah atom dengan Z yang sama tetapi berlainan nilai A -nya
akan mempunyai sifat-sifat kimia yang sama tetapi akan berbeda sifat-sifat fisiknya. Atom-atom
yang bersifat demikian disebut sebagai isotop-isotop dari elemen.
B. Energi Ikat Inti
Energi ikat elektron-elektron di dalam atom adalah sangat kecil bila dibandingkan dengan
energi ikat inti dalam atom B = Z mp + (A-Z)mn-M(Z,A) dimana:
B = energi ikat inti
Mp,v= massa proton
Mn = massa neutron
M(Z,A) = massa inti
Kalau dinyatakan dengan hubungan antara satuan massa atom dengan energi eV maka
diperoleh:
B = m (sma) x 931 MeV

Sedangkan energi ikat rata-rata tiap nukleon adalah E = B A akan berubah harganya dari
satu inti ke inti yang lain.
Contoh 5:
a. Inti Uranium dilambangkan oleh : 92U238 Tentukan : jumlah neutron,jumlah electron dan jumlah
protonnya
b. Massa neutron, proton dan partikel alfa masing-masing adalah 1,008 sma ; 1,007 sma dan
4,002 sma. Jika 1 sma = 931 Mev. Hitung energi ikat partikel tersebut.
Jawab :
a. Jumlah neutron = 238 – 92 = 146
jumlah elektron = 92
jumlah proton = 92
4
b. partikel alfa adalah : 2

terdiri dari 2 proton dan 2 neutron.


Massa 2 proton = 2 x 1,007 sma = 2,014 sma
Massa 2 neutron =2 x 1,008 sma = 2,016 sma
Massa 2 proton + massa 2 elektron = 4,030 sma
Massa partikel = 4,002 sma
Massa yang hilang adalah = 0,028 sma
Massa yang hilang akan menjadi energi ikat partikel = 0,028 x 931 MeV

III. Radioaktivitas

A. Radio Isotop
Setiap unsur radioaktif dalam peluruhannya mempunyai sifat statistik yaitu keboleh
jadian tertentu untuk meluruh atau berubah menjadi atom yang lain dengan memancarkan
radiasi. Jadi tidak mungkin meramalkan atom mana yang akan meluruh pada saat berikutnya.
Radioaktifitas mula–mula ditemukan oleh Becqurel pada tahun 1896 beberapa waktu
kemudian setelah sinar-x ditemukan oleh Rontgen pada tahun 1895. Becquerel melihat adanya
sifat tersebut uranium disulfat yang ternyata pada menghitamkan film potret. Percobaan lebih
lanjut yang dilakukan oleh Rutherford pada garam – garam uranium menunjukan bahwa ada 2
macam radiasi, yang pertama mudah diserap oleh bahan yang oleh Rutherford disebut sinar alfa
dan yang kedua memiliki daya tembus yang lebih besar disebut sinar beta. Kemudian ditemukan
pula bahwa zat radioaktif alam memancarkan jenis radiasi ketiga yang di sebut sinar gamma.
Radioaktifitas adalah pemancaran sinar–sinar radioaktif secara spontan dengan disertai
peluruhan inti atom menjadi inti yang lain. Sinar radioaktif ini ada 3 macam yaitu: sinar alfa (
), sinar beta ( ), dan sinar gamma ( ). Bila seberkas sinar radioaktif dilewatkan pada sebuah

keping dengan ketebalan x maka intensitas dari sinar radioaktif tersebut akan mengalami
pelemahan sesuai dengan persamaan berikut:
x
I=I0e
Apabila intensitas radiasi setelah melewati keping setebal x menjadi I = I 0/2 maka diperoleh
atau

HVL (Half Value Layer) adalah lapisan atau tebal keping yang membuat intensitas
menjadi setengah dari intensitas semula. Pada tahun 1902 Rutherford dan Soldy menyimpulkan
bahwa fenomena radioaktif disebabkan transformasi spontan. Jenis atau macam radiasi yang
dipancarkan dapat diuraikan sebagai berikut:
Radiasi alfa
Alfa merupakan partikel yang di pancarkan oleh inti atom dan berbentuk inti atom
Helium (2He4). Alfa mempunyai energi berkisar 1 MeV hingga 10 MeV dan mempunyai
kecepatan 7000 hingga 20.000 km/detik. Persamaan reaksi pemancar alfa dapat ditulis sebagai
berikut:
Z Z-4
XA YA-2+ 4He2
dengan Z adalah nomor massa, dan A adalah nomor atom.
Oleh karena dia hanya mempunyai dua muatan listrik, maka alfa akan langsung diserap
bahan. Akibatnya radiasi alfa mempunyai daya tembus pendek, dan mempunyai jalur lurus,
karena massanya yang berat. Pada kulit, radiasi alfa hanya menembus hingga lapisan epidermis,
khususnya bagian sel yang mati, dan jarang sekali menembus hingga sel hidup kecuali alfa
mempunyai energi yang cukup besar. Sebagai proteksi, digunakan selembar kertas untuk radiasi
eksternal, tetapi untuk radiasi internal, radiasi alfa akan sangat berbahaya sekali.
Radiasi beta
Radiasi beta merupakan radiasi elektron (elektron bermuatan positif atau positron ( +),

dan elektron bermuatan negatif atau ( ). Energi beta berkisar 0,018 MeV (untuk tritium) hingga

6,1 MeV (untuk fluor). Untuk energi 1 MeV, kecepatan beta mendekati kecepatan cahaya. Beta
mempunyai 3 jenis proses, yaitu pemancaran electron, pemancaran positron, dan penangkapan
electron. Persamaan reaksi radiasi beta adalah:
a. Pemancaran electron.
Z Z
XA YA+1+ 0e-1( )

b. Pemancaran positron
Z Z
XA YA-1+ 0e+1( +)

c. Pemancaran elektron
Z
XA + 0e-1 Z
YA-1
Oleh karena beta hanya mempunyai satu muatan listrik, maka dia agak sulit diserap
bahan, sehingga daya tembusnya di bahan menjadi lebih besar ( beberapa millimeter). Selain itu
karena massanya yang ringan, maka dalam bahan, beta akan dibelokkan. Pembelokan ini akan
lebih sering pada energi beta yang kecil. Untuk radiasi eksterna, selembar aluminium dapat
digunakan untuk mengahalangi jalannya radiasi beta, tetapi untuk radiasi interna, radiasi beta
juga sangat berbahay seperti halnya alfa.
Radiasi gamma
Radiasi gamma, seperti juga radiasi ultraviolet, maupun sinar –x merupakan radiasi
gelombang elektromagnetik. Oleh karena itu, dia bukan partikel dan monoenergitik, maka daya
tembusnya sangat besar. Untuk radiasi gelombang elektromagnetik ini mempunyai jenis interaksi
dengan bahan tertentu, yang akan di jelaskan lebih jauh dibawah. Untuk radiasi eksterna, gamma
sebaiknya dihalangi dengan timbal (Pb) atau beton. Radiasi ini akan sangat berbahaya bila
berupa radiasi eksterna.
B. Hukum Peluruhan
Inti – inti isotop yang dengan sendirinya dapat berubah menjadi inti isotop lain dengan
jalan memancarkan partikel – partikel alfa, beta dan lainnya. Proses demikian disebut peluruhan
radioaktif. Radioaktif hanya tergantung pada keadaan didalam inti isotop- isotop dan tidak
terpengaruh oleh keadaan – keadaan luar seperti tekanan, temperatur, ikatan kimia dan lain lain.
Unsur radioaktif adalah unsur yang tidak stabil yang dapat memancarkan atau menyerap
baik energi ataupun partikel. Oleh karena sifatnya yang tidak stabil, maka unsur ini tidak dapat
disimpan, ataupun dengan kata lain, dia akan meluruh sejak pertama terbentuk. Sedangkan
partikel atau energi yang dikeluarkan umumnya mempunyai daya tembus besar dan berupa sinar,
sehingga disebut sinar radioaktif.
Umumnya, jika sebuah bahan contoh mengandung N inti radioaktif, maka dapat
dinyatakan ciri statistic dari proses peluruhan tersebut dengan mengatakan bahwa banyaknya
peluruhan per detik (- dN/dt) adalah sebanding dengan N, atau dN/dt = - N dengan adalah

konstanta peluruhan yang mempunyai nilai berbeda untuk setiap inti radioaktif. Dengan
menuliskan kembali persamaan diatas sebagai
dN/N = - dt

dan kemudian mengintegralkannya, maka akan menghasilkan:


N = No e- t

dalam hal ini No adalah banyaknya inti radioaktif pada saat t = 0.


Aktivitas
Aktivitas suatu unsur radioaktif diartikan sebagai banyaknya peluruhan pada suatu waktu
tertentu, yang secara matematis dapat ditulis sbb:
A= N

dalam satuan Curie (Ci). 1 Ci = 3,7 x 10-10 peluruhan perdetik.


Waktu Paruh
Oleh karena inti radioaktif mempunyai waktu yang kurang dari satu detik hingga
milyaran tahun, maka untuk mengetahui unsur inti radioaktif, akan lebih mudah bila digunakan
konsep waktu paro (t1/2), yaitu waktu yang diperlukan untuk mendapatkan aktivitas setengah dari
semula.
A0 = A0e- t1/2 sehingga t1/2 = ln 2/ = 0,693 /

dengan Ao adalah aktivitas pada saat t = 0, yang mempunyai satuan Curie (Ci) atau Becquerel
(Bq), dimana
1 Ci = 3,7 x 1010 Bq = 3,7 x 1010 dps (disintegrasi per sekon)
Untuk eliminasi pada media biologi akan berbeda dengan eliminasi pada media fisika. Untuk
keperluan tersebut, maka didefinisikan waktu paro biologi (t1/2 biologi). Berikut ini akan
diberikan beberapa contoh waktu paruh biologi:
Tabel.1 Radionuklida dan waktu paro
Selanjutnya umur rata – rata dari atom radioaktif berbanding terbalik dengan konstanta
peluruhannya. Untuk penerapan umumnya digunakan waktu paruh efektif, yang merupakan
penjumlahan kedua waktu paruh:
I/Tefektif = 1/Tbio + 1/Tfis
Contoh 6: Hitunglah aktifitas dari mg Sr - 90 jika waktu paruhnya adalah 28 tahun.
Jawab: Konstanta peluruhan: = ln 2/T ½ = 0,8 x 10 9/detik. dengan bilangan Avogadro N A =

6,03 x 10 23 maka jumlah atom N dalam 1 mg Sr – 90 adalah sebanyak, N = (6,03 x 10 23/90) x


0,001 atom = 6,63 x 1018 atom. Dengan demikian diperoleh: A = 0,143 Ci.
Contoh 7: Hitunglah massa radioisotope C0 – 60 yang mempunyai aktifitas 1 Ci. Waktu paruh
Co – 60 adalah 5,2 tahun.
Jawab: Konstanta peluruhan = ln 2/T½ = 4,23 x 10 9/detik

maka A = n 3,7 X 1010 = 4,23 x 10-9N N = 8,75 X 1018atom Dengan demikian diperoleh, M =

8,7 x 10 -4 gram = 0.87 mg

IV. Dosimetri Radiasi

Ionisasi dalam jaringan dapat juga dihasilkan oleh radiasi selain foton, seperti alfa, beta,
neutron, dan proton. Oleh sebab itu perlu suatu satuan yang tidak bergantung kepada macam
radiasi, energi dan sifat bahan penyerap, tetapi hanya bergantung pada jumlah energi yang
terserap per satuan massa bahan yang disinari. Satuan tersebut disebut dosis serap. Dosis serap,
D, didefinisikan sebagai jumlah energi yang diserahkan oleh radiasi atau banyaknya energi yang
diserap oleh suatu bahan per satuan massa bahan.
D= E/ m

Beberapa satuan yang biasa digunakan dalam dosis radiasi adalah sbb:
- r (Rontgen)
- rad (radiation absorbed dose)
- Gy (Gray)
Kesetaraan besaran – besaran tersebut adalah sebagai berikut:
1 Gy = 1 joule/kg
1 rad = 10-2 joule/kg
1 rad = 100 erg / gram bahan0,01 J/kg bahan = 0,01 Gy
1 rad = 2,58 x 10-4/kg udara= 0,877 rad
A. Dosis Ekivalen
Bila kita tinjau dari sudut biologi, ternyata efek yang ditimbulkan oleh bermacam–
macam radiasi pengion tidaklah sama, walaupun dosis serapnya sama. Hal ini disebabkan efek
biologi bergantung pada macam dan kualitas radiasi, sehingga diperlukan besaran lain. Besaran
tersebut adalah rem (roentgen equivalent man) dan di beri symbol H.
H = DQN
Dengan D adalah dosis serap dalam satuan Gray, Q adalah faktor kualitas, dan N adalah
faktor modifikasi, dan ICRP menetapkan N = 1, mempunyai satuan Sievert (Sv) sebagai satuan
SI, dan rem (sebelum SI)
1 Sv = 1 J/kg
1 Sv = 100 rem

Tabel 12.2. Nilai faktor kualitas

Tabel 12.3. Faktor konversi dari nilai penyinaran ke dosis


Selain perhitungan dosis melalui nilai penyinaran diperlukan pula informasi mengenai
laju penyinaran pada jarak tertentu ( ) dari jenis radiasi tertentu, sehingga perhitungan laju
dosis serap menjadi: Xd = x A/d2 dengan d adalah jarak, dan A adalah aktivitas, dan
mempunyai satuan R/jam.

