Anda di halaman 1dari 14

MODUL PRAKTIKUM

PROTEKSI RADIASI (FIN 202)

“PENGGUNAAN ALAT UKUR RADIASI”


OLEH: AMILLIA KARTIKA SARI,S.TR.KES,M.T

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI RADIOLOGI


PENCITRAAN
FAKULTAS VOKASI UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
I. Pendahuluan

Setelah mengetahui sifat-sifat, jenis serta bagaimana cara kerja radiasi, maka
dapat disimpulkan bahwa radiasi itu tidak dapat dilihat, dirasakan, ditangkap. hanya
dengan peralatan tertentu radiasi dapat diketahui atau dideteksi. Alat pendeteksi radiasi
itu disebut detektor. Untuk mengetahui besaran-besaran dari radiasi diatas, detektor
dirangkaikan dengan peralatan elektronik sehingga keseluruhan peralatan dapat juga
disebut alat ukur. Satuan-satuan yang diukur adalah, laju paparan/ laju dosis, dosis total,
radioaktivitas. Alat ukur dibagi menjadi dua:

1. Alat Ukur Pasif.


Alat ukur yang mana pembacaan hasil pengukurannya tidak dapat dibaca langsung
melainkan harus melalui proses terlebih dahulu. Contoh: Film badge, TLD badge.

2. Alat Ukur Aktif.


Alat ukur yang dapat menunjukkan secara langsung hasil pengukuran radiasi yang
diterima. Contoh: survey meter, dosimeter saku.

Berdasarkan fungsinya alat ukur radiasi juga dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Pemonitor Perorangan.
Pemonitor perorangan adalah suatu alat yang digunakan untuk mendeteksi radiasi yang
diterima oleh tubuh manusia. Alat yang digunakan disini dapat berupa alat ukur pasif dan
juga alat ukur aktif. Pada prinsipnya jumlah radiasi yang diterima oleh alat tersebut
identik dengan jumlah radiasi yang diterima oleh tubuh manusia.
b. Pemonitor Lingkungan.
Prinsip dasar kerja alat ukur lingkungan ini adalah adanya proses ionisasi, eksistasi dan
sintilasi di detektor dan hasil proses tersebut dirubah menjadi pulsa-pulsa listrik yang
diteruskan ke alat baca (elektronik). Reaksi-reaksi yang terjadi apabila seberkas sinar
(alpa, beta, gamma, atau X) berinteraksi dengan medium didalam detektor.
Berkas radiasi bila melalui suatu medium ia akan kehilangan sebagian atau
seluruhnya energinya melalui proses ionisasi dan eksitasi. Penyerapan energi tersebut
diatas mempunyai hubungan linier dengan banyaknya partikel-partikel yang datang dan
prinsip inilah yang digunakan dalam semua instrumentasi nuklir. Intrumentasi didalam
fisika kesehatan harus dapat melayani berbagai macam kegunaan, misalnya mengukur
partikel, mengukur dosis akumulasi, mengukur laju dosis, energi rendah, energi
tinggi, pengukuran tanpa adanya pengaruh energi. Prinsip kerja dari alat ukur adalah
radiasi berinteraksi dengan detektor dan response yang ditimbulkannya sebanding
dengan efek radiasi yang datang.

Tabel 1. Efek Radiasi Yang Dipergunakan Dalam Mendeteksi dan Mngukur Radiasi.

EFEK TIPE INSTRUMEN DETEKTOR

Elektris 1. Bilik Ionisasi 1. Gas.


2.Penghitung Proporsional 2. Gas
3. Penghitung Geiger 3. Gas
4. Solid State 4. Semikonduktor

Kimiawi 1. Film 1. Emulsi Fotografi


2. Dosimeter Kimiawi 2. Padat atau Cair.

Cahaya 1. Penghitung Skintilasi 1. Kristal atau cair


2. Penghitung Cerenkov 2. Kristal atau cair

Thermoluminescence Thermoluminescence Kristal


Dosimeter.

