Penyusunan laporan ini juga dimaksudkan sebagai bahan diskusi dalam diskusi
pendahuluan dengan pengguna jasa dan stakeholder lainnya guna memberikan masukan dan
arahan dalam pelaksaan kegiatan.
Terakhir kami ucapkan terima kasih sebesarnya atas kerjasama dan bantuan kepada
Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang Provinsi Kalimantan selatan selama
pelaksanaan kegiatan dan dalam penyusunan laporan ini.
Banjarmasin, …………….2021
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB 1. PENDAHULUAN
Banjir adalah suatu fenomena alam yang terjadi bilamana air menggenang di suatu
tempat, baik yang disebabkan oleh karena luapan air sungai atau sarana penampung
kelebihan air lainnya. Pengaliran air dan berbagai sumber kejadian yang terhambat dapat
menimbulkan genangan pada tempat-tempat yang dianggap mempunyai potensi, misalnya
daerah pemukiman areal pertanian atau prasarana perhubungan. Genangan yang cukup tinggi
dan terjadi dalam waktu relatif lama akan memberikan dampak merugikan bagi hampir
semua bentuk kehidupan. Dampak banjir yang merugikan baru mulai dirasakan sebagai
masalah apabila kegiatan kehidupan manusia sehari-sehari mulai terganggu dan atau
menimbulkan resiko korban jiwa serta kerugian secara materil.
Daerah rawan banjir yang sudah tercatat di wilayah Sub DAS Sungai Batulicin yang
dibuat berdasarkan wilayah Kabupaten dan berdasarkan daerah aliran sungai merupakan hasil
pengamatan beberapa study selama beberapa tahun. Dari catatan-catatan tersebut terdapat
beberapa lokasi genangan yang lebih prioritas untuk ditangani, karena genangan sudah
mengganggu dan merusak kelancaran ekonomi, sarana dan prasarana permukiman dan
kehidupan masyarakat yang berdampak nasional. Untuk mengamankan kawasan fasilitas
umum dan fasilitas sosial masyarakat yang mempunyai dampak terhadap ekonomi wilayah,
serta kenyamanan dan keamanan masyarakat di Kabupaten Tanah Bumbu perlu dilaksanakan
SID Pengendalian Banjir Sungai Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu, melalui kegiatan
Perencanaan, Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang Provinsi Kalimantan selatan pada
DIPA 2021.
Kabupaten Tanah Bumbu mempunyai iklim tropis dengan suhu udara rata-rata pada
siang hari berkisar antara …. C - …. C. Curah hujan rata-rata berkisar antara …. mm/bln.
Suhu udara rata-rata pada siang hari berkisar antara … C- …. C.
Sekitar …. persen dari luas wilayah Kabupaten Tanah Bumbu adalah berupa podzolik
merah-kuning, diikuti Asosiasi hidramorf kelabu sekitar …. dari luas wilayah. Podzolik
merah-kuning terutama tersebar disekitar Kecamatan ……, …….., dst. Sementara Asosiasi
podzolik coklat kekuning-kuningan dan hidromorf kelabu tersebar disekitar Kecamatan …..
dll. Jenis tanah lain yang cukup besar peranannya dalam komposisi/struktur tanah adalah
latosal (…. persen), Asosiasi gley (….. persen) dan Andosal (…. persen). Kondisi topografi
daerah cukup beragam. Daerah dataran tinggi dibagian barat daya, merupakan bagian dari
rangkaian pegunungan Meratus. Di bagian ini berada Kecamatan ……. dst,. Daerah dataran
rendah, berada di bagian tengah. Terus ke utara timur laut, terdapat daerah rawa/lebak yang
berhadapan langsung dengan daerah aliran sungai Batulicin. Di bagian ini, berada di
Kecamatan ….., dst.
Kabupaten Tanah Bumbu dengan luas …… km² mempunyai jumlah penduduk pada
tahun 2020 sebesar …… jiwa, yang menyebar di ….. kecamatan dan …. Desa. Kecamatan
dengan tingkat kepadatan tertinggi adalah Kecamatan …….. yaitu : ……. jiwa/km².
Tabel……………
Dari Tabel diatas menunjukkan bahwa sektor …….. dan ……. memberikan kontribusi
terbesar terhadap PDRB Kabupaten Tanah Bumbu, yaitu sebesar ….. sedang penyumbang
kedua terbesar adalah dari sector ……., sebesar …..%.
Ditinjau dari data tentang potensi lahan kritis, terdapat …. kecamatan yang mempunyai areal
lahan kritis yaitu Kecamatan …… dst. Total areal lahan kritis di Kabupaten Tanah Bumbu
adalah ….. ha, semi kritis ….. ha dan potensi kritis …… ha.
