Anda di halaman 1dari 9

Fakultas Psikologi Diserahkan kepada:

Universitas Kristen Maranatha Efnie Indrianie, M.Psi, Psikolog

Bandung

TUGAS BIOPSIKOLOGI PERTEMUAN 5

Hormone and Sex

Disusun oleh:

Kelompok 4

Velline Alodia Ines 2030017


Revina Priscila 2030035
Grace Erlina Lukas 2030041
Belinda Nindya P. 2030064
Thesya Laura Ramba 2030102
Agnes Lauren 2030149

Kelas C

Diserahkan tanggal:

12 April 2021
TUGAS 1 - Apa itu steroid hormones?

Hormon yang mempengaruhi perkembangan seksual dan aktivitas perilaku


seksual orang dewasa adalah steroid hormones. Kebanyakan hormon lain
menghasilkan efek mereka dengan melakukan ikatan dengan reseptor di membran
sel. Hormon steroid bisa mempengaruhi sel-sel dengan cara ini. Namun, karena
ukuran mereka yang kecil dan fat-soluble, mereka bisa langsung memasuki sel
membran dan sering mempengaruhi sel dengan cara kedua. Ketika mereka telah
masuk ke dalam sel, molekul steroid akan berikatan dengan reseptor di dalam
sitoplasma atau nukleus. Dengan melakukan itu, secara langsung akan
mempengaruhi ekspresi gen (hormon turunan asam amino dan hormon peptida
mempengaruhi ekspresi gen lebih jarang dan mekanisme langsung yang kurang).
Akibatnya, dari semua hormon, hormon steroid cenderung paling beragam dan
efeknya lebih tahan lama dibandingkan dengan cellular function.

Gonads melakukan lebih dari sekedar memproduksi sperma dan sel telur.
Mereka juga memproduksi dan melepaskan hormon steroid. Kebanyakan orang
terkejut ketika mereka mengetahui bahwa testis dan ovarium menghasilkan
hormon yang sama. Hormon utama yang dihasilkan dari gonads adalah androgen
dan estrogen. Testosteron adalah hormon androgen yang paling umum, dan
estradiol adalah hormon estrogen yang paling umum. Fakta dimana ovarium
individu dewasa melepaskan lebih banyak estrogen daripada androgen, dan testis
individu dewasa melepaskan lebih banyak androgen daripada estrogen, telah
mengarahkan kepada kesalahpahaman bahwa androgen adalah “hormon seks pria”
dan estrogen adalah “hormon seks wanita.” Kesalahpahaman ini perlu dihindari
karena implikasi pria-adalah-pria dan wanita-adalah-wanita, bahwa androgen
memproduksi maleness dan estrogen memproduksi femaleness. Padahal tidak.

Ovarium dan testis juga melepaskan hormon steroid kelas tiga yang
dikenal dengan progestin. Progentin yang paling umum adalah progesteron yang
berfungsi untuk mempersiapkan uterus dan payudara untuk kehamilan. Fungsi
dari progesteron di pria masih tidak jelas, tapi bisa saja berperan dalam
metabolisme sel sperma (lihat Aquila & De Amicis, 2014).

1
Fungsi utama dari adrenal cortex (lapisan luar dari adrenal glands) adalah
regulasi untuk kadar glukosa dan garam dalam darah, namun ini tidak secara
umum dianggap dengan sex gland. Namun, selain hormon steroid utamanya, ia
melepaskan dalam jumlah kecil dari semua sex steroids yang dilepaskan oleh
gonads.

TUGAS 2 - Perbedaan Otak berdasarkan Sudut Pandang Aromatization


Hypothesis dan The Modern Perspective

1. Aromatization Hypothesis

Semua hormon gonadal dan hormon seks adrenal adalah hormon-hormon


steroid, dan karena semua hormon steroid diderivasi dari kolesterol, mereka
memiliki struktur serupa dengan mudah dikonversikan satu sama lain. Perubahan
kecil pada molekul testosteron yang terjadi di bawah pengaruh enzim aromatase
mengonversi/mengubah testosteron menjadi estradiol, proses ini disebut
aromatisasi.

