SKRIPSI
SKRIPSI
PENDAHULUAN
menjadikannya mata pencarian utama. Makro alga laut merupakan salah satu
komoditas sumberdaya laut yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, mudah
memanfaatkan makro alga laut sebagai bahan baku produksinya, salah satunya
yaitu bahan baku untuk kosmetik. Karena peluang ekonomi yang tinggi banyak
Penyediaan benih dan hasil budidaya yang tidak kontinu, khususnya pada masa
pertumbuhan rumput laut tidak baik dan kondisi lingkungan yang tidak
Ice-ice merupakan penyakit yang banyak menyerang rumput laut. Penyakit ini
putih. Thallus menjadi rapuh dan mudah putus. Gejala yang diperlihatkan adalah
pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan warna menjadi pucat dan pada
1
Perubahan lingkungan yaitu arus, suhu, dan kecerahan di lokasi budidaya
waktu yang cukup lama. Hal ini sesuai dengan pendapat Largo et al. (1995),
bahwa penyebab ice-ice ini adalah terjadinya perubahan lingkungan yang tidak
2.283.331 ton atau 22,5% dari produksi rumput laut nasional. Kappaphycus
alvarezii atau alga merah merupakan kelompok alga yang memiliki berbagai
bentuk dan variasi warna. Salah satu indikasi dari alga merah adalah terjadi
perubahan warna dari warna aslinya menjadi ungu atau merah apabila alga
tersebut terkena panas atau sinar matahari secara langsung. Komoditi ini sudah
banyak dibudidayakan oleh penduduk lokal di NTT. Salah satu jenis rumput laut
Laut di desa Hundihuk adalah Kappaphycus alvarezi atau sering dikatakan Sacol.
Jenis ini banyak dibudidayakan karena teknik atau cara pembudidaya yang relatif
mudah, waktu yang relatif singkat, serta metode pasca panen tidak terlalu sulit.
Selain sebagai bahan industri rumput laut jenis ini juga dapat diolah menjadi
Kabupaten Rote Ndao menyumbang produksi sekitar 6,86% atau 156.816 ton
dari produksi (DJPB 2015). Saat ini baru 6.69% lahan yang telah dimanfaatkan
untuk potensi budidaya rumput laut. (Pemerintah Kabupaten Rote Ndao, 2019),
2
Kendala yang selalu dihadapi oleh pembudidaya rumput laut saat ini adalah
adanya pencemaran air laut yang disebabkan oleh buangan sampah dan limbah
juga dapat dijadikan sebagai salah satu pemicu pertumbuhan sehingga lokasi yang
berbeda juga dapat dijadikan sebagai rekomendasi mulai pengkajian ilmiah untuk
laut yang dibudidayakan oleh masyarakat Rote Barat Laut khususnya di Desa
Hundihuk.
1.3. Tujuan
pada budidaya rumput laut di Desa Hundihuk Kecematan Rote Barat Laut.
1.4. Manfaat
pembudidaya alga laut tentang laju penyerangan penyakit ice-ice pada rumput laut
3
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
diikat pada tali sehingga tidak perlu melekat pada substrat karang atau benda lain
(Jana, 2006) dalam Armita (2011), Selanjutnya Atmadja, dkk (1996), menyatakan
bahwa rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii memiliki ciri-ciri yaitu: thallus
percabangan tiga-tiga).
Menurut Jana (2006) dalam Armita (2011) rumput laut jenis Kappaphycus
Division : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigartinales
Suku : Solierisceae
Marga : Kappaphycus
4
Gambar 1. Rumput Laut Kappahycus alvarezii
Nama “ice-ice” diambil dari bahasa Inggris yang diucapkan dalam bahasa
Melayu yang menggambarkan bagian thallus yang berubah warna dari terang
menjadi pucat transparan dan permukaan thallus berubah menjadi kasar akibat
kehilangan lendir/getah. Selanjutnya timbul bercak atau bintik putih pada bagian
permukaan thallus dan ujung thallus menjadi putih, dan pada akhirnya seluruh
thallus memutih dan patah. Proses pemutihan pada thallus diawali dengan bercak
atau bintik putih yang timbul pada permukaan thallus rumput laut dengan ukuran
bercak yang bervariasi, tergantung dari waktu munculnya. Ukuran bercak atau
rumput laut memutih dan mudah patah. Penyakit ice-ice pada rumput laut ini
disebabkan oleh infeksi bakteri yang terjadi akibat perubahan kondisi lingkungan
5
budidaya seperti suhu dan salinitas sehingga rumput laut menjadi stres dan
Penyakit pada tanaman rumput laut pertama kali diketahui pada athun 1974 di
Filipina dengan gejala yang dilaporkan adanya bercak pada thallus yang terinfeksi
selanjutnya berwarna putih dan mati kemudian hancur. Penyakit ini menyerang
suhu, kecerahan. di lokasi budidaya dan berjalan dalam waktu yang cukup lama.