Table 12.4. Laju penyinaran sinar gamma dari berbagai isotop dengan aktivitas 1 Curie pada
jarak 1m
Contoh 8: Hitung laju dosis ekivalen yang diterima pekeja operator radiasi pada jarak 10 m dari
sumber Co-60 dengan aktivitas 5 Curie (5Ci).
Jawab:
T untuk Co-60 = 0,53 x (f x gamma – 1 + fx gamma -2)
= 0,53 x (1,3 x 1,17 + 1,3 x 1,33) R/jam = 1,7225 R/jam
X10m = (1,7225 x 5 ) / (100)R/jam = 0,086125 R/jam = 86,125 mR/jam
Karena energi gamma sekitar 1 MeV, maka f berada sekitar 1, jadi
D10m = fX 10m = 86,125 mR/jam
H10m = QD 10m = 86,125 mR/jam, karena Q untuk gamma = 1
B. Hubungan Nilai Penyinaran dengan Dosis
Untuk radiasi yang berasal dari luar tubuh, perlu dikaji hubungan antara nilai penyinaran
dengan dosis sebagai berikut
D=Fx

1. D adalah laju dosis (Gy / detik)

2. f adalah faktor konversida

3. X adalah laju penyinaran (R/detik).

V. Detektor Radiasi
Penggunaan alat ukur dosis radiasi ini dibedakan menjadi dua, yaitu untuk mengukur
dosis radiasi di suatu daerah (area monitoring).
a. Monitor perorangan
Penggunaan alat ukur ini bertujuan untuk mengetahui nilai akumulasi dosis radiasi yang
telah mengenai seseorang dalam selang waktu tertentu. Terdapat tiga macam jenis monitoring
perorangan.

b. Dosimeter saku.
Bentuk dosimeter ini serupa ballpoint, yang berisi gas yang dapat terionisasi oleh radiasi.
c. Film badge.
Detector radiasi ini menggunakan emulsi fotografi yang akan berubah menjadi hitam bila
terkena radiasi. Dengan mengukur derajat kehitaman akan dapat di ketahui dosis yang diterima
seseorang.
d. Thermoluminesence dosimeter (TLD).
e. Monitor lapangan.

VI. Penyinaran

Menurut ICRP tahun 1980, penyinaran di beri lambang X, yaitu hasil bagi antara nilai
absolute muatan total ion (dQ) dengan salah satu tanda dari semua ion yang terbentuk di udara
dalam keadaan bila semua electron (negatron dan positron) yang di bebaskan oleh foton, dalam
salah satu elemen volume udara kering dengan massa dm.
X = dQ/dm
Mempunyai satuan C/kg udara (SI) atau Roentgen ® (sebelum SI).
1 R = 2,58 x 10-4 Coulomb/kg = 1/(4,8 x 10-10) pasangan ion/cm3 udara, maka:
1R= 87,7 erg/gram udara = 95 erg/gram jaringan lunak.

VII. Efek Biologi dari Radiasi

Dampak radiasi umumnya tidak langsung terdeteksi, tetapi setelah melalui beberapa
waktu, karena sel biologi umumnya berusaha akan memperbaiki sendiri bersama system
kekebalan tubuh. Walaupun demikian, gejala pertama yang dapat dirasakan adalah berbentuk
rasa demam dan sakit kepala, akibat adanya perpindahan panas (efek determinis), dan terdapat
kemungkinan timbulnya kanker (efek non determinis).
Sebenarnya di dalam sel akan terjadi dua proses yang utama yaitu proses ionisasi dan
proses biokimia. Prose ionisasi. Pada proses ionisasi, akan terjadi perpecahan ikatan kimia
(pembentukan ion) dari struktur kima sel, sehingga sel akan menjadi rusak. Proses biokimia.
Pada proses ini, ionisasi tidak langsung mengenai sel, melainkan bereaksi dengan air, yang
mengakibatkan pecahnya air menjadi H+ dan OH- dalam bentuk radikal yang sangat reaktif.
Senyawa radikal ini akan bereaksi dengan sel pada tubuh yang akan menimbulkan kelainan
struktur kimia, yang akan mengakibatkan kerusakan sel.
Dampak radiasi dapat di atasi sebagian dengan cara menjaga kondisi tubuh, yaitu melalui
gizi makanan yang baik, dan juga banyak mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung
betakaroten, vitamin C, dan vitamin E. Beberapa contoh efek radiasi terhadap organ manusia
diperlihatkan dalam Tabel 12.5.
Tabel 12.5 Efek radiasi terhadap organ manusia
VIII. Proteksi Radiasi

Proteksi radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan dan teknik yang membahas
tentang kesehatan lingkungan yang berhubungan dengan pemberian perlindungan terhadap
seseorang atau sekelompok orang dari kemungkinan akibat negative dari radiasi pengion.
Tujuan proteksi radiasi adalah membatasi peluang terjadinya resiko stokastik dan
mencegah terjadinya efek non stokastik. Misalkan katarak pada lensa mata, dan kerusakan sel
kelamin yang mengakibatkan kemandulan merupakan efek non stokastik, sedangkan efek genetic
dianggap sebagai efek stokastik.
Berbagai cara dilakukan untuk melindungi seseorang terhadap efek negative radiasi pengion
diantaranya:
1. Pembatasan dosis
Pekerja radiasi tidak boleh berumur kurang dari 18 tahun dan wanita menyusui tidak
diijinkan bekerja di daerah yang berkontaminasi tinggi. Misalkan, Nilai Batas Dosis (NBD)
untuk penyinaran seluruh tubuh adalah 5000 mrem per tahun. NBD untuk masyarakat umum
(seluruh tubuh) adalah 500 mrem dalam setahun.
2. Pembagian daerah kerja
Daerah kerja dibedakan menjadi:
- daerah pengawasan, yaitu daerah yang memungkinkan seseorang menerima dosis radiasi
kurang dari 1500 mrem dalam satu tahun dan bebas kontaminasi,
- daerah pengendalian, yaitu daerah yang memungkinkan seseorang menerima dosis radiasi 1500
mrem atau lebih dalam setahun.
3. Klasifikasi pekerja radiasi
Untuk pembatasan penyinaran dan monitoring, maka pekerja radiasi di golongkan
menjadi dua, yaitu: kategori A, untuk mereka yang dapat menerima dosis sama dengan atau lebih
dari 1500 mrem per tahun, dan kategori B, yaitu mereka yang mungkin menerima dosis lebih
kecil dari 1500 mrem per tahun.
4. Pemeriksaan dan pengujian perlengakapan
Pemeriksaan dan pengujian perlengakapan proteksi radiasi dan alat ukur radiasi.
5. Pengendalian bahaya radiasi
Pengendalian bahaya radiasi melalui pembatasan waktu kerja (bekerja sesingkat
mungkin: Dosis = laju dosis x waktu) pengendalian jarak kerja (bekerja sejauh mungkin, laju
dosis x jarak2 = konstan) dari sumber radiasi, dan penggunaan penahan radiasi (sehelai kertas
untuk radiasi alfa, aluminium atau plexiglass untuk radiasi beta, dan timbale untuk radiasi
gamma dan sinar X).

KESIMPULAN
Atom merupakan partikel kecil yang tak dapat dibagi lagi. Atom terdiri dari inti atom dan
electron yang bergerak mengelilingi inti atom, inti atom terdiri dari Z proton dan N = (A-Z)
neutron. A adalah nomor massa yang sama dengan jumlah proton dan neutron dalam inti. Z
adalah nomor atom yang sama dengan jumlah proton didalam massa inti. N adalah jumlah
neutron di dalam inti. Inti-inti atom yang mempunyai sifat memancarkan salah satu dari partikel
alfa, beta atau partikel gamma disebut radioaktif
Sifat-sifat kimia hanyalah ditentukan oleh muatan inti atom dan tidak bergantung pada
massa inti. Energi ikat elektron-elektron di dalam atom adalah sangat kecil bila dibandingkan
dengan energi ikat inti dalam atom B = Z mp + (A-Z)mn-M(Z,A).
ada 2 macam radiasi menurut Rutherford :
1. Mudah diserap oleh bahan yang disebut sinar alfa
2. Memiliki daya tembus yang lebih besar disebut sinar beta.
Radioaktifitas adalah pemancaran sinar–sinar radioaktif secara spontan dengan disertai
peluruhan inti atom menjadi inti yang lain. Sinar radioaktif ini ada 3 macam yaitu:
1. sinar alfa ( )
Alfa merupakan partikel yang di pancarkan oleh inti atom dan berbentuk inti atom Helium
(2He4). Radiasi alfa mempunyai daya tembus pendek, dan mempunyai jalur lurus, karena
massanya yang berat. Pada kulit, radiasi alfa hanya menembus hingga lapisan epidermis,
khususnya bagian sel yang mati, dan jarang sekali menembus hingga sel hidup kecuali alfa
mempunyai energi yang cukup besar
2. sinar beta ( )

Radiasi beta merupakan radiasi elektron (elektron bermuatan positif atau positron ( +), dan

elektron bermuatan negatif atau ( ).

3. sinar gamma ( )
. Radiasi gamma, seperti juga radiasi ultraviolet, maupun sinar –x merupakan radiasi
gelombang elektromagnetik.
Unsur radioaktif adalah unsur yang tidak stabil yang dapat memancarkan atau menyerap
baik energi ataupun partikel. Aktivitas suatu unsur radioaktif diartikan sebagai banyaknya
peluruhan pada suatu waktu tertentu. Suatu satuan yang tidak bergantung kepada macam radiasi,
energi dan sifat bahan penyerap, tetapi hanya bergantung pada jumlah energi yang terserap per
satuan massa bahan yang disinari
Dari sudut biologi, ternyata efek yang ditimbulkan oleh bermacam– macam radiasi
pengion tidaklah sama, walaupun dosis serapnya sama. Hal ini disebabkan efek biologi
bergantung pada macam dan kualitas radiasi, sehingga diperlukan besaran lain
Penggunaan alat ukur dosis radiasi ini dibedakan menjadi dua, yaitu untuk mengukur dosis
radiasi di suatu daerah (area monitoring
a. Monitor perorangan
b. Dosimeter saku.
c. Film badge
d. Thermoluminesence dosimeter (TLD).
e. Monitor lapangan.
Sebenarnya di dalam sel akan terjadi dua proses yang utama yaitu proses ionisasi dan proses
biokimia.
Proteksi radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan dan teknik yang membahas tentang
kesehatan lingkungan yang berhubungan dengan pemberian perlindungan terhadap seseorang
atau sekelompok orang dari kemungkinan akibat negative dari radiasi pengion
cara dilakukan untuk melindungi seseorang terhadap efek negative radiasi pengion diantaranya:
1. Pembatasan dosis
2. Pembagian daerah kerja
3. Klasifikasi pekerja radiasi
4. Pemeriksaan dan pengujian perlengakapan
5. Pengendalian bahaya radiasi

Tugas II
Statistik Pencacahan Radiasi
(Radiation Counting Statistics)
Sifat Acak (random)
Proses pengukuran, misalnya pengukuran temperatur, panjang atau berat, biasanya dilakukan
secara berulang agar diperoleh hasil pengukuran yang lebih dapat dipercaya. Perhatikan tabel
berikut ini yang menampilkan hasil tiga jenis pengukuran (A, B, dan C) yang diulang 10 kali.

Tabel 1: hasil tiga jenis pengukuran berulang 10 kali


Hasil pengukuran manakah yang terbaik, pengukuran A, B, atau C. Jangan terlalu cepat
menyimpulkan bahwa pengukuran A lah yang terbaik karena sangat bergantung pada besaran
yang sedang diukur. Bila yang diukur adalah panjang sebuah meja atau tinggi sebatang pohon
maka akan diperoleh hasil pengukuran A. Tetapi bila mengukur kecepatan angin di atas sebuah
gedung maka mungkin akan dihasilkan data pengukuran C. Terdapat jenis pengukuran tertentu
yang akan menghasilkan data pengukuran B. Jenis pengukuran tersebut mengikuti
kecenderungan atau distribusi tertentu. Sebagai contoh, bila seseorang mempunyai 200 keping
uang logam yang sama dan kemudian dilemparkannya semua ke lantai.

Berapa keping uang logamkah yang menunjukkan gambar ? Bila kegiatan tersebut diulang 10
kali maka akan diperoleh data pengukuran B, bukan pengukuran A apalagi pengukuran C.
Eksperimen di atas juga dapat dilakukan dengan menggunakan 600 butir dadu. Data pengukuran
B memang berfluktuasi tetapi mempunyai kecenderungan pada nilai 100. Nilai ini dapat
ditentukan secara perhitungan yaitu
X=p⋅N
Dengan X adalah nilai hasil pengukuran, p adalah probabilitas (pada uang logam ½ dan pada
dadu 1/6), sedangkan N adalah jumlah benda yang terlibat untuk menghasilkan nilai pengukuran
tersebut. Fenomena pengukuran ini bersifat acak (random), yang bila dilakukan secara berulang
dengan jumlah ulangan sangat banyak (tak berhingga) akan menghasilkan nilai rata-rata 100.
Ingat rumusan aktivitas radioaktif !
A=λ⋅N
A adalah aktivitas zat radioaktif, λ adalah konstanta peluruhan, sedangkan N adalah jumlah inti
yang tidak stabil. Konstanta peluruhan ( λ ) merupakan probabilitas salah satu inti atom tersebut
meluruh atau tidak. Dengan menganalogikan dua rumusan tersebut di atas maka dapat
disimpulkan bahwa aktivitas radioaktif bersifat acak (random). Jadi, bila suatu zat radioaktif
mempunyai aktivitas sebesar 100 Bq maka tidak berarti bahwa zat radioaktif tersebut selalu
memancarkan 100 radiasi per detik, melainkan berbeda-beda tetapi mempunyai kecenderungan
di sekitar nilai 100 sebagaimana data pengukuran B.

Distribusi Gauss (Normal)


Sifat acak suatu pengukuran selalu mengikuti suatu distribusi tertentu, sebagai contoh
eksperimen uang logam dan dadu di atas mengikuti distribusi binomial. Bila distribusi binomial
tersebut mempunyai probabilitas sangat kecil maka akan berubah menjadi distribusi Poisson,
sedangkan bila distribusi Poisson tersebut menghasilkan nilai ukur yang besar (beberapa
literatur menuliskan > 40) maka berubah menjadi distribusi Gauss (Normal). Tiga jenis distribusi
tersebut memang tidak dibahas pada tulisan ini, bagi yang berminat untuk mempelajari lebih
lanjut silahkan membaca literature statistik. Zat radioaktif mempunyai konstanta peluruhan ( λ )
yang sangat kecil, misalnya U-238 adalah 4.88 10-18 dan aktivitas sumber biasanya bernilai
“sangat besar” dalam orde Bq (peluruhan per detik), misalnya aktivitas 1 μCi setara dengan 3.7
104 peluruhan per detik. Oleh karena itu pancaran radiasi mengikuti distribusi Gauss (Normal).

Gambar 1: distribusi Gauss


Gambar di atas menunjukkan probabilitas nilai ukur yang mungkin dihasilkan oleh pengukuran
berulang terhadap suatu besaran yang mengikuti distribusi Gauss. Terlihat bahwa nilai ukur yang
dihasilkannya dapat bermacam-macam, dengan probabilitas terbesar adalah terletak pada nilai
rata-ratanya.

