Anda di halaman 1dari 7

Lex Administratum, Vol. IV/No.

2/Feb/2016

KAJIAN HUKUM TENTANG KEJAHATAN norma-norma pergaulan yaitu norma-norma


TERHADAP KESOPANAN MENURUT kesopanan.3 Norma-norma kesopanan berpijak
PASAL 285 KUHP1 pada tujuan menjaga keseimbangan batin
Oleh: Vistalio A. Liju2 dalam hal rasa kesopanan bagi setiap manusia
dalam pergaulan kehidupan bermasyarakat.
ABSTRAK Patokan patut dan atau tidak patutnya suatu
Tujuan dilkaukannya penelitian ini adalah untuk tingkah laku yang dianggap menyerang
mengetahui bagaimana pengaturan kejahatan kepentingan hukum mengenai rasa kesopanan
terhadap kesopanan dalam KUHPidana dan itu tidaklah semata-mata bersifat individual,
bagaimana penerapan hukum Pasal 285 dalam tetapi lebih ke arah sifat universal walaupun
proses persidangan perkara pidana.. Dengan mungkin mengenai suatu hal tertentu lebih
menggunakan metode penelitian yuridis terbatas pada lingkungan masyarakat tertentu.
normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Kejahatan Nilai-nilai kesopanan yang dijunjung tinggi oleh
kesopanan di bidang kesusilaan adalah masyarakat yang mencerminkan sifat dan
kejahatan kesopanan mengenai hal yang karakter suatu lingkungan masyarakat bahkan
berhubungan dengan masalah seksual (disebut suatu bangsa (bersifat nasional), telah
kejahatan kesusilaan). 2. Rumusan Undang- teradopsi di dalam norma-norma hukum
undang tidak mensyaratkan keharusan adanya mengenai tindak pidana terhadap kesopanan
unsur kesengajaan pada diri pelaku dalam ini. Dalam usaha negara menjamin terjaganya
melakukan perbuatan yang dilarang didalam nilai-nilai kesopanan yang dijunjung tinggi oleh
Pasal 285 KUHP, tetapi dengan dicantumkannya warga masyarakat inilah dibentuk tindak pidana
unsur memaksa di dalam rumusan ketentuan dalam Bab XIV buku II KUHP mengenai
pidana yang diatur dalam Pasal 285 KUHP kejahatan terhadap kesopanan (disingkat
tersebut, kiranya sudah jelas bahwa tindak kejahatan kesopanan) dan Bab VI buku III KUHP
pidana perkosaan seperti yang dimaksudkan mengenai pelanggaran terhadap kesopanan
dalam Pasal 285 KUHP itu harus dilakukan (disingkat pelanggaran kesopanan).4
dengan sengaja. Karena seperti yang telah kita
ketahui, bahwa tindak pidana perkosaan dalam
Pasal 285 KUHP harus dilakukan dengan B. PERUMUSAN MASALAH
sengaja, dengan sendirinya unsur kesengajaan 1. Bagaimana pengaturan kejahatan
tersebut harus dibuktikan baik oleh penuntut terhadap kesopanan dalam KUHPidana
umum maupun oleh hakim disidang pengadilan ?
yang memeriksa dan mengadili perkara pelaku 2. Bagaimana penerapan hukum Pasal 285
yang oleh penuntut umum telah didakwa dalam proses persidangan perkara
melanggar larangan yang diatur dalam Pasal pidana ?
285 KUHP.
Kata kunci: Kejahatan, kesopanan C. METODE PENELITIAN
Metode Penelitian yang digunakan dalam
PENDAHULUAN menyusun karya ilmiah dalam bentuk Skripsi
A. Latar Belakang ini, yakni metode penelitian hukum normatif.
Tindak pidana kesopanan dibentuk untuk
melindungi kepentingan hukum (rechtsbelang) PEMBAHASAN
terhadap rasa kesopanan masyarakat (rasa A. Tindak Pidana Pencabulan
kesusilaan termasuk di dalamnya). Kehidupan Pengertian perbuatan cabul (ontuchtige
sosial manusia dalam pergaulan sesamanya handelingen) adalah segala macam wujud
selain dilandasi oleh norma-norma hukum yang perbuatan, baik yang dilakukan pada diri sendiri
mengikat secara hukum, juga dilandasi oleh maupun dilakukan pada orang lain mengenai
dan yang berhubungan dengan alat kelamin
1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Dr. Youla O. Aguw,
3
SH, MH; Deizen Rompas, SH, MH Adami Chazawi. Tindak Pidana Mengenai Kesopanan.
2
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 1
4
120711023 Ibid, hal. 1