Penyakit pada rumput laut ini terjadi di daerahdaerah dengan kecerahan tinggi dan
thallus, lama kelamaan akan kehilangan warna sampai menjadi putih dan terputus.
tanaman rumput laut terjadi karena infeksi mikroba pada saat tanaman menjadi
rentan. Kondisi ini disebabkan karena adanya perubahan lingkungan yang ekstrim
dan tidak dapat ditolirir, sehingga tanaman menjadi lemah (tidak sehat). Rumput
laut yang terkena penyakit ice-ice ini sebelumnya memperlihatkan adanya gejala
Sebagaimana tentang "Aging effect" pada rumput laut yang ditandai dengan
pertumbuhan per satuan waktu. Tanda-tanda ini nampak sebulan atau beberapa
keseluruhan tanaman menjadi pucat dan permukaan thallus menjadi kasar. Bila
keadaan ini terus berlanjut, maka akan terjadi kekeroposan thallus sebagai ciri dari
merupakan penyakit yang timbul pada musim laut tenang dan arus lemah diikuti
6
dengan musim panas yang dapat merusak area tanaman sampai mencapi 60-80%
Infeksi mikroba penyebab penyakit ice ice sudah menjalar pada lokasi perairan
budidaya di pulau Pari, sehingga semua tanaman rumput laut yang dibudidayakan
Terjadinya penyakit dipengaruhi oleh berkembangnya jenis rumput laut lain yang
menempel atau epifit, ini didahului dengan rendahnya unsur hara diperairan
(Direktorat Jederal Perikanan 1992). Sampai saat ini belum ada metoda yang
kerugian, maka tanaman harus dipanen sesegera mungkin kalau penyakit telah
lingkungan disamping itu dilakukan penurunan posisi tanaman lebih dalam untuk
sebagai salah satu gangguan fungsi atau terjadi perubahan anatomi atau struktur
penampakan seperti warna dan bentuk. Perubahan ini pada akhirnya berpengaruh
pada tingkat prokdutivitas hasil. Terjadi penyakit umunya disebabkan oleh adanya
(suhu, kecerahan, salinitas dan lain-lain) dengan jasad patogen (organisme yang
7
berperan sebagai penyebab penyakit). Menurut Restiana dan Diana (2009),
setempat. Penentuan lokasi yang telah ditetapkan harus sesuai dengan metode
yang akan digunakan. Penentuan lokasi yang salah satu akan berakibat fatal bagi
usaha yang dilakukan (Winarno, 1990). Dalam perkembangan budidaya alga laut
metode yaitu metode lepas dasar, metode dasar, metode rakit apung, metode jalur
2005).
organisme yang dapat berupa berat ataupun panjang dalam waktu tertentu.
yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal yang berpenaruh
terhadap pertumbuhan alga laut antara lain jenis, galur, bagian thallus dan umur,
8
fisik dan kimiawi perairan. Namun demikian selain faktor-faktor tersebut, ada
faktor lain yaitu faktor pengolahan yang dilakukan oleh pembudidya. Faktor
merupakan faktor utama yang harus diperhatikan seperti substrat perairan dan
juga jarak tanam bibit (Soegiarto dkk, 1985) dalam Duma (2012).
dalam hal kebutuhan cahaya matahari, zat hara dan ruang gerak sehingga tidak
faktor lingkungan seperti kualitas air, iklim, kecepatan arus, gelombang dan faktor
faktor biologis lainnya. Selain itu juga faktor teknis juga sangat mempengaruhi
alga laut. Pertumbuhan rumput laut akan lebih baik pada daerah yang pergerakan
airnya cukup, karena pergerakan air ini dapat berfungsi memecah lapisan atas dan
Budidaya rumput laut menjadi salah satu prospek di bidang perikanan yang
cemerlang karena selain memiliki nilai jual yang tinggi baik di pasar lokal
maupun internasional juga memiliki banyak kegunaan dari hasil olahan seperti
dan Turbinaria).