Gambar 2: intensitas radiasi yang dipancarkan suatu sumber radiasi


Oleh karena aktivitas zat radioaktif bersifat acak mengikuti distribusi Gauss (Normal) maka
intensitas radiasi yang terukurpun akan bersifat acak sehingga data hasil pengukurannya juga
akan mengikuti distribusi Gauss. Pengukuran intensitas radiasi yang dilakukan secara berulang
pasti akan memperoleh hasil pengukuran yang berbeda-beda. Yang menjadi pertanyaan
adalah “berapakah nilai ukur yang sebenarnya”. Dengan fenomena tersebut di atas maka
pengukuran intensitas radiasi harus dilakukan secara berulang, baik beberapa kali atau dalam
selang waktu cukup panjang, yang berarti akumulasi nilai dari pengulangan waktu beberapa
detik. Nilai ukur sebenarnya diduga berada di dalam rentang nilai rata-rata ± nilai
Simpangannya
Sebagaimana perhitungan matematika biasa, nilai rata-rata dapat dihitung dengan persamaan
berikut N Sedangkan nilai simpangan ( σ ) dari pengukuran tunggal suatu besaran yang
mengikuti distribusi Gauss adalah akar dari nilai ukurnya.

Propagasi Eror (Error Propagation)


Propagasi eror adalah metode untuk menghitung simpangan suatu nilai yang berasal dari
beberapa faktor, misalnya beberapa hasil pengukuran dan data pendukung lainnya. Rumusan
dasar propagasi eror untuk suatu nilai F yang merupakan fungsi dari faktor X, Y dan Z adalah
sebagai berikut.

σf adalah simpangan nilai F yang merupakan kalkulasi dari faktor nilai X, Y, dan Z. σx, σy, dan
σz adalah masing-masing simpangan nilai X, Y, dan Z.

�� Laju Cacah
Laju cacah atau cacahan per detik adalah suatu nilai yang sebanding dengan aktivitas atau
intensitas radiasi.

Karena simpangan waktu ( σt ) dapat diasumsikan tidak ada maka simpangan laju cacah ( σr )
hanya dihitung dari satu faktor saja yaitu nilai cacahan ( C ) dengan simpangan cacahan ( σc )
adalah sebesar

Sehingga simpangan laju cacah ( σr ) dapat dihitung sebagaimana persamaan berikut.

�� Cacahan Rata-rata
Cacahan rata-rata ( C ) merupakan nilai rata-rata dari beberapa kali pengukuran, misalnya N kali.
�� Laju Cacah Rata-rata

�� Laju Cacah Sumber


Hasil pengukuran intensitas radiasi suatu sumber selalu merupakan gabungan antara radiasi yang
berasal dari sumber tersebut dan radiasi yang berasal dari lingkungan sekitarnya, atau disebut
sebagai radiasi latar belakang. Laju cacah radiasi yang hanya berasal dari sumber saja ( Rs )
dapat dihitung dengan cara mengurangi laju cacah keseluruhan (Rt ) dengan laju cacah latar
belakang ( Rb ).

Simpangan laju cacah sumber adalah

Tentu saja nilai simpangan laju cacah keseluruhan ( σRt ) dan simpangan laju cacah latar
belakang ( σRb ) harus dihitung dahulu menggunakan persamaan sebelumnya. Perhitungan
propagasi eror, khususnya untuk yang mempunyai relasi matematik lebih rumit dapat
menggunakan persamaan berikut.

Berikut ini sebuah contoh untuk menentukan simpangan dari efisiensi pengukuran ( η ) yaitu
suatu nilai yang membandingkan antara laju cacah dan aktivitas sumber standar.
Nilai simpangan dari aktivitas sumber dapat dihitung dari toleransi sumber standar, misalnya
toleransi 1% berarti nilai simpangan adalah sebesar 1% dari nilai aktivitasnya. σA = 0.01 x A

Ketidak-pastian Pengukuran (Measurements Uncertainty)


Ketidak-pastian sebenarnya tidak hanya berasal dari pengukuran saja melainkan berasal dari
semua langkah analisis mulai dari preparasi sampel, faktor kesalahan alat, kesalahan personil,
kesalahan metode, dan pengukurannya sendiri. Akan tetapi dalam pembahasan ini hanya akan
dipelajari ketidak-pastian yang berasal dari proses pengukuran dan factor yang berkaitan
langsung dengan pengukuran. Setiap pengukuran selalu mempunyai kesalahan (eror) oleh karena
itu hasil pengukuran atau kalkulasi yang berdasarkan hasil pengukuran harus ditampilkan dalam
bentuk suatu rentang nilai (bukan nilai tunggal). Rentang nilai tersebut adalah ketidak-pastian
suatu pengukuran. Nilai ukur sebenarnya diduga berada di dalam rentang nilai tersebut.
Pertanyaannya adalah “seberapa yakinkah nilai ukur sebenarnya berada di dalam rentang nilai
tersebut”. Sebagai contoh, pengukuran aktivitas suatu sumber radiasi yang dilakukan 10 kali
dengan kondisi yang sama, ternyata diperoleh hasil sebagai berikut.

125; 116; 103; 138; 121; 144; 119; 127; 112; dan 134.

Berapakah nilai aktivitas sumber tersebut sebenarnya? Tidak ada yang tahu ! Kemungkinan nilai
aktivitas sebenarnya berada di dalam suatu rentang nilai di sekitar nilai rata-ratanya. Sekali lagi
hanya dugaan saja. Hasil pengukuran disajikan dengan “format” seperti berikut ini.

X = X ± λ ⋅σ (11)

λ adalah suatu faktor yang menunjukkan tingkat kepercayaan (level of confidence) dengan nilai
sebagaimana tabel berikut.
Gambar 3: dugaan nilai sebenarnya berada di dalam rentang nilai yang
ditampilkan dengan tingkat kepercayaan 1 sigma (kiri) dan tingkat
kepercayaan 2 sigma (kanan).
Memang dengan memilih tingkat kepercayaan yang semakin besar, misalnya 3 sigma, akan
memperoleh kemungkinan nilai ukur sebenarnya berada di dalam rentang dugaan semakin besar,
tetapi nilai rentangnya juga semakin lebar. Oleh karena itu, nilai simpangan ( σ ) harus
diusahakan sekecil mungkin, yaitu dengan cara mengulang pengukuran semakin sering atau
memperpanjang waktu pengukuran.

Limit Deteksi dan Limit Kuantisasi


Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa setiap pengukuran radiasi akan menghasilkan
kesalahan atau ketidak-pastian, termasuk pengukuran radiasi latar belakang (background). Yang
menjadi permasalahan sekarang adalah bila aktivitas suatu sumber atau intensitas radiasi yang
dipancarkan oleh sumber ”tidak terlalu” dibandingkan dengan intensitas radiasi latar belakang.

Sebagai contoh, hasil pengukuran intensitas suatu sampel -yang berarti pengukuran radasi yang
berasal dari sumbernya dan ditambah dengan radiasi latar belakang- adalah 120 sedangkan
pengukuran tanpa sampel -yang berarti hanya pengukuran radiasi letar belakang- adalah 100.
Secara perhitungan dengan mudah dapat ditentukan bahwa radiasi latar belakang adalah 100
sehingga radiasi sumbernya saja adalah 20. Hal di atas tidak dapat dibenarkan karena nilai
intensitas radiasi latar belakang selalu berfluktuasi sehingga nilai 120 tersebut mungkin saja
hanya fluktuasi nilai intensitas radiasi latar belakang, jadi sampel tersebut sebenarnya tidak
mengandung zat radioaktif sama sekali.

Limit deteksi adalah suatu batas nilai yang digunakan untuk menentukan apakah zat radioaktif
”terdeteksi” ada di dalam sampel yang diukur atau memang tidak terdeteksi. Nilai limit deteksi
ditentukan sebesar simpangan pengukuran latar belakang dengan tingkat kepercayaan 3 sigma.

Nilai hasil pengukuran radiasi sumber pada contoh di atas ( = 20 ) masih kurang dari limit
deteksinya ( = 30 ) sehingga pada contoh di atas tidak terdeteksi ada zat radioaktif di dalam
sampel. Contoh lain, hasil pengukuran intensitas suatu sampel -yang berarti pengukuran radasi
yang berasal dari sumbernya dan ditambah dengan radiasi latar belakang- adalah 150 sedangkan
pengukuran tanpa sampel -yang berarti hanya pengukuran radiasi letar belakang- adalah 100.
Secara perhitungan dengan mudah dapat ditentukan bahwa radiasi latar belakang adalah 100
sehingga radiasi sumbernya saja adalah 50. Berdasarkan pembahasan limit deteksi, sampel pada
contoh tersebut di atas dapat dinyatakan mengandung zat radioaktif karena hasil pengukuran
sumber ( = 50 ) sudah lebih besar daripada limit deteksi pengukurannya. Tetapi nilai hasil
pengukuran ( = 50 ) belum dapat dinyatakan sebagai kuantitas (atau dalam contoh ini adalah
aktivitas) sumber. Limit kuantisasi adalah suatu batas nilai yang digunakan untuk menentukan
apakah nilai hasil pengukuran dapat dinyatakan secara kuantitatif atau tidak. Nilai limit
kuantisasi harus ditetapkan secara konvensi, dari satu negara atau laboratorium ke negara atau
laboratorium lain mempunyai nilai yang berbeda. Nilai limit kuantisasi yang banyak digunakan
adalah sebesar simpangan pengukuran latar belakang dengan tingkat kepercayaan 7 sigma.

Jadi pada contoh pengukuran di atas hanya dapat dinyatakan secara kualitatif saja bahwa di
dalam sampel terdeteksi adanya zat radioaktif tetapi kuantitas atau aktivitas sumber tidak layak
untuk dinyatakan karena masih kurang dari limit kuantisasinya ( = 70 ).
Chi Square Test
Pengukuran besaran fisis yang bersifat acak secara berulang selalu akan menghasilkan nilai yang
berubah-ubah, sebagai contoh 10 kali pengukuran intensitas radiasi akan menghasilkan 10 nilai
yang berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kesulitan untuk mengetahui bahwa perubahan nilai
tersebut memang karena sifat acak dari sumber yang diukur, bukan disebabkan oleh ”anomali”
alat pengukur.
Chi square test adalah sebuah metode yang lazim digunakan untuk menguji apakah sekumpulan
data mengikuti distribusi Gauss atau tidak. Terdapat kemungkinan bahwa fluktuasi nilai terlalu
kecil (contoh data pengukuran A pada tabel 1) atau fluktuasi terlalu besar (contoh data
pengukuran C pada
tabel 1). Nilai Chi Square ditentukan dengan persamaan berikut.

Dengan Xi adalah nilai setiap pengukuran. Nilai chi square ( χ2 ) dari perhitungan di atas
kemudian dicocokkan ke tabel chi square yang terdapat pada lampiran.
Tabel 3: sebagian tabel chi square

Cara pembacaan tabel chi square di atas: n adalah derajat kebebasan pengukuran yaitu jumlah
pengulangan dikurangi 1 ( N – 1 ). Nilai-nilai pada kolom χ2 0,50 adalah nilai ideal bila semua
nilai hasil pengukuran tepat sesuai dengan distribusi Gauss, tentu saja hal ini sangat sulit dicapai
dalam pengukuran sebenarnya. Seberapa besar toleransi tidak ideal harus ditentukan oleh
masing-masing keperluan atau laboratoriumnya, tetapi walaupun begitu, nilai yang banyak
digunakan adalah nilai di dalam rentang χ2 0,90 dan χ2 0,10. Data hasil 10 kali pengukuran
“layak diterima” sebagai distribusi Gauss bila nilai χ2 nya berada di dalam rentang 4,17 ~ 14,7,
sedangkan data 15 kali pengukuran harus berada di dalam rentang 7,79 ~ 21,1. Apabila data hasil
pengukuran intensitas radiasi tidak memenuhi kriteria di atas maka terdapat kesalahan, mungkin
di peralatan ukur atau di sumbernya sendiri.

Kriteria Chauvenet
Memang secara teori distribusi Gauss, hasil pengukuran dapat bernilai berapapun bahkan sangat
jauh berbeda dengan nilai rata-ratanya akan tetapi dalam kenyataannya kemungkinan tersebut
sangat kecil sehingga hasil pengukuran yang menyimpang terlalu jauh dari nilai rata-ratanya
dapat saja ”dibuang” agar tidak merusak nilai rata-rata pengukuran. Penyimpangan nilai hasil
pengukuran dari nilai rata-ratanya kemungkinan disebabkan oleh gangguan dari luar sehingga
mempengaruhi kondisi yang seharusnya dijaga selalu sama, sebagai contoh yang paling sering
terjadi adalah gangguan listrik. Kriteria Chauvenet adalah salah satu metode yang dapat
digunakan untuk ”membuang” salah satu atau beberapa nilai hasil pengukuran yang
menyimpang terlalu jauh dari nilai rata-ratanya, atau disebut outlayer.

Nilai Chauvenet dari setiap data pengukuran yang dihitung menggunakan persamaan di atas
harus lebih kecil daripada tabel berikut ini.

Tabel 4: nilai batas kriteria Chauvenet

Sebagai contoh dalam eksperimen 10 kali pengukuran berulang, setiap data pengukuran harus
mempunyai nilai τ yang lebih kecil daripada 1,96. Bila salah satu hasil pengukuran mempunyai
nilai τ yang lebih besar daripada 1,96 maka data pengukuran tersebut dapat ”dibuang”. Bila
jumlah pengulangan tidak terdapat dalam tabel tersebut maka dapat digunakan cara interpolasi
linier.

KESIMPULAN
Radiasi dipancarkan secara acak (random) sehingga pengukuran radiasi berulang meskipun
dilakukan dengan kondisi yang sama akan memperoleh hasil pengukuran yang berfluktuasi
(berbeda-beda). Materi ini akan membahas sifat acak pancaran radiasi tersebut yang
mengikuti distribusi Gauss, cara untuk menghitung ketidak-pastian pengukuran serta cara
menyajikan nilai hasil pengukuran, pengujian data distribusi Gauss (chi square test), dan cara
membuang data yang tidak menyimpang.

