Setelah mengetahui sifat-sifat, jenis serta bagaimana cara kerja radiasi, maka
dapat disimpulkan bahwa radiasi itu tidak dapat dilihat, dirasakan, ditangkap. hanya
dengan peralatan tertentu radiasi dapat diketahui atau dideteksi. Alat pendeteksi radiasi
itu disebut detektor. Untuk mengetahui besaran-besaran dari radiasi diatas, detektor
dirangkaikan dengan peralatan elektronik sehingga keseluruhan peralatan dapat juga
disebut alat ukur. Satuan-satuan yang diukur adalah, laju paparan/ laju dosis, dosis total,
radioaktivitas. Alat ukur dibagi menjadi dua:
Berdasarkan fungsinya alat ukur radiasi juga dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Pemonitor Perorangan.
Pemonitor perorangan adalah suatu alat yang digunakan untuk mendeteksi radiasi yang
diterima oleh tubuh manusia. Alat yang digunakan disini dapat berupa alat ukur pasif dan
juga alat ukur aktif. Pada prinsipnya jumlah radiasi yang diterima oleh alat tersebut
identik dengan jumlah radiasi yang diterima oleh tubuh manusia.
b. Pemonitor Lingkungan.
Prinsip dasar kerja alat ukur lingkungan ini adalah adanya proses ionisasi, eksistasi dan
sintilasi di detektor dan hasil proses tersebut dirubah menjadi pulsa-pulsa listrik yang
diteruskan ke alat baca (elektronik). Reaksi-reaksi yang terjadi apabila seberkas sinar
(alpa, beta, gamma, atau X) berinteraksi dengan medium didalam detektor.
Berkas radiasi bila melalui suatu medium ia akan kehilangan sebagian atau
seluruhnya energinya melalui proses ionisasi dan eksitasi. Penyerapan energi tersebut
diatas mempunyai hubungan linier dengan banyaknya partikel-partikel yang datang dan
prinsip inilah yang digunakan dalam semua instrumentasi nuklir. Intrumentasi didalam
fisika kesehatan harus dapat melayani berbagai macam kegunaan, misalnya mengukur
partikel, mengukur dosis akumulasi, mengukur laju dosis, energi rendah, energi
tinggi, pengukuran tanpa adanya pengaruh energi. Prinsip kerja dari alat ukur adalah
radiasi berinteraksi dengan detektor dan response yang ditimbulkannya sebanding
dengan efek radiasi yang datang.
Tabel 1. Efek Radiasi Yang Dipergunakan Dalam Mendeteksi dan Mngukur Radiasi.
b. Penghitung Skintilasi.
Detektor Skintilasi merupakan suatu transduser yang merubah energi kinetik dari
suatu partikel penimbul ionisasi menjadi suatu kilatan cahaya. Kilatan-kilatan cahaya
yang terbentuk dapat diamati secara elektronis dengan menggunakan tabung-tabung
foto multiplier dimana pulsa-pulsa keluarannya dapat diperkuat,diperbanyak, disortir
menurut ukuran dan dihitung.
Detektor skintilasi adalah detektor yang sangat baik untuk mencari spektrum dari suatu
sumber radioaktif, karena pulsa-pulsa yang dihasilkan, berbanding lurus dengan energi
partikel mula-mula. Skintilasi banyak dipergunakan untuk mencacah radiasi gamma dan
beta.
Tabel 2. bahan-bahan scintilasi:
PANJANG TINGGI WAKTU
BAHAN DENSITAS GELOMBANG PULSA PELURUHAN
DARI EMISI RELATIF (DETIK)
MAKSIMUM (A)
Na (TI) 3,67 4100 210 0,25
CsI (TI) 4,51 Biru 55 1,1
KI (TI) 3,13 4100 50 1,0
Anthracene 1,25 4400 100 0,032
Trans-Stilene 1,16 4100 60 0,0064
Pastik - 3550 - 4500 28 - 48 0,003 - 0,005
Cairan - 3550 - 4500 27 - 49 0,002 - 0,008
(Toluene) 1,23 4000 40 0,005
P-Terphenyl
c. Derektor Semikonduktor.
Detektor semikonduktor bertindak sebagai suatu bilik ionisasi padat. Partikel
penimbul ionisasi seperti Alpha, Beta dan yang lainnya berinteraksi dengan atom-atom
dalam volume sensitif dari detektor untuk menghasilkan elektron-elektron melalui
ionisasi. Pengumpulan ion-ion ini menghasilkan suatu pulsa keluaran. Bahan
semikonduktor yang biasa digunakan adalah silikon dan germanium.
b. Film Badge.
Suatu alat yang lazim dipergunakan sebagai personel monitoring yang terdiri dari sebuah
paket yang berisi dua lempeng film dental ( untuk sinar-x atau gamma) atau tiga buah
lempeng film dental (untuk sinar - x dan gamma, netron) yang dibungkus dalam suatu
kertas kedap sinar dan dikenakan dalam suatu wadah plastik atau logam yang sesuai.