Menurut hipotesis aromatisasi, testosteron perinatal tidak secara langsung


memaskulinkan otak, otak di maskulin kan oleh estradiol yang telah di aromatisasi
dari testosteron perinatal. Meskipun ide bahwa estradiol (hormon yang diduga
keras adalah hormon perempuan) adalah yang memaskulinkan otak adalah ide
yang kontraintuitif, namun ada bukti kuat untuk itu. Kebanyakan bukti tersebut
dua macam, kedua-duanya berasal dari eksperimen pada tikus dan tikus besar: (1)
temuan-temuan yang mendemonstrasikan efek-efek suntikan estradiol pada usia
dini yang memaskulinkan otak, dan (2) temuan-temuan yang menunjukkan bahwa
maskulinisasi otak tidak terjadi sebagai respons terhadap testosteron yang
diadministrasikan bersama agen-agen yang memblokir aromatisasi atau sebagai
respons terhadap androgen yang tidak dapat di aromatisasi (misalnya,
dihidrotestosteron).

2
2. The Modern Perspective

Sebelum mempertimbangkan mekanisme perkembangan perbedaan jenis


kelamin di otak, penting untuk memahami sifat perbedaan tersebut. Sebagian
besar perbedaan jenis kelamin di otak yang telah didokumentasikan hanya sedikit,
bervariasi, dan statistik. Singkatnya, ada banyak perbedaan antara rata-rata otak
pria dan wanita, tetapi biasanya ada banyak tumpang tindih (lihat Lenroot &
Giedd, 2010).

Dalam memikirkan arti dari perbedaan statistik jenis kelamin di otak,


penting untuk dipahami bahwa tidak ada kasus yang memiliki signifikansi
perilaku dari perbedaan semacam itu yang teridentifikasi (lihat Hines, 2010;
McCarthy et al., 2012). Perbedaan jenis kelamin di otak tidak mungkin tidak
tercermin dalam perbedaan perilaku (lihat Cahill, 2014), tetapi sejauh ini tidak ada
hubungan antara otak dan perilaku yang teridentifikasi dengan jelas.

Meskipun penelitian tentang perkembangan perbedaan jenis kelamin di


otak masih dalam tahap awal, satu prinsip penting telah muncul. Otak tidak
menjadi maskulin atau feminin secara keseluruhan: Perbedaan jenis kelamin
berkembang secara independen di berbagai bagian otak pada titik waktu yang
berbeda dan oleh mekanisme yang berbeda. Misalnya, aromatase ditemukan
hanya di beberapa area otak tikus (misalnya, hipotalamus), dan hanya di area
inilah aromatisasi sangat penting untuk efek maskulinisasi testosteron (lihat
Lentini et al., 2012; McCarthy & Arnold, 2011). Juga, beberapa perbedaan jenis
kelamin di otak tidak terwujud sampai masa pubertas, dan perbedaan ini tidak
mungkin menjadi produk hormon perinatal (lihat Ingalhalikar et al., 2014), yang
berperan dalam perkembangan beberapa perbedaan jenis kelamin di otak.

Kenyataan bahwa dua faktor yang telah terbukti memainkan sedikit atau
tidak berperan dalam diferensiasi seksual organ reproduksi memang berperan
dalam diferensiasi seksual di otak. Pertama, kromosom seks ditemukan
mempengaruhi perkembangan otak terlepas dari pengaruhnya terhadap hormon
(lihat Hines, 2011; Maekawa et al., 2014; Ngun et al., 2011); misalnya, pola

3
ekspresi gen yang berbeda ada di otak tikus jantan dan betina bahkan sebelum
gonad berfungsi (misalnya, Wolstenholme, Rissman, & Bekiranov, 2013).

Kedua, meskipun program pengembangan organ reproduksi wanita


biasanya berlangsung tanpa adanya steroid gonad, bukti terbaru menunjukkan
bahwa estradiol memainkan peran aktif; tikus knockout tanpa gen yang
membentuk reseptor estradiol tidak menunjukkan pola khas perkembangan otak
perempuan (lihat Maekawa et al., 2014).