�� Sifat Acak (Random)


Jenis pengukuran tersebut mengikuti kecenderungan atau distribusi tertentu.
X=p⋅N
Fenomena pengukuran ini bersifat acak (random), yang bila dilakukan secara berulang
dengan jumlah ulangan sangat banyak (tak berhingga) akan menghasilkan nilai rata-rata 100.
A=λ⋅N
menganalogikan dua rumusan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas radioaktif
bersifat acak (random). Jadi, bila suatu zat radioaktif mempunyai aktivitas sebesar 100 Bq maka
tidak berarti bahwa zat radioaktif tersebut selalu memancarkan 100 radiasi per detik, melainkan
berbeda-beda tetapi mempunyai kecenderungan di sekitar nilai 100.

�� Distribusi Gauss (Normal)


besaran yang mengikuti distribusi Gauss. Terlihat bahwa nilai ukur yang dihasilkannya dapat
bermacam-macam, dengan probabilitas terbesar adalah terletak pada nilai rata-ratanya.
Oleh karena aktivitas zat radioaktif bersifat acak mengikuti distribusi Gauss (Normal) maka
intensitas radiasi yang terukurpun akan bersifat acak sehingga data hasil pengukurannya juga
akan mengikuti distribusi Gauss.
pengukuran intensitas radiasi harus dilakukan secara berulang, baik beberapa kali atau dalam
selang waktu cukup panjang, yang berarti akumulasi nilai dari pengulangan waktu beberapa
detik. Nilai ukur sebenarnya diduga berada di dalam rentang nilai rata-rata ± nilai
Simpangannya

�� Propagasi Eror
Propagasi eror adalah metode untuk menghitung simpangan suatu nilai yang berasal dari
beberapa faktor, misalnya beberapa hasil pengukuran dan data pendukung lainnya.

�� Laju Cacah
Laju cacah atau cacahan per detik adalah suatu nilai yang sebanding dengan aktivitas atau
intensitas radiasi.
�� Cacahan Rata-rata
Cacahan rata-rata ( C ) merupakan nilai rata-rata dari beberapa kali pengukuran
�� Laju Cacah Rata-rata
�� Laju Cacah Sumber
Hasil pengukuran intensitas radiasi suatu sumber selalu merupakan gabungan antara radiasi yang
berasal dari sumber tersebut dan radiasi yang berasal dari lingkungan sekitarnya, atau disebut
sebagai radiasi latar belakang. Laju cacah radiasi yang hanya berasal dari sumber saja ( Rs )
dapat dihitung dengan cara mengurangi laju cacah keseluruhan (Rt ) dengan laju cacah latar
belakang ( Rb ).

�� Ketidak-pastian Pengukuran
Rentang nilai tersebut adalah ketidak-pastian suatu pengukuran. Nilai ukur sebenarnya diduga
berada di dalam rentang nilai tersebut.
X = X ± λ ⋅σ (11)
λ adalah suatu faktor yang menunjukkan tingkat kepercayaan (level of confidence)
nilai simpangan ( σ ) harus diusahakan sekecil mungkin, yaitu dengan cara mengulang
pengukuran semakin sering atau memperpanjang waktu pengukuran.

�� Limit Deteksi dan Limit Kuantisasi


Limit deteksi adalah suatu batas nilai yang digunakan untuk menentukan apakah zat radioaktif
”terdeteksi” ada di dalam sampel yang diukur atau memang tidak terdeteksi. Nilai limit deteksi
ditentukan sebesar simpangan pengukuran latar belakang dengan tingkat kepercayaan 3 sigma.

�� Pengujian Chi Square


Chi square test adalah sebuah metode yang lazim digunakan untuk menguji apakah sekumpulan
data mengikuti distribusi Gauss atau tidak. Terdapat kemungkinan bahwa fluktuasi nilai terlalu
kecil (contoh data pengukuran A pada tabel 1) atau fluktuasi terlalu besar (contoh data
pengukuran C pada
tabel 1). Nilai Chi Square ditentukan dengan persamaan berikut.

�� Kriteria Chauvenet
Kriteria Chauvenet adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk ”membuang” salah
satu atau beberapa nilai hasil pengukuran yang menyimpang terlalu jauh dari nilai rata-ratanya,
atau disebut outlayer.
Tugas 3
FISIKA RADIASI

“RUANG IONISASI”

A. Defenisi Ruang Ionisasi

Kamar ionisasi atau ionization chamber adalah alat yang digunakan untuk mengukur
ionisasi tabung. Bagian utama dari kamar ionisasi adalah dua buah elektrode yaitu anode dan
katode. Beda potensial antara dua katode sekitar 100 sampai dengan 500 volt.
Detector ini menggunakan zat berupa gas. Gas yang digunakan pada umumnya adalah
gas-gas mulia seperti helium, argon, neon dan lain-lain. Penggunaan gas mulia ini karena
merupakan gas yang paling stabil. Foton yang meradiasi gas dalam tabung menyebabkan
terjadinya ionisasi menjadi electron (negative ion) dan positive ion. Dengan beda potensial
tertentu ion positive akan tertarik ke katoda (-) dan ion negative akan tertarik ke anoda (+).

B. Sifat – Sifat Ion Dalam Ruang Ionisasi


1. struktur atau susunan kristal
dalam keadaan padat, senyawa ionis terdapat dalam bentuk kristal dengan susunan
tertentu. Penafsiran terhadapa hasil difraksi sinar-X pada senyawa ion dapat memberi petunjuk
mengenai susunan internal dari kristal ion tersebut. Misalnya pada kristal NaCl dapat diketahui
bahwa setiap ion Na+ dikelilingi oleh 6 ion Cl-,dan setiap ion Cl juga dikelilingi oleh 6 ion Na+

2. isomorf
Senyawa-senyawa ion yang mempunyai susunan yang mirip satu sama lain seperti NaCl
dan KNO3 mempunyai bentuk kristal yang sama yang disebut isomorf. Disamping itu terdapat
pula senyawa-senyawa yang mempunyai muatan ion berbeda,tetapi mempunyai susunan kristal
yang sama. Misalnya NaF dan MgO,CaCl 2 dan K2S masing-masing mempunyai susunan kristal
yang sama.

3. daya hantar listrik


Baik dalam keadaan cair (meleleh)maupun dalam larutannya senyawa ionois dapat
menghantarkan arus listrik.

4. titik leleh dan titik didih


Ion positif dan ion negative pada senyawa ionis, terikat satu sama lain oleh gaya
elektrostatik yang sangat kuat. Untuk memisahkan ion-ion tersebut baik yang terdapat dalam
bentuk kristal maupun dalam bentuk cairannya, diperlukan energi yang cukup besar, yang
mengakibatkan titik leleh dan titik didih senyawa ionis juga tinggi.

5. kelarutan
Pada umumnya senyawa ionis, ion-ion tidak tergantung pada ion pasangannya ,misalnya
bila NaCl dan AgNO3(dalam larutan) dicampurkan,maka segera terbentuk endapan AgCl

C. Cara Kerja Ruang Ionisasi

Pada saat ini, terdapat beberapa macam Ionization Chamber. Ionization Chamber yang
banyak digunakan saat ini adalah yang menggunakan udara bebas sebagai gasnya. Ketika
partikel radiasi ditembakan ke dalam tabung (chamber) ionisasi, misalkan partikel β, maka
partikel tersebut akan mengionisasi gas yang terdapat dalam tabung. Proses tersebut akan
menghasilkan ion positive dan ion negative. Seperti pada gambar 3. Dengan beda potensial
tertentu maka Ion (-) akan tertarik ke Anoda (+) dan ion (+) akan tertarik ke katoda (-). Ion (+)
bergerak lebih lambat karena lebih passif dari ion (-) atau electron.
Jika tegangan yang diberikan terlalu rendah, maka beberapa electron dan ion (+) akan
bergabung kembali (recombine) sebelum mencapai elektroda sehinggaion kembali menjadi
molekul tak bermuatan. Dengan potensial tertentu maka akan terdeteksi arus dengan
menyimpangnya jarum ampermeter. Arus yang terdeteksi biasanya sangat kecil, sekitar beberapa
microampere, namun masih dapat terdeteksi.
Sebuah arus listrik adalah sebuah aliran electron pada kawat dalam sebuah rangkaian
sederhana. Electron secara terus menerus berputar-putar dalam kawat rangkaian. Ketika electron
meninggalkan satu bagian kawat maka akan segera digantikan oleh electron selanjutnya.
sebenarnya, pada ionization chamber tidak terdapat ion atau electron. Namun proses radiasi dari
sumberlah yang menyebabkan timbulnya ion tersebut dan tertarik ke elektroda sehingga dapat
terdeteksi oleh Ampere meter. Sumber-sumber yang sangat radiokatif dapat menggantikan ion
secara cepat sehingga menghasilkan arus yang besar. Demikian sebaliknya.
D. ARUS YANG TERJADI DALAM RUANG IONISASI
Arus dalam ruang ionisasi diukur dari rata-rata ion yang dihasilkan dengan banyak
partikel yang datang. Ini dicapai dengan pengukuran langsung arus listrik yang diturunkan dalam
ruang, menggunakan galvanometer yang sensitif dengan arus 10 -8 A atau lebih tinggi atau sebuah
elektrometer (kadang-kadang dengan amplifier) untuk arus yang kecil dari 10 -8A . Sebuah
elektrometer, kuat arus ditentukan dengan mengukur penurunan tegangan dikali dengan
hambatan yang dikenal dengan R. Penurunan tegangan dapat diukur dengan elektrometer secara
langsung.
Untuk arus dalam ruang ionisasi, sangat penting untuk mengetahui hubungan antara
tegangan yang digunakan dan arus keluaran (dengan sumber radiasi yang tetap). Untuk
menghitung tegangan yang cocok dari ruang ionisasi dimana semua ion yang dihasilkan dengan
dengan pancaran radiasi terukur. Dalam kasus ini, kenaikan sedikit dari tegangan yang digunakan
akan menghasilkan perubahan yang dapat diabaikan dari pengukuran arus. Tegangan ini
kemudian dikenal dengan arus jenuh. Nilai dari kejenuhan arus tergantung pada intensitas dan
jenis sumber radiasi serta bergantung pada sumber radiasi yang sama pada ukuran dan geometri
ruang pada jenis dan tekanan gas yang sama. Jika gas berbeda, akan dihasilkan persamaan lain,
yaitu jumlah arus yang dihasilkan oleh gas dengan energi rata-rata yang dibutuhkan selama
menghasilkan satu pasangan ion.
E. Menghitung Pulsa Tegangan

Tinggi pulsa tegangan yang dihasilkan oleh sebuah sumber bergantung pada jumlah
pasangan ion yang dihasilkan dalam tabung (Chamber). Semakin banyak pasangan ion yang
dihasilkan maka akan semakin besar pula pulsa tegangan yang terdeteksi. Selain itu, tinggi pulsa
juga bergantung kepada besar kapasitansi C yang digunakan dalam alat Ionization Chamber.
Untuk menghitung pulsa tegangan digunakan persamaan berikut :

(1)

∆V= QC= neC


ΔV = Tinggi pulsa/tegangan yang dihasilkan (Volt)
Q = Muatan (Coulomb)
C = Kapasitansi (Farad)
n = Jumlah pasangan Ion yang terbentuk
e = Muatan 1 elektron (1,6 x 10-19 C)
Pembentukan dan bentuk signal dalam ruang ionisasi akan dianalisis pada sebuah plat
paralel. Analisis ini sama ruang silinder atau ruang bola. Dua plat paralel yang terdiri dari dua
kapasitor dengan kapasitansi C dengan resisitor Rakan ternbentuk sebuah siklus RC dengan
tegangan konstan V0 diberikan pada plat. Waktu tergantung pada tegangan dikali dengan resistor
R dari signal, kenyataan dari bagian ini diperoleh fungsi V(t).
Anggap bahwa sebuah pasangan elektron ion dibentuk pada jarak X 0 dari plat kolektor.
Elektron dan ion mulai berpindah dalam aliran listrik dan didapatkan energi kinetik pada
keluaran energi elektrostatik dalam kapasitansi dari ruang. Jika dipindahkan pada jarak dx,
dilindungi dari energi yng dibutuhkan bahwa :
(2)

Dimana : E = muatan listrik


Q = muatan pada ruang
dQ+, dQ- = perubahan muatan positif dan negatif
Ini dianggap bahwa perubahan muatan (dQ) sangat kecil dibandingkan V 0 yang konstan
. Tegangan V(t) dikali R akan menghasilkan perubahan muatan dan diberikan dengan :
(3)

Subsitusikan persamaan (2) ke nilai dQ dari persamaan (1) akan diperoleh :


(4)

Misalakan : w+ = kecepatan penyimpangan dari ion positif


w- = kecepatan penyimpangan dari ion negatif
Analisis pembentukan pulsa dalam sebuah penghitung silinder atau bola diikuti dengan
pendekatan yang sama. Hasilnya berbeda sedikit karena muatan listrik tidak tetap tetapi bentuk
umum dari signal .
F. Kegunaan Dalam Pendeteksian Radiasi
Kegunaan ruang ionisasi dalam pendektesian radiasi yaitu sebagai penghitung partikel
alfa yang datang. Ionisasi spesifik partikel alfa adalah kira-kira 1000 kali lebih besar dari pada
ionisasi spesifik partikel beta, hingga pasangan-pasangan ion yang dihasilkan oleh partikel alfa
kira-kira juga 1000 kali lebih banyak dari pada yang dihasilkan oleh partikel beta pada tiap-tiap
satuan lintasan.
Bila antara kedua elektroda tidak ada perbedaan potensial, elektron-elektron dan ion-
ion positif akan menjadi satu kembali, dan sebagi akibat tidak arus yang mengalir dalam sirkuit.
Bila ada perbedaan potensial yang kecil, elektron-elektron akan ditarik ke anoda dan ion-ion
posotif ditarik ke katoda. Dalam perjalannya ke elektroda-elektroda itu ion-ion dan elektron-
elektron berkesempatan menjadi satu kembali, hingga hanya sebagian ion-ion dan elektron-
elektron yang mencapai elektroda-elektroda. Karena itu arus yang dihasilkan pun hanya sedikit.
Jika perbedaan potensial diperbesar, bergeraknya ion-ion ke elektroda dipercepat
hingga tidak ada kesempatan bagi ion-ion itu untuk saling dinetralkan. Karena itu arus yang
ditunjukan akan bertambah sesuai dengan pertambahan potensial. Bila perbedaan petensial itu
dinaikkan lagi, akhirnya sampailah pada suatu potensial dimana semua pasangan-pasangan ion
yang dihasilkan oleh partikel-partikel mencapai elektroda-elektroda. Dalam hal ini dikatakan
“tercapai keadaan jenuh”, sedang arus yang ditunjukan pada titik ini disebut “arus jenuh”
(saturation current). Di daerah ini penambahan perbedaan potensial tidak akan menambah besar
arus, sebab pasangan-pasangan ion yang dihasilkan oleh suatu partikel itu tertentu jumlahnya.,
sedang di daerah ini semua pasangan ion sudah mencapai elektroda-elektroda. Daerah inilah,
yaitu daerah pengumpulan jenuh, biasanya digunakan oleh kamar ionisasi.