9
Menurut Kadi dan Sulistijo (1988) dalam Samad (2011) terdapat 67 jenis
ada empat marga yang memiliki nilai ekonomis penting yaitu : Eucheuma,
Gracilaria, Hypnea, dan Gelidiopsis. Potensi yang cukup besar adalah marga
Eucheuma dengan kepadatan total mencapai 1356,8 g/m2. Marga rumput laut
budidaya rumput laut secara tepat merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha
budidaya ini. Dewasa ini penentuan kesesuaian lokasi budidaya dapat mencakup
dan kondisi skala usaha yang akan diterapakan. Long line adalah metode
dengan bahan yang murah dan mudah didapat, selain itu pertumbuhan
2015). Menurut WWF (2014) dalam usaha budidaya rumput laut, sebaiknya
10
lokasi budidaya harus bersih dari hama rumput laut seperti bulu babi,
budidaya bebas dari ombak yang kuat atau besar karena dihalangi dengan
karang penghalang. Hai ini sesuai dengan pendapat WWF (2014) bahwa
ombak yang kuat hal ini agar tidak merusak kontruksi budidaya dan
tali tunggal lepas dasar dilakukan dengan cara mengikat bibit rumput laut
pada tali anak yang telah diikatkan pada tali ris, yang kemudian
perairan) dengan cara tali ris dibentang kemudian diikat pada patok yang
telah disiapkan. Jarak pengikatan bibit rumput laut yang satu dengan yang
lain berjarak 25 cm. Metode lepas dasar ini secara teknis hampir sama
11
Bibit ditanam pada media tali panjang (tali ris) dengan panjang tali 25
m dengan dua batang kayu pancang sebagai patok dan pengganti jangkar,
sebagai pelampung botol plastik 500 ml. pada tali ris diikat tali anak
sebanyak 100 titik dengan jarak antara tali anak satu dengan yang lainnya
berjarak 25 cm. Botol pelampung diikat pada tali ris dengan jarak 2,5
dari bambu berukuran antara sekitar 2,5x2,5 meter persegi hingga 7x7
meter persegi bergantung pada ketersediaan bambu. Agar rakit apung tidak
terbawah arus maka gunakan jangkar sebagai penahanan atau juga bisa
rakit diikatkan pada patok kayu yang telah ditancapkan didasar laut.
ombak, arus dan pasang surut air. Metode rakit apung ini cocok dilakukan
pada lokasi budidaya yang memiliki kedalaman 50 cm. Bahan- bahan yang
perluh untuk budidaya dengan metode ini adalah bibit, potongan bambu
memiliki diameter sekitar 5 cm, tali raffia, tali ris dengan diameter sekitar
4 mm dan 12 cm, serta jangkar besi, bongkah batu ataupun adukan semen
12
b. Thallus dengan berat sekitar 100 gram diikatkan pada tali ris dengan
c. Jarak antar tali ris yaitu sekitar 50 sedangkan panjang tali ris
d. Tali ris yang telah berisi tanaman diikat pada rakit. Untuk titik tanam
juga disesuaikan dengan ukuran rakit apung. Untuk rakit apung yang
Pemelihan perairan yang tetap akan berdampak pada pertumbuhan rumput laut
yang baik. Ada beberapa faktor yang harus di perhatikan dalam budidaya rumput
laut yaitu:
a. Arus
Arus merupakan gerakan mengalir oleh suatu massa air, terjadi akibat
densitas air laut dan pasang surut. Tingkat kesuburan lokasi penanaman
sangat ditentukan oleh adanya gerakan air (berombak dan arus). Menurut
terlarut. kecepatan arus yang dianggap sesuai untuk budidaya rumput laut
13
Kecepatan arus berperan penting dalam perairan, misalnya pencampuran
faktor yang harus diutamakan dalam pemilihan lokasi budidaya rumput laut
laut dapat melakukan respirasi dengan baik secara optimal pada malam hari.
b. Suhu
tubuh dan berperan dalam laju metabolisme biota akuatik melalui perubahan
suhu sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, salinitas dan arus
global yang masuk keperairan (Rani et al., 2012). Menurut De San (2012),
suhu yang ideal untuk tumbuh adalah 20-320C, namun apabila terjadi
perubahan suhu secara tiba-tiba, walaupun masih berada dalam kisaran suhu
yang ideal, dapat juga berefek negatif terhadap pertumbuhan rumput laut.
keasaman atau kadar ion H dalam air merupakan salah satu faktor kimia
14
lingkungan perairan. Tinggi atau rendahnya nilai pH air tergantung dalam
dasar perairan.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam penentuan lokasi yaitu
tentang biofisik air laut yang diperlukan untuk budidaya alga penting
diketahui agar tidak timbul masalah yang dapat menghambat usaha itu
yang cocok terutama sangat ditentukan oleh kondisi ekologis yang meliputi
d. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut (DO) merupakan salah satu faktor yang sangat penting
lapisan permukaan karena adanya proses difusi oksigen dari udara ke dalam
jumlah kadar oksigen terlarut pada lapisan permukaan diwaktu siang hari.