Dengan demikian, meskipun pandangan konvensional bahwa program


perkembangan perempuan adalah program default melakukan pekerjaan yang baik
dalam menjelaskan diferensiasi organ reproduksi dan hipotalamus, namun sangat
goyah ketika sampai pada diferensiasi bagian otak lainnya.

Mekanisme diferensiasi otak tampak jauh lebih kompleks dan selektif.


Rumitnya studi mereka adalah kenyataan bahwa mekanisme kompleks ini berbeda
pada spesies mamalia yang berbeda (lihat Sekido, 2014); misalnya, aromatisasi
tampaknya memainkan peran yang kurang menonjol pada primata dibandingkan
pada tikus kecil dan tikus besar (lihat Gillies & McArthur, 2010; Zuloaga et al.,
2008).

TUGAS 3 - Jelaskan secara ringkas tentang : Cortex and Sexual Activity dan
Hypothalamus and Sexual Activity

1. Cortex and Sexual Activity

Karena peran mendasarnya dalam reproduksi dan dengan demikian juga


kelangsungan hidup spesies kita, perilaku seksual pernah diasumsikan diatur oleh
sirkuit kuno di batang otak yang berasal dari masa evolusioner awal. Asumsi ini
tidak lagi dapat ditebus atau dipertahankan. Aktivasi kortikal yang tersebar luas
telah secara rutin direkam selama studi pencitraan otak fungsional sukarelawan
yang terpapar rangsangan yang membangkitkan gairah seksual. Pada laki-laki dan
perempuan, area berikut sering diaktifkan: occipito temporal, inferotemporal,

4
parietal, orbitofrontal, medial prefrontal, insular, cingulate, dan premotor korteks.
Menariknya, aktivitas di korteks visual sekunder (oksipito temporal dan korteks
inferotemporal) terjadi selama gairah seksual bahkan ketika mata tertutup, dan
aktivitas di korteks prefrontal ditekan selama orgasme.

Kesimpulannya, aktivasi kortikal memediasi aspek yang paling kompleks


atau rumit dari pengalaman seksual. Ini mungkin termasuk perasaan melepaskan
dan kehilangan kendali, perubahan kesadaran diri, gangguan persepsi ruang dan
waktu, dan perasaan cinta.

2. Hypothalamus and Sexual Activity

Ketertarikan mengenai peranan hypothalamus terhadap aktivitas seksual


itu sendiri dimulai melalui penelitian tentang perbedaan struktur spesifik dari
hypothalamus pada pria dan wanita. Pada 1978, Gorski dan rekannya menemukan
sebuah nucleus dalam medial preoptic area yang terdapat pada hypothalamus
tikus dan ternyata ukurannya jauh lebih besar daripada ukuran hypothalamus pria.
Nucleus ini disebut sebagai sexually dimorphic nucleus (SDN). Saat lahir, tikus
jantan dan betina memiliki ukuran SDN yang sama. Kemudian dalam beberapa
hari pertama, SDN pada tikus jantan berkembang dalam tingkatan yang lebih
tinggi daripada level SDN tikus betina. Pertumbuhan SDN pada tikus jantan ini
dipengaruhi oleh adanya estradiol, yang mana telah di aromatisasi oleh
testosterone (Gorski, 1980). Dengan adanya penelitian ini, berbagai perbedaan
seksual pada anatomi hypothalamus telah teridentifikasi. Perbedaan seksual pada
hypothalamus ini meliputi perbedaan volume dari berbagai nukleus, jumlah sel,
connectivity, morfologi sel, aktivitas neural, dan tipe neurotransmitter-semua yang
dipengaruhi oleh perinatal exposure hingga estradiol (Lenz & McCarthy, 2010).

Medial preoptic area (yang mengandung SDN) adalah salah satu area
pada hipotalamus yang berperan dalam aktivitas seksual pria. Kerusakan pada
seluruh area ini dapat menghapus aktivitas seksual pada semua spesies mamalia
pria. Sebaliknya, kelecetan medial preoptic area pada wanita tidak menyebabkan

5
hilangnya aktivitas seksual, tetapi hal ini memang menghilangkan aktivitas
seksual pria yang terkadang nampak pada wanita (mis: mounting). Adanya
stimulus elektrikal dari VMN tidak menunjukkan lordosis, dan justru hal ini
cenderung menyerang peminangnya yang terlalu agresif.