164
Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

atau bagian tubuh lainnya yang dapat dengan perempuan yang biasa dijalankan untuk
merangsang nafsu seksual. mendapatkan anak, jadi anggota kemaluan laki-
KUHP menjelaskan perbuatan cabul sebagai laki harus masuk ke dalam anggota kemaluan
berikut : perempuan, sehingga mengeluarkan air mani,
“segala perbuatan yang melanggar sesuai dengan Arriest Hoge Raad 5 Februari
kesusilaan (kesopanan) atau perbautan yang 1912 (W, 9292). Dalam pengertian
keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu persetubuhan di atas disimpulkan bahwa suatu
birahi kelamin, misalnya: cium-ciuman, tindakan dapat dikatakan suatu persetubuhan
meraba-raba anggota kemaluan, meraba- jika alat kelamin laki-laki masuk ke dalam alat
raba buah dada, dsb. Persetubuhan masuk kelamin perempuan sampai mengeluarkan air
pula dalam pengertian cabul.”5 mani yang dapat mengakibatkan kehamilan.
Persetubuhan adalah persentuhan sebelah
Lebih tegas Adami Chazawi mengemukakan dalam dari kemaluan si laki-laki dan
perbuatan cabul sebagai “segala macam wujud perempuan, yang pada umumnya dapat
perbuatan baik yang dilakukan pada diri sendiri menimbulkan kehamilan. Tidak perlu bahwa
maupun pada orang lain mengenai dan yang telah terjadi pengeluaran mani dalam kemaluan
berhubungan dengan alat kelamin atau bagian si perempuan. Pengertian “bersetubuh” pada
tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu saat ini diartikan bahwa penis telah penestrasi
seksual. Misalnya : mengelus-elus atau (masuk) ke dalam vagina.8
menggosok-gosok penis atau vagina, Berdasarkan uraian diatas bahwa pengertian
memegang buah dada, mencium mulut seorang bersetubuh berdasarkan dengan yang
perempuan dan sebagainya.”6 diungkapkan oleh R.Soesilo karena disini tidak
Adapun beberapa jenis istilah tentang disyaratkan terjadi pengeluaran air mani dari
pencabulan yaitu sebagai berikut :7 penis laki-laki yang dapat menyebabkan
1. Exhibitionism : yaitu sengaja kehamilan. Dengan demikian terlihat jelas
memamerkan alat kelamin kepada perbedaan antara pencabulan dan
orang lain. persetubuhan yaitu jika seseorang melakukan
2. Voyeurism : yaitu mencium seseorang persetubuhan itu sudah termasuk perbuatan
dengan bernafsu. cabul sedangkan ketika seseorang melakukan
3. Fondling : yaitu mengelus/meraba perbuatan cabul, belum dikategorikan telah
alat kelamin seseorang. melakukan persetubuhan karena suatu
4. Fellatio : yaitu memaksa seseorang perbuatan dapat dikategorikan sebagai suatu
untuk melakukan kontak mulut. persetubuhan jika disyaratkan masuknya penis
KUHP menggolongkan tindak pidana ke dalam vagina perempuan kemudian laki-laki
pencabulan ke dalam tindak pidana kesusilaan. mengeluarkan air mani yang biasanya
KUHP belum Mendefinisikan dengan jelas menyebabkan terjadinya kehamilan sebagai
maksud dari pada pencabulan itu sendiri dan suatu persetubuhan melainkan perbuatan
terkesan mencampuradukkan pengertiannya cabul. Selain itu perbuatan cabul tidak
dengan perkosaan ataupun persetubuhan, menimbulkan kehamilan.9
sedangkan dalam konsep KUHP yang baru
ditambahkan kata “persetubuhan” disamping Untuk mengetahui unsur-unsur dari
pencabulan, sehingga pencabulan dan perbuatan cabul, penulis akan menjabarkan
persetubuhan dibedakan sehingga yang unsur-unsur dari pasal-pasal yang menyangkut
dimaksud dengan “persetubuhan” ialah dengan perbuatan cabul. Ketentuan mengenai
peraduan antara anggota kemaluan laki-laki perbuatan cabul diatur dalam Pasal 289 KUHP
sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan kekerasan atau
5
Adami Chazawi, Kejahatan terhadap tubuh nyawa. Raja ancaman kekerasan atau ancaman
Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal.80
6
Ibid, hal. 80.
7 8
PA.F. Lamintang. Delik-delik Khusus Kejahatan terhadap Leden Marpaung, Tindak Pidana terhadap Kehormatan,
nyawa Tubuh dan Kesehatan yang membahayakan bagi Raja Grafindo, Jakarta, 2008, hal. 53
9
nyawa Tubuh, Bina Cipta, Bandung, 1985, hal. 12. Ibid, hal. 70.

