Anda di halaman 1dari 16

Biopsikologi

Tugas Kelompok 3 – Modul 11


“ Perilaku Reproduksi ”

Disusun Oleh:
1. Rida Sinta Anggiandari 1511900003
2. Rista Ristiani 1511900011
3. Indah Pradipta Acintya Fatah 1511900023
4. Nyimas Vira Dhiaulhaq 1511900039
5. Rahmansyah Auri Firadaus 1511900041
6. Adriana Rahmadhani Kartika 1511900052
7. Benyamin Alexander 1511900059
8. Daniel Christanto 1511900070

Fakultas Psikologi
Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya
Modul 11.1 – Seks dan Hormon
Sistem saraf melakukan komunikasi langsung pada sinapsis. Untuk penyampaian pesan
secara meluas, sistem saraf memanfaatkan hormon. Jadi hormon adalah pembawa pesan antar
sel.
Salah satu tipe hormon, yaitu hormon steroid. Steroid adalah turunan kolesterol. Kita juga
sering diingatkan bahaya kolesterol berlebih, tetapi kolesterol yang menengah juga dibutuhkan
untuk menghasilkan hormon-homon penting.
Hormon steroid menjalankan fungsi, sebagai berikut:
1. Melekat pada membran reseptor, seperti neurotransmiter.
2. Masuk ke dalam sel dan mengaktivasi protein-protein tertentu pada sitoplasma.
3. Melekat pada kromosom untuk mengaktivasi atau menginaktivasi gen-gen tertentu.
Hormon seks itu ada hormon estrogen, progesteron dan androgen, mereka semua termasuk
hormon steroid kategori khusus. Hormon-hormon tersebut sebagian besar dilepaskan oleh gonad
(testes dan ovarium) dan sebagian kecil dilepaskan oleh kelenjar adrenal. Kelompok hormon
androgen terdiri dari testosteron dan beberapa hormon lainnya, disebut sebagai “hormon laki-
laki”, karena normalnya laki-laki memiliki kadar yang lebih tinggi. Kelompok hormon estrogen
terdiri dari estradiol dan beberapa hormon lainnya, disebut sebagai “hormon perempuan”, karena
umumnya perempuan memiliki kadar yang lebih tinggi. Akan tetapi laki-laki dan perempuan
memiliki dua kelompok hormon tersebut. Progesteron adalah hormon yang normalnya dimiliki
oleh betina, fungsinya adalah untuk menyiapkan uterus untuk implantasi ovum yang telah
difertilisasi dan memicu proses pemeliharaan kehamilan.

A. Pengaruh Hormon Seks yang Mengatur


 Perbedaan seks pada gonad
Pengaruh hormone seks yang mengatur, sebagian besar terjadi pada tahap sensitif
perkembangan. Pada tikus, tak lama senelum dan setelah dilahirkan. Pada manusia jauh sebelum
dilahirkan—serta menentukan apakah otak dan tubuh berkembang menjadi jantan atau betina.
Pengaruh yang mengaktivasi dapat terjadi kapan saja sepanjang hidup, ketika hormon secara
sementara mengaktivasi respon tertentu. Pengaruh yang mengaktivasi yang terjadi pada organ
mungkin berlangsung lebih lama dari pada hormon yang berada di dalam organ, tetapi pengaruh
terseut ada batasnya.
Perbedaan antara dua jenis pengaruh tersebut tidaklah mutlak. Pada masa awal kehidupan,
hormon mengeluarkan pengaruh yang bersifat sementara dikala hormon sedang mengatur
perkembangan tubuh. Selama masa puber, hormone dapat menimbukan perubahan struktur yang
bertahan lama dan juga pengaruh yang bersifat mengatur (Arnold & Breedlove, 1985; C. L.
Williams, 1986).
 Perbedaan seks pada hipotalamus
Selain mengendalikan perbedaan kelamin eksternal, hormon seks pada masa awal
perkembangan juga melekat pada reseptor di bagian-bagian tertentu pada hipotalamus, amigdala,
dan area-area otak lain (Shah dkk, 2004). Oleh sebab itu hormon-hormon tersebut akan memicu
diferensiasi seks dalam hal anatomi dan fisiologi. Sebagai contoh, sebuah bagian di hipotalamus
anterior yang dikenal dengan nama nucleus dimorfik seksual, berukuran berukuran lebih besar
pada jantan dari pada betina dan berperan dalam pengendalian perilaku seksual jantan. Bagian-
bagian hipotalamus betina dapat menghasilkan pola pelepasan hormon bersiklus, seperti pada
siklus menstruasi betina. Hipotalamus jantan tidak dapat melakukan hal tersebut, begitu pula
dengan hipotalamus betina yang telah terpapar testosterone tambahan pada masa awal
perkembangan.

