1 SM
1 SM
2/Feb/2016
164
Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016
atau bagian tubuh lainnya yang dapat dengan perempuan yang biasa dijalankan untuk
merangsang nafsu seksual. mendapatkan anak, jadi anggota kemaluan laki-
KUHP menjelaskan perbuatan cabul sebagai laki harus masuk ke dalam anggota kemaluan
berikut : perempuan, sehingga mengeluarkan air mani,
“segala perbuatan yang melanggar sesuai dengan Arriest Hoge Raad 5 Februari
kesusilaan (kesopanan) atau perbautan yang 1912 (W, 9292). Dalam pengertian
keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu persetubuhan di atas disimpulkan bahwa suatu
birahi kelamin, misalnya: cium-ciuman, tindakan dapat dikatakan suatu persetubuhan
meraba-raba anggota kemaluan, meraba- jika alat kelamin laki-laki masuk ke dalam alat
raba buah dada, dsb. Persetubuhan masuk kelamin perempuan sampai mengeluarkan air
pula dalam pengertian cabul.”5 mani yang dapat mengakibatkan kehamilan.
Persetubuhan adalah persentuhan sebelah
Lebih tegas Adami Chazawi mengemukakan dalam dari kemaluan si laki-laki dan
perbuatan cabul sebagai “segala macam wujud perempuan, yang pada umumnya dapat
perbuatan baik yang dilakukan pada diri sendiri menimbulkan kehamilan. Tidak perlu bahwa
maupun pada orang lain mengenai dan yang telah terjadi pengeluaran mani dalam kemaluan
berhubungan dengan alat kelamin atau bagian si perempuan. Pengertian “bersetubuh” pada
tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu saat ini diartikan bahwa penis telah penestrasi
seksual. Misalnya : mengelus-elus atau (masuk) ke dalam vagina.8
menggosok-gosok penis atau vagina, Berdasarkan uraian diatas bahwa pengertian
memegang buah dada, mencium mulut seorang bersetubuh berdasarkan dengan yang
perempuan dan sebagainya.”6 diungkapkan oleh R.Soesilo karena disini tidak
Adapun beberapa jenis istilah tentang disyaratkan terjadi pengeluaran air mani dari
pencabulan yaitu sebagai berikut :7 penis laki-laki yang dapat menyebabkan
1. Exhibitionism : yaitu sengaja kehamilan. Dengan demikian terlihat jelas
memamerkan alat kelamin kepada perbedaan antara pencabulan dan
orang lain. persetubuhan yaitu jika seseorang melakukan
2. Voyeurism : yaitu mencium seseorang persetubuhan itu sudah termasuk perbuatan
dengan bernafsu. cabul sedangkan ketika seseorang melakukan
3. Fondling : yaitu mengelus/meraba perbuatan cabul, belum dikategorikan telah
alat kelamin seseorang. melakukan persetubuhan karena suatu
4. Fellatio : yaitu memaksa seseorang perbuatan dapat dikategorikan sebagai suatu
untuk melakukan kontak mulut. persetubuhan jika disyaratkan masuknya penis
KUHP menggolongkan tindak pidana ke dalam vagina perempuan kemudian laki-laki
pencabulan ke dalam tindak pidana kesusilaan. mengeluarkan air mani yang biasanya
KUHP belum Mendefinisikan dengan jelas menyebabkan terjadinya kehamilan sebagai
maksud dari pada pencabulan itu sendiri dan suatu persetubuhan melainkan perbuatan
terkesan mencampuradukkan pengertiannya cabul. Selain itu perbuatan cabul tidak
dengan perkosaan ataupun persetubuhan, menimbulkan kehamilan.9
sedangkan dalam konsep KUHP yang baru
ditambahkan kata “persetubuhan” disamping Untuk mengetahui unsur-unsur dari
pencabulan, sehingga pencabulan dan perbuatan cabul, penulis akan menjabarkan
persetubuhan dibedakan sehingga yang unsur-unsur dari pasal-pasal yang menyangkut
dimaksud dengan “persetubuhan” ialah dengan perbuatan cabul. Ketentuan mengenai
peraduan antara anggota kemaluan laki-laki perbuatan cabul diatur dalam Pasal 289 KUHP
sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan kekerasan atau
5
Adami Chazawi, Kejahatan terhadap tubuh nyawa. Raja ancaman kekerasan atau ancaman
Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal.80
6
Ibid, hal. 80.
7 8
PA.F. Lamintang. Delik-delik Khusus Kejahatan terhadap Leden Marpaung, Tindak Pidana terhadap Kehormatan,
nyawa Tubuh dan Kesehatan yang membahayakan bagi Raja Grafindo, Jakarta, 2008, hal. 53
9
nyawa Tubuh, Bina Cipta, Bandung, 1985, hal. 12. Ibid, hal. 70.