165
Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

kekerasan memaksa seseorang untuk seorang wanita (diluar perkawinan), (6)


melakukan atau membiarkan dilakukan bersetubuh.
perbuatan cabul, diancam karena Sanksi hukuman berupa pemidanaan yang
melakukan perbuatan yang menyerang terumus dalam Pasal 285 KUHP tersebut
kehormatan kesusilaan, dengan pidana menyebutkan bahwa paling lama hukuman
penjara paling lama sembilan tahun.” yang akan ditanggung oleh pelaku adalah
duabelas tahun penjara. Hal ini adalah ancaman
Apabila rumusan Pasal 289 KUHP tersebut hukuman secara maksimal, dan bukan sanksi
dirinci, akan terlihat unsur-unsurnya sebagai hukumyang sudah dibakukan harus diterapkan
berikut :10 begitu. Sanksi minimalnya tidak ada, sehingga
1. Perbuatannya : Perbuatan cabul dan terhadap pelaku dapat diterapkan berapapun
memaksa caranya dengan kekerasan lamanya hukuman sesuai dengan “selera” yang
atau dengan ancaman kekerasan. menjatuhkan vonis.
2. Objeknya : Seseorang untuk melakukan Jika kemudian dalam perjalanan sejarah
atau membiarkan melakukan. penerapan Pasal 285 oleh hakim, hanya ada
beberapa kali putusan maksimal itu diterapkan,
B. PENERAPAN PASAL 285 KUHP maka tidak semata-mata bisa menyalahkan
KUHP Indonesia, yang dijadikan acuan hakimnya, meskipun dalam visi kemanusiaan
utama bagi kalangan praktisi hukum untuk dan keadilan yang layaknya didapatkan korban,
menjaring pelaku kejahatan kekerasan seksual hakim telah bertindak di luar komitmen dan
mengandung kekurangan secara substansial nilai-nilai kemanusiaannya. Pasal 285 KUHP
dalam hal melindungi korban kejahatan. Korban tidak ditegaskan apa yang menjadi unsur
dalam sisi yuridis ini tidak mendapatkan kesalahan. Apa “Sengaja” atau “Alpa”. Tapi
perlindungan yang istimewa. Meskipun begitu, dengan dicantumkannya unsur “memaksa”
khusus dalam pembahasan ini, penulis uraikan kiranya jelas bahwa perkosaan harus dilakukan
atau deskripsikan posisi korban kejahatan dengan “sengaja”.
kekerasan seksual dalam perspektif hukum Ketentuan yang mengatur mengenai bentuk
positif itu (KUHP). Benarkah posisinya tidak perbuatan dan pemidanaannya terdapat dalam
begitu diuntungkan secara yuridis? Tindak pasal 285 KUHP. Dirumuskan dalam pasal
pidana perkosaan dalam KUHP dapat dibedakan tersebut : Barangsiapa dengan kekerasan atau
menjadi dua yaitu; tindak pidana perkosaan ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
untuk bersetubuh yang diatur dalam Pasal 285 bersetubuh dengan dia di luar perkawinan,
dan tindak pidana perkosaan untuk berbuat diancam karena melakukan perkosaan dengan
cabul yang diatur dalam Pasal 289. pidana penjara paling lama dua belas tahun.12
Pasal 285 KUHP, “Barangsiapa dengan Berdasarkan rumusan dalam pasal 285 KUHP
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa tersebut di atas, maka dapat diuraikan unsur-
seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar unsur tindak pidana perkosaan sebagai
perkawinan, diancam karena melakukan berikut;13
perkosaan dengan pidana penjara paling lama a. Barangsiapa
dua belas tahun.” Berdasarkan rumusan b. Dengan kekerasan atau ancaman
tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur yang kekerasan
harus ada untuk adanya tindak pidana c. Memaksa
perkosaan untuk bersetubuh adalah;11 (1) d. Seorang wanita bersetubuh dengan dia
barangsiapa, (2) dengan kekerasan, atau (3) e. Diluar perkawinan
dengan ancaman kekerasan, (4) memaksa, (5) Didalam rumusan Undang-undang tidak
mensyaratkan keharusan adanya unsur
kesengajaan pada diri pelaku dalam melakukan
10
perbuatan yang dilarang didalam Pasal 285
Lihat Penjelasan Pasal 289 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana.
11 12
R. Soesilo. Undang-undang Hukum Pidana, serta MOeljatno. Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Komentar-komentarnya lengkap dengan pasal demi pasal, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007),Pasal 285 KUHP.
13
Politea, Bogor, 1974, hal. 182. Ibid, hal. 52.