G. Jenis Radiasi Yang Dapat Dicacah Oleh Ruang Ionisasi


Jenis radiasi yang dapat dideteksi oleh pencacah ini adalah adalah jenis radiasi partikel
alfa, karena partikel alfa mempunyai jarak tempuh pendek, daya ionisasi partikel alfa sangat
besar dibandingkan dengan partikel beta atau sinar gamma.
Tiap partikel alfa yang masuk ke dalam ruang akan menyebabkan ionisasi dan
menimbulkan pulsa yang dapat dicatat. Tetapi, karena ionisasi spesifik partikel beta itu kecil,
pulsa yang dihasilkan bisanya sangat lemah dan tidak dapat dicatat. Bagi partikel alfa pulsa yang
dihasilkan cukup kuat untuk dibesarkan, hingga dapat diukur.

KESIMPULAN

 Ruang ionisasi adalah alat yang digunakan untuk mengukur ionisasi tabung. Keluaran alat ini
berbentuk elektrik atau beda tegangan (tinggi pulsa) detector yang menggunakan gas memiliki
prinsip kerja yang pada dasarnya sama, yaitu ionisasi gas yang disebabkan oleh radiasi yang
ditembakan ke tabung gas. Gas yang digunakan pada umumnya adalah gas-gas mulia seperti
helium, argon, neon dan lain-lain. Penggunaan gas mulia ini karena merupakan gas yang paling
stabil. Foton yang meradiasi gas dalam tabung menyebabkan terjadinya ionisasi menjadi electron
(negative ion) dan positive ion. Dengan beda potensial tertentu ion positive akan tertarik ke
katoda (-) dan ion negative akan tertarik ke anoda (+).
 Ruang ionisasi merupakan detektor pengumpul ion yang bekerja pada daerah jenuh (daerah
ionisasi) dimana pada saat itu beda potensial sangat besar sehingga arus yang dihasilkan
mencapai titik jenuh. Ruang ionisasi menggunakan daerah jenuh dan beroperasi pada tegengan
antara V0 dan V1. Hubungan suatu rangkaian untuk ruang ionisasi. Ruang ionisasi pada
umumnya berupa selinder atau bola yang terbuat dari logam. Dindingnya berfungsi sebagai salah
satu elektroda, sedangkan elektroda yang lain merupakan batang yang terletak di tengah-tengah
 Sifat-sifat ruang ionisasi:
o Struktur/susunan kristal
o Isomorf
o Daya hantar listrik
o Titik leleh dan titik didih
o Kelarutan
o Reaksi ion
 Kegunaan ruang ionisasi dalam pendektesian radiasi yaitu sebagai penghitung partikel alfa yang
datang

Tugas 4
FISIKA RADIASI

Pencacahan Proposional dalam Pendeteksian Radiasi

A. Defenisi Pencacahan Proposional

Pencacah proporsional merupakan bentuk modifikasi dari kamar ionisasi yaitu detector
yang dioperasikan di daerah proporsional yang tegangannya antara 1000V-2000V bisa
mendeteksi partikel tunggal., jumlah ion yang dihasilkan bisa ditingkatkan, besar pulsa
sebanding dengan banyaknya ion semula. Tegangan ditingkatkan kedalam daerah proporsional,
ion primer memproleh cukup energi menyebabkan adanya ionisasi sekunder. Pencacah
proporsional bisa digunakan untuk mendeteksi partikel alfa, beta, gamma dan neutron dalam
medan radiasi.

B. Sifat-sifat Ion Dalam Pencacahan Proposional

Dibandingkan dengan daerah ionisasi, jumlah pasangan ion yang dihasilkan di daerah
proporsional ini lebih banyak. Karena jumlah pasangan ion lebih banyak maka tinggi pulsa
keluarannya akan lebih tinggi. Detektor yang bekerja pada daerah ini, pada umumnya memiliki
beda potensial kerja antara 800 s.d. 2000 volt. Karena pulsa keluarannya lebih tinggi, maka
pengukuran radiasi dengan menggunakan detektor ini lebih sering menerapkan metode pulsa.
Dalam kurva karakteristik dapat dilihat bahwa jumlah pasangan ion yang dihasilkan sebanding
dengan energi radiasi yang memasuki detektor, sehingga detektor ini dapat membedakan energi
radiasi. Misalnya: radiasi alfa, beta atau yang lainnya. Namun demikian, jumlah pasangan ion
atau tinggi pulsa keluaran yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh tegangan kerja detektor.

Gambar 1. Grafik tegangan kerja detektor terhadap jumlah pasangan ion

Dalam kurva tersebut slope kurva pada daerah proporsional berbentuk curam, yang
artinya adalah sedikit saja perubahan beda potensial/tegangan kerja detektor maka akan
meningkatkan jumlah pasangan ion juga avalenche-nya yang lebih banyak secara signifikan.
Karena sifat detector ini, maka tegangan operasi yang diperlukannya harus sangat stabil. Selain
dipengaruhi oleh tegangan kerjanya, besarnya multiplikasi muatan juga tergantung pada diameter
anoda. Apabila diameter anoda kecil, maka multiplikasi muatan yang terjadi akan semakin besar.
Elektron-elektron yang terbentuk dari hasil proses ionisasi primer yang tertarik ke
elektroda positif dan negatif akan mengakibatkan proses ionisasi sekunder. Proses ionisasi
sekunder mengakibatkan jumlah ion sekunder, atau yang lebih dikenal dengan nama avalenche
menjadi lebih banyak sehingga faktor pelipatan (multiplikasi) akan menjadi lebih besar dari satu.
Proses ionisasi sekunder dapat meningkatkan jumlah ion sebanyak 10000 kali lipat dari
jumlah ion primer. Hal ini berarti bahwa untuk setiap electron yang dihasilkan dalam proses
ionisasi primer akan menghasilkan tambahan 10000 elekton lagi karena terjadinya proses
ionisasi sekunder ini
C. Cara Kerja Pencacahan Proposional

Dibandingkan dengan daerah ionisasi, jumlah ion yang dihasilkan di daerah proporsional
ini lebih banyak sehingga tinggi pulsanya akan lebih tinggi. Detektor ini lebih sering digunakan
untuk pengukuran dengan cara pulsa dimana ion yang dihasilkan sebanding dengan energi
radiasi, sehingga detektor ini dapat membedakan energi radiasi. Akan tetapi, yang merupakan
suatu kerugian, jumlah ion atau tinggi pulsa yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh tegangan
kerja dan daya tegangan untuk detektor ini harus sangat stabil.

Gambar 2. Proses pengionan dalam pencacah proporsional


Dengan naiknya tegangan antara kedua elektroda detektor, maka electron dan ion positif
memiliki energi kinetik yang cukup tinggi untuk bergerak menuju elektrodanya masing-masing.
Elektron-elektron dapat mengionisasi atom lain pada gas isian, proses ini disebut sebagai ionisasi
sekunder. Karena proses ionisasi sekunder ini, muatan listrik yang terkumpul pada masing-
masing elekroda menjadi lebih besar, sehingga akan terjadi multiplikasi/pelipatan besarnya
muatan. Proses multiplikasi ini pada tegangan tertentu tidak tergantung pada banyaknya ionisasi
primer. Jumlah total muatan yang terkumpul akan sebanding dengan ionisasi primer. Jadi tinggi
pulsa yang terjadi proporsional dengan ionisasi primer, atau sebanding dengan energi radiasi
yang masuk detektor. Oleh karena itu, pada daerah ini detektor dapat digunakan untuk keperluan
identifikasi energi radiasi. Daerah ini disebut daerah proporsional.
Selain dipengaruhi oleh tegangan kerjanya, besarnya multiplikasi muatan juga tergantung
pada diameter anoda. Apabila diameter anoda kecil, maka multiplikasi muatan yang terjadi akan
semakin besar. Elektron-elektron yang terbentuk dari hasil proses ionisasi primer yang tertarik ke
elektroda positif dan negatif akan mengakibatkan proses ionisasi sekunder. Proses ionisasi
sekunder mengakibatkan jumlah ion sekunder, atau yang lebih dikenal dengan nama avalenche
menjadi lebih banyak sehingga faktor pelipatan (multiplikasi) akan menjadi lebih besar dari satu.
Proses ionisasi sekunder dapat meningkatkan jumlah ion sebanyak 10000 kali lipat dari jumlah
ion primer. Hal ini berarti bahwa untuk setiap electron yang dihasilkan dalam proses ionisasi
primer akan menghasilkan tambahan 10000 elekton lagi karena terjadinya proses ionisasi
sekunder ini.
Campuran dan tekanan gas isian harus dipilih agar proses multiplikasi bersifat linear
dengan radiasi yang diterima. Di samping itu pula, campuran gas isian harus dapat juga berfungsi
sebagai penghenti proses multiplikasi. Sifat multiplikasi yang diskrit dan linear terhadap energi
radiasi merupakan sifat dasar detektor proporsional. Tekanan gas isian menentukan pula proses
multiplikasi.

D. Arus yang Terjadi Dalam Pencacahan Proposional

Bila diberikan medan listrik terhadap pasangan ion yang terbentuk itu, maka elektron
akan bergerak menuju ke kutub positif, sedangkan residual atom-nya yang bermuatan positif
akan bergerak menuju kutub negatif. Pergerakan elektron-elektron tersebut dapat
menginduksikan arus atau tegangan listrik. Arus dan tegangan listrik yang ditimbulkan ini dapat
diukur dengan menggunakan peralatan penunjang misalnya Ampermeter atau Voltmeter.
Semakin besar energi radiasinya, maka akan dihasilkan lebih banyak pasangan ion. Semakin
banyak pasangan ion, maka arus atau tegangan listrik yang ditimbulkannya akan semakin besar
pula.
Pada pencacah proporsionl ini, selain terjadi ionisasi primer juga terjadi ionisasi sekunder
sehingga memperbanyak terjadinya pasangan ion (multiplikasi pasangan ion), dengan demikian
arus yang ditimbulkan juga lebih besar dibandingkan kamr ionisasi.

Gambar 3. Grafik hubungan beda potensial dengan jumlah ion yang terkumpul

Dengan naiknya tegangan antara kedua elektroda detektor, maka electron dan ion positif
memiliki energi kinetik yang cukup tinggi untuk bergerak menuju elektrodanya masing-masing.
Elektron-elektron dapat mengionisasi atom lain pada gas isian, proses ini disebut sebagai ionisasi
sekunder. Karena proses ionisasi sekunder ini, muatan listrik yang terkumpul pada masing-
masing elekroda menjadi lebih besar, sehingga akan terjadi multiplikasi/pelipatan besarnya
muatan. Proses multiplikasi ini pada tegangan tertentu tidak tergantung pada banyaknya ionisasi
primer.
Jumlah total muatan yang terkumpul akan sebanding dengan ionisasi primer. Jadi tinggi
pulsa yang terjadi proporsional dengan ionisasi primer, atau sebanding dengan energi radiasi
yang masuk detektor. Oleh karena itu, pada daerah ini detektor dapat digunakan untuk keperluan
identifikasi energi radiasi. Daerah ini disebut daerah proporsional.
E. Pembentukan Pulsa dalam Pencacahan Proposional
Output-nya berupa rangkaian pulsa yang kemudian dihitung dengan menggunakan sirkuit
penghitung. Rentang waktu terbentuknya pulsa serta pergerakan pulsa tersebut menuju sirkuit
penghitung berhubungan dengan waktu-mati (dead-time) dan resolusi detektor. Pada umumnya
waktu-mati detektor proporsional sangat singkat, kurang dari microsekon. Singkatnya, waktu-
mati detektor proporsional memungkinkan bagi detektor ini untuk dapat menghitung laju pulsa
yang tinggi.

Gambar 4. Grafik hubungan antara tegangan kerja dengan tinggi pulsa


yang di hasilkan.

Tinggi pulsa yang dihasilkan oleh detector proporsional bergantung pada tegangan kerja
yang diberikan. Perubahan tinggi pulsa yang dihasilkan sangat sensitive terhadap perubahan
tegangan kerja, dengan kenaikan tegangan kerja sedikit saja akan berpengaruh terhadap tinggi
pulsa yang dihasilkan.

F. Perbedaan antara Ruang Ionisasi dengan Pencacahan Proposional

Secara teoritis, detektor yang sama dapat digunakan sebagai kamar ionisasi, detektor
proporsional, atau penghitung Geiger Muller. Perbedaan mendasar dari ketiga jenis detektor ini
adalah terletak hanya pada perbedaan tegangan kerjanya. Namun, pada kenyataannya dan juga
karena pertimbangan ekonomis-praktis, maka ketiga jenis detektor ini dibuat secara terpisah.
Pencacah Proporsional merupakan bentuk modifikasi dari kamar ionisasi, perbedaannya
terdapat pada dua aspek.
a) Pada pencacah proporsional salah satu elektroda berupa silinder berlubang (hollow cylinder),
dan satu elektroda lagi berupa kawat di dalam silinder sepanjang sumbu silinder itu.
b) Tegangan yang terpasang pada pencacah proporsional lebih besar daripada kamar ionisasi.

G. Jenis Radiasi yang dapat Dideteksi oleh Pencacah Proposional

Pencacah proporsional ini dapat mendeteksi radiasi sinar alfa, beta, sinar gamma dan
neutron.