Penambahan ini disebabkan oleh terlepasnya gas oksigen sebagai hasil dari
organisme. Selain itu oksigen dibutuhkan oleh hewan dan tanaman air
15
alvarezii yaitu 4,5-9,8 mg/L, arus yang mengalir di antara gugusan pulau-
pulau kecil dan luasnya padang lamun berperan penting terhadap relatif
e. Salinitas
Salinitas didefinisikan sebagai jumlah (gr) zat-zat yang larut dalam satu
kilogram air laut, dengan anggapan bahwa semua karbonat telah diubah
sangat berperan dalam budidaya rumput laut. Kisaran salinitas yang terlalu
yang memiliki sifat eurihalin akan tersebar lebih luas dibandingkan dengan
faktor pembatas rumput laut untuk tumbuh, terutama jika terjadi penurunan
f. Kecerahan
sangat tergantung dari kecerahan air. Semakin cerah perairan tersebut akan
dekat pantai, akibat aktivitas pasang surut dan juga tingkat kedalaman
16
(Hutabarat dan Evans, 2008) dalam (Khasanah, 2013). Berkas cahaya yang
17
BAB III
METODE PENELITIAN
Oktober 2020, di Desa Hundihuk Kecamatan Rote Barat Laut Kabupaten Rote
Ndao.
18
3.2. Alat dan Bahan Penelitian.
Ada pun materi penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
3.3.Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kuantitatif, maka
19
3.4. Prosedur Penelitian
Keterangan:
20
a. Tahap persiapan
ikat 100 bibit rumput laut. Jarak antara bibit rumput laut 25 cm.
sehat. Ciri bibit yang sehat adalah memiliki thallus dan tekstur
yang halus dan mengkilat, thallus bersih dan bebas dari kotoran
dan epefit. Bibit yang baik umumnya diambil dekat bagian ujung
rumpun yang sehat, berat bibit untuk tanaman uji sebesar 100 gram
per rumpun.
b. Tahap Penanaman
bibit 25 cm.
5. Setelah semua tali ris terisi bibit maka segera diangkut ke lokasi
budidaya.
21
c. Pengumpulan Data
parameter fisika dan kimia. Parameter fisika yang diamati adalah suhu,
menggunakan pH meter.
terhadap 20% dari jumlah bibit setiap tali. Pada setiap tali terdapat 100
untuk diamati.
3.5.Analisis Data
22
2. Intensitas infeksi penyakit Ice-ice
Idt – Ido
3. Laju Insiden: Id =
t
Id : Laju Insiden
Idt : Insiden minggu ke-t
Ido : Insiden awal
t : waktu pengamatan
Ist – Iso
4. Laju Intesitas: Is =
t
Is : Laju Intensitas
Ist : Intensitas minggu ke-t
Iso : Intensitas awal
t : Waktu pemeliaraan
23
BAB IV
Desa Hundihuk merupakan salah satu Desa yang berada di kecematan Rote
Barat Laut letaknya di daerah pesisir atau sebagian besar dari desa Hundihuk
tedapat dua kelompok yang pertama kelompok Bapak Adi Giri dan kelompok
kedua ibu Martha. Kedua kelompok tersebut masih melakukan budidaya rumput
dengan jenis subtrat di perairan Desa Hundihuk yaitu subtrat berpasir bagian barat
relatif tenang sehingga cocok budidaya rumput laut karena letaknya yang
24
perairan yang sangat dangkal sehingga masyarakat membentuk lilifuk. Lilifuk
merupakan kawasan di laut berbentuk kolam yang tergenang saat surut sehingga
rumput laut dapat terendam dalam air laut dan tidak terkena langsung sinar
Jarak lokasi budidaya rumput laut dari pantai ±400-500 m. Jarak tersebut
untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan perikanan baik budidaya rumput
merupakan daerah laut lepas, kondisi lokasi budidaya seperti laut lepas ini tidak
memberikan kontribusi besar karena dapat terjadinya gelombang besar serta angin
ombak yang kuat. Ombak yang kuat juga dapat menyebabkan keruhnya perairan
permukaan thallus tanaman, WWF (2014). Lokasi budidaya dapat dilihat pada
Gambar 4.