166
Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

KUHP, tetapi dengan dicantumkannya unsur mengadakan perlawanan terhadap pelaku


memaksa di dalam rumusan ketentuan pidana sebelum maupun sesudah dia diperkosa.
yang diatur dalam Pasal 285 KUHP tersebut, Apabila perbuatan itu dilakukan tanpa
kiranya sudah jelas bahwa tindak pidana kekerasan atau ancaman kekerasan, maka
perkosaan seperti yang dimaksudkan dalam perbuatan itu tidak dapat digolongkan kedalam
Pasal 285 KUHP itu harus dilakukan dengan pengertian perkosaan tetapi termasuk dalam
sengaja. Karena seperti yang telah kita ketahui, pengertian persetubuhan suka sama suka.
bahwa tindak pidana perkosaan dalam Pasal Rumusan Pasal 285 KUHP tentang larangan
285 KUHP harus dilakukan dengan sengaja, perkosaan tersebut dalam kenyataannya tidak
dengan sendirinya unsur kesengajaan tersebut relevan dengan makna perbuatan perkosaan itu
harus dibuktikan baik oleh penuntut umum sendiri. Dalam rumusan tersebut hanya
maupun oleh hakim disidang pengadilan yang perbuatan dengan kekerasan atau ancaman
memeriksa dan mengadili perkara pelaku yang kekerasan untuk memaksa seorang wanita
oleh penuntut umum telah didakwa melanggar bersetubuh diluar perkawinan lah yang
larangan yang diatur dalam Pasal 285 KUHP.14 dikategorikan sebagai perkosaan. Perbuatan
Sanksi hukuman berupa pemidanaan yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
terumus dalam Pasal 285 KUHP tersebut untuk memaksa seorang wanita yang terikat
menyebutkan bahwa paling lama hukuman perkawinan untuk melakukan persetubuhan,
yang akan ditanggung oleh pelaku adalah dua tidak dapat dikategorikan sebagai perkosaan,
belas tahun penjara, apabila mengakibatkan padahal pemaksaan atau kekerasan untuk
matinya perempuan diancam pidana penjara melakukan persetubuhan seharusnya
lima belas tahun. Hal ini adalah ancaman dikategorikan sebagai perbuatan yang dilarang,
hukuman maksimal, dan bukan sanksi hukum karena menafsirkan adanya penghargaan atas
yang sudah dibakukan harus ditetapkan begitu. kemanusiaan seseorang yang paling esensial
