Anda di halaman 1dari 4

Pengaruh Hormon Seks yang Mengaktivasi

A. Hewan pengerat
Perilaku seksual sebagian diaktivasi oleh hormon seks melalui penguatan
sensasi (Kalat, 20 ). Hormon seks terikat dengan reseptor yang meningkatkan
respon pada bagian-bagian tertentu di hipotalamus seperti nukleus
ventromedial, area praoptik medial (MPOA), dan hipotalamus anterior yang
memiliki bagian yang bernama sexually dimorphic nucleus (SDN). Tugas
testosteron dan estradiol yaitu menyiapkan MPOA dan beberapa bagian otak
lain untuk melepaskan dopamin.
Putnam, Du, Sato, & Hull menyatakan bahwa dalam masa aktivitas seksual,
neuron MPOA melepaskan dopamin dengan sangat kuat dan semakin kuat
dopamine dilepaskan, semakin tinggi kesempatan jantan untuk kopulasi (Kalat,
20 ). Motivasi seksual pada tikus jantan dan tikus betina memiliki perbedaan
yaitu jika sepasang tikus pernah berhubungan di kandang tertentu, kesempatan
untuk kembali ke kandang tersebut sangat memotivasi tikus jantan namun tidak
pada tikus betina. Setelah dilakukan penelitian dengan menahan tikus jantan di
dalam kandang dan tikus betina bebas keluar-masuk sehingga dapat mengatur
waktu kapan dimulainya dan kapan berakhirnya aktivitas seksual, tikus betina
ternyata termotivasi sangat kuat.

B. Manusia
Perubahan hormon dapat mempengaruhi tingkat gairah seksual manusia
walaupun ketergantungan manusia terhadap kadar hormon seksual lebih kecil
dibanding spesies-spesies lain.
1. Pria
Kenikmatan seksual tertinggi pada pria terjadi pada umur 15-25 tahun
dimana kadar testosteron berada pada level tertinggi. Hormon oksitosin juga
berperan dalam kenikmatan seksual, selama orgasme berlangsung tubuh
melepaskan oksitosin dalam jumlah yang besar dan konsentrasinya di dalam
darah bisa mencapai tiga kali di atas kadar normal dalam darah. Penurunan
kadar testosterone akan menurunkan kenikmatan seksual pria (contohnya
pengebirian), namun hal tersebut bukan penyebab impotensi yaitu
ketidakmampuan ereksi. Hal yang penting bagi ereksi yaitu fakta bahwa
testosterone meningkatkan pelepasan nitrit oksida (NO) yang memfasilitasi
neuron-neuron hipotalamus yang penting bagi perilaku seksual dan
meningkatkan aliran darah menuju penis.
Penurunan kadar testosterone juga digunakan sebagai alat untuk
mengendalikan pelaku kejahatan seksual, seperti ekshibisionis, pemerkosa,
pelaku pelecehan anak-anak, dan pelaku inses. Pelaku kejahatan biasanya
diterapi menggunakan siproteron yaitu obat yang menghambat pengikatan
testosteron di sel. Sebagian juga diterapi menggunakan medroksiprogesteron
yang menstimulasi testosterone. Setelah 4-8 minggu, pelaku kejahatan
seksual mengalami penurunan fantasi seksual dan perilaku pelecehan
seksual, namun obat tersebut tidak selalu efektif dan menimbulkan efek
samping, yaitu depresi, pertumbuhan dada, penambahan berat badan, dan
penggumpalan darah.