25
Metode yang digunakan yakni metode lepas dasar dengan dasar perairan di
lokasi budidaya substratnya pasir dan terdapat tumbuhan yang hidup serta
berasosiasi seperti lamun di sekitar lokasi budidaya. Hal ini sesuai pernyataan
WWF (2014) bahwa lokasi budidaya rumput laut perlu adanya rumput laut alami
dan atau lamun mengindikasikan lokasi tersebut sesuai untuk budidaya rumput
laut.
penyakit yang ditemukan pada suatu waktu dan tempat tertentu. Menurut
salah satu gangguan fungsi atau terjadinya perubahan anatomi atau struktur yang
serangan ice-ice banyak terjadi pada minggu ke-3. Hasil pengamatan dapat dilihat
pada Gambar 5.
26
40.0
34
Inisiden penyakit ice-ice
35.0
31 26.285714285
30.0 27.7 26.3 7142
23.7 24.3
25.0
(%)
20.0 17
15.0
10.0
5.0
0.0
Penyakit ice-ice pada hari ke-7 telah terjadinya penyerangan infeksi ice-ice,
diduga karena rumput laut belum terbiasa atau masih beradaptasi dengan
lingkungan serta adanya perubahan dari parameter kualitas perairan yang ekstrim
seperti kecepatan arus, suhu, salintas dan kecerahan sebagai indikator utama
perairan memiliki pengaruh yang sangat penting bagi pertumbuhan rumput laut
laut, air merupakan media untuk hidup oleh sebab itu kualitas air yang baik dan
Menurut Largo et al. (1995) selain serangan hama, rumput laut dapat stress
salinitas, suhu air, kecepatan arus dan intensitas cahaya, dapat menjadi faktor
27
Perhitungan rata-rata penyakit ice-ice yang menyerang rumput laut
Kappaphycus alvarezii dengan ini insiden penyakit terendah sebesar 17,0% pada
minggu ke-I sedangkan insiden tertinggi dengan nilai 34,0% pada minggu ke-3.
hal ini diduga pada minggu pertama kondisi alga masih dalam keadan baik serta
daya tahan alga masih stabil dan kondisi parameter yang normal untuk
pertumbuahan rumput laut. sedangkan pada minggu ke-3 dimana insiden penyakit
rumput laut sangat tinggi ini diduga bahwa pada minggu ke-3 serangat penyakit
ice-ice sangat tinggi dan banyaknya lumpur dan kotoran seperti rumput yang
menempel pada rumput laut yang mengakibatkan rumput laut tidak bisa
menyerap unsur hara dan memperlambat fotosintesis serta diikuti oleh faktor
parameter yang tidak normal. Pada minggu ke-4 serangan penyakit ice-ice mulai
menurun ini diduga bahwa rumput laut mulai tumbuh dan daya tahan imun yang
tinggi serta didukung dengan faktor parameter perairan yang sesuai dengan
kotoran atau lumpur. Hal ini ditemukan keberadaan partikel lumpur yang melekat
pada thallus rumput laut disetiap rumpun pada saat pengontrolan maupun pada
dilakukan arjuni dkk. (2018) yaitu jarak titik tanam sangat mempengarui
Infeksi penyakit ice-ice mulai menurun pada minggu ke-4 hal ini diduga
bahwa rumput laut mulai tumbuh dan sudah terbiasa dengan faktor lingkungan
semakin rendah tingkan invasi penyakit maka semakin tinggi tingkat keberhasilan
28
budidaya rumput laut untuk menghilang talus yang terkena penyakit ice-ice
penyakit ice-ice.
hasil. Intensitas adalah jumlah unit tanaman yang terinfeksi yang digambarkan
dalam persentase unit tanaman yang terserang penyakit. Penyakit yang sering
menyerang rumput laut adalah ice-ice. Penyakit biasanya ditandai dengan bintik
atau bercak merah atau adanya perubahan warna pada cabang dan akan berwarna
putih dan hancur. Perubahan faktor-faktor lingkungan dan adanya interaksi faktor
lingkungan yang tidak stabil akan berperan sebagai penyebab terjadinya penyakit
ice-ice.
Data intensitas penyakit pada lokasi budidaya rumput laut selama 7 minggu
dapat dilihat pada lampiran 1. Grafik intensitas penyakit disajikan pada Gambar
6.