Sanksi minimalnya tidak ada, sehingga terhadap berupa adanya persetujuan untuk melakukan
pelaku dapat diterapkan berapapun lamanya perbuatan yang teramat intim, baik itu diluar
hukuman penjara sesuai dengan “selera” yang atau didalam perkawinan. Dengan merumuskan
menjatuhkan vonis.15 hal itu, pasal 285 KUHP telah menyatakan
R. Soesilo mengatakan bahwa yang diancam bahwa perempuan yang telah terikat
hukuman dalam Pasal 285 KUHP tentang perkawinan tidak lagi memiliki hakekat
perkosaan adalah dengan kekerasan atau kemanusiaan untuk melakukan persetujuan
ancaman kekerasan memaksa perempuan yang persetubuhan, atau tidak perlu lagi dimintai
bukan istrinya bersetubuh dengannya. Dari persetujuannya.
pasal 285 ini juga dapat ditarik kesimpulan Tindak pidana penganiayaan istilah yang
sebagai berikut : digunakan KUHP untuk tidak pidana terhadap
a. Korban perkosaan harus seorang wanita tubuh. Namun KUHP sendiri tidak memuat arti
tanpa batas umur; penganiayaan tersebut. Maksud dari pada
b. Korban harus mengalami kekerasan atas penganiayaan ialah kesengajaan menimbulkan
ancaman kekerasan. Hal ini berarti tidak rasa sakit atau menimbulkan luka pada tubuh
ada persetujuan dari pihak korban orang lain.17
mengenai niat dan tindakan pelaku.16 Ketentuan Pasal 351 KUHP secara tegas
Berdasarkan penjelasan di atas jelaslah merumuskan bahwa :
bahwa perkosaan itu dilakukan dengan 1) Penganiayaan diancam dengan pidana
kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga penjara paling lama dua tahun delapan
korban pingsan atau tidak berdaya lagi untuk bulan atau denda paling banyak tiga ratus
rupiah.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka
14
P.A.F. Lamintang & Theo Lamintang, Op.cit, hal. 97 berat yang bersalah dikenakan pidana
15
Ibid
16
Mahmud Mulyani, 2008. Criminal Policy : Pendekatan
penjara paling lama lima tahun.
Integral Penal Policy dan Non Penal Policy dalam
17
penanggulangan kejahatan kekerasan, Medan, Penerbit Lamintang. Kejahatan terhadap Nyawa dan Tubuh,
Pustaka Bangsa Press, hal. 43. Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hal. 132.