Luas lahan yang menjadi sasaran optimasi lahan pertanian tanaman pangan, yang termasuk
dalam kategori lahan terlantar/tidur adalah seluas …… ha, sasaran optimasi untuk Tipe
Lahan Bera seluas ……. Ha, untuk lahan usaha tani dengan IP baru 100 persen total areal
sasaran adalah seluas ……. ha.
Gambar Jumlah Bencana Alam Menurut Jenis, Kab. Tanah Bumbu Tahun 2020
Dari data tersebut diatas tampak bahwa bencana akibat dari daya rusak air (banjir, banjir
banding dan longsor lahan) merupakan bencana terbesar (….%). Dari ketiga jenis bencana
tersebut bencana banjir merupakan bencana terbesar yaitu ….% dari seluruh bencana yang
terjadi. Atas dasar data tersebut maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan perlu menaruh
perhatian yang besar terhadap upaya pencegahan bencana banjir akibat daya rusak air ini.
Genangan air pada musim hujan luasnya mencapai …….. ha. Genangan ini tidak
begitu selalu merusak bahkan membawa lumpur yang subur buat lahan pertanian.
Penduduk telah menyesuaikan hidupnya dengan lingkungan yang memang rawan
banjir dengan membuat rumah panggung. Hamparan rawa-rawa dataran rendah di
bagian hilir di sepanjang S.Batulicin dan anak-anak sungainya telah berfungsi
sebagai kawasan penampung air banjir dan sediment. Dataran rendah yang berupa
rawa-rawa tersebut dapat meredam banjir dan sedimentasi di kawasan hilir sungai.
c) Beberapa permasalahan di WS Batulicin terdapat beberapa permasalahan sebagai
berikut:
d) Pengukuran Poligon
Pengukuran Poligon yang dilaksanakan merupakan jaring faring tertutup dan diikatkan
pada titktitik triangulasi yang terdekat atau titiktitik lainnya yang diketahui dengan pasti
koordinat dan elevasinya. Pengukuran Poligon dilakukan dalam dua tahap yaitu :
Poligon utama : untuk menentukan posisi horizontal neud-neud beton ;
Poligon sekunder : untuk menentukan posisi horizontal patok-patok lainnya.
Poligon Utama Dalam rangka melaksanakan pengukuran poligon utama. Konsultan harus
mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Pengukuran sudut dilakukan dengan alat Theodolit
b. Pengukuran jarak dilakukan dengan alat ukur jarak besar EDM (Electronic Distance
Measurement);
c. Salah penutup pengukuran sudut maksimal 10" SIN (N = banyaknya titik sudut
poligon);
d. Salah Tinier poligon tidak boleh lebih dari 1:10.000;
e. Referensi horizontal diambil titik tetap BM dan triangulasi terdekat yang ditentukan
oleh Direksi;
f. Pengukuran sudut dilakukan 2 (dua) seri (bacaan biasa dan luar biasa);
g. Pengukuran jarak dilakukan pergi-pulang,
h. Semua alat yang dipakai harus diperiksa dan telah mendapat persetujuan Direksi;
i. Pengukuran poligon harus tertutup/ kring, artinya pada ujung-ujung poligon terikat
pada titik tetap;
j. Setiap titik ikat yang dipakai harus mendapatkan persetujuan Direksi;
k. Setiap jarak maksimum 5 km dilakukan pengamatan matahari;
l. Pengamatan matahari dilaksanakan minimal 2 seri yaitu pagi dan sore dengan
ketinggian matahari antara 20 sampai dengan 40 ;
m. Interval wakktu dalam pengamatan matahari untuk tiap-tiap seri tidak boleh lebih dari
5 menit;
n. Pengamatan matahari menggunakan prisma Roeloff:
o. Rute pengukuran dituangkan dalam sketsa lapangan.
Poligon Sekunder Seperti halnya poligon utama_ dalam melaksanakan pengukuran
poligon sekunder, Konsultan harus mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Pengukuran sudut dilakukan dengan alat Theodolit T. I atau setingkat dengan itu;
b. Pengukuran jarak menggunakan alai ukur rolmeter dan sebagai kontrol dihitung larak
optis;
c. Salah penutup pengukuran sudut poligon maksimal 30" N (N = banyaknya titik sudut
poligon):
d. Salah linier poligon tidak boleh lebih dari 1: 5.000;
e. Titik ikat poligon sekunder menggunakan titik poligon utama;
f. Pengukuran sudut cukup dilakukan dalam satu serf (bacaan biasa dan luar biasa);
g. Setiap seksi pengukuran dibuat sketsa lapangan.
e) Pengukuran Waterpassing
Pengukuran waterpassing dilakukan pada setiap patok beton/ kayu yang ditanam baik BM
maupun CP yang juga merupakan titik poligon cross section dan diikatkan dengan 2 titik
tetap yang ada dan telah mendapatkan persetujuan Direksi Pekerjaan. Peralatan yang
digunakan minimal setingkat dengan Wild NAK.2 NI.2 atau yang sederajat. Toleransi
untuk kesalahan penutup adalah 8 1 (1 = jumlah jarak dalam km).