Pengaruh dari VMN terhadap aktivitas seksual wanita muncul sebagai


penengah dari sistem yang merupakan turunan periaqueductal gray (PAG).
Terganggunya sistem ini dapat menyebabkan hilangnya aktivitas seksual pada
wanita, sebagaimana jika terjadi kelecetan pada PAG itu sendiri.

TUGAS 4 - Jelaskan secara ringkas tentang : Amygdala and Sexual


Activity dan Ventral Striatum and Sexual Activity

1. Amygdala and Sexual Activity

Amygdala, yang terletak di bagian kiri dan kanan dari medial


temporal lobes, memainkan peran umum dalam pengalaman emosi dan
kognisi sosial. Dengan kata lain, amygdala merupakan pusat emosi (Olson
et al., 2013; Rolls, 2015). Berkenaan dengan perilaku seksual, amygdala
memainkan peran dalam identifikasi pasangan berdasarkan sinyal
sosial sensorik (sensory social signal), yang terutama terlihat pada
manusia dan penciuman (olfactory system) pada tikus.

Ada beberapa penelitian yang mendukung pandangan ini.


Penelitian pertama tentang bilateral amygdala lesions pada primata jantan
dan betina, dan juga pada manusia. Lesi tersebut memiliki berbagai efek
pada perilaku primata, yang disebut sebagai sindrom Kluver-Bucy.
Penelitian selanjutnya berasal dari studi tentang reaksi manusia (laki-laki
dan perempuan) terhadap gambar erotis. Laki-laki lebih mungkin
terangsang secara seksual oleh gambar erotis dibandingkan perempuan,
dan perbedaan ini tercermin dalam perbedaan dalam aktivasi amygdala.
Dalam beberapa penelitian, gambar erotis yang disajikan kepada relawan

6
pria dan wanita yang menjalani pemindaian otak fungsional menghasilkan
aktivasi amygdala yang lebih besar pada pria (lihat Hamann, 2005;
Stoléru, 2012).

Jadi, kesimpulannya aktivitas seksual akan mempengaruhi


amygdala. Amygdala akan berperan dalam memainkan emosi individu
ketika menerima atau melakukan aktivitas seksual. Buktinya terlihat dari
beberapa percobaan yang sudah dilakukan. Hasilnya menyatakan bahwa
ada permainan emosi dan amygdala menjadi aktif.

2. Ventral Striatum and Sexual Activity

Aktivitas seksual jelas merupakan salah satu aktivitas manusia


yang paling menyenangkan (Georgiadis & Kringelbach, 2012). Oleh
karena itu, tidak mengherankan jika aktivitas seksual dapat menjadi
reinforcer yang ampuh. Memang, Pfaus dan rekan (2012) telah
menunjukkan bahwa tikus jantan dan betina belajar untuk memilih
pasangan, lokasi, dan bau yang terkait dengan persetubuhan atau hubungan
seksual. Karena orgasme dikaitkan dengan kesenangan, tidak
mengherankan jika ventral striatum diaktifkan pada manusia yang menjadi
sukarelawan ketika melihat gambar yang merangsang secara seksual (lihat
Stoléru et al., 2012). Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa aktivitas di
area ini dikaitkan dengan antisipasi dan pengalaman seks dan bentuk
kesenangan lainnya (Matsumoto et al., 2012; Pitchers et al., 2010).

Jadi, ventral striatum ini terkait dengan antisipasi dan pengalaman


aktivitas seksual dan aktivitas menyenangkan lainnya. Maka dapat
disimpulkan bahwa aktivitas seksual akan mempengaruhi kerja ventral
striatum karena hal ini merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi
manusia.

7
DAFTAR PUSTAKA

Pinel, J.P.J, Barnes, S.J,. 2018. Biopsychology, 10th edition. Boston USA:
Pearson

Anda mungkin juga menyukai