2. Wanita
Siklus menstruasi yaitu ketika kadar hormon dan kesuburan mengalami
perubahan selama sekitar 28 hari, dihasilkan oleh interaksi antara kelenjar
hipotalamus dan pituitari wanita dengan ovarium. Setelah periode menstruasi
berakhir, pituitari anterior melepaskan follicle stimulating hormone (FSH) yang
memicu pertumbuhan folikel dalam ovarium yang akan memberi nutrisi pada
ovum dan menghasilkan beberapa tipe estrogen termasuk estradiol. Folikel
akan terus menerus membentuk reseptor FSH pada pertengahan siklus
menstruasi.
Pada saat tersebut akan terjadi penurunan konsentrasi FSH di dalam darah,
namun pengaruh FSH pada folikel justru meningkat sehingga estradiol akan
semakin banyak diproduksi. Pada saat yang sama pelepasan FSH juga
meningkat dan luteinizing hormone (LH) juga dilepaskan dari pituitari anterior,
dan gabungan dari pengaruh FSH dan LH menyebabkan folikel melepaskan
ovum.
Sisa-sisa dari folikel (korpus luteum) tersebut akan melepaskan hormon
progesteron yang mempersiapkan uterus untuk implantasi ovum yang telah
terfertilisasi. Kadar LH, FSH, estradiol, dan progesteron akan menurun pada
masa akhir siklus menstruasi. Jika ovum tidak difertilisasi, maka dinding uterus
akan meluruh (menstruasi) dan siklus menstruasi akan berulang. Jika ovum
difertilisasi, kadar hormon estradiol dan progesterone akan meningkat secara
bertahap selama masa kehamilan.
Rupprecht, dkk menyatakan salah satu konsekuensi tingginya kadar estradiol
dan progesterone yaitu terjadinya aktivitas fluktuatif pada reseptor serotonin 3
(SHT 3) yang menyebabkan rasa mual (Kalat, 20 ). Pil pengendalian kelahiran
mencegah kehamilan dengan mengganggu siklus umpan-balik normal antara
ovarium dan pituitary. Pil yang paling sering digunakan yaitu pil yang
mengandung kombinasi estrogen dan progesterone sehingga pelepasan FSH
dan LH yang memicu pelepasan ovum mengalami pencegahan. Kombinasi dua
hormon tersebut juga menyebabkan pengentalan lendir serviks yang akan
menghambat sperma bertemu dengan telur dan mencegah implantasi ovum
yang terlepas dalam uterus.
Ketertarikan seksual wanita dapat berubah dikarenakan perubahan hormon
selama siklus menstruasi. Pada masa terjadi ovulasi (periode periovulatori)
yaitu masa subur tertinggi, kadar estrogen mengalami peningkatan.yang juga
meningkatkan ketertarikan seksual wanita.
Ketidaksesuaian Tampilan Kelamin
Terdapat beberapa kasus dimana individu terpapar pola hormon seks pria
dengan kadar lebih tinggi atau lebih rendah dari normal sebelum dan segera
setelah kelahiran. Individu tersebut kemudian dibesarkan sebagai perempuan.
Jenis kasus tersebut banyak muncul pada kelompok masyarakat yang tingkat
perkawinan sekerabat tinggi. Individu pada kasus tersebut memiliki gen pria
namun tidak dapat memproduksi 5a-reductase 2, yaitu enzim yang mengubah
testosterone menjadi dihidrotestosteron (androgen yang efektivitas
maskulinisasi alat kelamin eksternalnya lebih tinggi daripada testosterone).
Sebagian individu tersebut ketika lahir memiliki tampilan yang sama dengan
perempuan , bahkan ada individu lain yang memiliki klitoris yang membengkak
dan labia yang tebal. Individu tersebut biasanya akan dibesarkan sebagai anak
perempuan. Namun pada pada awal masa perkembangan, otak mereka telah
terpapar testosterone dan akan meningkat tajam pada saat pubertas. Tubuh
akan meningkatkan jumlah berbagai enzim yang mengubah testosterone
menjadi dihidrotestosteron, dan hasilnya akan terjadi penumbuhan penis dan
skrotum.
Pada kasus lain, terdapat individu dengan gen laki-laki namun dilahirkan
tanpa penis atau hampir tidak ada penis yang disebabkan karena gangguan
pembentukan yang parah di seluruh pinggang, atau beragam kecelakaan lain.
Pada beberapa kasus tersebut, orangtua memutuskan untuk membesarkan
individu tersebut sebagai perempuan. Hal tersebut dilakukan berdasarkan teori
bahwa penentuan gender terbaik adalah dengan menyesuaikan tampilan alat
kelamin eksternal, namun banyak yang pada saat menjelang dewasa meminta
untuk diubah kembali menjadi laki-laki. Sebagian yang bertahan hidup sebagai
perempuan juga merasakan adanya konflik dan ketidakpuasan menjadi
perempuan (Kalat, 20 ).
Memaksa anak untuk menjadi perempuan menggunakan pembedahan dan
terapi hormon adalah hal yang salah, ketika pola hormon prenatal bertentangan
dengan tampilan eksternal seorang anak maka tidak dapat dipastikan
bagaimana perkembangan psikologi anak tersebut.

Anda mungkin juga menyukai