167
Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana sebab dalam konteks KUHP, tidak ada batasan
penjara paling lama tujuh tahun. tentang apa yang dimaksud dengan luka. KUHP
4) Dengan penganiayaan disamakan merusak hanya memberikan gambaran tentang apa yang
kesehatan. dimaksud dengan luka berat sebagaimana yang
5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini diatur dalam Pasal 90 KUHP. Sementara
tidak dipidana.18 tentang luka sama sekali tidak disinggung.
Rumusan dalam ketentuan Pasal 351 KUHP Secara doktrin, istilah luka dalam konteks Pasal
diatas terlihat bahwa rumusan tersebut tidak 351 ayat (1) KUHP diartikan sebagai luka ringan.
memberikan kejelasan tentang perbuatan apa Penggunaan istilah luka ringan tersebut atas
yang dimaksudnya. Ketentuan pasal 351 KUHP pertimbangan, bahwa dalam konteks Pasal 351
tersebut hanya merumuskan kualifikasinya saja ayat (2) dikenal istilah luka berat. Dengan
dan pidana yang diancamkan. Tindak pidana demikian, menurut istilah luka dalam konteks
dalam pasal 351 KUHP dikualifikasi sebagai pasal 351 ayat (1) KUHP harus diartikan sebagai
penganiayaan. luka ringan sebagai lawan dari istilah luka berat
Adapun unsur-unsur dari penganiayaan dalam konteks pasal 351 ayat (2).
sebagaimana yang diatur dalam pasal 351 KUHP Dalam tindak pidana perkosaan yang disertai
adalah sama dengan unsur-unsur penganiayaan dengan penganiayaan, ada tiga kemungkinan
pada umumnya: dapat terjadinya tindakan tersebut:19
a. Unsur kesengajaan; a. Penganiayaan sebelum pemerkosaan
b. Unsur perbuatan; Dikatakan sebagai penganiayaan sebelum
c. Unsur akibat perbuatan berupa rasa pemerkosaan adalah, apabila seseorang
sakit, tidak enak pada tubuh, dan luka melakukan perbuatan yang dengan sengaja
tubuh, namun dalam pasal 351 KUHP melakukan penganiayaan untuk bersetubuh
ini tidak mensyaratkan adanya dengan perempuan yang bukan istrinya
perubahan rupa atau tubuh pada akibat diluar perkawinan. Artinya bahwa pelaku
yang ditimbulkan oleh tindak pidana sudah ada niat terlebih dahulu ingin
penganiayaan tersebut. melakukan tindakan penganiayaan dan oleh
d. Akibat mana menjadi satu-satunya karena itu karena ada kesempatan timbul
tujuan pelaku. niat baru dari si pelaku untuk melakukan
Dengan selesainya pembahasan mengenai tindakan perkosaan.
pasal 351 ayat (1), maka dibawah ini akan
dibahas penganiayaan dalam Pasal 351 ayat (2) b. Penganiayaan pada saat melakukan
yaitu mengakibatkan luka berat: pemerkosaan
Merujuk pada pengertian penganiayaan Dikatakan sebagai penganiayaan pada saat
dalam Pasal 351 ayat (2) diatas maka terlihat melakukan perkosaan adalah barang siapa
unsur-unsur dalam Pasal 351 ayat (2) hampir dengan sengaja memaksa melakukan
sama dengan Pasal 351 ayat (1) KUHP. kekerasan dan atau melukai seorang wanita
Perbedaan diantara kedua penganiayaan yang bukan istrinya, dalam keadaan tidak
tersebut terletak pada akibatnya. Penganiayaan berdaya dengan maksud untuk
biasa dalam Pasal 351 ayat (2), akibat dari mempermudah melakukan persetubuhan.
perbuatan tersebut harus berupa luka berat.
Perbedaan antara luka berat dalam konteks c. Penganiayaan setelah pemerkosaan
Pasal 351 ayat (2), akibat dari perbuatan Dikatakan sebagai penganiayaan setelah
tersebut harus berupa luka berat. Perbedaan pemerkosaan adalah ketika telah terjadi
antara luka berat dalam konteks Pasal 351 ayat suatu pemerkosaan yang disertai adanya
(2) dengan luka dalam konteks Pasal 351 ayat niat baru dari si pelaku terhadap korban,
(1) adalah secara yuridis formal sebenarnya yang dimana dengan maksud agar
tidak ada pasal atau ayat yang menunjukkan memberikan perlakuan baru terhadap
adanya perbedaan antara kedua istilah tersebut
19
Sulistyowati Irianto. Perempuan dan Hukum menuju
18
Lihat penjelasan pasal 351 kitab Undang-undang hukum Hukum yang bersepektif kesetaraan dan keadilan, Yayasan
pidana. Obor Indonesia, Jakarta, 2006, hal.52.