 Perbedaan seks pada korteks serebrum dan kognisi


Hormon pada masa awal perkembangan juga dapat memperngaruhi korteks serebrum,
mengendalikan laju apoptosis relatif di berbagai area otak. Sebagai contoh, beberapa area otak
secara proporsional berukuran lebih besar pada pria dan terdapat area otak lain yang secara
proporsional berukuran lebih besar pada wanita (J. M. Goldstein, dkk, 2001; Nopoulos, Flaum,
O’Leary & Anderson, 2000). Pria cenderung memiliki jumlah substansi putih yang lebih banyak
dari pada wanita (Allen, Damasio, Grabowski, Bruss & Zhang, 2003). Secara rata-rata wanita
memiliki kepadatan neuron yang lebih tinggi pada lobus temporal yang berperan penting dalam
bahasa (Witelson, Glezer & Kigar, 1995). Area yang terkait bahasa lebih besar di belahan otak
kiri dari pada di belahan otak kanan untuk kedua jenis kelamin, tetapi nilai perbedaan tersebut
lebih besar pada wanita dari pada pria (Good dkk, 2001). Perbedaan berbagai area otak tersebut
tidak terkait erat satu sama lain. Tiap area otak mengalami pendewasaan pada waktu dan laju
yang berbeda, sehingga kita mungkin mendapat suatu tipikal otak wanita dan tipikal otak pria
(Woodson & Gorski, 2000).

B. Pengaruh Hormon Seks yang Mengaktivitasi


Kadar testoteron atau estradiol mengeluarkan pengaruh yang mengaktivasi sehingga
mengubah perilaku secara sementara, bukan saja pada masa awal periode sensitif, tetapi juga
pada tiap saat hidup.Perilaku juga dapat mempengaruhi sekresi hormon. Sebagai contoh, ketika
merpati saling bercumbu, tiap tahap perilaku mereka memicu perubahan hormon yang mengubah
kesiapan merpati tersebut untuk rangkaian perilaku berikutnya (C. Erickson dan Lehrman, 1964;
Lehrman, 1964; Martinez-Vargas & Erickson, 1973).
 Hewan Pengerat
Setelah testis hewan pengerat jantan dihilangkan atau ovarium hewan pengerat betina
dihilangkan, perilaku seksual akan menurun seiring dengan penurunan hormon seks. Hormon
seks tidak hilang seluruhnya, karena kelenjar adrenal juga memproduksi hormon steroid.
Penyuntikan testosteron ke hewan jantan yang dikebiri akan memulihkan perilaku seksual, begitu
pula terjadi pada penyuntikan dua metabolit utama testosteron, yaitu dihydrotestosteron dan
cstradiol (M.J. Baum & Vreeburg, 1973). Sebuah kombinasi antara estradiol dan progesteron
adalah kombinasi yang paling efektif untuk betina (yang dikebiri) (Matuszewich, Lorrain, &
Hull, 2000).
Estrogen meningkatkan sensitifitas pada saraf pudendal, yaitu saraf yang mengirimkan
stimulasi rabaan dari area pubis yang menuju otak (Komisaruk, Adler, & Hutchison, 1972).
Hormon seks juga berikatan dengan resptor yang meningkatkan respon dibagian tertentu
hipotalamus, termasuk (MPOA), dan hipotalamus anterior. Bagian pada hipotalamus anterior,
yang bernama sexsually dimorphic nucleus (SDN), lebih besar pada hewan jantan daripada
betina. Pada banyak spesies, stimulasi area SDN menyebabkan peningkatan perilaku seksual pria
(Bloch, Butler, & Kohlert, 1996).
Testosteron dan estradiol menyiapkan MPOA dan beberapa area otak lain untuk melepaskan
dopamin. Neuron MPOA melepaskan dopamin dengan sangat kuat dalam aktifitas seksual, dan
semakin banyak dopamin yang dilepaskan, semakin tinggi kesempatan jantan untuk kopulasi
(Putnam, Du, Sato, dan Hull, 2001). Konsentrasi dopamin menengah menstimulasi sebagian
besar reseptor tipe D1 dan D5 yang berfungsi untuk memfasilitasi reaksi pada penis jantan ( Hull
dkk, 1992). Konsentrasi dopamin yang lebih tinggi menstimulasi reseptor tipe D2, yang memicu
orgasme (Giuliyani dan Ferrari, 1996; Hull dkk 1992). Apabila dopamin menstimulasi aktivitas
seksual , neurontransmiter serotonin justru menginhibisinya, salah satu caranya dengan
menghalangi pelepasan dopamin (Hull dkk 1999).
 Manusia
Walaupun ketyergantungan manusia terhadap kadar hormon seksual lebih kecil dari spesies
lain, perubahan hormon fapat meningkatkan atau menurunkan kegairahan seksual. Hormon
seksual tersebut juga mempengaruhi beberap sistem otak yang fungsinya tidak ;angsung
berkaitan langsung dengan seks. Contoh, testosteron menurunkan rasa nyeri dan kegelisahan
serta estrogen mungkin memiliki efek yang sama (Edinger & Frye, 2004). Estrogen memicu
pertumbuhan dendritic spines pada hipokampus (Behl, 2002: McEwen, 2002) dan peningkatan
produksi resptor dopamin tipe D2 dan reseptor serotonin tipe 5-HT2A di dalam nucleus
accumbens, korteks prafrontal , koteks olfaktori, dan beberapa area korteks lainnya (Fink,
Sumner, Roise, Grace, & Quinn, 1996)
Pria
Pada pria, kenikmatan seksual tertinggi terjadi ketika kadar testosteron berada pada umur 15-
25 tahun. Hormon eksitosin juga berperan dalam kenikmatan seksual. Tubuh melepaskan
oksitosin dalam jumlah yang besar selama orgasme, konsentrasinya di dalam darah dapat
mencapai tiga kali diatas kadar normal dalam darah. Beberapa studi mendukung adanya
hubungan antara okaitosin dan kenikmatan seksual (M.R. Murphy, Checkley, Seckl, &
Lightman, 1990).
Penurunan kadar testosteron akan menurunkan kenikmatan seksual pria. Contoh, pengebirian
(penghilangan testis) secara umum menurunkan ketertarikan dan aktivitas seksual hewan jantan
(Carter, 1992). Kadar testosteron yang rendah bukan merupakan alasan umum penyebab
impotensi, yaitu ketidakmampuan ereksi. Penyebab umum adalah gangguan peredaran darah,
terutama pada pria tua. Penyebab umum lainnya, gangguan terkait dengan saraf, reaksi terhadap
obat-obatan, dan ketegangan psikologis (Andersson, 2001). Salah satu hal terpenting bagi ereksi
adalah bvahwa testosterin meningkatkan pelepasan nitrit oksida (NO). Nitrit oksida
memfasilitasi neuron hipotalamus yang penting bagi perilaku seksual (Lagoda, Muschamp,
Vigdorchik, & Hull, 2004) dan meningkatkan aliran darah menuju penis. Obat yang bernama
sildenafil (Viagra), meningkatkan kemampuan seksual pria dengan cara memperpanjang efek
nitrit oksida (Rowland& Burnett, 2000).
Wanita
Kelenjar hipotalamus dan pituitari wanita berinteraksi dengan ovarium utuk menghasilkan
siklus menstruasi, sebuah periode ketika kadar hormon dan kesuburan mengalami perubahan dan
berlangsung sekitar 28 hari. Setelah akhir periode menstruasi, pituitari anterior melepaskan
filliclestimulating hormone (FSH) yang akan memicu pertumbuhan folikel dalam ovarium.
Folikel akan memberi nutrisi kepada ovum dan menghasilkan beberapa tipe estrogen, termasuk
estradiol. Pada masa akhir siklus menstruasi terjadi penurunan kadar LH, FSH, estradiol, dan
progesteron. Jika ovum tidak difertilisasi, maka dinding uterus akan digugurkan (menstruasi) dan
siklus menstruasi akan berlangsung kembali. Jika ovum difertilisasi, maka terjadi peningkatan
bertahap kadar hormon estradiol dan progesteron selama masa kehamilan.
Pil pengendali kehamilan yang paling banyak digunakan adalah pil kombinasi yang
mengandung estrogen dan progesteron sehingga mencegah pelepasan FSH dan LH yang akan
memicu pelepasan ovum. Kombinasi estrogen dan progesteron menyebabkan pengentalan lendir
serviks, sehingga menghambat sperma bertemu dengan telur dan mencegah implantasi ovum
yang terlepas dalam uterus.
Perubahan hormon selama siklus menstruasi juga mengubah ketertarikan seksual pada
wanita. Pada masa ditengah-tengah siklus menstruasi, yaitu periode periovulatori (waktu
terjadi ovulasi)- ketika masa subur tertinggi, terjadi peningkatan kadar estrogen.