KESIMPULAN

 Pencacah proporsional merupakan bentuk modifikasi dari kamar ionisasi yaitu detector yang
dioperasikan di daerah proporsional yang tegangannya antara 1000V-2000V bisa mendeteksi
partikel tunggal., jumlah ion yang dihasilkan bisa ditingkatkan, besar pulsa sebanding dengan
banyaknya ion semula.
 Elektron-elektron yang terbentuk dari hasil proses ionisasi primer yang tertarik ke elektroda
positif dan negatif akan mengakibatkan proses ionisasi sekunder. Proses ionisasi sekunder
mengakibatkan jumlah ion sekunder, atau yang lebih dikenal dengan nama avalenche menjadi
lebih banyak sehingga faktor pelipatan (multiplikasi) akan menjadi lebih besar dari satu.
 Pada pencacah proporsionl ini, selain terjadi ionisasi primer juga terjadi ionisasi sekunder
sehingga memperbanyak terjadinya pasangan ion (multiplikasi pasangan ion), dengan demikian
arus yang ditimbulkan juga lebih besar dibandingkan kamr ionisasi.
 Tinggi pulsa yang dihasilkan oleh detector proporsional bergantung pada tegangan kerja yang
diberikan. Perubahan tinggi pulsa yang dihasilkan sangat sensitive terhadap perubahan tegangan
kerja, dengan kenaikan tegangan kerja sedikit saja akan berpengaruh terhadap tinggi pulsa yang
dihasilkan.
 Pencacah Proporsional merupakan bentuk modifikasi dari kamar ionisasi, perbedaannya terdapat
pada dua aspek.
- Pada pencacah proporsional salah satu elektroda berupa silinder berlubang (hollow cylinder),
dan satu elektroda lagi berupa kawat di dalam silinder sepanjang sumbu silinder itu.
- Tegangan yang terpasang pada pencacah proporsional lebih besar daripada kamar ionisasi.

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest


Beranda
Langganan: Entri (Atom)

Total Tayangan Laman

5,057

Pengikut

Mengenai SayaArsip Blog


 ▼ 2011 (1)

o ▼ Maret (1)

wafa  SALAM SAPA


Lihat profil lengkapku
Template Awesome Inc.. Diberdayakan oleh Blogger.
ammazing of radiation
Senin, 13 Januari 2014
ALAT UKUR RADIASI

ALAT UKUR RADIASI

I. Pendahuluan.

Setelah mengetahui sifat-sifat, jenis serta bagaimana cara kerja radiasi,


maka dapat disimpulkan bahwa radiasi itu tidak dapat dilihat, dirasakan,
ditangkap. hanya dengan peralatan tertentu radiasi dapat diketahui atau
dideteksi. Alat pendeteksi radiasi itu disebut detektor. Untuk mengetahui
besaran-besaran dari radiasi diatas, detektor dirangkaikan dengan peralatan
elektronik sehingga keseluruhan peralatan dapat juga disebut alat ukur.
Satuan-satuan yang diukur adalah, laju paparan/ laju dosis, dosis total,
radioaktivitas. Alat ukur dibagi menjadi dua:

1. Alat Ukur Pasif.

Alat ukur yang mana pembacaan hasil pengukurannya tidak dapat


dibaca langsung melainkan harus melalui proses terlebih dahulu. Contoh:
Film badge, TLD badge.

2. Alat Ukur Aktif.

Alat ukur yang dapat menunjukkan secara langsung hasil pengukuran radiasi
yang diterima. Contoh: survey meter, dosimeter saku.
Berdasarkan fungsinya alat ukur radiasi juga dibedakan menjadi

dua yaitu:
a. Pemonitor Perorangan.

Pemonitor perorangan adalah suatu alat yang digunakan untuk mendeteksi


radiasi yang diterima oleh tubuh manusia. Alat yang digunakan disini dapat
berupa alat ukur pasif dan juga alat ukur aktif. Pada prinsipnya jumlah
radiasi yang diterima oleh alat tersebut identik dengan jumlah radiasi yang
diterima oleh tubuh manusia.
b. Pemonitor Lingkungan.

Prinsip dasar kerja alat ukur lingkungan ini adalah adanya proses ionisasi,
eksistasi dan sintilasi di detektor dan hasil proses tersebut dirubah menjadi
pulsa-pulsa listrik yang diteruskan ke alat baca (elektronik). Reaksi-reaksi
yang terjadi apabila seberkas sinar (alpa, beta, gamma, atau X) berinteraksi
dengan medium didalam detektor.
Berkas radiasi bila melalui suatu medium ia akan kehilangan sebagian atau
seluruhnya energinya melalui proses ionisasi dan eksitasi. Penyerapan
energi tersebut diatas mempunyai hubungan linier dengan banyaknya
partikel-partikel yang datang dan prinsip inilah yang digunakan dalam semua
instrumentasi nuklir. Intrumentasi didalam fisika kesehatan harus dapat
melayani berbagai macam kegunaan, misalnya mengukur partikel,
mengukur dosis akumulasi, mengukur laju dosis, energi rendah, energi
tinggi, pengukuran tanpa adanya pengaruh energi. Prinsip kerja dari alat
ukur adalah radiasi berinteraksi dengan detektor dan response yang
ditimbulkannya sebanding dengan efek radiasi yang datang.
Tabel Efek Radiasi Yang Dipergunakan Dalam Mendeteksi dan Mngukur
Radiasi.

EFEK TIPE INSTRUMEN DETEKTOR

Elektris 1. Bilik Ionisasi 1. Gas.

2.Penghitung Proporsional 2. Gas

3. Penghitung Geiger 3. Gas

4. Solid State 4. Semikonduktor

Kimiawi 1. Film 1. Emulsi Fotografi

2. Dosimeter Kimiawi 2. Padat atau Cair.

Cahaya 1. Penghitung Skintilasi 1. Kristal atau cair

2. Penghitung Cerenkov 2. Kristal atau cair

Thermoluminescence Thermoluminescence Kristal

Dosimeter.

Panas Kalorimeter Padat atau cair


II. DETEKTOR

a. Penghitung Partikel Berisi Gas.

Apabila detektor yang berisi gas terkena radiasi maka akan terjadi
proses ionisasi gas dalam detektor tersebut. Jika konstanta waktu RC jauh
lebih besar dari waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan semua ion
yang dihasilkan oleh lintasan partikel tunggal yang melalui detektor maka
tinggi pulsa dapat dihitung dengan rumus : V = Q/C ; dimana:

 V potensial

 Q jumlah muatan yang dihasilkan dalam detektor

 C Kapasitas.

1. Penghitung Bilik Ionisasi (Ionization Chamber Counter)

Ionization chamber ialah ruangan yang tertutup yang berisi gas dimana
ionisasi yang terjadi oleh radiasi dapat dikumpulkan dan diukur. Medan listrik
didalam ruangan sensitif menarik elektron-elektron bebas dan ion-ion
positip ke elektroda-elektroda yang berbeda dan muatan total atau arusnya
dapat diukur. Seperti proses ionisasi diatas maka di dalam detektor akan
terbentuk ion-ion positif yang akan dikumpulkan oleh katoda di bagian
dinding detektor dan ion-ion negatif atau elektron yang akan dikumpulkan
oleh anoda.

Apabila variable High Voltage Power Supply kita hidupkan mulai dari (0)
maka terbentuk suatu daerah tegangan operasi yang kita namakan daerah
bilik Ionisasi (Ionization chamber Region) dimana tegangan operasi disini
dapat dinyatakan relatif rendah, tetapi sudah cukup untuk menarik elektron-
elektron yang terbentuk dari proses ionisasi ke anoda sebelum elektron-
elektron tersebut kembali bergabung dengan ion positif untuk membentuk
atom netral.

Pergerakan elektron menuju anoda yang dikarenakan perbedaan


tegangan antara anoda dan katoda tidak memungkinkan untuk
menghasilkan proses ionisasi sekunder. Jadi jumlah elektron yang terkumpul
pada anoda merupakan proses ionisasi primer sehingga tinggi pulsa yang
terbentuk akan sebanding dengan jumlah ion primer yang dihasilkan pada
proses ionisasi primer atau dengan kata lain faktor penguatan gas pada
detektor ini sama dengan satu.

Dalam membuat ionization chamber maka pengaruh dinding -


dindingnya adalah sangat penting dan harus diketahui betul karakternya.
Jika material dari dinding ionization chamber mempunyai komposisi atom
yang sama dengan komposisi gas didalamnyamaka ionization chamber
dikatakan homogen.

Jenis dinding lain yang sering dipergunakan juga ialah dinding plastik
yang mempunyai komposisi atomik seperti komposisi atomik jaringan-
jaringan tubuh manusia dan diisi dengan gas yang mempunyai komposisi
atomik yang sama, ini disebut tissue equivalent ionization chamber. Lihat
gambar yang menunjukkan tegangan kerja dari ionization chamber.

Kelemahan untuk mengoperasikan ionization chamber adalah pulsa


yang terlalu kecil dan memerlukan penguatan yang besar serta sensitivitas
masukan yang tinggi pada pencacah karena jumlah total dari arus atau
muatan total merupakan parameter yang diukur. Karena satuan roentgen
didefinisikan dalam udara maka alat ini dapat dipakai untuk mengukur dosis
radiasi. Dalam digunakan untuk mengukur radiasi Alpha, Beta dan Gamma.
bilik ionisasi Proporsional Geiger

Tegangan kerja

Kurva Tinggi pulsa vs tegangan kerja pada penghitung pulsa berisi gas.
2. Penghitung Proporsional (Proporsional Counter).

Kelemahan pada sistim pengoperasian Bilik Ionisasi adalah keluaran


yang dihasilkan pada proses detektor yang relatif lemah sehingga
membutuhkan Amplifikasi/ penguatan yang besar atau tingkat kepekaan
masukan yang tinggi dalam sistim penghitung. Untuk mengatasi hal ini maka
sistim Bilik Ionisasi dioperasikan sebagai penghitung proporsional yaitu
dengan menaikkan daerah tegangan kerja dari Bilik Ionisasi.

Elektron-elektron primer yang terbentuk dari hasil proses ionisasi dalam


detektor yang dioperasikan pada daerah tegangan kerja proporsional yang
tertarik ke elektroda positif dan negatif akan mengakibatkan proses ionisasi
sekunder sehingga faktor amplifikasi akan menjadi lebih besar dari satu
yang dikarenakan bertambahnya ion sekunder atau dengan kata lain terjadi
multiplikasi gas dalam detektor yang kita kenal dengan nama “ Avalance”.

Semakin besar tegangan kerja kita naikan maka akan makin besar juga
“avalancehe”nya melalui penyebaran di sepanjang anoda. Selain tegangan
tinggi dan detektor, amplifikasi juga tergantung pada diameter anoda.
Diameter anoda mengecil, amplifikasi akan membesar dan juga tergantung
pada tekanan gas dalam detektor.

Secara teoritias detektor yang sama dapat digunakan sebagai


ionization counter, proportional atau geiger counter yang hanya berbeda
pada tegangan kerja, tetapi pada kenyataannya dan karena alasan ekonomis
dan praktis maka dibuat alat ukur untuk masing-masing counter.
Proportional counter dapat dipergunakan untuk membedakan energi
partikel yang datang. Dapat digunakan untuk mengukur radiasi Alpha dan
Beta.

3. Penghitung Geiger (Geiger Counter)

Dengan menaikkan terus tegangan tinggi sampai melewati tegangan


daerah proporsional sehingga mengakibatkan “avalanche” merentang
sepanjang anoda. Bilamana hal ini terjadi maka daerah tegangan kerja
disebut daerah GEIGER.

Pada daerah tegangan kerja ini semua ukuran pulsa akan sama tanpa
membedakan sifat dari partikel penyebab proses ionisasi primer maka
operasi pada daerah ini tidak dapat membedakan macam radiasi dan tidak
dapat untuk mengukur energi.

Efisiensi dari detektor ini tentu tergantung pada energi dari partikel
sehingga tiap pemakai detektor counter ini harus menentukan effisiensi dari
detektor tersebut untuk berbagai energi sehingga hasil pengukuran dapat
diberi interpretasi yang tepat.

Apabila dilihat pada grafik antara angka hitungan/ cacah vs tegangan


kerja akan terjadi Plateau dengan kemiringan slope yang positif yaitu 3 %
per 100 volt.

Setelah ion-ion negatif (elektron) ditarik ke anoda maka ion-ion positif


ditarik ke katoda. Pada waktu ion-ion positif ditarik ke katoda ion-ion
tersebut menumbuk dinding detektor sambil sebagian melepaskan energi
dalam bentuk panas dan sebagian lagi mengaktifkan atom-atom dari dinding
detektor.

Pada saat atom-atom dari dinding detektor kembali ke keadaan normal,


atom-atom tersebut melepaskan energi pengaktifannya dengan
memancarkan faton-faton ultra violet dan terjadi interaksi antara faton-faton
ultra violet dengan gas sehingga kemungkinan akan menimbulkan suatu
avalanche dan dengan demikian juga akan menimbulkan suatu “ Spurious
Count” (hitungan/ cacahan lancung). Hitungan semacam ini dalam sistim
tersebut harus diredam/ dihilangkan dan sistim peredaman yang disebut
“QUENCHING” . Hal ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan tegangan
pada anoda setelah suatu pulsa hingga semua ion-ion positif terkumpul pada
katoda atau secara kimiawi dengan menggunakan gas peredam diri yaitu
suatu gas yang dapat menyerap faton-faton ultra violet tanpa terjadi ionisasi
misalnya dengan memasukkan gas organik seperti alkohol atau ether.
Apabila ada dua buah partikel masuk dalam suatu perhitungan dengan
keberuntunan yang sangat cepat maka avalanche ion-ion dari partikel
pertama melumpuhkan sistim penghitung sehingga sistim penghitung tidak
dapat memberikan respon pada saat partikel kedua masuk. Untuk mengatasi
hal tersebut diperlukan suatu sistim yang disebut waktu pisah (Resolving
Time).

Pergerakan ion-ion negatif menuju anoda sangat sepat dibanding ion-ion


positif menuju ke katoda sehingga suatu saat memungkinkan ion-ion positif
membentuk suatu selubung di sekitar anoda yang mengakibatkan
penurunan intensitas medan listrik disekitar anoda. Hal ini juga akan
mengakibatkan penurunan avalanche oleh partikel penyebab ionisasi.
Apabila ion-ion positif selanjutnya bergerak menuju ke katoda maka
intensitas medan listrik disekitar anoda akan meningkatkan kembali hingga
ketitik seperti dimana avalanche lainnya dapat dimulai kembali. Waktu yang
diperlukan untuk mencapai intensitas medan listrik ini disebut “Dead Time”
(waktu mati).

b. Penghitung Skintilasi.

Detektor Skintilasi merupakan suatu transduser yang merubah energi


kinetik dari suatu partikel penimbul ionisasi menjadi suatu kilatan cahaya.
Kilatan-kilatan cahaya yang terbentuk dapat diamati secara elektronis
dengan menggunakan tabung-tabung foto multiplier dimana pulsa-pulsa
keluarannya dapat diperkuat,diperbanyak, disortir menurut ukuran dan
dihitung.