f) Pengukuran Detil Situasi
Untuk menghasilkan peta skala 1:2.000 dengan garis kontur 1 meter, maka pengambilan/
pengukuran titik detil harus diperhatikan tingkat kerapatannya, batas-batas bangunan,
perumahan, kampung, sawah dan lain-lain harus jelas dan tegas, bila diperlukan
Konsultan menggunakan metode pengukuran Spot Height, yaitu kombinasi untuk
mengukur sudut menggunakan Theodolite sedang untuk elevasinya dengan Waterpass
agar diperoleh titik detil yang meyakinkan. Peralatan yang dipakai Theodolite T.0 dan
Waterpass NI.2 atau yang sederajat.
g) Pengukuran Profil Melintang
Pengukuran melintang pada jalur sungai dengan kondisi jalur yang relatif lurus serta datar
pengukurannya dilakukan pada setiap jarak 500 m dengan mengambil toleransi belokan/
tikungan pada setiap jarak 100 m. Pengukuran dilakukan pada semua patok yang sudah
terpasang balk patok beton maupun patok kayu sedang koridor yang diperlukan adalah 25
m dari tepi sungai, atau sesuai petunjuk pemilik pekerjaan. Peralatan yang digunakan
Waterpass N1. 2 atau yang sederajat.
h) Perhitungan dan Penggambaran Perhitungan
Untuk melaksanakan perhitungan data hasil pengukuran, Konsultan memperhatikan hal-
hal sebagai berikut :
1) Metode perhitungan dilakukan dengan metode Bowdict:
2) Hitungan poligon dilaksanakan dengan menggunakan program komputer:
Menginventarisasi dan Desain Kondisi Bangunan Pengairan Konsultan
menginventarisasi dan mendesain bangunan-bangunan pengairan terpilih yang ada di
sepanjang Sungai seperti bendung, tanggul, revetment, krib, groundsill, jembatan, free
intake yang meliputi lokasi, jenis, dimensi, elevasi, sketsa, foto bangunan dan kondisi
fisiknya. Pengukuran ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambar Situasi,
penampang memanjang dan melintang sungai yang akan dipergunakan untuk
perencanaan. Pekerjaan Teristris ini meliputi:
Pengukuran titik kontrol vertikal dan horizontal situasi detail pemasangan Bench
Mark (BM) sebagai titik tetap. Koordinat horizontal dan vertikal (x, y, z) harus
mengacu kepada koordinat yang sudah ada/yang telah dipakai untuk kegiatan pada
tahapan sebelumnya (dengan mendapat persetujuan direksi pekerjaan).
Pengukuran jarak dan sudut dilaksanakan dengan cara poligon tertutup, yaitu
dengan mengukur jarak dan sudut menurut lintasan.
Pengukuran sudut dilakukan dengan pembacaan double seri (keadaan biasa dan
luar biasa), dimana besar sudut yang akan dipakai harga rata-rata dari kedua
pembacaan tersebut. Azimut awal harus ditetapkan dari data minimum 2 BM yang
ada dilapangan dan ini harus dimintakan persetujuan dari Direksi lapangan,
Pengukuran melintang dilaksanakan pada jarak 50 m untuk bagian sungai yang
lurus dan 25 m untuk bagian belokan. Pada tahapan pekerjaan teristris ini akan
diuraikan beberapa langkah-langkah pekerjaan tersebut, khususnya mengenai
persyaratan teknis pelaksanaan pekerjaan.
o Bench Mark harus dipasang sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut : Setiap jarak 1,0 km, di kanan kiri sungai.
o Pada setiap IP (Point Intersection)
o Setiap titik simpul (Loop Intersection Point)
o Dipasang pada + 25 m dari tepi tanggul sebelah kiri dan kanan sungai dan
terletak ditempat yang aman dan stabil. Bench Mark ini berukuran (20 x 20 x
100) cm terbuat dari beton bertulang dengan bentuk maupun ukuran sesuai
ketentuan.
Sebagai langkah awal sebelum pengukuran dimulai, terlebih dahulu harus dipasang
control point (CP). Control Point ini berukuran (10 x 10 x 100) cm terbuat dari beton
bertulang dengan bentuk maupun ukuran sesuai ketentuan. Pada permukaan CP diberi
kode/notasi secara jelas dan teratur menurut petunjuk Direksi Pekerjaan. Pemasangan CP
akan ditempatkan pada setiap jarak 200 m di kanan kiri sungai dan dua buah CP pada setiap
rencana bangunan dipasang cukup kuat, rapi dan mudah dicari. Sebelum pekerjaan
pengukuran dimulai untuk penentuan jalur dan batas pengukuran akan dikonsultasikan
terlebih dahulu guna mendapatkan persetujuan Direksi Pekerjaan serta untuk menghindari
terjadinya kekeliruan. Control Point yang telah dipasang kemudian dibuat diskripsinya secara
jelas dan teratur. Dilaksanakan pula pengikatan terhadap titik ikat/tetap yang telah ada atau
yang telah ditentukan oleh Direksi Pekerjaan. Semua koordinat dan elevasi titik-titik hasil
pengukuran akan didasarkan pada koordinat dan elevasi titik ikat tersebut.