C. Sindrom Pramenstruasi
Pramenstruasi (premenstrual syndrome- PMS) atau ganggguan disporik pramenstruasi
(premenstrual dysphoric disorder).
Sindrom pramenstruasi muncul ketika terjadi perubahan besar dalam kadar hormon, sehingga
masuk akal untuk mengekslorasi kemungkinann adanya hubungan antara hormone dan PMS.
Terjadi penurunan kadar progesteron dan estradiol, sementara terjadi peningkatan kadar
kortisol (sebuah hormone kelenjar adrenali). Wanita penderita PMS memiliki kadar fluktuasi
hormone-hormon tersebut yang sama dengan wanita yang bukan penderita PMS.
Wanita penderita PMS memiliki flaktuasi yang lebih rendah yang berlangsung sepanjang
siklus menstruasi . wanita penderita PMS memiliki kadar estradiol, progesteron, dan norepinefrin
yang lebih cenderung tetap dibandingkan wanita normal lain.
Progresteron dimetabolisme dan berubah menjadi beberapa senyawa kimia, antara lain
alopregnanolon yang memodifikasi sinapsis GABA sehingga mengendalikam kecemasan dan
respons terhadap stress. Wanita penderita PMS memiliki kadar progesterone normal, tetapi kadar
alopregnanolon lebih rendah dari normal, terutama selama periode pramenstruasi.