Detektor skintilasi adalah detektor yang sangat baik untuk mencari spektrum
dari suatu sumber radioaktif, karena pulsa-pulsa yang dihasilkan,
berbanding lurus dengan energi partikel mula-mula. Skintilasi banyak
dipergunakan untuk mencacah radiasi gamma dan beta.
Tebel bahan-bahan scintilasi:
PANJANG TINGG WAKTU
GELOMBANG I PELURUH
BAHAN DENSITA
AN
S DARI EMISI PULSA
MAKSIMUM (A) (DETIK)
RELATI
F

Na (TI) 3,67 4100 210 0,25

CsI (TI) 4,51 Biru 55 1,1

KI (TI) 3,13 4100 50 1,0

Anthracene 1,25 4400 100 0,032

Trans-Stilene 1,16 4100 60 0,0064

Pastik - 3550 - 4500 28 - 48 0,003 -


0,005
Cairan - 3550 - 4500 27 - 49
(Toluene) 0,002 -
1,23 4000 40
0,008
P-Terphenyl
0,005

c. Derektor Semikonduktor.

Detektor semikonduktor bertindak sebagai suatu bilik ionisasi padat.


Partikel penimbul ionisasi seperti Alpha, Beta dan yang lainnya berinteraksi
dengan atom-atom dalam volume sensitif dari detektor untuk menghasilkan
elektron-elektron melalui ionisasi. Pengumpulan ion-ion ini menghasilkan
suatu pulsa keluaran. Bahan semikonduktor yang biasa digunakan adalah
silikon dan germanium.

III. MONITOR PERORANGAN

a. Dosimeter Saku.

Suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur dosis radiasi yang


berdasarkan atas prinsip respons dari instrumen sebanding dengan energi
radiasi yang diserap oleh instrumen tersebut. Biasanya menggunakan satuan
mRem atau mSv. Alat ini terdiri dari bilik ionisasi dinding udara yang
dilengkapi dengan suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip elektroskop
dimana satu bagian lengannya tetap dan satu bagian lainnya dapat bergerak
bebas pada skala yang telah disiapkan pada dosimeter tersebut.
Apabila dosimeter saku “change” ini berarti kita memberi muatan positif
kutub alat elektroskop sehingga kedua lengan tadi akan saling tolak
menolak sampai lengan yang dapat bergerak bebas tadi menuju angka nol
atau kalau kita lihat pada dosimeter berarti jarum menunjukkan angka nol.

Gas dalam bilik ionisasi pada dosimeter saku apabila terkena radiasi
akan mengakibatkan ionisasi sehingga terjadi ion-ion positif dan negatif
dalam bilik ionisasi tersebut. Ion-ion positif akan tertarik ke dinding
dosimeter sedangkan ion negatif akan tertarik ke kutub dari alat elektroskop
dan menetralkan/ menurunkan muatan yang ada sehingga daya tolak kedua
lengan dari alat elektroskop tersebut juga semakin lemah. Dengan
melemahnya daya tolak kedua lengan tersebut berarti lengan yang dapat
bergerak bebas akan bergeser. Pergeseran ini dalam skala pada dosimeter
akan terlihat bergeser ke arah angka maksimum. Besarnya pergeseran pada
skala dosimeter ini sebanding dengan muatan negatif yang tertarik ke kutub
alat elektroskop atau dengan kata lain sebanding dengan energi radiasi yang
diberikan pada proses ionisasi.

b. Film Badge.

Suatu alat yang lazim dipergunakan sebagai personel monitoring yang terdiri
dari sebuah paket yang berisi dua lempeng film dental ( untuk sinar-x atau
gamma) atau tiga buah lempeng film dental (untuk sinar - x dan gamma,
netron) yang dibungkus dalam suatu kertas kedap sinar dan dikenakan
dalam suatu wadah plastik atau logam yang sesuai. Kedua film yang
digunakan masing-masing terdiri dari emulsi yang sensitif dan yang satu lagi
emulsi yang kurang sensitif.
Proses yang terjadi pada pemonitor perorangan yang mempergunakan film
ini sama dengan proses yang terjadi pada waktu melakukan radiografi pada
bidang medis.

Prinsip dasar yang terjadi pada film badge adalah adanya kehitam-hitaman
pada film. Kehitam-hitaman film tersebut yang kemudian diukur
kerapatannya dan dibandingkan atau diplot pada grafik standar antara
kerapatan dengan dosis. Pada umumnya minimum pencacahan hanya dapat
dicapai pada dosis 0,1 mSv (10 mRem) hal ini diakibatkan pada kemampuan
alat baca atau alat cacah yang dipergunakan pada laboratorium-
laboratorium proses film badge.

Pengukuran dosis pda film badge didasarkan pada fakta bahwa radiasi
pengion akan menyinari perak bromida yang terdapat pada emulsi fotografi
yang akan mengakibatkan kehitaman pada film tersebut. Tingkat kehitaman
yang juga disebut sebagai densitas optis dari film tersebut secara tepat
dapat diukur dengan menggunakan densitometer fotolistrik yang
pembacaannya dinyatakan sebagai logaritma intensitas cahaya yang
dipancarkan melalui film tersebut. Densitas optis dari film yang terkena
radiasi secara kualitatif berhubungan dengan besarnya penyinaran radiasi.

Dengan perbandingan densitas optis dari film yang dikenakan oleh


seseorang yang terkena radiasi terhadap densitas film yang terkena radiasi
dengan jumlah yang telah diketahui, maka penyinaran terhadap film yang
dikenakan oleh seseorang tersebut dapat ditentukan.

Karena adanya variasi kecil dalam emulsi yang mempengaruhi respon


kuantitatifnya terhadap radiasi maka dalam hal ini satu film dalam setiap
kelompoknya perlu dikalibrasi.

c. Efek Fotografis pada Film.

Pengaruh radiasi pengion pada film fotografis adalah sama dengan


pengaruh cahaya tampak pada film fotografi. Film fotografi terdiri dari
reaksi kristal AgBr. Penyerapan energi pada butir-butir AgBr menghasilkan
gumpalan-gumpalan kecil logam perak yang dikatakan sebagai bayangan
laten.
Setelah melalui suatu pencucian (proses) maka akan tampak adanya
perubahan kehitam-hitaman pada film yang kemudian dinyatakan sebagai
perbedaan kerapatan (density). Setelah dilakukan pembacaan density
dengan alat pembacanya, maka hasil pembacaan tersebut diplot pada grafik
standar sehingga bisa ditentukan besarnya dosis yang diterima film.

Pada umumnya sebelum sejumlah film dikirim kepada pemakai satu atau
dua film diambil dipergunakan untuk membuat grafik dengan cara menyinari
film tersebut dan membaca density kemudian tergambarlah suatu grafik
standard. Sering terjadi adanya penyimpangan antara penyinaran dan
pembacaan film yang telah disinari, hal itu disebabkan antara lain:
1. Batas kemampuan terendah untuk mendeteksi suatu radiasi dosis rendah.
Pengukuran menjadi kurang akurat, batas minimum 0,1 Sv (10 mRem)
kemungkinan yang diterima lebih rendah dari 0,1 mSv (10 mrem).

2. Kesalahan bacaan yang berhubungan dengan energi.

Kesalahan dapat timbul sebesar 10 - 20 % apabila film tidak dipergunakan


pada batas jangkauan energi yang telah ditentukan. Dapat juga terjadi
energi radiasi yang tidak tepat jatuh pada daerah kompensasi pada film,
kemungkinan yang mencapai daerah tersebut hanya hamburannya saja,
sehingga kesalahan baca dapat sangat besar.

3. Kesalahan yang disebabkan oleh adanya pengukuran bayangan laten antara


penyinaran dengan pencucian (proses). Peningkatan bayangan putih emulsi
dari film cepat dapat sebagai penyebab utama suatu kesalahan . tergantung
pada tipe dari emulsi film (cepat atau lambat) kondisi lingkungan, waktu
pemakaian.

4. Kesalahan pada waktu pengukuran kerapatan.

5. Kesalahan pada waktu pencucian (proses) film.

Pada waktu pembuatan grafis standar dengan pencucian film keadaan


bahan pencuci (developer) sudah berbeda atau bahan sudah mengalami
penggantian. Perbedaan waktu pencucian selama 4 menit dapat
menyebabkan kesalahan sebesar 10 - 25 % perbedaan suhu 1 c, kesalahan
mendeteksi 10 %.

6. Kesalahan yang disebabkan oleh kalibrasi. Kesalahan dapat mencapai


kurang lebih 5 %.

7. Kesalahan yang disebabkan oleh temperatur pada sensitivitas fitografik.

Sensitivitas emulsi film terhadap sinar-x bertambah secara linear dengan


temperatur, kenaikan temperatur , dengan fluktuasi yang cukup besar pada
pemakaian yang digunakan akan berpengaruh. Umum terjadi pada para
pekerja di alam tropik yang bekerja diluar ruangan pada siang hari, dekat
pemanas.
Pengaruh panas pada film baik sebelum dan sesudah penyinaran dapat
mengubah pemutihan (fogging) dan adanya kehitaman.

d. TLD BADGE (Thermoluminescence Dosimeter)

Beberapa kristal termasuk CaF 2 yang menggunakan Mn sebagai


pencemar (impuritas) dan LiF, memancarkan cahaya apabila kristal-kristal
tersebut dipanaskan setelah dikenai radiasi. Kristal-kristal tersebut
dinamakan kristal termoluminesens (kristal pendar panas).

Penyerapan energi radiasi oleh kristal mengakibatkan timbulnya atom-atom


dalam kristal sehingga menghasilkan elektron-elektron dan lubang-lubang
bebas dalam kristal pendar panas. Elektron-elektron ini ditangkap oleh
pemancar dalam kisi-kisi kristalin sehingga dapat menghalangi timbulnya
energi dalam kristal tersebut.
Kristal-kristal yang dipanaskan melepaskan energi yang ditimbulkan sebagai
cahaya. Pengukuran keluaran cahaya bersamaan dengan meningkatnya
suhu. Suhu dimana keluaran cahaya maksimum terjadi merupakan suatu
ukuran energi pengikat elektron pada lobang didalam tangkapan tersebut.
Jumlah cahaya yang diukur sebanding dengan jumlah elektron yang
ditangkap atau dengan kata lain sebanding dengan energi yang diserap dari
radiasi pengion.

Jadi intensitas cahaya yang dipancarkan pada saat pemanasan kristal pendar
panas secara langsung sebanding dengan dosis radiasi yang diserap oleh
kristal tersebut.
Diposkan oleh selvirayasa mellyka di 23.57

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Mengenai Saya
selvirayasa mellyka

Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
 ▼ 2014 (16)

o ▼ Januari (16)

 PRINSIP PROTEKSI RAD

 PARAMETER CT

 DESIGN RUANG RADIOLOGI

 CR.

 CAIRAN PROCESSING

 TEKNIK KV TINGGI

 PTC

 VENOGRAFI

 KEDOKNUK

 CT-SCAN (KEPALA)

 SECUIL TENTANG MRI


 KUATITAS RADIASI

 ALAT UKUR RADIASI

 DOSIMETRI

 EFEK RADIASI

 TEKNIK PEMERIKSAAN CT-SCAN THORAX*sumber. Catatan...

Total Tayangan Laman


7,635

Visitor

Template Picture Window. Gambar template oleh Roofoo. Diberdayakan oleh Blogger.

PENGERTIAN RADIASI

Posted by ROZAK 01.20, under | 6 comments

1. Pengertian Radiasi

Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau
gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita
kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan
(microwave oven), komputer, dan lain-lain.Radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau
disebut juga dengan foton adalah jenis radiasi yang tidak mempunyai massa dan muatan listrik. Misalnya
adalah gamma dan sinar-X, dan juga termasuk radiasi tampak seperti sinar lampu, sinar matahari,
gelombang microwave, radar dan handphone, (BATAN, 2008)
2. Jenis Radiasi

Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-pengion, (BATAN, 2008).

a. Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi (terbentuknya ion positif
dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah
partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik
khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-X,
partikel neutron.

b. Radiasi Non Pengion


Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi
dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita. Yang termasuk dalam
jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang membawa informasi dan hiburan
melalui radio dan televisi); gelombang mikro (yang digunakan dalam microwave oven dan transmisi
seluler handphone); sinar inframerah (yang memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya tampak
(yang bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang dipancarkan matahari).

3. Besaran dan Satuan Radiasi


Satuan radiasi ada beberapa macam. Satuan radiasi ini tergantung pada kriteria penggunaannya, yaitu
(BATAN, 2008) :

a. Satuan untuk paparan radiasi


Paparan radiasi dinyatakan dengan satuan Rontgen, atau sering disingkat dengan R saja, adalah suatu
satuan yang menunjukkan besarnya intensitas sinar-X atau sinar gamma yang dapat menghasilkan
ionisasi di udara dalam jumlah tertentu. Satuan Rontgen penggunaannya terbatas untuk mengetahui
besarnya paparan radiasi sinar-X atau sinar Gamma di udara. Satuan Rontgen belum bisa digunakan
untuk mengetahui besarnya paparan yang diterima oleh suatu medium, khususnya oleh jaringan kulit
manusia.

b. Satuan dosis absorbsi medium.


Radiasi pengion yang mengenai medium akan menyerahkan energinya kepada medium. Dalam hal ini
medium menyerap radiasi. Untuk mengetahui banyaknya radiasi yang terserap oleh suatu medium
digunakan satuan dosis radiasi terserap atau Radiation Absorbed Dose yang disingkat Rad. Jadi dosis
absorbsi merupakan ukuran banyaknya energi yang diberikan oleh radiasi pengion kepada medium.
Dalam satuan SI, satuan dosis radiasi serap disebut dengan Gray yang disingkat Gy. Dalam hal ini 1 Gy
sama dengan energi yang diberikan kepada medium sebesar 1 Joule/kg. Dengan demikian maka :
1 Gy = 100 Rad
Sedangkan hubungan antara Rontgen dengan Gray adalah :
1 R = 0,00869 Gy

c. Satuan dosis ekuivalen


Satuan untuk dosis ekuivalen lebih banyak digunakan berkaitan dengan pengaruh radiasi terhadap tubuh
manusia atau sistem biologis lainnya. Dosis ekuivalen ini semula berasal dari pengertian Rontgen
equivalen of man atau disingkat dengan Rem yang kemudian menjadi nama satuan untuk dosis
ekuivalen. Hubungan antara dosis ekuivalen dengan dosis absobrsi dan quality faktor adalah sebagai
berikut :
Dosis ekuivalen (Rem) = Dosis serap (Rad) X Q
Sedangkan dalam satuan SI, dosis ekuivalen mempunyai satuan Sievert yang disingkat dengan Sv.
Hubungan antara Sievert dengan Gray dan Quality adalah sebagai berikut :
Dosis ekuivalen (Sv) = Dosis serap (Gy) X Q
Berdasarkan perhitungan
1 Gy = 100 Rad, maka 1 Sv = 100 Rem.