Sebelum pengukuran dimulai terlebih dahulu harus dipasang patok kayu sebagai titik
bantu. Patok kayu ini berukuran (5 x 7 x 60) cm, dibuat dari kayu ulin atau yang sejenis
dengan bentuk sesuai dengan ketentuan. Lokasi pemasangan patok kayu tersebut pada route
pengukuran poligon, waterpas dan cross section sedemikin rupa sehingga memenuhi syarat
cukup kuat dan aman kedudukannya selama pekerjaan berlangsung sampai dengan
penyerahan hasil akhir. Setelah patok kayu terpasang selanjutnya dibuat sketsa lokasi patok
secara rapi, sistematis dan mudah dibaca. Patok-patok kayu tersebut setelah dipasang
kemudian diberi notasi/nomor dengan cat, hal ini diperlukan untuk memudahkan pada waktu
pekerjaan berlangsung dan untuk pengecekan.
1. Peralatan Peralatan yang digunakan untuk survey pengukuran pengikatan adalah : 1 unit
Theodolit T1 ; 1 buah roll meter 50 m; 2 buah rambu; Tripod, GPS Geodetik.
2. Metode Pelaksanaan
a. Titik Refefensi Posisi Horisontal/Koordinat (X,Y) Pada pekerjaan pemetaan ini
sebagai referensi horisontal (X,Y) digunakan titik BM tetap, yang terdapat didalam
areal penelitian. Untuk mendapatkan akurasi pengukuran digunakan GPS Geodetik
pada titik BM1 yang terdekat. Semua pengukuran topografi (termasuk batimetri)
diikatkan/dikoreksikan ke BM ini.
b. Titik Referensi Posisi Vertikal (Z) Sebagai referensi ketinggian digunakan Lowest
Low Water Level (LLWL) hasil pengamatan pasang surut selama 15 hari dengan
interval pengamatan setiap satu jam yang diikatkan ke titik BM2 sebagai titik
referensi seperti yang digambarkan pada berikut ini. BT 1 K P Z O 0 MSL Palem 0.0
LLWL B M T BM
Dari gambar tersebut di atas maka tinggi titik BM terhadap bidang referensi adalah
sebagai berikut : T.BM = (BT1-BT2)-KP Dimana : T.BM = tinggi titik BM terhadap
bidang referensi (0.0LLWL) BT1 = bacaan benang tengah rambu belakang BT1 =
bacaan benang tengah rambu depan KP = koreksi nol palem Pengukuran Sipat Datar
Pekerjaan ini dimaksudkan untuk menentukan elevasi (ketinggian) titik-titik poligon,
titik tampang melintang, tampang detail dari suatu referensi tertentu. Alat yang
digunakan untuk pekerjaan ini adalah alat ukur wild NAK 2 atau yang sederajat dan
memenuhi syarat yakni menggunakan Compensator dengan perbesaran teleskop 20
kali, sensitivitas nivau 40 /2 mm (alat ukur ini dari jenis automatic orde dua).
Metode pelaksanaan pengukuran sipat datar sebagai berikut : Setelah control point
(CP) dan patok kayu dipasang pada lokasi pengukuran, selanjutanya pengukuran sipat
datar melalui jalur control point, patok kayu dan BM atau station lain yang telah
ditetapkan tersebut. Jalur pengukuran sipat datar dibuat dalam circuit utama yang
dibagi dalam beberapa sirkuit cabang. Dalam rangka pelaksanaan pengukuran ini
instrumen yang digunakan ditentukan dalam keadaan garis visier sejajar garis arah
niveau. Pembacaan pada rambu ukur dilakukan lengkap benang atas (BA), benang
tengah (BT), benang bawah (BB) dengan route pergi-pulang. Selanjutnya tiap kali
pembacaan akan diadakan kontrol sebagai berikut : BA BB BT 2 Rambu ukur yang
dipakai dalam keadaan baik, dilengkapi nivau bak yang terpasang sempurna dan
dalam pelaksanaan pengukuran nanti rambu ukur ini diletakan di atas landasan bak
yang terbuat dari besi (metal turning point) bila route pengukuran tidak melalui titik
tetap. Jarak rambu ukur ke arah ukur akan dibuat maximum 50 (lima puluh) m guna
menjamin ketelitian pembacaan dan alat diusahakan selalu berdiri ditengah kedua
arah. Toleransi salah penutup tinggi untuk satu pengukuran pergi-pulang (selesai),
sirkuit maupun secara keseluruhan maximum 7 mm V D, dimana D = jumlah jarak
tempuh dalam km. Titik kontrol ditentukan berdasarkan referensi titik tinggi yang bisa
digunakan pada daerah pemetaan. Pemilihan elevasi titik (Base Reference Point) akan
dicek minimal dengan 3 (tiga) titik kontrol elevasi yang ada didaerah pengukuran.