D. Perilaku Parental
Pada masa akhir kehamilan (atau pengeraman telur pada burung) induk betina menyereksi
estradiol, prolaktin, dan oksitosin dalam jumlah tinggi. Prolaktim dibutuhkan untuk produksi
susu dan juga beberapa aspek perilaku maternal.
Pada spesies yang meibatkan induk jantan dalam pemeliharaan anak, prolaktin juga berperan
penting untuk perilaku induk jantan. Oksitosin adalah hormon yang sangat mengagumkan,
memiliki efek yang berkisar dari perilaku maternal hingga kegairahan seksual, keterikatan social
dan penguatan proses pembelajaran.
Hormon bekerja melalui peningkatan aktivitas area praoptik medial dan hipotalamus anterior
yaitu area-area yang dibutuhkan dalam perkembangan perilaku maternal pada tikus . hormon
penting lainnya adalah vasopresin yang dihasilkan oleh hipotalamus dan disekresikan oleh
kelenjar pituitary posterior.
Tikus mondok padang rumput (prairie vole) jantan yang menyereksikan vasopresin dalam
kadar tinggi, hidup berpasangan dengan betina dalam jangka waktu lama dan membantu
merawat anak mereka. Tikus mondok ara-ara (meadow vole) yang menyereksikan vasopresin
dengan kadar yang jauh lebih rendah, setealh kawin dengan betina akan segera mengabaikannya.
Pada hari pertama kelahiran, perilaku internal hewan pengerat bergantung pada hormone,
tetapi ketergantungan tersebut akan berkurang pada tahap selanjutnya. Jika seekor tikus betina
yang belum pernah menganddung diletakkan didekat bayi-bayi tikus maka pada awalnya tikus
tersebut akan mengabaikannya, tetapi secara bertahap akan menjadi lebih perhatian terhadap
bayi-bayi tersebut (karena bayi tikus tidak dapat bertahan hidup tanpa perawatan induk, peneliti
harus mengganti bayi tikus tersebut dengan bayi tikus yang baru dan sehat secara perodik.)
sekitar 6 hari, ibu angkat tikus membangun sarang, mengangkut bayi kedalam sarang, menjilati
mereka, dan melakukan semua hal yang biasa dilakukan induk betina, kecuali menyusui.
Perilaku yang tergantung pengalaman tersebut tidak memerlukan perubahan hormone, dan dapat
terjadi pada tikus yang dihilangkan artinya, manusia bukanlah satu-satunya spesies dimana ibu
dapat mengadopsi anak tanpa harus menjalani proses kehamilan.
Pengaruh penting yang timbul yaitu induk betina telah terbiasa dengan bau badan bayi
tersebut, bayi tikus mengeluarkaan sejumlah senyawa kimia yang nebstimulasi organ
vemeronasal induk betina, organ yang merespon feromon. Feromon tersebut menstimulasi
perilaku agresif yang mengganggu perilaku maternal untuk induk yang telah menjalani proses
kehamilan, gangguan tersebut tidak berpengaruh, karena hormone mereka telah mempersiapkan
area praoptik medial dengan kuatnya sehingga akan menindih implus lain.
Pada fase awal hormon mengompensasi perilaku betina yang belum terbiasa dengan bau
anaknya. Pada fase selanjutnya, pengalaman akan mempertahankan perilaku maternal, walaupun
kadar hormon mulai berkurang.
Perubahan hormon diperlukan oleh wanita agar dapat menyusui. Tetapi selain itu, perubahan
hormon tidak dibutuhkan untuk mempersiapkan manusia merawat bayi.

Modul 11.2 – Variasi Perilaku Seksual


A. Interpretasi Evolusi Perilkau Pemilihan Pasangan
Pertama, pria lebih memiliki partner seks lebih dari satu,terutama partner hubungan singkat.
Kedua, wanita lebih mungkin mempertimbangkan potensi pendapatan yang dimiliki pasangan,
sementara pria lebih mempertimbangkan kemudaan pasangan. Ketiga, pria pada umumnya
memperlihatkan kecemburuan yang lebih besar jika ada indikasi penyelewengan seksual.
Generalisasi tersebut bervariasi untuk tiap individu, tetapi cukup konsisten dalam komunitas
lintas budaya dan kecenderungan yang sama teramati pada banyak spesies yang lain. Perilaku
pemilihan pasangan manusia berbeda dengan spesies lain, sehingga kita sebaiknya tidak terlalu
gampang untuk menggeneralisasi semua spesies.

 Ketertarikan terhadap Banyak Pasangan

Menagapa pria lebih tertarik pada hubungan seksual singkat dengan banyak pasangan? Ditinjau
dari sudut pandang evolusi tentang penyebaran gen suatu individu, pria dapat berhasil dengan
melakukan salah satu dari dua cara berikut, setia kepada satu wanita dan mencurahkan seluruh
energi untuk menolong wanita tersebut dan anaknya, atau berhubungan seksual dengan banyak
wanita dan berharap salah satu dari mereka dapat membesarkan anak tanpa pertolongan mereka.
Tidak semua sadar akan strategi ini dan tentunya hal tersebut bukanlah suatu keharusan.
Sebaliknya, wanita tidak dapat mengalami lebih dari satu kehamilan dalam 9 bulan, terlepas dari
berapa jumlah partner seksual. Oleh karena itu, evolusi mungkin telah menyebabkan pria, atau
paling tidak sebagian dari mereka, untuk memiliki predisposisi ketertarikan lebih terhadap
banyak pasangan daripada wanita.