168
Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

korban atas dasar sikap perlawanan yang perbarengan perbuatan yang harus dipandang
ditimbulkan kepada pelaku dari korban sebagai perbuatan yang berdiri sendiri,
misalnya pengancaman dari korban pada sehingga merupakan beberapa kejahatan yang
pelaku sehingga menimbulkan niat baru dari diancam dengan pidana pokok yang sejenis,
si pelaku untuk melakukan tindakan maka hanya dijatuhkan satu pidana. 2)
penganiayaan. Maksimum pidana yang dijatuhkan adalah
Dari ketiga kemungkinan terjadinya tindak jumlah maksimum pidana yang diancamkan
pidana perkosaan yang disertai dengan terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih
penganiayaan, terdapat beberapa perbedaan dari maksimum pidana yang terberat ditambah
yang dapat disebutkan oleh penyusun yaitu sepertiga.
sebagai berikut :20 Penulis berpendapat bahwa bentuk
a. Dilihat dari adanya niat dari pelaku perbuatan dalam tindak pidana perkosaan yang
terhadap korban sebelum dilakukannya disertai dengan penganiayaan adalah
tindakan perkosaan dan penganiayaan. dinyatakan sebagai bentuk perbarengan
b. Dilihat dari adanya perbuatan yang perbuatan tindak pidana perkosaan yang
sudah disertai niat dari si pelaku disertai dengan penganiayaan menurut Kitab
terhadap korban untuk melakukan Undang-undang Hukum Pidana.
perkosaan.
c. Dilihat dari adanya perbuatan yang PENUTUP
sudah disertai niat dari si pelaku A. Kesimpulan
terhadap korban melakukan perkosaan 1. Kejahatan kesopanan di bidang
ditambah dengan adanya niat baru kesusilaan adalah kejahatan kesopanan
yang ditimbulkan oleh pelaku terhadap mengenai hal yang berhubungan
korban untuk melakukan tindakan dengan masalah seksual (disebut
penganiayaan. kejahatan kesusilaan).
Dari hasil uraian di atas, Penulis 2. Didalam rumusan Undang-undang tidak
berpendapat bahwa sistem pemidanaan (the mensyaratkan keharusan adanya unsur
sentencing system) adalah “aturan perundang- kesengajaan pada diri pelaku dalam
undangan yang berkaitan dengan sanksi dan melakukan perbuatan yang dilarang
pemidanaan”. Maka pengertian “sistem didalam Pasal 285 KUHP, tetapi dengan
pemidanaan” dapat dilihat dari 2(dua) sudut dicantumkannya unsur memaksa di
yaitu;21 dalam rumusan ketentuan pidana yang
1. Dalam arti luas, sistem pemidanaan diatur dalam Pasal 285 KUHP tersebut,
dilihat dari sudut fungsional, yaitu dari kiranya sudah jelas bahwa tindak
sudut bekerja atau prosesnya. pidana perkosaan seperti yang
2. Dalam arti sempit, sistem pemidanaan dimaksudkan dalam Pasal 285 KUHP itu
dilihat dari sudut normative atau harus dilakukan dengan sengaja.
substantif, yaitu hanya dilihat dari Karena seperti yang telah kita ketahui,
norma-norma hukum pidana substantif. bahwa tindak pidana perkosaan dalam
Sistem pemberian pidana yang digunakan Pasal 285 KUHP harus dilakukan dengan
dalam tindak pidana perkosaan yang disertai sengaja, dengan sendirinya unsur
dengan penganiayaan adalah sistem kumulasi kesengajaan tersebut harus dibuktikan
terbatas, yaitu hanya dikenakan satu aturan baik oleh penuntut umum maupun oleh
pidana terberat, dan bilamana berbeda-beda hakim disidang pengadilan yang
maka dikenakan ketentuan yang memuat memeriksa dan mengadili perkara
pidana pokok yang terberat. Dalam KUHP pasal pelaku yang oleh penuntut umum telah
65 ayat (1) dan ayat (2) tentang perbarengan didakwa melanggar larangan yang
perbuatan menyatakan: 1) Dalam hal diatur dalam Pasal 285 KUHP.