Panas Kalorimeter Padat atau cair


II. DETEKTOR
a. Penghitung Partikel Berisi Gas.
Apabila detektor yang berisi gas terkena radiasi maka akan terjadi proses ionisasi
gas dalam detektor tersebut. Jika konstanta waktu RC jauh lebih besar dari waktu yang
diperlukan untuk mengumpulkan semua ion yang dihasilkan oleh lintasan partikel tunggal
yang melalui detektor maka tinggi pulsa dapat dihitung dengan rumus : V = Q/C
; dimana:
· V potensial
· Q jumlah muatan yang dihasilkan dalam detektor
· C Kapasitas.

1. Penghitung Bilik Ionisasi (Ionization Chamber Counter)


Ionization chamber ialah ruangan yang tertutup yang berisi gas dimana ionisasi
yang terjadi oleh radiasi dapat dikumpulkan dan diukur. Medan listrik didalam ruangan
sensitif menarik elektron-elektron bebas dan ion-ion positip ke elektroda-elektroda yang
berbeda dan muatan total atau arusnya dapat diukur. Seperti proses ionisasi diatas
maka di dalam detektor akan terbentuk ion-ion positif yang akan dikumpulkan oleh katoda
di bagian dinding detektor dan ion-ion negatif atau elektron yang akan dikumpulkan oleh
anoda.
Apabila variable High Voltage Power Supply kita hidupkan mulai dari (0) maka
terbentuk suatu daerah tegangan operasi yang kita namakan daerah bilik Ionisasi
(Ionization chamber Region) dimana tegangan operasi disini dapat dinyatakan relatif
rendah, tetapi sudah cukup untuk menarik elektron-elektron yang terbentuk dari proses
ionisasi ke anoda sebelum elektron-elektron tersebut kembali bergabung dengan ion
positif untuk membentuk atom netral.
Pergerakan elektron menuju anoda yang dikarenakan perbedaan tegangan antara
anoda dan katoda tidak memungkinkan untuk menghasilkan proses ionisasi sekunder.
Jadi jumlah elektron yang terkumpul pada anoda merupakan proses ionisasi primer
sehingga tinggi pulsa yang terbentuk akan sebanding dengan jumlah ion primer yang
dihasilkan pada proses ionisasi primer atau dengan kata lain faktor penguatan gas pada
detektor ini sama dengan satu.
Dalam membuat ionization chamber maka pengaruh dinding - dindingnya adalah
sangat penting dan harus diketahui betul karakternya. Jika material dari dinding ionization
chamber mempunyai komposisi atom yang sama dengan komposisi gas
didalamnyamaka ionization chamber dikatakan homogen.
Jenis dinding lain yang sering dipergunakan juga ialah dinding plastik yang
mempunyai komposisi atomik seperti komposisi atomik jaringan-jaringan tubuh manusia
dan diisi dengan gas yang mempunyai komposisi atomik yang sama, ini disebut tissue
equivalent ionization chamber. Lihat gambar yang menunjukkan tegangan kerja dari
ionization chamber.
Kelemahan untuk mengoperasikan ionization chamber adalah pulsa yang terlalu
kecil dan memerlukan penguatan yang besar serta sensitivitas masukan yang tinggi pada
pencacah karena jumlah total dari arus atau muatan total merupakan parameter yang
diukur. Karena satuan roentgen didefinisikan dalam udara maka alat ini dapat dipakai
untuk mengukur dosis radiasi. Dalam digunakan untuk mengukur radiasi Alpha, Beta dan
Gamma.