Satu keberatan terhadap keuntungan yang dimiliki oleh pria adalah, terkadang wanita juga
diuntungkan dengan memiliki banyak pasangan seksual. Jika seorang wanita memiliki suami
yang infertil, maka berhubungan seksual dengan pria lain mungkin jalan satu satunya untuk
bereproduksi. Selain itu, partner seksual yang berbeda mungkin memberikannya hadiah yang
mahal dan mungkin juga bersikap baik terhadap anak anak anda.

 Apa yang Dicari oleh Pria dan Wanita dari Pasangannya

Pria dan wanita sama-sama mendambakan pasnagan yang sehat, pintar, jujur dan menarik
secara fisik. Wanita memiliki ketertarikan tambahan yang berbeda dari pria. Contohnya,
sebagian besar wanita menginginkan pasangan yang dapat menjadi pemberi nafkah. Seperti yang
anda duga, kecenderungan tersebut sangat kuat pada lingkungan yang wanitanya tidak memiliki
mata pencaharian sendiri. Akan tetapi, di semua lingkungan yang di ketahui, ketertarikan wanita
terhadap kekayaan dan kesuksessan pria lebih besar daripada ketertarikan pria terhadap kekayaan
dan kesuksesan wanita. Berdasarkan pakar teori evolusi, alasan ketertarikan tersebut sangat jelas.
Ketika seorang wanita mengandung atau merawat anak yang masih kecil, akan membutuhkan
bantuan untuk memperoleh makanan dan kebutuhan lainnya. Proses evolusi akan
menguntungkan gen-gen yang menyebabkan wanita mencari pemberi nafkah yang baik.
Berkaitan dengan kecenderungan tersebut, kebanyakan wanita cenderung berhati-hati dalam
masa penjajakan. Bahkan, jika pria terlihat sangat tertarik padanya, wanita akan menunggu
beberapa waktu sebelum memutuskan bahwa pria tersebut memiliki komitmen kuat terhadapnya.
Wanita tersebut tidak ingin pria yang hanya pura pura tertarik dalam waktu singkat dan
meninggalkannya di kala wanita tersebut membutuhkannya.

Pria cenderung memiliki preferensi yang kuat untuk mencari pasangan yang muda. Sebuah
penjelasan dari sisi evolusi adalah, wanita yang lebih muda lebih mungkin subur daripada wanita
yang lebih tua, sehingga seorang pria dapat menyebarkan gennya jika berhubungan dengan
wanita muda. Pria akan tetap subur hingga usia tua sehingga wanita tidak terlalu bersikeras
mengenaai kemudaan. Sebuah interpretasi yang berlawanan menyatakan bahwa wanita juga
memiliki preferensi terhadap pria muda. Tetapi pada banyak lingkungan, hanya pria lebih tua
yang memiliki sumber daya finansial yang cukup untuk menikah.

 Perbedaan dalam Hal Kecemburuan


Pria mungkin memiliki kecemburuan yang lebih tinggi terhadap penyelewengan seksual istri
dibanding kecemburuan istri terhadap penyelewengan seksual suami. Pria ingin menurunkan
gennya (proses kunci dalam evolusi), maka pria tersebut harus benar-benar yakin bahwa anak
yang dia rawat adalah anaknya. Istri yang tidak setia mengancam kepastian tersebut. Jika seorang
wanita melahirkan seorang anak, maka anak tersebut sudah bisa dipastikan anaknya, sehingga
wanita tidak memiliki kekhawatiran yang sama.

Satu cara untuk menguji interpretasi ini adalah dengan membandingkan budaya. Perlakuan
terhadap penyelewengan seksual berbeda di tiap budaya, kisarannya mulai dari penerimaan
hubungan seks di luar nikah hingga pelanggaran tegas. Akan tetapi, walaupun pada beberapa
budaya hubungan seks di luar nikah yang dilakukan laki-laki lebih dapat diterima, sejauh ini
tidak ada budaya yang menganggap hal tersebut lebih dapat ditoleransi jika dilakukan oleh
wanita.

Sebagian besar pria dan wanita yang telah secara langsung mengalami situasi dengan
pasangan yang tidak setia, mengatakan bahwa mereka lebih marah jika pasangan mereka
menjadi lebih inrim secara emosional dengan orang lain dari pada penyelewengan seksual (C. H.
Harris, 2002).

B. Perilaku Terkait Identitas Gender dan Perilaku Beda Gender

Manusia tidak dapat bertukar jenis kelamin tetapi dalam perkebangan seksualnya terdapat
kondisi pertengahan dan variasi. Dari awal disepakati dahulu bahwa “berbeda” bukan berarti
“salah”.

Identitas gender adalah bagaimana individu mengidentifikasi diri secara seksual dan
memberikan label pada diri sendiri. Identitas gender merupakan karakteristik manusia.

 Interseks

Individu yang memiliki gen pria yang memiliki kadar testosteron rendah atau memiliki reseptor
testosteron yang termutasi, mungkin mengembangkan penampilan wanita dan begitu juga
sebaliknya pada wanita.
Penyebab umum kondisi tersebut adalah hyperplasia adrenal kongenital (congenital adrenal
huperplasia- CAH) yang artinya perkembangan kalenjar yang berlebihan sejak lahir.