20
Ibid, hal. 53. B. SARAN
21
R. Sugandi, KUHP dengan penjelasannya, usaha
Nasional. Surabaya, 1980, hal. 12.

169
Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

1. Dalam pembentukan Kitab Undang- P.A.F. Lamintang. Dasar-dasar hukum Pidana


undang Hukum Pidana Nasional, delik- Indonesia. Citra Aditya, Bandung, 1997.
delik susila terutama delik susila yang ______________. Delik-delik Khusus Kejahatan
berhubungan dengan seksual masih terhadap nyawa Tubuh dan Kesehatan yang
sangat perlu dipertahankan dan harus membahayakan bagi nyawa Tubuh, Bina
disesuaikan dengan perkembangan Cipta, Bandung, 1985.
masyarakat sekarang ini dan haruslah Marpaung Leden. Tindak Pidana terhadap
ditentukan ancaman hukuman Kehormatan, Raja Grafindo, Jakarta, 2008.
maksimal seumur hidup dan ancaman Mulyani Mahmud. Criminal Policy, Pendekatan
hukum minimal dua puluh lima tahun. internal Penal Policy dan Non Penal Policy
2. Kemudian saran menurut pendapat dalam penanggulangan kejahatan
penyusun adalah Pemerintah kekerasan, Pustaka bangsa Press, Jakarta,
khususnya aparat penegak hukum yakni 1998.
Polisi, Pengacara, Jaksa, Hakim maupun Moeljatno. Azas-asas Hukum Pidana. Bina
lembaga Pemasyarakatan, harus Aksara, Jakarta, 1983.
dengan tegas dalam menerapkan Marzuki Suparman (et.al). Pelecehan Seksual,
aturan atau hukum yang ada untuk (Makalah) Fakultas Hukum Universitas Islam
memenuhi rasa keadilan yang Indonesia, Yogyakarta, 1998.
diinginkan. Prodjodikoro Wirjono. Azas-azas Hukum
Pidana, Eresco, Bandung, 1980.
DAFTAR PUSTAKA Poernomo Bambang. Azas-azas Hukum Pidana,
Adji Demarseno. Delik-delik Susila dalam Ghara Indonesia, Yogyakarta, 1978.
Hukum (Acara) Pidana dalam Propeksi. Pompe WPJ. Handboela van het Nederlandse
Erlangga. Jakarta, 1985. strafrecht N.V. Uitgeven psmaat sehappij
Amir Ilyas, Hukum Pidana di Indonesia, Ghalia WEJ. Tjeenk-Willink Zwolle, 1959.
Indonesia, Bandung, 1982. Soekanto Soerjono & Sri Mamudji. Penelitian
Bawengan Gerson W. Hukum Pidana dalam Hukum Normatif, suatu Tinjauan Singkat,
Teori dan Praktek, Pradnya Paramita, Raja Grafindo Persada Jakarta, 2004.
Jakarta, 1985. Suringa Hazewinkel. Inleiding tot de Studie
Chazawi Adami, Tindak Pidana mengenai vanhet nederlandse strafreeht, HD. Tjeenk
Kesopanan, Raga, Grafindo Persada, Jakarta, Willink & 200 n haarlem, 1953.
2005. Simon, D. Leerboek Van Het Nederlandse
_____________, Kejahatan terhadap Tubuh Strafredet, Noordhoff N.V. Groningen-
Nyawa. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Batavia, 1973.
2005. Soesilo R. KUHP, serta Komentar-komentar
Hamzah Andi. Azas-azas Hukum Pidana, Rineka lengkap dengan pasal dari pasal, Politea,
Cipta, Jakarta, 1988. Bogor. 1974.
Hamel Van. Inleiding tot de studies vanhet R. Sugandi, KUHP dengan penjelasannya, usaha
nederlaudse strafrecht, de erven F. Bohn, Nasional. Surabaya, 1980
Haarlem, gebs, Belinfante, Sgravenhage, Wahid Abdul & Muhammad Irfan. Perlindungan
1927. terhadap Korban Kekerasan Seksual
Hattum Van. Hand-en leerboek van het Advokasi atas Hak Azasi Perempuan. Refika
nederlandse strafrecht 1.5. gouda quint. D. aditanma, Bandung, 2001.
Brouwer en 2004, Ahnhem Martinus Nijhoff
Sgravenhage. 1953.
Irianto Sulistyowati. Perempuan dan Hukum
menuju Hukum yang bersepektif kesetaraan
dan keadilan, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2006.
Satochid Kartanegara. Hukum Pidana, Balai
Lektur Mahasiswa, Jakarta, Tanpa Tahun.

170

Anda mungkin juga menyukai