DISUSUN OLEH :
HANIFAH FAIZAH AZZAHRA ( 21101157510151)
PSIKOLOGI D
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA “YPTK”
PADANG
2022
Topik 6 Bab 13
Golongan-Golongan Hormon
Sebagian besar hormon termasuk dalam salah satu di antara tiga golongan (1)
derivat asam amino; (2) pep tida dan protein, dan (3) steroid. Amino acid deriva
tive hormones (hormon derivatif asam amino) adalah hormon-hormon yang
disintesiskan.
Hormon steroid memainkan peran penting dalam perkembangan dan perilaku
seksual. Kebanyakan hor mon lain menghasilkan efeknya dengan mengikatkan diri
pada membran sel. Molekul steroid dapat meme- ngaruhi sel-sel dengan cara ini,
tetapi, karena mereka kecil dan dapat larut dalam lensak, mereka dapat de- ngan
mudah memenetrasi membran sel dan sering me mengaruhi sel-sel dengan cara
yang kedua. Begitu di delam sebuah sel, molekul steroid dapat mengikatkan diri
pada reseptor-reseptor dalam sitoplasma atau nu- kleus dan dengan itu,
memengaruhi secara langsung ekspresi gen (hormon derivatif asam amino dan hor
mon peptida juga dapat memengaruhi ekspresi gen tetapi jauh lebih jarang dan
melalui mekanisme yang tidak begitu langsung karena tidak dapat memenetrasi
membran sel). Konsekuensinya, dari semua hormon, hormon steroid cenderung
memiliki efek yang paling beragam dan jangka panjang pada fungsi seluler.
Gonad
Aspek sentral di semua diskusi tentang hormon dan seks adalah gonad-testis laki-
laki dan ovarium perempuan. Setelah kopulasi (hubungan seksual), sebuah sel
sperma dapat memfertilisasi/membuahi sebru- ah orum untuk membentuk sebuah
sel yang disebut zigot yang berisi semua informasi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan normal makhluk hidup dewasa yang lengkap di lingkungan
alamiahnya. Dengan pengecualian pada sel telur dan sel sperma, setiap sel tubuh
manusia memiliki 23 pasang kromosom. Sebaliknya, sel telur dan sel sperma hanya
berisi separuh jumlah itu, satu anggota dari setiap pasangan kromosom. Sel-sel
perempuan memiliki dua kromosom seks besar, yang disebut kromosom X. Pada
laki-laki, satu kromosom seksnya adalah kromosom X, dan yang satu disebut
kromesum Y. Konsekuensinya, kromosom seks setiap sel telur adalah sebuah
kromosom X, sementara separuh sel sperma memiliki kromosom X dan sepa-
ruhnya lagi memiliki kromosom Y. Gender Anda de- ngan seluruh percabangan
sosial, ekonomi, dan perso- nalnya, ditentukan oleh bagaimana sel-sel sperma ayah
Anda memenangkan perlombaan ke sel telur ibu An- da. Bila sebuah sel sperma
dengan sebuah kromosom seks X menang Anda adalah perempuan dan bila se-
buah sel sperma dengan kromosom seks Y menang, Anda adalah laki-laki
Stereoid Seks
hasilkannya akan memiliki 23 pasang kromosom leng Gonads tidak hanya sekadar
membuat sel sperma dan sel telur, mereka juga memproduksi dan melepaskan
hormon-hormon steroid. Kebanyakan orang terkeju ketika mengetahui bahwa testis
dan ovarium melepas kan hormon-hormon yang sama. Dua golongan utama
hormon gonadal itu disebut androgen dan estrogen, testosteron adalah androgen
yang paling banyak, dan estradiol adalah yang paling sedikit. Fakta bahwa ovarium
orang dewasa cenderung melepaskan lebih ba nyak estrogen dibanding androgen
dan bahwa testa orang dewasa melepaskan lebih banyak androgen da ripada
estrogen telah menyebabkan praktik penyebut an yang lazim tetapi menyesatkan,
yaitu androgen se bagai "hormon seks laki-laki dan estrogen sebaga "hormon seks
perempuan."
Hormon-Hormon Pituitari
Kelenjar pituitari sering disebut master gland (kelenja master) karena sebagian
besar hormonnya adala hormon-hormon tropik. Tropic hormones (hormon t pik)
adalah hormon-hormon yang fungsi primen adalah untuk memengaruhi pelepasan
hormon-ho mon dari kelenjar-kelenjar lain (tropic adalah kata sifa yang
mendeskripsikan hal-hal yang menstimulasi ata mengubah hal-hal lain).
Kadar Horman Gonadal Perempuan Bersifat Siklik; Kadar Hormon Gonadal Laki-
Laki Bersifat Tetap Meskipun laki-laki dan perempuan memiliki hormon hormon
yang sama, hormon-hormon tersebut tidak pada kadar yang sama, dan belum tentu
menjalankan fungsi yang sama. Perbedaan utama antara fungsi endokrin
perempuan dan laki-laki adalah pada perempuan kadar hormon gonadal dan
gonadotropik melalui siklus yang berulang setiap kira-kira 28 hari.
Penemuan Dimorfisme Seksual Otak Mamalia yang Pertama Upaya awal untuk
menemukan perbedaan seks dalam otak mamalia difokuskan pada faktor-faktor
yang mengon trol perkembangan pola tetap dan pola siklik pelepasan gonadotro-
pin masing-masing pada laki-laki dan perempuan. Eksperimen-eks- perimen
seminal dilaksanakan oleh Pfeiffer pada 1936.