Kalenjar adrenal memiliki hubungan umpan balik dengan pituitari. Kalenjar pituitari menyekresi
adrenecorticotropic hormone (hormon ACTH) yang menstimulasi kalenjar adrenal. Kalenjar
adrenal menyekresi beberapa hormon termasuk hormon kortisol. Hormon kortisol memberi
umpan balik ke kalenjar pituitari untuk mengurangi pelepasan kalenjar ACTH.

Beberapa orang memiliki ketidakmampuan gen untuk membentuk kortisol. Alhasil, kalenjar
pituitari tidak mendapatkan kortisol dan menyebabkan kalenjar adrenal menyekeresikan hormon
hormonnya dalam jumlah besar, salah satunya adalah testosteron.

Pada gen pria, kelebihan testosteron tidak begitu mengganggu walau dapat mengakibatkan
retensi garam. Namun pada gen wanita, akan mengalami beragam tingkat maskulinisasi kelamin
eksternal. Individu dengan perkembangan alat kelamin yang tidak sesuasi dengan gen nya
disebut individu hermafrodit atau disebut juga dengan istilah interseks.

Di Amerika, kasus interseks diperkirakan terjadi 1:100 kelahiran anak dengan suatu tingkatan
ambiguitas dan 1:2000 kelahiran anak dengan tingkat ambiguitas yang menyulitkan jenis
kelaminnya walaupun data ini diragukan karena rumah sakit dan keluarga cenderung
menyembunyikan identitas tersebut.

 Ketertarikan dan Preferensi Anak Perempuan Penderita CAH

Individu penderita CAH biasanya dibesarkan sebagai perempuan namun otak mereka telah
terpapar kadar testosteron lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan lainnya. Sebuah
studi mengemukakan bahwa anak perempuan penderita CAH berada diantara preferensi pria dan
wanita dalam hal preferensi mainannya. Fakta mengungkapkan bahwa orang tua anak penderita
CAH memberikan dukungan lebih ketika anak mereka bermain dengan anak perempuan
sehingga ini mematahkan anggapan orang tua mendukung anak mereka menjadi “tomboy”.

 Feminisasi Testikular

Individu yang memiliki kromosom XY dan memiliki tampilan kelamin wanita dikenal dengan
ketidaksensitifan androgen atau feminisasi testikular. Mereka menghasilkan androgen dalam
jumlah normal namun kekurangan reseptor androgen sehingga terlihat bahwa perkembangan
mereka seolah olah terdapat kadar sangat rendah. Efeknya pun bermacam macam mulai dari
penis yang lebih kecil dari normal sampai mereka memiliki tampilan alat kelamin seperti wanita
normal. Tidak ada yang menduga mereka mengalami feminisasi testikular sampai memasuki
masa pubertas. Pada masa ini walau payudara membesar dan pinggul melebar, tidak terjadi
menstruasi. Hal ini dikarenakan terdapat sepasang testis didalam tubuhnya daripada sepasang
ovarium dan sebuah uterus. Rambut kemaluannya sangat jarang karena hal tersebut bergantung
pada androgen.

Isu isu Terkait Penentuan Gender dan Pembesaran Anak

Individu penderita CAH terlahir memiliki penampilan yang sulit dibedakan apakah laki laki atau
perempuan. Lalu bagaimanakah mereka seharusnya dibesarkan?

• Jujur sepenuhnya kepada individu interseks dan keluarganya dan jangan bertindak
apapun tanpa persetujuan mereka.

• Tentukan anak tersebut pria atau wanita terutama berdasarkan tampilan eksternal yang
dominan, artinya tidak ada lagi pelabelan bahwa semua individu interseks adalah wanita.

• Besarkan anak sekonsisten mungkin dan hadapi kemungkinan akan orientasi seksual
mereka.

• Jangan melakukan pembedahan apapun sebelum individu tersebut memintanya.

 Ketidaksesuaian Tampilan Kelamin

Bukti bukti yang sudah ada tidak memecahkan masalah apakah peranan hormon atau pengasuhan
nya lah yang menentukan jenis kelamin daripada individu tersebut. Satu satunya cara adalah
dengan membesarkan seorang anak laki laki sebagai perempuan dan anak perempuan sebagai
laki laki, dan jika berhasil maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pola pengasuhan lah yang
menentukan jenis kelamin. Namun tidak ada seorang pun yang sengaja melakukan penelitian
semacam ini, akan tetapi kita dapat mempelajarinya dari kasus kasus yang tidak sengaja terjadi,
seperti contoh di Dominika. Kasus ini biasa muncul pada kelompok masyarakat dengan tingkat
perkawinan sekerabat yang tinggi. Dalam kasus tersebut individu dengan gen pria tidak dapat
memproduksi 5α-reductase 2, yaitu enzim yang mengubah testosteron menjadi
dihidrotestosteron. Dihidrostestosteron adalah sebuah androgen yang efektifitas maskulinisasi
alat kelamin eksternalnya lebih tinggi daripada testosteron.