2.5 2.3
Intensitas Penyakit ice-ice
2.0 1.8
1.5
(%)
1.2 1.3
1.0 0.9 1.0
1.0
0.7
0.5
0.0
1 2 3 4 5 6 7 ta
u u u u u u u ra
gg gg gg gg gg gg gg ata
-
in in in in in in in R
M M M M M M M
29
Gambar 6 menjukan bahwa intensitas penyakit yang ditemukan tiap
mulai muncul menyerang tanaman rumput laut. Hal ini diduga rumput belum
belum beradaptasi dimana rumput laut yang mampu beradaptasi akan terus
tumbuh dan yang tidak mampu beradaptasi daya tahan hidupnya akan melemah
kondisi ini yang memicunya terjadinya penyakit ice-ice. Serangan penyakit ice-
Hundihuk
Penyakit ice-ice terinfeksi pada minggu ke-I dan pada minggu selanjutnya
intensitas penyakit tidak menentu dan adapun yang menurun. Dimana intensitas
penyakit tertinggi berada pada minggu ke-3 sebesar 2,3% sedangkan nilai
intensitas terendah terjadi pada minggu ke-1 dengan nilai sebesar 0.7%. Pada
minggu ke-4 intensitas penyakit mulai menurun sampai ke minggu ke-7 ini
diduga bahwa pada minggu ke-4 rumput laut mulai dalam proses penyesuaian
atau mulai beradaptasi dan didukung oleh faktor lingkungan sedangkan pada
minggu ke-3 Serangan penyakit ice-ice cukup tinggi ini diduga bahwa pada
minggu ke-3 parameter perairan tidak sesuai dengan pertumbuahan rumput laut
30
dimana salinitas 37 ppt, dan kecepatan arus 0,91 m/detik pada paramater perairan
seperti ini rumput laut Kappaphycus alvarezzi menjadi stres dan tidak mampu
beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Largo dkk.
(1995) dalam Arisandi dan Farid (2014) mengatakan bahwa penyebab ice-ice
menurunya daya tahan rumput laut. Selain itu, rumput laut yang muncul ke
Dari hasil penelitian bahwa laju insiden penyerangan penyakit pada rumput
laut Kappaphycus alvavrezii pada setiap minggunya relatif tidak sama hasil
4.00
3.64
3.50
Laju insiden penyakit ice-ice (%)
3.00 2.86
2.50
2.00
2.00 1.86
1.50
1.50
1.04 1.09
1.00 0.90
0.50
0.00
1 2 3 4 5 6 7 ta
u u u u u u u ra
ngg ngg ngg ngg ngg ngg ngg ata
-
i i i i i i i R
M M M M M M M
31
Berdasarakan Gambar 8. Laju insiden penyakit ice-ice relatif berbeda atau
tidak sama pada setiap minggunya. Laju insiden tertinggi terjadi pda minggu ke-3
dengan nilai 3,64% / minggu sedangkan nilai terendah dengan nilai 0,90% /
minggu yang terjadi pada minggu ke-7 pada minggu ke-4 laju insiden mulai
menurun menurun sampai minggu ke-7 dengan nilai 0,90% / minggu ini didugah
bahwa pada minggu ke-4 sampai minggu ke-7 rumput laut dalam masa
pertumbuhan yang baik dan didukung oleh faktor parameter perairan sedangkan
pada minggu ke-3 rumput lau Kappaphycus alvarezii tidak mampu beradaptasi
dengan faktor lingkungan dengan adanya penempelan lumpur dan rumput yang
menempel pada talus rumput laut yang dapat membuat pertumbuhan rumput laut
menjadi terhambat dan dapat menyebabkan terjadi serangan parasit dan penyakit
ice-ice.
rumput laut Kappaphycus alvarezii pada setiap minggunya relatif tidak sama hasil
32
10.00 9.21
9.00
7.86
Laju intensitas penyakit ice-ice 8.00
7.00
6.00
5.00 4.41
3.84
(%)
4.00
3.00
1.82
2.00 1.17 1.29
1.14
1.00
0.00
1 2 3 4 5 6 7 ta
u u u u u u u ra
gg gg gg gg gg gg gg ata
-
in in in in in in in R
M M M M M M M
atau tidak sama pada. Laju intensitas tertinggi terjadi pada minggu ke-3 dengan
nilai 9.21 / minggu sedangkan nilai terendah dengan nilai 1,14% / minggu ini
diduga bahwa pada minggu ke-6 rumput laut sedang dalam pertumbuhan yang
baik dan didukung oleh faktor parameter perairan sedangkan pada minggu ke-3
menempel pada talus rumput laut yang dapat membuat pertumbuhan rumput laut
menjadi terhambat karena itu rumput laut tidak bisa berfotosintesis dengan baik
dan juga tidak mampu menyerap unsur hara dan terjadinya kekeruhan yang
33
4.3.Kondisi Fisika-Kimia Perairan
4.3.1. Suhu
pada lokasi penelitian Desa Hundihuk yang diukur pada waktu penelitian.