Gambar 1. Surveymeter Ionisasi Chamber

2. Penghitung Proporsional (Proporsional Counter).


Kelemahan pada sistim pengoperasian Bilik Ionisasi adalah keluaran yang
dihasilkan pada proses detektor yang relatif lemah sehingga membutuhkan Amplifikasi/
penguatan yang besar atau tingkat kepekaan masukan yang tinggi dalam sistim
penghitung. Untuk mengatasi hal ini maka sistim Bilik Ionisasi dioperasikan sebagai
penghitung proporsional yaitu dengan menaikkan daerah tegangan kerja dari Bilik
Ionisasi.
Elektron-elektron primer yang terbentuk dari hasil proses ionisasi dalam detektor
yang dioperasikan pada daerah tegangan kerja proporsional yang tertarik ke elektroda
positif dan negatif akan mengakibatkan proses ionisasi sekunder sehingga faktor
amplifikasi akan menjadi lebih besar dari satu yang dikarenakan bertambahnya ion
sekunder atau dengan kata lain terjadi multiplikasi gas dalam detektor yang kita kenal
dengan nama “Avalance”.
Semakin besar tegangan kerja kita naikan maka akan makin besar
juga “avalancehe”nya melalui penyebaran di sepanjang anoda. Selain tegangan tinggi
dan detektor, amplifikasi juga tergantung pada diameter anoda. Diameter anoda
mengecil, amplifikasi akan membesar dan juga tergantung pada tekanan gas dalam
detektor.
Secara teoritias detektor yang sama dapat digunakan sebagai ionization counter,
proportional atau geiger counter yang hanya berbeda pada tegangan kerja, tetapi pada
kenyataannya dan karena alasan ekonomis dan praktis maka dibuat alat ukur untuk
masing-masing counter. Proportional counter dapat dipergunakan
untuk membedakan energi partikel yang datang. Dapat digunakan untuk mengukur
radiasi Alpha dan Beta.

Gambar 2. Surveymeter Proposional

3. Penghitung Geiger (Geiger Counter)


Dengan menaikkan terus tegangan tinggi sampai melewati tegangan daerah
proporsional sehingga mengakibatkan “avalanche” merentang sepanjang anoda.
Bilamana hal ini terjadi maka daerah tegangan kerja disebut daerah GEIGER.
Pada daerah tegangan kerja ini semua ukuran pulsa akan sama tanpa
membedakan sifat dari partikel penyebab proses ionisasi primer maka operasi pada
daerah ini tidak dapat membedakan macam radiasi dan tidak dapat untuk mengukur
energi.
Efisiensi dari detektor ini tentu tergantung pada energi dari partikel sehingga tiap
pemakai detektor counter ini harus menentukan effisiensi dari detektor tersebut untuk
berbagai energi sehingga hasil pengukuran dapat diberi interpretasi yang tepat.
Apabila dilihat pada grafik antara angka hitungan/ cacah vs tegangan kerja akan
terjadi Plateau dengan kemiringan slope yang positif yaitu 3 % per 100 volt.
Setelah ion-ion negatif (elektron) ditarik ke anoda maka ion-ion positif ditarik ke
katoda. Pada waktu ion-ion positif ditarik ke katoda ion-ion tersebut menumbuk dinding
detektor sambil sebagian melepaskan energi dalam bentuk panas dan sebagian lagi
mengaktifkan atom-atom dari dinding detektor.
Pada saat atom-atom dari dinding detektor kembali ke keadaan normal, atom-atom
tersebut melepaskan energi pengaktifannya dengan memancarkan faton-faton ultra violet
dan terjadi interaksi antara faton-faton ultra violet dengan gas sehingga kemungkinan
akan menimbulkan suatu avalanche dan dengan demikian juga akan menimbulkan suatu
“Spurious Count” (hitungan/ cacahan lancung). Hitungan semacam ini dalam sistim
tersebut harus diredam/ dihilangkan dan sistim peredaman yang disebut “QUENCHING”
. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan tegangan pada anoda setelah suatu
pulsa hingga semua ion-ion positif terkumpul pada katoda atau secara kimiawi dengan
menggunakan gas peredam diri yaitu suatu gas yang dapat menyerap faton-faton ultra
violet tanpa terjadi ionisasi misalnya dengan memasukkan gas organik seperti alkohol
atau ether.
Apabila ada dua buah partikel masuk dalam suatu perhitungan dengan
keberuntunan yang sangat cepat maka avalanche ion-ion dari partikel pertama
melumpuhkan sistim penghitung sehingga sistim penghitung tidak dapat memberikan
respon pada saat partikel kedua masuk. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu
sistim yang disebut waktu pisah (Resolving Time).
Pergerakan ion-ion negatif menuju anoda sangat sepat dibanding ion-ion positif menuju
ke katoda sehingga suatu saat memungkinkan ion-ion positif membentuk suatu selubung
di sekitar anoda yang mengakibatkan penurunan intensitas medan listrik disekitar anoda.
Hal ini juga akan mengakibatkan penurunan avalanche oleh partikel penyebab ionisasi.
Apabila ion-ion positif selanjutnya bergerak menuju ke katoda maka intensitas
medan listrik disekitar anoda akan meningkatkan kembali hingga ketitik seperti dimana
avalanche lainnya dapat dimulai kembali. Waktu yang diperlukan untuk mencapai
intensitas medan listrik ini disebut “Dead Time” (waktu mati).