Saat lahir, tampilannya seperti wanita pada umumnya akan tetapi otak mereka telah terpapar
testosteron. Pada masa pubertas, kadar testosteron meningkat tajam dan hasilnya adalah
pertumbuhan penis dan skrotum. Sebagian besar mereka mengembangkan identitas gender
sebagai perempuan dan mengarahkan ketertarikan seksualnya terhadap wanita.
C. Kemungkinan Dasar Biologis Orientasi Seksual
Sebagian besar individu tertarik dengan lawan jenisnya, sebagian lain tertarik dengan sesama
jenis. Hal tersebut menimbulkan perbedaan yang disebabkan karena sebagian besar mengatakan
bahwa mereka menemukan orientasi seksual mereka, mereka tidak memutuskan orientasi
seksual.
 Genetik
Beberapa hewan di dalam kandang memperlihatkan adanya orientasi homoseksual, walaupun
tidak seorang pun tahu seberapa sering orientasi tersebut muncul di alam terbuka. Beberapa
kasus homoseksualitas spesies selain manusia dapat dilacak adanya pengaruh gen. sebagai
contoh, Drosophila jantan dengan gen fruitless akan mencumbu jantan lain.
Beberapa studi mengenai genetik pada orientasi seksual manusia telah beriklan pada majalah
gay dan lesbi untuk mencari pria atau wanita homoseks yang memiliki kembaran. Kemudian,
para peneliti tersebut menghubungi kembarannya, tanpa menginformasikan dari mana
mendapatkan nama mereka dan meminta mereka mengisi kuesioner. Kuesioner tersebut berisi
beragam pertanyaan yang bertujuan untuk menyembunyikan fakta bahwa inti dari kuesioner
tersebut adalah orientasi seksual. Probabilitas homoseksual dari kerabat individu yang berhasil
dihubungi, tertinggi pada saudara kembar monozigot (identic), probabilitas lebih rendah pada
saudara kembar dizigot, dan lebih rendah lagi pada saudara angkat perempuan atau saudara
angkat laki-laki.
Satu kekhawatiran muncul dari studi yang telah dilakukan tersebut. Kekhawatiran tersebut
adalah adanya kemungkinan bahwa individu yang merespons iklan di majalah gay, bukanlah
karakteristik gay.

 Hormon
Sudah jelas bahwa orientasi seksual tidak terkait dengan kadar hormone ketika dewasa.
Sebagian besar pria homoseks memiliki kadar testoteron dan estrogen yang mirip dengan kadar
yang dimiliki pria heteroseks. Sebagian besar wanita homoseks memiliki kadar testoteron dan
estrogen yang mirip dengan kadar yang dimiliki wanita heteroseks. Sebuah hipotesis yang lebih
masuk akal menyatakan bahwa orientasi seksual bergantung pada kadar testoteron dalam periode
sensitive perkembangan otak.
Dalam studi yang mempelajari hewan mulai dari tikus, babi, hingga burung finch zebra
mengungkapkan bahwa hewan jantan yang terpapar kadar testoteron yang jauh lebih rendah pada
masa awal perkembangan, ketika dewasa akan memperlihatkan ketertarikan terhadap lawan
jenis. Hewan betina yang terpapar testoteron berlebih pada masa awal perkembangan,
memperlihatkan peningkatan probabilitas untuk mencoba menaiki pasangan seksualnya seperti
yang biasanya dilakukan oleh jantan.
Penampilan individu homoseks dan heteroseks serupa satu sama lain, tetapi terdapat
perbedaan yang terpendam dalam beberapa hal. Rata-rata pria heteroseks memiliki tulang
lengan, kaki, dan tangan yang lebih panjang daripada pria homoseks dan lebih panjang pada
wanita homoseks daripada wanita heteroseks. Artinya dalam hal tersebut, pria homoseks
“terfeminisasi” sebagia dan wanita homoseks “termaskulinisasi” sebagian. Perbedaan panjang
tulang-tulang tersebut pada anak perempuan dan laki-laki dimulai dari masa awal perkembangan
sampai sebelum pubertas sehingga perbedaan tersebut kemungkinan berhubungan dengan
hormon-hormon pranatal.

 Peristiwa Pranatal
Probabilitas orientasi homoseksual lebih tinggi terjadi pada pria dengan kakak laki-laki
daripada pria yang merupakan kakak pertama. Semakin banyak jumlah kakak laki-laki yang ada,
semakin besar probabilitas tersebut. Jumlah adik laki-laki tidak tidak mempengaruhi probabilitas,
begitu pula dengan jumlah dan umur saudara perempuan. Hasil tersebut mengindetifikasikan
bahwa sistem imunitas seorang ibu terkadang bereaksi terhadap protein yang terdapat pada anak
laki-lakinya serta menyerang protein pada anak laki-laki kedua dan seterusnya sehingga dapat
mempengaruhi perkembangan. Hipotesis tersebut sesuai dengan pengamatan bahwa tinggi badan
pria homoseks yang bukan anak pertama cenderung lebih pendek dari rata-rata. Akan tetapi,
hipotesis tersebut seperti memperkirakan bahwa jika satu anak laki-laki adalah homoseksual,
maka anak laki-laki berikutnya akan menjadi homoseksual juga dan perkiraan itu tidak benar.
Penelitian laboratorium telah memperlihatkan bahwa stress pranatal dapat mempengaruhi
perkembangan seksual. Beberapa percobaan menggunakan sekelompok tikus yang berada pada
minggu terakhir kehamilan, mereka diberi pengalaman stres dengan cara ditempatkan di sebuah
tabung Plexiglas selama lebih dari 2 jam dengan diterangi lampu yang sangat terang setiap hari.
Dalam beberapa kasus, mereka juga diberi minum alkohol. Anak betina tikus tersebut terlihat
dan berlaku mendekati normal. Anak jantan memiliki anatomi tikus jantan normal, tetapi ketika
menginjak masa dewasa, apabila ada individu jantan lain, anak jantan tersebut terkadang
memberikan respons penekukkan tebuh layaknya postur hubungan seks tikus betina.
Sebagian besar tikus jantan yang mengalami stres pranatal ataupun paparan terhadap alkohol
akan mengembangkan perilaku seksual jantan dan perilaku seksual betina, tetapi tikus jantan
yang mengalami stres pranatal dan paparan terhadap alkohol mengalami penurunan perilaku
seksual jantan. Stres pranatal dan alkohol dapat mempengaruhi perkembangan otak dengan
berbagai cara.