Kedua film yang digunakan masing-masing terdiri dari emulsi yang sensitif dan yang satu
lagi emulsi yang kurang sensitif.
Proses yang terjadi pada pemonitor perorangan yang mempergunakan film ini sama
dengan proses yang terjadi pada waktu melakukan radiografi pada bidang medis.
Prinsip dasar yang terjadi pada film badge adalah adanya kehitam-hitaman pada film.
Kehitam-hitaman film tersebut yang kemudian diukur kerapatannya dan dibandingkan
atau diplot pada grafik standar antara kerapatan dengan dosis. Pada umumnya minimum
pencacahan hanya dapat dicapai pada dosis 0,1 mSv (10 mRem) hal ini diakibatkan pada
kemampuan alat baca atau alat cacah yang dipergunakan pada laboratorium-
laboratorium proses film badge.
Pengukuran dosis pda film badge didasarkan pada fakta bahwa radiasi pengion akan
menyinari perak bromida yang terdapat pada emulsi fotografi yang akan mengakibatkan
kehitaman pada film tersebut. Tingkat kehitaman yang juga disebut sebagai densitas
optis dari film tersebut secara tepat dapat diukur dengan menggunakan densitometer
fotolistrik yang pembacaannya dinyatakan sebagai logaritma intensitas cahaya yang
dipancarkan melalui film tersebut. Densitas optis dari film yang terkena radiasi secara
kualitatif berhubungan dengan besarnya penyinaran radiasi.
Dengan perbandingan densitas optis dari film yang dikenakan oleh seseorang yang
terkena radiasi terhadap densitas film yang terkena radiasi dengan jumlah yang telah
diketahui, maka penyinaran terhadap film yang dikenakan oleh seseorang tersebut dapat
ditentukan.
Karena adanya variasi kecil dalam emulsi yang mempengaruhi respon kuantitatifnya
terhadap radiasi maka dalam hal ini satu film dalam setiap kelompoknya perlu dikalibrasi.
Pada umumnya sebelum sejumlah film dikirim kepada pemakai satu atau dua film diambil
dipergunakan untuk membuat grafik dengan cara menyinari film tersebut dan membaca
density kemudian tergambarlah suatu grafik standard. Sering terjadi adanya
penyimpangan antara penyinaran dan pembacaan film yang telah disinari, hal itu
disebabkan antara lain:
1. Batas kemampuan terendah untuk mendeteksi suatu radiasi dosis rendah. Pengukuran
menjadi kurang akurat, batas minimum 0,1 Sv (10 mRem) kemungkinan yang diterima
lebih rendah dari 0,1 mSv (10 mrem).
2. Kesalahan bacaan yang berhubungan dengan energi.
Kesalahan dapat timbul sebesar 10 - 20 % apabila film tidak dipergunakan pada batas
jangkauan energi yang telah ditentukan. Dapat juga terjadi energi radiasi yang tidak tepat
jatuh pada daerah kompensasi pada film, kemungkinan yang mencapai daerah tersebut
hanya hamburannya saja, sehingga kesalahan baca dapat sangat besar.
3. Kesalahan yang disebabkan oleh adanya pengukuran bayangan laten antara penyinaran
dengan pencucian (proses). Peningkatan bayangan putih emulsi dari film cepat dapat
sebagai penyebab utama suatu kesalahan . tergantung pada tipe dari emulsi film (cepat
atau lambat) kondisi lingkungan, waktu pemakaian.
4. Kesalahan pada waktu pengukuran kerapatan.
5. Kesalahan pada waktu pencucian (proses) film.
Pada waktu pembuatan grafis standar dengan pencucian film keadaan bahan pencuci
(developer) sudah berbeda atau bahan sudah mengalami penggantian. Perbedaan waktu
pencucian selama 4 menit dapat menyebabkan kesalahan sebesar 10 - 25 % perbedaan
suhu 1° c, kesalahan mendeteksi 10 %.
6. Kesalahan yang disebabkan oleh kalibrasi. Kesalahan dapat mencapai kurang lebih 5
%.
7. Kesalahan yang disebabkan oleh temperatur pada sensitivitas fitografik.
Sensitivitas emulsi film terhadap sinar-x bertambah secara linear dengan temperatur,
kenaikan temperatur , dengan fluktuasi yang cukup besar pada pemakaian yang
digunakan akan berpengaruh. Umum terjadi pada para pekerja di alam tropik yang
bekerja diluar ruangan pada siang hari, dekat pemanas.
Pengaruh panas pada film baik sebelum dan sesudah penyinaran dapat mengubah
pemutihan (fogging) dan adanya kehitaman.