Gambar 3. Geiger Muller

b. Penghitung Skintilasi.
Detektor Skintilasi merupakan suatu transduser yang merubah energi kinetik dari
suatu partikel penimbul ionisasi menjadi suatu kilatan cahaya. Kilatan-kilatan cahaya
yang terbentuk dapat diamati secara elektronis dengan menggunakan tabung-tabung
foto multiplier dimana pulsa-pulsa keluarannya dapat diperkuat,diperbanyak, disortir
menurut ukuran dan dihitung.
Detektor skintilasi adalah detektor yang sangat baik untuk mencari spektrum dari suatu
sumber radioaktif, karena pulsa-pulsa yang dihasilkan, berbanding lurus dengan energi
partikel mula-mula. Skintilasi banyak dipergunakan untuk mencacah radiasi gamma dan
beta.
Tabel 2. bahan-bahan scintilasi:
PANJANG TINGGI WAKTU
BAHAN DENSITAS GELOMBANG PULSA PELURUHAN
DARI EMISI RELATIF (DETIK)
MAKSIMUM (A)
Na (TI) 3,67 4100 210 0,25
CsI (TI) 4,51 Biru 55 1,1
KI (TI) 3,13 4100 50 1,0
Anthracene 1,25 4400 100 0,032
Trans-Stilene 1,16 4100 60 0,0064
Pastik - 3550 - 4500 28 - 48 0,003 - 0,005
Cairan - 3550 - 4500 27 - 49 0,002 - 0,008
(Toluene) 1,23 4000 40 0,005
P-Terphenyl

Gambar 4. Detector sintilasi

c. Derektor Semikonduktor.
Detektor semikonduktor bertindak sebagai suatu bilik ionisasi padat. Partikel
penimbul ionisasi seperti Alpha, Beta dan yang lainnya berinteraksi dengan atom-atom
dalam volume sensitif dari detektor untuk menghasilkan elektron-elektron melalui
ionisasi. Pengumpulan ion-ion ini menghasilkan suatu pulsa keluaran. Bahan
semikonduktor yang biasa digunakan adalah silikon dan germanium.

III. MONITOR PERORANGAN


a. Dosimeter Saku.
Suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur dosis radiasi yang berdasarkan atas
prinsip respons dari instrumen sebanding dengan energi radiasi yang diserap oleh
instrumen tersebut. Biasanya menggunakan satuan mRem atau mSv. Alat ini terdiri dari
bilik ionisasi dinding udara yang dilengkapi dengan suatu alat yang bekerja berdasarkan
prinsip elektroskop dimana satu bagian lengannya tetap dan satu bagian lainnya dapat
bergerak bebas pada skala yang telah disiapkan pada dosimeter tersebut.
Apabila dosimeter saku “change” ini berarti kita memberi muatan positif kutub alat
elektroskop sehingga kedua lengan tadi akan saling tolak menolak sampai lengan yang
dapat bergerak bebas tadi menuju angka nol atau kalau kita lihat pada dosimeter berarti
jarum menunjukkan angka nol.
Gas dalam bilik ionisasi pada dosimeter saku apabila terkena radiasi akan
mengakibatkan ionisasi sehingga terjadi ion-ion positif dan negatif dalam bilik ionisasi
tersebut. Ion-ion positif akan tertarik ke dinding dosimeter sedangkan ion negatif akan
tertarik ke kutub dari alat elektroskop dan menetralkan/ menurunkan muatan yang ada
sehingga daya tolak kedua lengan dari alat elektroskop tersebut juga semakin
lemah. Dengan melemahnya daya tolak kedua lengan tersebut berarti lengan yang dapat
bergerak bebas akan bergeser. Pergeseran ini dalam skala pada dosimeter akan terlihat
bergeser ke arah angka maksimum. Besarnya pergeseran pada skala dosimeter ini
sebanding dengan muatan negatif yang tertarik ke kutub alat elektroskop atau dengan
kata lain sebanding dengan energi radiasi yang diberikan pada proses ionisasi.