Pengukuran suhu tersebut untuk mengetahui daya tahan dari rumput laut jenis
50
45
40
35
29 29
30 27 26 26
25 25
Suhu °C
25
20
15
10
5
0
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 5 6 7
kali pengamatan 7 hari-49 hari di lokasi penelitian sangat beragam. Nilai kisaran
suhu tertinggi terjadi pada minggu ke-1 dan 3 dengan nilai 29ºC dan kisaran suhu
terendah pada minggu ke-2 dan ke-6 dengan nilai 25ºC, dan pada minggu ke-4
dengan nilai 27ᵒC sedangkan kisaran suhu pada minggu ke-5 dan ke-7 dengan
nilai 26ºC. Menurut WWF (2014) menyatakan bahwa suhu perairan yang baik
34
suhu akan mengakibatkan thallus rumput laut menjadi pucat kekuning-kuningan
yang menjadikan rumput laut tidak tumbuh dengan baik. Dengan demikian maka
dapat disimpulkan bahwa suhu dilokasi penelitian perairan Desa Hundihuk berada
4.3.2. Kecerahan
masuk kedalam badan air dan menembus lapisan air yang lebih dalam dan
berhubungan dengan sinar matahari yang masuk kedalam air dan dapat
dasar perairan 2-4 m. Kondisi perairannya sangat cerah dan konstan dari awal
sampai akhir penelitian. Menurut Febrianto (2007) dalam Bulu (2014), bahwa
kecerahan yang ideal untuk pertumbuhan rumput laut lebih dari 1 meter. Dengan
alga.
35
1 0.93 0.91
0.88 0.9
0.9 0.75000000000
0.75000000000
0.710000000000001 0001
Kecepatan arus 0.8 0001
(m/detik) 0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 5 6 7
minggu penelitian dari minggu ke-1 sampai minggu ke-7 diperoleh nilai
arus adalah 0.93 m/detik pada pengamatan pada minggu ke-1, sedangkan
terendahnya terdapat pada minggu ke-4 yakni 0,71 m/detik. Kondisi arus pada
sehingga sangat berpengaruh pada pertumbuhan alga laut. Hal ini berbeda
dengan pendapat Dewi (2011), bahwa arus yang baik untuk budidaya rumput
laut berkisar antara 0,2–0,8 m/detik, bila arus yang tinggi dapat dimungkinkan
36
lokasi budidaya rumput laut karena arus akan mempengaruhi sedimentasi
4.3.4. Salinitas
Parameter kimia lain yang sangat berperan dalam budidaya alga laut adalah
salinitas. Salinitas merupakan salah satu faktor yang penting bagi pertumbuhan
alga. Mekanisme osmoregulasi pada alga dapat terjadi dengan mengunakan asam
50
45
40 37 37 36 37
35 35 35
35
30
Salinitas (ppt)
25
20
15
10
5
0
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 5 6 7
Gambar 12. Kisaran Salinitas di Lokasi Budidaya Rumput laut Selama Penelitian
penelitian di Desa Hundihuk yaitu dengan nilai tertinggi adalah 37 ppt pada
minggu ke-2 , 6 dan 7 dengan nilai 35 ppt. Kisaran salinitas dilokasi penelitian
37
tinggi dikarenakan lokasi penelitian jauh dari muara sungai. Menurut
bermuara ke laut, makin banyak sungai yang bermuara ke laut maka salinitas
laut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut
(2008) dalam Dima (2013) menyatakan bahwa salinitas yang optimal bagi
perairan di lokasi budidaya alga Kappapycus alvarezii dapat dilihat pada Gambar
13.
38
9
7.9 8
8 7.5 7.5 7.5
6.9
7 6.5
6
5
4
pH
3
2
1
0
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 5 6 7
pengukuran pH di lokasi Desa Hundihuk pada minggu yang ke-4 dengan nilai
kisaran tertinggi 8 dan nilai kisaran terendahnya 6,5 pada minggu ke-1. Hal ini
yang masih layak untuk penanaman rumput laut adalah kurang lebih 7-8,5.
(CO2) yang dapat mempengaruhi kehidupan biota laut secara umum. Dengan
demikian maka kisaran pH pada lokasi penelitian pada minggu ke-1 dan 6 tidak
Oksigen Terlarut (DO) adalah salah satu parameter lingkungan yang sangat
dalam air umumnya didapat dari difusi oksigen, arus atau aliran air melalui air
39
hujan dan fotosintesis. Konsentrasi DO (oksigen terlarut) perairan di lokasi
4
(ppm)
0
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 5 6 7
hewan atau tumbuhan air itu sendiri. Khususnya fitoplankton juga membantu
menambah jumlah kadar oksigen terlarut pada lapisan permukaan di waktu siang
hari sebagai hasil dari fotosintesis. Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) di
tertinggi terjadi pada minggu ke-3 dengan nilai kisaran 7,47mg/L sedangkan nilai
terenda sebesar 5,46 mg/L pada minggu ke-5. Nilai oksigen terlarut (DO) yang
memenuhi syarat untuk hidup dan tumbuh Kappaphycus alvarezii yaitu 4,5-9,8
mg/L, arus yang mengalir di antara gugusan pulau-pulau kecil dan luasnya padang
(Gerung, 2007).