Pengukuran Poligon Pekerjaan ini dimaksudkan untuk membuat kerangka dasar
horisontal (X,Y) yang membatasi daerah pengukuran dan akan dipakai sebagai dasar
titik untuk menentukan posisi planimetris dari titik detail situasi dan tampang
melintang dari pengukuran. Instrument yang digunakan untuk kegiatan survey ini
adalah: 1 unit Theodolit untuk posisi horisontal, 1 buah roll meter 50 m, 2 buah
rambu, Tripod. Metode pelaksanaan pengukuran poligon sebagai berikut : 1. Jalur
pengukuran poligon melalui control point dan titik tetap lain yang telah dipasang dan
dibagi dalam beberapa circuit atau mengikuti jalur waterpass. 2. Sudut horisontal
diukur satu seri tunggal dengan ketelitian maximum 5
c. Titik-titik poligon ditandai dengan paku payung pada patok kayu yang telah dipasang
dan muncul 10 (sepuluh) cm di atas tanah.
d. Pada setiap titik simpul poligon utama dilakukan pengamatan matahari secara 2 (dua)
seri ganda masing-masing pada waktu pagi dan sore hari, diarahkan ketitik tetap yang
mudah dicari kembali serta menggunakan perlengkapan prisma roelof.
e. Salah penutup sudut untuk setiap circuit maximum 10 V N, dimana N = jumlah titik
poligon.
f. Salah penutup linier sebelum sudut dikoreksi diratakan maximum 1 : 10.000.
g. Untuk merapatkan kerangka dasar horisontal tersebut dilakukan pengukuran Poligon
Cabang.
Dalam pengukuran poligon dan detil ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu
Jarak dan Sudut Jurusan yang akan diuraikan dalam penjelasan di bawah ini.
a. Pengukuran Jarak Pada pelaksanaan pekerjaan pengukuran jarak, hasil dan akurasi
pengukuran jarak dengan menggunakan T1, sangat bergantung kepada cuaca dan
keadaan permukaan tanah. Pada saat cuaca cerah, pembacaan dapat menjangkau jarak
yang jauh, bahkan hingga lebih dari 1000 m. Demikian juga halnya dengan keadaan
permukaan tanah, pada kondisi pantai yang relatif datar dan terbuka memudahkan
dalam pengukuran.
b. Pengukuran Sudut Jurusan Sudut jurusan sisi-sisi poligon yaitu besamya bacaan
lingkaran horisontal alat ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besamya
sudut jurusan ditentukan berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-
masing titik poligon, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
AB ) AC
Gambar Pengukuran sudut jurusan
Lines merepresentasikan objek geografi yang berupa garis yang memiliki dua
koordinat (X,Y,Z) yang dihubungkan. Contoh objek yang berupa garis (lines) adalah
jalan raya, sungai, jaringan drainse dan sebagainya
Poligon Adalah area tertutup yang berupa lokasi homogen seperti administrasi, jenis
tanah, jenis penggunaan lahan, dan sebagainya.
Attribut Berupa informasi yang terkait dengan fitur, dan dihubungkan dengan simbol
warna dan label. Didalam Sistem Informasi Geografi atribut diatur didalam tabel yang
terkait dengan konsep database.
Imagery juga umum digunakan untuk menetukan objek yang terlihat dan tidak terlihat
dengan menggabungkan (composite) saluran (bands) dimana tiap saluran memiliki
sensor dengan panjang gelombang yang berbeda. Ini memungkinkan untuk penelitian
terapan untuk ilmu kebumian seperti hydrologi, geologi, dan sebagainya.
Surface erat kaitannya dengan data model medan, yang terdiri dari beberapa macam,
diantaranya: Garis Kontur. Garis imajiner yang menghubungkan titik-titik ketinggian
di rupa bumi yang memiliki nilai sama.
Raster Dataset Seperti konsep imagery namun, lebih menekan kan nilai pixel dengan
ketinggian medan. Contohnya untuk pembuatan DEM (Digital Elevation Model)
untuk merepresentasikan bentuk rupa bumi.
TIN Layer Model TIN (Triangulated Irregular Network) yaitu data struktur yang
terdiri dari titik seperti elevasi muka bumi yang dihubungkan oleh jaringan segitiga.
Sama halnya dengan DEM tapi TIN merupakan model dengan pendekatan interpolasi
dari beberapa titik yang memiliki nilai ketinggian.