b. Film Badge.
Suatu alat yang lazim dipergunakan sebagai personel monitoring yang terdiri dari sebuah
paket yang berisi dua lempeng film dental ( untuk sinar-x atau gamma) atau tiga buah
lempeng film dental (untuk sinar - x dan gamma, netron) yang dibungkus dalam suatu
kertas kedap sinar dan dikenakan dalam suatu wadah plastik atau logam yang sesuai.
Kedua film yang digunakan masing-masing terdiri dari emulsi yang sensitif dan yang satu
lagi emulsi yang kurang sensitif.
Proses yang terjadi pada pemonitor perorangan yang mempergunakan film ini sama
dengan proses yang terjadi pada waktu melakukan radiografi pada bidang medis.
Prinsip dasar yang terjadi pada film badge adalah adanya kehitam-hitaman pada film.
Kehitam-hitaman film tersebut yang kemudian diukur kerapatannya dan dibandingkan
atau diplot pada grafik standar antara kerapatan dengan dosis. Pada umumnya minimum
pencacahan hanya dapat dicapai pada dosis 0,1 mSv (10 mRem) hal ini diakibatkan pada
kemampuan alat baca atau alat cacah yang dipergunakan pada laboratorium-
laboratorium proses film badge.
Pengukuran dosis pda film badge didasarkan pada fakta bahwa radiasi pengion akan
menyinari perak bromida yang terdapat pada emulsi fotografi yang akan mengakibatkan
kehitaman pada film tersebut. Tingkat kehitaman yang juga disebut sebagai densitas
optis dari film tersebut secara tepat dapat diukur dengan menggunakan densitometer
fotolistrik yang pembacaannya dinyatakan sebagai logaritma intensitas cahaya yang
dipancarkan melalui film tersebut. Densitas optis dari film yang terkena radiasi secara
kualitatif berhubungan dengan besarnya penyinaran radiasi.
Dengan perbandingan densitas optis dari film yang dikenakan oleh seseorang yang
terkena radiasi terhadap densitas film yang terkena radiasi dengan jumlah yang telah
diketahui, maka penyinaran terhadap film yang dikenakan oleh seseorang tersebut dapat
ditentukan.
Karena adanya variasi kecil dalam emulsi yang mempengaruhi respon kuantitatifnya
terhadap radiasi maka dalam hal ini satu film dalam setiap kelompoknya perlu dikalibrasi.

c. Efek Fotografis pada Film.


Pengaruh radiasi pengion pada film fotografis adalah sama dengan pengaruh cahaya
tampak pada film fotografi. Film fotografi terdiri dari reaksi kristal AgBr. Penyerapan
energi pada butir-butir AgBr menghasilkan gumpalan-gumpalan kecil logam perak yang
dikatakan sebagai bayangan laten.
Setelah melalui suatu pencucian (proses) maka akan tampak adanya perubahan
kehitam-hitaman pada film yang kemudian dinyatakan sebagai perbedaan kerapatan
(density). Setelah dilakukan pembacaan density dengan alat pembacanya, maka hasil
pembacaan tersebut diplot pada grafik standar sehingga bisa ditentukan besarnya dosis
yang diterima film.