165
Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016
166
Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016
167
Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016
3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana sebab dalam konteks KUHP, tidak ada batasan
penjara paling lama tujuh tahun. tentang apa yang dimaksud dengan luka. KUHP
4) Dengan penganiayaan disamakan merusak hanya memberikan gambaran tentang apa yang
kesehatan. dimaksud dengan luka berat sebagaimana yang
5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini diatur dalam Pasal 90 KUHP. Sementara
tidak dipidana.18 tentang luka sama sekali tidak disinggung.
Rumusan dalam ketentuan Pasal 351 KUHP Secara doktrin, istilah luka dalam konteks Pasal
diatas terlihat bahwa rumusan tersebut tidak 351 ayat (1) KUHP diartikan sebagai luka ringan.
memberikan kejelasan tentang perbuatan apa Penggunaan istilah luka ringan tersebut atas
yang dimaksudnya. Ketentuan pasal 351 KUHP pertimbangan, bahwa dalam konteks Pasal 351
tersebut hanya merumuskan kualifikasinya saja ayat (2) dikenal istilah luka berat. Dengan
dan pidana yang diancamkan. Tindak pidana demikian, menurut istilah luka dalam konteks
dalam pasal 351 KUHP dikualifikasi sebagai pasal 351 ayat (1) KUHP harus diartikan sebagai
penganiayaan. luka ringan sebagai lawan dari istilah luka berat
Adapun unsur-unsur dari penganiayaan dalam konteks pasal 351 ayat (2).
sebagaimana yang diatur dalam pasal 351 KUHP Dalam tindak pidana perkosaan yang disertai
adalah sama dengan unsur-unsur penganiayaan dengan penganiayaan, ada tiga kemungkinan
pada umumnya: dapat terjadinya tindakan tersebut:19
a. Unsur kesengajaan; a. Penganiayaan sebelum pemerkosaan
b. Unsur perbuatan; Dikatakan sebagai penganiayaan sebelum
c. Unsur akibat perbuatan berupa rasa pemerkosaan adalah, apabila seseorang
sakit, tidak enak pada tubuh, dan luka melakukan perbuatan yang dengan sengaja
tubuh, namun dalam pasal 351 KUHP melakukan penganiayaan untuk bersetubuh
ini tidak mensyaratkan adanya dengan perempuan yang bukan istrinya
perubahan rupa atau tubuh pada akibat diluar perkawinan. Artinya bahwa pelaku
yang ditimbulkan oleh tindak pidana sudah ada niat terlebih dahulu ingin
penganiayaan tersebut. melakukan tindakan penganiayaan dan oleh
d. Akibat mana menjadi satu-satunya karena itu karena ada kesempatan timbul
tujuan pelaku. niat baru dari si pelaku untuk melakukan
Dengan selesainya pembahasan mengenai tindakan perkosaan.
pasal 351 ayat (1), maka dibawah ini akan
dibahas penganiayaan dalam Pasal 351 ayat (2) b. Penganiayaan pada saat melakukan
yaitu mengakibatkan luka berat: pemerkosaan
Merujuk pada pengertian penganiayaan Dikatakan sebagai penganiayaan pada saat
dalam Pasal 351 ayat (2) diatas maka terlihat melakukan perkosaan adalah barang siapa
unsur-unsur dalam Pasal 351 ayat (2) hampir dengan sengaja memaksa melakukan
sama dengan Pasal 351 ayat (1) KUHP. kekerasan dan atau melukai seorang wanita
Perbedaan diantara kedua penganiayaan yang bukan istrinya, dalam keadaan tidak
tersebut terletak pada akibatnya. Penganiayaan berdaya dengan maksud untuk
biasa dalam Pasal 351 ayat (2), akibat dari mempermudah melakukan persetubuhan.
perbuatan tersebut harus berupa luka berat.
Perbedaan antara luka berat dalam konteks c. Penganiayaan setelah pemerkosaan
Pasal 351 ayat (2), akibat dari perbuatan Dikatakan sebagai penganiayaan setelah
tersebut harus berupa luka berat. Perbedaan pemerkosaan adalah ketika telah terjadi
antara luka berat dalam konteks Pasal 351 ayat suatu pemerkosaan yang disertai adanya
(2) dengan luka dalam konteks Pasal 351 ayat niat baru dari si pelaku terhadap korban,
(1) adalah secara yuridis formal sebenarnya yang dimana dengan maksud agar
tidak ada pasal atau ayat yang menunjukkan memberikan perlakuan baru terhadap
adanya perbedaan antara kedua istilah tersebut
19
Sulistyowati Irianto. Perempuan dan Hukum menuju
18
Lihat penjelasan pasal 351 kitab Undang-undang hukum Hukum yang bersepektif kesetaraan dan keadilan, Yayasan
pidana. Obor Indonesia, Jakarta, 2006, hal.52.