Gambar berikut ini adalah gambar elevasi-elevasi penting hasil ramalan pasang surut
di Sekitar Muara Sungai Batulicin. Pada gambar tersebut terlihat bahwa elevasi
pasang tertinggi (Highest Water Spring) adalah ….. CM), sehingga batas pasang
tertinggi di Muara Sungai Batulicin inilah yang nantinya akan digunakan sebagai
boundary condition dalam pemodelan hidrodinamika.
Dari hasil-hasil simulasi stabilitas slope lereng dengan berbagai skenario di atas, maka
dapat di tentukan skenario keruntuhan ekstrim dari hasil-hasil skenario keruntuhan hasil
simulasi. Angka keamanan / safety faktor dalam simulasi tersebut yang dijadikan patokan
adalah harga SF untuk kondisi ekstrem. Pada gambar-gambar berikut ini diperlihatkan
gaya-gaya yang menyebabkan keruntuhan dan yang menahan keruntuhan tanah, dari
gambar tersebut dapat diketahui komponen moment gaya dari masing-masing skenario
keruntuhan tanah.
Gambar Interaksi Gaya-gaya Keruntuhan Lereng Dengan Kondisi Air Penuh
Gambar Interaksi Gaya-gaya Keruntuhan Lereng Dengan Kondisi Air Surut
Gambar Skenario Keruntuhan Dengan kondisi Muka Air Surut
Gambar Skenario Keruntuhan Dengan kondisi Muka Air penuh
Dari hasil analisa dengan kedua skenario seperti pada gambar diatas, dihasilkan faktor
keamanan (FK) > 1.5 maka dapat disimpulkan bahwa lereng tersebut aman terhadap
longsor baik longsoran dangkal maupun longsoran dalam.
3.6. Desain Prasarana Pengendali dan Pengamanan Banjir
3.6.1. Pengendalian Banjir
Pengendalian banjir dimaksudkan untuk memperkecil dampak negatif dari bencana
banjir, antara lain korban jiwa, kerusakan harta benda, kerusakan lingkungan dan
terganggunya kegiatan sosial ekonomi.
1. Prinsip Pengendalian Banjir
a. Menahan air sebesar mungkin di hulu dengan membuat waduk dan konservasi tanah
dan air;
b. Meresapkan kedalam tanah air hujan sebanyak mungkin dengan sumur sumur resapan
atau rorak dan menyediakan daerah terbuka hijau;
c. Mengendalikan air di bagian tengah dengan menyimpan sementara di daerah retensi;
d. Mengalirkan air secepatnya ke muara atau ke laut dengan menjaga kapasitas wadah
wadah air;
e. Mengamankan penduduk, prasarana vital, harta benda;
2. Strategi Pengendalian Banjir
Dalam melakukan pengendalian banjir perlu disusun strategi agar dapat dicapai hasil
yang diharapkan. Strategi pengendalian banjir meliputi:
a. Pengendalian tata ruang Pengendalian tata ruang dilakukan dengan perencanaan
penggunaan ruang sesuai kemampuannya dengan mepertimbangkan permasalahan
banjir, pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukannya, penegakan hukum terhadap
pelanggaran rencana tata ruang yang telah memperhitungkan Rencana Induk
Pengembangan Wilayah Sungai.
b. Pengaturan debit banjir
Pengaturan debit banjir dilakukan melalui kegiatan pembangunan dan pengaturan :
bendungan dan waduk banjir, tanggul banjir, palung sungai, pembagi atau pelimpah
banjir, daerah retensi banjir, dan sistem polder.
c. Pengaturan daerah rawan banjir
Pengaturan daerah rawan banjir dilakukan dengan cara:
a) Pengaturan tata guna lahan dataran banjir (flood plain management).
b) Penataan daerah lingkungan sungai seperti: penetapan garis sempadan sungai,
peruntukan lahan dikiri kanan sungai, penertiban bangunan disepanjang aliran
sungai.
d. Peningkatan peran masyarakat
Peningkatan peran masyarakat dalam pengendalian banjir diwujudkan dalam :
a) Pembentukan forum peduli banjir sebagai wadah bagi masyarakat untuk berperan
dalam pengendalian banjir.
b) Bersama dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam menyusun dan
mensosialisasikan program pengendalian banjir.
c) Mentaati peraturan tentang pelestarian sumberdaya air antara lain tidak melakukan
kegiatan kecuali dengan ijin dari pejabat yang berwenang untuk: - mengubah
aliran sungai, - mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan-bangunan di
dalam atau melintas sungai, - membuang benda -benda / bahan-bahan padat dan
atau cair ataupun yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai yang
diperkirakan atau patut diduga akan mengganggu aliran, - pengerukan atau
penggalian bahan galian golongan C dan atau bahan lainnya,
e. Pengaturan untuk mengurangi dampak banjir terhadap masyarakat pengaturan untuk
mengurangi dampak banjir terhadap masyarakat dilakukan dengan:
a) Penyediaan informasi dan pendidikan,
b) Rehabilitasi, rekonstruksi dan atau pembangunan fasilitas umum,
c) Melakukan penyelamatan, pengungsian dan tindakan darurat lainnya,
d) Penyesuaian pajak;
e) Asuransi banjir.
f. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
Pengelolaan daerah tangkapan air dalam pengendalian banjir antara lain dapat
dilakukan melalui kegiatan:
a) Pengaturan dan pengawasan pemanfaatan lahan (tata guna hutan, kawasan
budidaya dan kawasan lindung);
b) Rehabilitasi hutan dan lahan yang fungsinya rusak;
c) Konservasi tanah dan air baik melalui metoda vegetatif, kimia, maupun mekanis;
d) Perlindungan/konservasi kawasan - kawasan lindung.
g. Penyediaan Dana
Penyediaan dana dapat dilakukan dengan cara :
a) Pengumpulan dana banjir oleh masyarakat secara rutin dan dikelola sendiri oleh
masyarakat pada daerah rawan banjir,
b) Penggalangan dana oleh masyarakat umum di luar daerah yang rawan banjir,
c) Penyediaan dana pengendalian banjir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Spillway dan fasilitas outlet yang memadai disediakan untuk melindungi bendungan dari
overtoping dan untuk pengendalian debit dari waduk, dalam beberapa kasus air dibelokan
ke tanah pertanian yang lebih rendah dibelakang tanggul, outflow bisa dikontrol dengan
bangunan berpintu yang digabung dengan tanggul. Waduk retensi sering sangat sesuai
untuk aliran banjir bandang (banjir besar yang datang secara tiba-tiba), umumnya
memerlukan lahan yang relatif luas berdekakatan dengan sungai dan harus mempunyai
volume tampungan yang memadai untuk menampung puncak banjir yang masuk. Lokasi
yang cocok untuk waduk retensi biasanya di dataran rendah, termasuk rawa-rawa dan
daerah pertanian.
6. Sistem Drainase Pembuang
Sistem drainase ini berfungsi untuk memindahkan air dari daerah rawan banjir akibat
drainase alam yang jelek atau gangguan manusia. Drainase sistem grafitasi bisa terdiri
dari alur terbuka atau pipa terpendam yang outletnya ke alur air alam. Sebagai tambahan
pompa diperlukan jika tinggi muka air dalam alur penerima air terlalu tinggi atau
terpengaruh oleh fluktuasi yang disebabkan oleh banjir atau air pasang. Bangunan outlet
dari sistem darainase pembuang ini bisa terdiri dari bangunan outlet dengan sistem
grafitasi atau pompa.
Gambar Sketsa Sistem Drainasi Pembuang
7. Sistem Polder
Sistem polder adalah suatu sistem dalam pembuangan air banjir disuatu daerah yang tidak
dapat mengalirkan secara grafitasi ke alur sungai atau langsung ke laut karena pengaruh
pasang. Dengan adanya tanggul dikiri dan kanan sungai maka daerah rendah sepanjang
sungai tidak dapat mengalirkan airnya secara grafitasi ke sungai tersebut, dengan
demikian daerah-daerah ini akan merupakan daerah tertutup yang disebut dengan istilah
Polder. Drainase didalam daerah polder ini harus dilakukan dengan menampung di dalam
waduk dan selanjutnya pembuangannya dilakukan dengan pemompaan atau menunggu
surutnya muka air sungai/laut.
Gambar Skema Sistem Polder
3.6.3. Pemilihan Alternatif Penanganan Banjir
Setelah melalui tahapan survey, pengolahan data dan analisis maka dilakukan
pemilihan penanganan banjir mengikuti diagram sebagai berikut : Inventarisasi Lokasi
Genangan Banjir Analisis Dampak dan Kerusakan Banjir : - Korban Jiwa - Aktifitas Kegiatan
Kehidupan Masyarakat Terhenti - Aktifitas Kegiatan Ekonomi Terhenti - Kerugian Ekonomi
Inventarisasi Sungai : Lokasi penyempitan, pengendapan alur sungai, Lokasi tepi/tebing
sungai, erosi, longsor Inventarisasi Bangunan Pengendali Banjir Yang Ada (eksisting);
kondisi kerusakan, berfungsi/tdk berfungsi Pemilihan Alternatif : Tanggul Banjir, Perbaikan
& Pengaturan Alur Sungai Pengelak Banjir Waduk Retensi Waduk Pengendali Drainasi
Pembuang Sistem Polder Pengumpulan Data dan Survey Lapangan ANALISIS : - Analisis
perhitungan topograf - Analisis perhitungan hidrologi/hidrometri - Estimasi perhitungan
banjir - Analisis geologi permukaan & mekanika tanah Desain Prasarana Pengendali Banjir :
- Desain Hidraulik - Desain Strukstur
3.6.4. Desain Hidraulik
a) Metode Pengendalian Banjir Pada prinsipnya ada 2 metode pengendalian banjir yaitu
metode struktur dan metode non-struktur. Pada masa lalu metode struktur lebih