Pada umumnya sebelum sejumlah film dikirim kepada pemakai satu atau dua film diambil
dipergunakan untuk membuat grafik dengan cara menyinari film tersebut dan membaca
density kemudian tergambarlah suatu grafik standard. Sering terjadi adanya
penyimpangan antara penyinaran dan pembacaan film yang telah disinari, hal itu
disebabkan antara lain:
1. Batas kemampuan terendah untuk mendeteksi suatu radiasi dosis rendah. Pengukuran
menjadi kurang akurat, batas minimum 0,1 Sv (10 mRem) kemungkinan yang diterima
lebih rendah dari 0,1 mSv (10 mrem).
2. Kesalahan bacaan yang berhubungan dengan energi.
Kesalahan dapat timbul sebesar 10 - 20 % apabila film tidak dipergunakan pada batas
jangkauan energi yang telah ditentukan. Dapat juga terjadi energi radiasi yang tidak tepat
jatuh pada daerah kompensasi pada film, kemungkinan yang mencapai daerah tersebut
hanya hamburannya saja, sehingga kesalahan baca dapat sangat besar.
3. Kesalahan yang disebabkan oleh adanya pengukuran bayangan laten antara penyinaran
dengan pencucian (proses). Peningkatan bayangan putih emulsi dari film cepat dapat
sebagai penyebab utama suatu kesalahan . tergantung pada tipe dari emulsi film (cepat
atau lambat) kondisi lingkungan, waktu pemakaian.
4. Kesalahan pada waktu pengukuran kerapatan.
5. Kesalahan pada waktu pencucian (proses) film.
Pada waktu pembuatan grafis standar dengan pencucian film keadaan bahan pencuci
(developer) sudah berbeda atau bahan sudah mengalami penggantian. Perbedaan waktu
pencucian selama 4 menit dapat menyebabkan kesalahan sebesar 10 - 25 % perbedaan
suhu 1° c, kesalahan mendeteksi 10 %.
6. Kesalahan yang disebabkan oleh kalibrasi. Kesalahan dapat mencapai kurang lebih 5
%.
7. Kesalahan yang disebabkan oleh temperatur pada sensitivitas fitografik.
Sensitivitas emulsi film terhadap sinar-x bertambah secara linear dengan temperatur,
kenaikan temperatur , dengan fluktuasi yang cukup besar pada pemakaian yang
digunakan akan berpengaruh. Umum terjadi pada para pekerja di alam tropik yang
bekerja diluar ruangan pada siang hari, dekat pemanas.
Pengaruh panas pada film baik sebelum dan sesudah penyinaran dapat mengubah
pemutihan (fogging) dan adanya kehitaman.

d. TLD BADGE (Thermoluminescence Dosimeter)


Beberapa kristal termasuk CaF2 yang menggunakan Mn sebagai pencemar
(impuritas) dan LiF, memancarkan cahaya apabila kristal-kristal tersebut dipanaskan
setelah dikenai radiasi. Kristal-kristal tersebut dinamakan kristal termoluminesens (kristal
pendar panas).
Penyerapan energi radiasi oleh kristal mengakibatkan timbulnya atom-atom dalam kristal
sehingga menghasilkan elektron-elektron dan lubang-lubang bebas dalam kristal pendar
panas. Elektron-elektron ini ditangkap oleh pemancar dalam kisi-kisi kristalin sehingga
dapat menghalangi timbulnya energi dalam kristal tersebut.
Kristal-kristal yang dipanaskan melepaskan energi yang ditimbulkan sebagai cahaya.
Pengukuran keluaran cahaya bersamaan dengan meningkatnya suhu. Suhu dimana
keluaran cahaya maksimum terjadi merupakan suatu ukuran energi pengikat elektron
pada lobang didalam tangkapan tersebut. Jumlah cahaya yang diukur sebanding dengan
jumlah elektron yang ditangkap atau dengan kata lain sebanding dengan energi yang
diserap dari radiasi pengion.
Jadi intensitas cahaya yang dipancarkan pada saat pemanasan kristal pendar panas
secara langsung sebanding dengan dosis radiasi yang diserap oleh kristal tersebut.

II. TUJUAN PRAKTIKUM


1. Mengetahui jenis- jenis detector yang digunakan pada alat ukur radiasi
2. Mengetahui prinsip kerja alat ukur radiasi
3. Dapat melakukan simulasi menggunakan alat ukur radiasi

III. Mekanisme Praktikum


1. Setiap Kelas di bagi menjadi 3 kelompok
2. Setiap mahasiswa membaca dan memahami materi praktikum
3. Masing-masing kelompok membuat resume tentang alat ukur yang berisi;
a. Nama alat ukur
b. Prinsip Kerja alat ukur
c. Spesifikasi alat ukur
d. Contoh masing-masing alat ukur radiasi yang ada di pasaran

Anda mungkin juga menyukai