4. Dosis Maximum Radiasi

United States Nuclear Regulatory Commision (NRC) adalah salah satu sumber informasi resmi yang
dijadikan standar di beberapa Negara untuk penetapan garis pedoman pada proteksi radiasi. NRC telah
menyatakan bahwa dosis individu terpapar radiasi maksimal adalah 0.05 Sv atau 5 rem/tahun. Walaupun
NRC adalah badan resmi yang berkenaan dengan batas pencahayaan ionisasi radiasi, namun ada
kelompok lain yang juga merekomendasikan hal serupa. Salah satu kelompok tersebut adalah National
Council on Radiation Protection (NCRP), yang merupakan kelompok ilmuwan pemerintah yang rutin
mengadakan pertemuan untuk membahas riset radiasi terbaru dan mengupdate rekomendasi mengenai
keamanan radiasi.
Menurut NCRP, tujuan dari proteksi radiasi adalah :

a. Untuk mencegah radiasi klinis yang penting, dengan mengikuti batas dosis minimum
b. Membatasi resiko terhadap kanker dan efek kelainan turunan pada masyarakat.

Dosis maksimum yang diijinkan adalah jumlah maksimum penyerapan radiasi yang sampai pada seluruh
tubuh individu, atau sebagai dosis spesifik pada organ tertentu yang masih dipertimbangkan aman.
Aman dalam hal ini berarti tidak adanya bukti bahwa individu mendapatkan dosis maksimal yang telah
ditetapkan, dimana cepat atau lambat efek radiasi tersebut dapat membahayakan tubuh secara
keseluruhan atau bagian tertentu. Rekomendasi untuk batas atas paparan telah dibentuk pula oleh NCRP
sebagai panduan didalam pekerjaan yang berkaitan dengan radiasi. Rekomendasi NRCP meliputi:

a. Individu/operator tidak diizinkan bekerja dengan radiasi sebelum umur 18 tahun.


b. Dosis yang efektif pada tiap orang pertahun mestinya tidak melebihi 50 mSv ( 5 rem).
c. Untuk khalayak ramai, ekspose radiasi (tidak termasuk dari penggunaan medis) mestinya tidak
melebihi 1 mSv ( 0,1 rem) per tahun.
d. Untuk pekerja yang hamil, batasan ekspose janin atau embrio mestinya tidak melebihi 0,5 mSv (0,05
rem). Dengan demikian untuk pekerja wanita yang sedang hamil tidak lagi direkomendasikan bekerja
sampai kehamilannya selesai.

5. Efek Radiasi Pengion Terhadap Tubuh Manusia

Radiasi pengion adalah radiasi radiasi yang mampu menimbulkan ionisasi pada suatu bahan yang dilalui.
Ionisasi tersebut diakibatkan adanya penyerapan tenaga radiasi pengion oleh bahan yang terkena radiasi.
Dengan demikian banyaknya jumlah ionisasi tergantung dari jumlah tenaga radiasi yang diserap oleh
bahan (BATAN, 2008).

Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic adalah sel telur pada
perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic adalah sel-sel lainnya yang ada dalam
tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek
genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena
paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar
radiasi (BATAN, 2008).

Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek
deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan karena kematian sel
akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat paparan radiasi
dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel (BATAN, 2008).Efek Radiasi Pada Organ
reproduksi

Menurut Sumarsono (2008) efek deterministik pada organ reproduksi atau gonad adalah sterilitas atau
kemandulan. Pajanan radiasi pada testis akan mengganggu proses pembentukan sel sperma yang
akhirnya akan mempengaruhi jumlah sel sperma yang akan dihasilkan. Dosis radiasi 0,15 Gy merupakan
dosis ambang terjadinya sterilitas yang bersifat sementara karena sudah mengakibatkan terjadinya
penurunan jumlah sel sperma selama beberapa minggu. Pengaruh radiasi pada sel telur sangat
bergantung pada usia. Semakin tua usia, semakin sensitif terhadap radiasi karena semakin sedikit sel
telur yang masih tersisa dalam ovarium. Selain sterilitas, radiasi dapat menyebabkan menopuse dini
sebagai akibat dari gangguan hormonal sistem reproduksi. Dosis ambang sterilitas menurut ICRP 60
adalah 2,5 – 6 Gy. Pada usia yang lebih muda (20-an), sterilitas permanen terjadi pada dosis yang lebih
tinggi yaitu mencapai 12 – 15 Gy. Sedangkan menurut Iffah (2009) kerusakan pada organ reproduksi
(kemandulan) terjadi pada paparan 150 - 300 rad untuk laki-laki dan < (150-300) rad untuk wanita.
Sehingga didapati bahwa wanita lebih sensitif terhadap paparan radiasi khususnya pada organ
reproduksi dibandingkan pria

DETEKTOR RADIASI
Detektor radiasi merupakan tranducer (sensor) yang dapat mengenali adanya radiasi nuklir, baik alfa,
beta, maupun gamma. Pendeteksian radiasi ionisasi di alam sekitar menjadi sangat penting karena tubuh
manusia tidak mampu mengindera kehadiran radiasi ionisasi. Konsep dasar pendeteksian radiasi ionisasi
didasarkan atas interaksi partikel radiasi dengan materi penyusun detektor, sehingga terjadi ionisasi.

Pengetahuan tentang inti isotop radioaktif dapat diperoleh dengan menganalisa partikel-partikel yang
dipancarkan oleh inti tersebut. Analisa ini diantaranya digunakan untuk mengetahui informasi jenis
partikel radiasi, arah gerak, kecepatan, momentum, muatan, massa dan spin. Dengan demikian, untuk
mengetahui informasi tentang partikel radiasi diperlukan suatu eksperimen menggunakan peralatan
deteksi radiasi. Namun sayangnya semua informasi ini tidak dapat diperoleh jika hanya menggunakan
satu jenis peralatan deteksi.

Semua jenis peralatan deteksi partikel radiasi memiliki prinsip yang sangat mirip, yaitu partikel radiasi
memasuki detektor dan terjadilah interaksi antara partikel radiasi dengan material detektor, sehingga
terjadi proses eksitasi atau ionisasi molekul-molekul material detektor. Apabila material detektor
tersebut terbuat dari gas, maka interaksi antara semua partikel radiasi alpha (α), beta positif (β+), beta
negatif (β-), gamma (γ) dan netron dengan gas akan terjadi proses ionisasi yang menghasilkan ion positif
dan elektron. Dengan demikian, diperlukan teknik untuk memisahkan dua jenis partikel tersebut dalam
waktu yang sangat singkat, karena apabila kedua jenis partikel ini tetap berdekatan maka mereka akan
bergabung kembali sehingga tidak menimbulkan sinyal listrik. Pemilihan material detektor sangat
bergantung pada jenis partikel radiasi yang akan dideteksi serta tujuan yang ingin diperoleh dari
pendeteksian. Partikel alpha (α) memiliki daya tembus kecil, sehingga detektor untuk partikel radiasi
alpha (α) memiliki ukuran sangat tipis. Berdasarkan daya tembus partikel, maka biasanya detektor
partikel beta (β) memiliki ketebalan sekitar 0,1 mm - 1 mm sedangkan detektor gamma (γ) memiliki
ketebalan sekitar 5 cm.

Jenis Detektor Radiasi

1. Elektroskup (Electroscope)

2. Kamar Ionisasi (Ionization Chamber)

3. Pencacah Proporsional

4. Detektor NaI(Tl)

5. Detektor Isian Gas

1. Elektroskup

Elektroskup merupakan peralatan yang paling awal untuk mendeteksi ionisasi radiasi dari dua buah
kepingan emas tipis. Bahan radioaktif ditempatkan di dalam wadah electroscope bermuatan. Radiasi
yang dihasilkan oleh bahan radioaktif tersebut menyebabkan gas yang ada di dalam electroscope
tersebut terionisasi.

Muatan-muatan yang terkumpul pada kepingan itu menyebabkan kepingan itu menyatu (converge). Laju
konvergensi itu secara langsung sebanding dengan jumlah ionisasi dan juga sebanding dengan jumlah
radiasi.

2. Kamar Ionisasi

Kamar ionisasi tersusun atas sejumlah volume gas kecil pada tekanan atmosfer dalam kamar, I dan di
dalamnya terdapat dua elektroda, E dan E’, dipertahankan pada beta potensial tinggi menggunakan
sumber tegangan, V.

Berkas radiasi masuk ke dalam chamber sehingga menyebabkan ionisasi. Ion yang dihasilkan pada
ionisasi itu dikumpulkan pada elektroda + dan - . Tegangan dijaga tetap tinggi, sehingga tidak ada
rekombinasi partikel.

a. Kamar Ionisasi untuk berkas partikel kontinue atau x-ray

b. Kamar Ionisasi dan rangkaian untuk deteksi berkas partikel tunggal

1. Pencacah Proporsional

Pencacah Proporsional merupakan bentuk modifikasi dari kamar ionisasi, perbedaannya terdapat pada
dua aspek.

i. Pada pencacah proporsional salah satu elektroda berupa silinder berlubang (hollow cylinder), dan satu
elektroda lagi berupa kawat di dalam silinder sepanjang sumbu silinder itu.

ii. Tegangan yang terpasang pada pencacah proporsional lebih besar daripada kamar ionisasi. Ukuran pulsa
akan meningkat sejalan dengan kenaikkan tegangan sampai dengan batas tegangan tertentu. Ukuran
pulsa berbanding langsung dengan jumlah ionisasi primer partikel.
2. Detektor NaI(Tl)

Detektor NaI(Tl) merupakan detektor jenis sintilasi. Bahan sintilator berupa kristal tunggal Natrium
Iodida yang didopping dengan sedikit Tallium. Sinar gamma yang terdeteksi berinteraksi dengan atom-
atom bahan sintilator berupa interaksi efek fotolistrik, hamburan Compton dan efek pembentukan
pasangan. Elektron bebas hasil interaksi selanjutnya akan mengalami proses ionisasi dan penetralan
(excitasi).

1. Detektor Isian Gas


Interaksi semua partikel radiasi dengan gas adalah proses ionisasi dan menimbulkan ion positif dan
elektron. Untuk memisahkan kedua jenis partikel yang berlainan tersebut digunakan medan listrik yang
ditimbulkan oleh dua buah elektroda yaitu anoda yang bermuatan listrik positif dan katoda yang
bermuatan listrik negatif. Prinsip ionisasi gas oleh partikel radiasi dapat digunakan untuk
mengembangkan detektor radiasi. Detektor dengan prinsip ionisasi gas ini disebut detektor isian gas
(gas-filled detector) Bentuk fisik dari detektor isian gas terdiri dari tabung gas yang berisi gas yang akan
terionisasi oleh kehadiran pertikel radiasi. Gas yang biasa digunakan adalah gas mulia dengan campuran
gas poliatomik sebagai ‘quench gas’, tetapi ada juga yang hanya diisi dengan udara biasa dengan tekanan
sedikit lebih rendah dari pada tekanan udara diluar. Tutup silinder yang terletak di bagian depan detektor
terbuat dari material sejenis polimer tipis sedemikian sehingga partikel alpha (α) dapat menembusnya.
Selongsong silinder berfungsi sebagai katoda dan kawat yang terletak di sumbu silinder dan terisolasi
dengan dinding silinder sebagai anoda. Beda tegangan (V) dipasangkan antara dinding silinder dengan
anoda melalui hambatan (R).

Prinsip Kerja Detektor Isian Gas


Detektor isian gas bekerja dengan memanfaatkan ionisasi yang dihasilkan oleh radiasi selama melewati 
suatu gas. Secara khas pencacah seperti ini terdiri dari dua buah elektrode yang diberi beda potensial 
listrik tertentu. Ruang antara dua elektrode itu diisi dengan suatu gas. Radiasi pengion, yang melewati 
ruang antara elektrode tersebut, akan melesapkan sebagian atau semua energinya dengan membangkitkan 
pasangan­pasangan elektron ion. Elektron dan ion ini merupakan pembawa muatan yang bergerak karena 
pengaruh medan listrik. Ketika radiasi memasuki detektor kemudian berinteraksi dengan atom­atom gas 
isian maka atom­atom tersebut akan mengeluarkan elektron dari orbitnya. Elektron­elektron ini kemudian
dikumpulkan menggunakan medan listrik dan dibentuk menjadi pulsa tegangan atau arus listrik yang 
dapat dianalisa oleh suatu rangkaian elektronik. Dengan kata lain muatan yang dihasilkan oleh radiasi 
tersebut diubah menjadi pulsa oleh piranti elektronika dan partikel­partikel itu dicacah secara individual

Gambar 1. Skema Detektor Isian Gas


Misalkan antara anoda dan katoda terpasang beda potensial sebesar V volt dan radiasi memasuki
detektor sehingga terbentuklah sejumlah elektron dan ion-ion positif. Amplitudo sinyal listrik yang
terbentuk sebanding dengan jumlah elektron atau ion ( dengan demikian sebanding dengan tenaga
radiasi yang memasuki detektor) dan tidak tergantung pada tegangan V. Beda tegangan antara katoda
dan anoda hanyalah mempengaruhi laju gerak elektron menuju ke anoda dan ion positif menuju katoda.
Detektor gas isian dengan tegangan V yang relatif rendah seperti ini dinamakan detektor ionisasi.

Siklus pembentukan sinyal listrik berakhir ketika ion sampai di katoda. Namun demikian, ion­ion ini 
dapat menumbuk katoda sehingga dapat menumbuk katoda sehingga dapat dihasilkan elektron dari 
katoda sehingga dapat memicu terjadinya proses ionisasi sekunder. Untuk menghindari agar proses ini 
tidak terjadi maka gas pengisi pada detektor adalah gas dengan struktur molekul sederhana misalnya gas 
argon dan gas dengan struktur molekul kompleks seperti ethanol.

Anda mungkin juga menyukai