diutamakan dibandingkan dengan metode non-struktur. Namun saat ini banyak negara
maju mengubah pola pengendalian banjir dengan lebih dulu mengutamakan metode non-
struktur lalu baru metode nonstruktur. Contoh dalam Gambar di bawah ini menunjukkan
bahwa dengan kondisi tataguna lahan yang sudah padat (adanya bangunan untuk
pemukiman, industry dll.) perbaikan sungai akan memberikan pengaruh maksimal dua
hingga empat kali lipat saja, itupun bila proses pelebaran ataupun pengerukan sebesar dua
kali lipatnya bisa berjalan lancar. Perlu diperhatikan pelebaran sungai/drainase harus
dipertahankan sampai ke lokasi sungai b paling hilir artinya kajian morfologi sungai perlu
dilakukan secara menyeluruh. h Q 1 Debit Q 1 Debit Q 2 = 2 4 Q 1 Q 2 h b 2 b (i)
diperlebar dua kali hanya naik menjadi 2 sampai 4 kali debit semula) Kembali ke h akibat
sedimentasi h Debit Q 1 2 h Debit 2 4 Q 1 h Debit kembali ke Q 1 b dikeruk Sedimentasi
b b (ii) dikeruk (diperdalam) dua kali, kedalaman akan ada kecenderungan kembali
kedalaman semula akibat sedimentasi Gambar 3. 46 Contoh sederhana proses perbaikan
sungai Bilamana dilakukan pelebaran namun pada lokasi tertentuk di bagian hilir tidak
dapat dilebarkan maka akan terjadi penyempitan alur sungai (bottleneck). Hal ini akan
menyebabkan daerah hulu yang sudah dilebarkan akan kembali ke posisi lebar semua. Di
samping itu setelah dilebarkan potensi kembali ke lebar sungai semula cukup besar akibat
sedimentasi dan morphologi sungai yang belum stabil, demikian pula kedalaman sungai
yang dikeruk menjadi dua kali akan kembali ke kedalaman semula akibat besarnya
sedimentasi. Oleh karena itu ke depan metode non-struktur harus dikedepankan lebih
dahulu karena pengaruh perubahan tataguna lahan mengkontribusi debit puncak di sungai
mencapai 5 sampai 35 kali debit semula. Metode struktur yang hanya memberikan
penurunan/reduksi debit jauh lebih kecil dibandingkan peningkatan debit akibat
perubahan tataguna lahan atau degradasi lingkungan. Istilah populer yang dipakai adalah
flood control toward flood management (Hadimuljono, 2005).
Flood management berarti melakukan tindakan pengelolaan yang menyeluruh yaitu
gabungan antara metode non-struktur dan metode struktur. Flood control lebih dominan
pada pembangunan fisik (atau dikenal dengan metode struktur). Hal ini sebenarnya wajar
apabila sebelumnya telah dilakukan kajian pengelolaan banjir secara menyeluruh dengan
salah satu rekomendasi adalah melakukan flood control. Untuk lebih jelasnya metode
tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
b) Tanggul
Upaya pengendalian banjir dapat juga dilakukan dengan cara meningkatkan/ menambah
kapasitas penampang sungai melalui peninggian tanggul. Peninggian tanggul disamping
untuk meningkatkan kapasitas penampang sungai juga melindungi daerah kanan/kiri
sungai terhadap kemungkinan terjadinya luapan banjir. Beberapa sungai yang telah
dilengkapi dengan tanggul antara lain :
c) Diversion/ Flood way/ Shortcut Floodway adalah suatu kanal pengelak banjir, yaitu suatu
saluran yang berfungsi untuk menguragi beban/ volume banjir suatu daerah untuk
kemudian dialirkan ke suatu daerah yang aman (laut). Kali/ Kanal Berfungsi untuk
mengurangi/ mengelakkan beban banjir jantung Kota dengan membuang langsung ke
laut. Shortcut/ Sudetan Berfungsi untuk mengurangi/ mengelakkan beban banjir/ sedimen/
yang datang langsung ke hilir. River Improvement/ Perbaikan Alur Sungai Perbaikan alur
sungai dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas aliran sungai melalui kegiatan/
pekerjaan pelurusan alur sungai, pengerukan dasar sungai, perkuatan tebing, parapet dan
lain-lain.
Gambar beberapa type canal pengendali banjir (contoh canal banjir di Jakarata)
BAB IV MANAJEMEN ORGANISASI PELAKSANAAN PEKERJAAN
4.2. Jadual Pelaksanaan PT. Saka Buana Yasa Selaras KSO PT. Bumi Kahuripan
4.3. Jadual Penugasan Tenaga Ahli PT. Saka Buana Yasa Selaras KSO PT. Bumi Kahuripan