168
Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016
korban atas dasar sikap perlawanan yang perbarengan perbuatan yang harus dipandang
ditimbulkan kepada pelaku dari korban sebagai perbuatan yang berdiri sendiri,
misalnya pengancaman dari korban pada sehingga merupakan beberapa kejahatan yang
pelaku sehingga menimbulkan niat baru dari diancam dengan pidana pokok yang sejenis,
si pelaku untuk melakukan tindakan maka hanya dijatuhkan satu pidana. 2)
penganiayaan. Maksimum pidana yang dijatuhkan adalah
Dari ketiga kemungkinan terjadinya tindak jumlah maksimum pidana yang diancamkan
pidana perkosaan yang disertai dengan terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih
penganiayaan, terdapat beberapa perbedaan dari maksimum pidana yang terberat ditambah
yang dapat disebutkan oleh penyusun yaitu sepertiga.
sebagai berikut :20 Penulis berpendapat bahwa bentuk
a. Dilihat dari adanya niat dari pelaku perbuatan dalam tindak pidana perkosaan yang
terhadap korban sebelum dilakukannya disertai dengan penganiayaan adalah
tindakan perkosaan dan penganiayaan. dinyatakan sebagai bentuk perbarengan
b. Dilihat dari adanya perbuatan yang perbuatan tindak pidana perkosaan yang
sudah disertai niat dari si pelaku disertai dengan penganiayaan menurut Kitab
terhadap korban untuk melakukan Undang-undang Hukum Pidana.
perkosaan.
c. Dilihat dari adanya perbuatan yang PENUTUP
sudah disertai niat dari si pelaku A. Kesimpulan
terhadap korban melakukan perkosaan 1. Kejahatan kesopanan di bidang
ditambah dengan adanya niat baru kesusilaan adalah kejahatan kesopanan
yang ditimbulkan oleh pelaku terhadap mengenai hal yang berhubungan
korban untuk melakukan tindakan dengan masalah seksual (disebut
penganiayaan. kejahatan kesusilaan).
Dari hasil uraian di atas, Penulis 2. Didalam rumusan Undang-undang tidak
berpendapat bahwa sistem pemidanaan (the mensyaratkan keharusan adanya unsur
sentencing system) adalah “aturan perundang- kesengajaan pada diri pelaku dalam
undangan yang berkaitan dengan sanksi dan melakukan perbuatan yang dilarang
pemidanaan”. Maka pengertian “sistem didalam Pasal 285 KUHP, tetapi dengan
pemidanaan” dapat dilihat dari 2(dua) sudut dicantumkannya unsur memaksa di
yaitu;21 dalam rumusan ketentuan pidana yang
1. Dalam arti luas, sistem pemidanaan diatur dalam Pasal 285 KUHP tersebut,
dilihat dari sudut fungsional, yaitu dari kiranya sudah jelas bahwa tindak
sudut bekerja atau prosesnya. pidana perkosaan seperti yang
2. Dalam arti sempit, sistem pemidanaan dimaksudkan dalam Pasal 285 KUHP itu
dilihat dari sudut normative atau harus dilakukan dengan sengaja.
substantif, yaitu hanya dilihat dari Karena seperti yang telah kita ketahui,
norma-norma hukum pidana substantif. bahwa tindak pidana perkosaan dalam
Sistem pemberian pidana yang digunakan Pasal 285 KUHP harus dilakukan dengan
dalam tindak pidana perkosaan yang disertai sengaja, dengan sendirinya unsur
dengan penganiayaan adalah sistem kumulasi kesengajaan tersebut harus dibuktikan
terbatas, yaitu hanya dikenakan satu aturan baik oleh penuntut umum maupun oleh
pidana terberat, dan bilamana berbeda-beda hakim disidang pengadilan yang
maka dikenakan ketentuan yang memuat memeriksa dan mengadili perkara
pidana pokok yang terberat. Dalam KUHP pasal pelaku yang oleh penuntut umum telah
65 ayat (1) dan ayat (2) tentang perbarengan didakwa melanggar larangan yang
perbuatan menyatakan: 1) Dalam hal diatur dalam Pasal 285 KUHP.
20
Ibid, hal. 53. B. SARAN
21
R. Sugandi, KUHP dengan penjelasannya, usaha
Nasional. Surabaya, 1980, hal. 12.
169
Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016
170