 Anatomi Otak
Secara rata-rata, otak pria berbeda dengan otak wanita dalam beberapa hal, termasuk ukuran
berbagai bagian hipotalamus. Apakah otak pria homoseks berbeda dengan otak pria heteroseks ?
hasil yang didapat untuk tiap area otak sangat bervariasi. Secara rata-rata, ukuran komisura
anterior lebih besar di otak wanita heteroseks daripada pria heteroseks. Ukuran bagian tersebut
pada otak pria homoseks paling tidak sama dengan wanita (heteroseks), bahkan mungkin sedikit
lebih besar.

D. Kesimpulan
1. Banyak kebiasaan pencarian pasangan yang dilakukan oleh manusia yang akal jika
dipandangan dari sisi peningkatan probalitas untuk menurunkan gen. Jika kita melihat
perilaku yang sama pada spesies selain manusia, mungkin kita akan menyimpulkan
adanya dasar-dasar genetik karena evolusi. Akan tetapi, untuk manusia kita tidak dapat
berasumsi adanya dasar-dasar genetika karena manusia mungkin saja mempelajari
prilaku dan preferensi tersebut.
2. Terdapat beberapa alasan mengapa seseorang dapat mengembangkan alat kelamin yang
ambigu atau yang tidak sesuai dengan teks kromosom mereka, salah satunya adanya
congenital adrenal hyperplasia (CAH) yang menyebabkan cacat pada gen yang
menghasilkan kortisol, sehingga terjadi stimulus berlebih kelenjar adrenal yang memicuh
produksi testosteron berlebihan. Apabila hal tersebut terjadi pada janin perempuan, maka
janin tersebut akan termaskulinisasi sebagian.
3. Anak perempuan yang memiliki sejarah CAH, rata-rata lebih tertarik dengan mainan
tipikal anak laki-laki dibandingkan ank perempuan lainya. Selama masa remaja dan masa
dewasa awal, mera akan terus memperlihatkan ketertarikan yang termaskulinisasi
sebagian. Tren tersebut tampaknya berkaitan dengan pengaruh hormon pranatal.
4. Feminisasi testikular atau ketidaksensitifan terhadap androgen merupakan kondisi yang
terjadi ketika seseorang yang memiliki pola kromosom XY tidak sensitif atau hanya
sedikit sensitif terhadap androgen, sehingga orang tersebut akan mengembangkan
tampilan aksternal wanita.
5. Individu interseks adalah individu yang dilahirkan dengan alat kelamin pertengahan atau
ambigu. Dahulu, dokter merekomendasi pembedahan untuk menjadikan individu tersebut
lebih feminim. Akan tetapi, banyak individu interseks yang memprotes prosedur
pembedahan yang telah mereka alami dan bersikeras bahwa keputusan tersebut
seharusnya dilakukan oleh meraka sendiri.
6. Sejumlah anak memiliki gen yang menurukan produksi awal dihidrotestosteron. Anak-
anak tersebut ketika lahir terlihat seperti perempuan dan dianggap sebagai perempuan,
tetapi mereka mengembangkan penis pada masa remaja. Sebagian besar individu tersebut
kemudian menerima identitas gender laki-laki.
7. Seseorang dengan gen XY terpapar kadar hormon laki-laki (dari gangguan) hingga balita,
secara tidak sengaja penisnya dihilangkan dan tetisnya dihilangkan dengan sengaja.
Walaupun ia dibesarkan sebagai perempuan, ia memiliki ketertarikan tipikal laki-laki dan
akhirnya beersihkeras untuk memiliki identitas gender laki-laki.
8. Penjelaskan biologis untuk orientasi homoseksual yang mungkin diajukan, antara lain
genetika, hormon pranatal, dan (pada pria) reaksi terhadap sistem imunitas ibu. Kadar
hormon pada masa dewasa untuk individu homoseks berada dalam kadar normal.
9. Secara rata-rata, individu heteroseks terhadap dalam hzl berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi. Akan tetapi, data yang diperoleh tidak sesuai dengan hipotesis yang
menyatakan bahwa secara umum (individu homoseks) telah terfeminisasi atau
termaskulinisasi, aspek-aspek anatomi yang berbeda mengalami pengaruh yang berbeda
juga.

Anda mungkin juga menyukai