40
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada lokasi perairan
disimpulkan bahwa:
ke-6. Laju insiden penyakit ice-ice tertinggi juga terjadi pada minggu ke-3
sedangkan laju insiden penyakit ice-ice terendah terjadi pada minggu ke-7
rumput laut.
41
5.2. Saran
Kappaphycus alvarezii.
42
DAFTAR PUSTAKA
Abdan, R., dan Ruslaini, 2013. Jurnal Mina Laut Indonesia III (12).
Alam, A.A. 2011. Kualitas Karaginan Rumput Luat Jenis Eucheuma spinosum di
Perairan Desa Punaga Kabupaten Takalar. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan.
Universitas Hasanuddin Makassar. Makassar. 45 Hlm
Anggadiredja J., Zatnika T., Purwoto A., Istini H.,S., 2006. Rumput Laut. Peneba
Swadaya Jakarta. 147 hlm.
43
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Kristen Artha Wacana
Kupang. 50 Hal
Dima, K. 2013. Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Cair M-8 Dengan Dosis
Berbeda Terhadap Pertumbuhan Alga Laut Kappaphycus Alvarezii
(Doty) Doty Yang Dibudidayakan Dengan Metode Long Line Di Perairan
Pantai Desa Bolok. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Universitas
Kristen Artha Wacana. Kupang. 62 Hal.
Khasanah, U., 2013. Analisis Kesuaian Perairan Untuk Lokasi Budidaya Rumput
Laut Eucheuma cottonii di Perairan Kecamatan Sajoanging Kabupaten
Wajo. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan. Universitas Hasanuddin Makassar. Makassar. 32-33 Hlm.
44
Largo DB, K Fukami,and T Nishijima. 1995. Occasional pathogenic bacteria
promoting ice-ice disease in the carrageenan-producing red algae
Kappaphycus alvarezii and Eucheuma denticulatum (Solieriaceae,
Gigartinales, Rhodophyta). Journal of Applied Phyciology 7: 545554.
Lestari H., 2017. Optimasi Ekstraksi Rumput Laut ( Eucheuma cottonii) Untuk
Menghasilkan Karaginan Murni dengan Metode Respon Permukaan.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung Bandar Lampung.
Lampung. Hal 69
Neksidin, 2013. Studi Kualitas Air Untuk Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus
alvarezii) Di Perairan Teluk Kolono Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal
Kelautam dan Perikanan 3 (12) : 147-155
Nian Y., 2019. Analisis Pengendalian Ice-ice pada Rumput Laut (Kappaphycus
alvarezii) Melalui Divensifikasi di Kelurahan Sulamu Kecamatan Sulamu
KabupatenKupang. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Kristen Artha Wacana Kupang. Kupang. 53 Hlm.
Prasetyarto Dan Suhendar. 2010. Modul Tentang Laut Dan Pesisir. Jakarta.
45
Syamsuddin, R. 2014. Pengelolaan Kualitas Air: Teori dan Aplikasi di Sektor
Perikanan. Pijar Press. Makassar.
46
Lampiran 1. Data Intensitas dan laju Intensitas penyakit ice-ice selama 49 hari
47
60 79 0 86 0 132 2 134 1 167 0 137 1 137 0
Rata-
rata 252,9 1,8 257,7 4,5 354,0 8,2 377,9 4,6 414,4 4,3 423,0 3,8 470,3 4,5
Lampiran 2. Data Insiden dan Laju Insiden penyakit ice-ice selama 49 hari
Waktu Do
Pengamata Suhu Salinitas (Ppm Kecepatan Kecerahan
n (°c) (Ppm) Ph ) Arus (m/s) (M)
1 29 37 6.5 7.29 0,93 2-4 m
2 25 35 7.5 6.21 0,88
3 29 37 7.9 7.47 0,91
4 27 36 8 6.38 0,71
5 26 37 7.5 5.46 0,75
6 25 35 6.9 7.25 0,75
7 26 35 7.5 7 0,90
Rata-rata 27 36 7.4 6.72 0,83
48
Lampiran 4. Hasil Dokumentasi Penelitian
49
Pengukuran Salinitas Pemantauan rumput laut
50