Hormon-Hormon Perinatal dan Perkembangan Perilaku
Mengingat fakta bahwa hormon perinatal memenga ruhi perkembangan otak,
mestinya tidak mengejutkan bila mereka juga memengaruhi perkembangan per
laku. Banyak penelitian tentang hormon dan perkem bangan perilaku yang
difokuskan pada peran horman hormon perinatal dalam perkembangan perilaku ko
pulatorik yang secara seksual bersifat dimorfik pada hewan-hewan laboratorium
Phoenix dan rekan-rekan sejawatnya (1959) ada lah sebagian peneliti yang pertama
kali mendemons trasikan bahwa suntikan perinatal testosteron mas calinizes
(memaskulinkan) dan defeminizes (mende femininkan) perilaku kupulatorik
dewasa betina ge netik Pertama-tama mereka me- dung dengan testosteron. Setelah
itu pada saat anak-anaknya lahir, para peneliti me- movariektomi anak betinanya.
Terakhir, ketika mar mut-marmut betina yang diovaríektomi mencapai ke
matangan, para peneliti menyuntik mereka dengan testosteron dan mengases
perilaku kopulatorik mereka. Phoenix dan rekan-rekan sejawatnya menemukan
bahwa marmut betina yang telah dipapari testosteron perinatal memperlihatkan
perilaku menunggangi se perti marmut jantan (pada saat kopulasi) sebagai res-
pons terhadap suntikan testosteron ketika mereka dewasa bila dibandingkan dengan
betina-betina dewasa yang belum pernah dipapari dengan testosteron perinatal.
Ketika tikus betina dewasa disuntik dengan progesteron dan estradiol dan
ditunggangi oleh mar mut jantan, mereka kurang memperlihatkan lordo sis-postur
punggung melengkung yang memfasili tasi intromisi yang memberi sinyal
reseptivitas bi- natang pengerat betina.
Hasil-hasil studi oleh Meyer-Bahlburg dan rekan- rekan sejawatnya (2006) dapat
menjelaskan sebagian ketidakkonsistenan studi-studi sebelumnya tentang Sindroma
Adrenogenital. Para peneliti ini menetapkan bahwa ada tiga bentuk Sindroma
Adrenogenital yang berbeda, yang memiliki penyebab molekuler yang ber beda
yang terkait dengan derajat paparan dini andro gen yang berbeda. Para peneliti ini
tidak menemukan perubahan orientasi seksual pada perempuan dengan bentuk
paling ringan sindroma ini, hanya sedikit per ubahan pada sebagian di antara
mereka yang memiliki sindroma dengan bentuk sedang, dan perubahan yang jelas
pada sebagian di antara mereka yang memiliki sindroma dengan bentuk paling
berat. Akan tetapi, sebagian besar perempuan, bahkan mereka yang memi liki
bentuk Sindroma Andrenogenital paling berat sekalipun, memiliki orientasi seksual
yang masih dalam kisaran normal, dan tidak jelas apa yang membedakan mereka
yang berada dalam kisaran normal dan mereka yang menunjukkan perubahan
Sebelum perkembangan terapi kortisol pada 1950, perempuan genetik dengan
Sindroma Andrenogenital dibiarkan tanpa penanganan. Sebagian dibesarkan se
bagal anak laki-laki dan sebagian sebagai anak perempuan, tetapi arah
perkembangan pubertal mereka tidak dapat diprediksi. Di sebagian kasus, androgen
adrenal mendominasi dan memaskulinkan tubuh mereka, di sebagian lainnya,
estrogen ovarian yang mendominasi dan memfemininkan tubuh mereka Jadi,
sebagian yang dibesarkan sebagai anak laki-laki ditransformasikan menjadi
perempuan pada saat pubertas, dan seba formasikan menjadi laki-laki.
Fakta bahwa testosteron perlu bagi perilaku sek mal laki-laki telah memunculkan
dua asumsi yang meluas (1) bahwa tingkat seksualitas laki-laki merupa kan fungsi
banyaknya testosteron yang dimilikinya dalam darah, dan (2) bahwa dorongan seks
seorang laki-laki dapat ditingkatkan dengan meningkatkan ka-2 dar testosteronnya.
Kedua asumsi ini keliru. Dorong an seks dan kadar testosteron tidak berkorelasi
pada laki-laki sehat dan suntikan testosteron tidak meningkatkan dorongan seks
mereka. Tampaknya setiap laki-laki sehat memiliki lebih banyak testosteron.
Saat ini kita berada di tengah epidemi pengguna- an sternid anabolik. Banyak atlet
dan binaragawan kompetitif yang mengadministrasikan sensiri steroid Elinical
Implication anabolik dalam dosis yang sangat besar untuk meningkatkan mus
kularitas dan kekuatannya, tetapi masalahnya jauh lebih ekstensif lagi Selama
beberapa tahun terakhir, penggunaan-kosmetik steroid telah mencapai proporsi
yang meresahkan
Oleh karena steroid ilegal di kebanyakan negara di dunia, sulit untuk menentukan
insiden penggunaannya. Akan tetapi, sebuah survei pada 2005 oleh LS Centers for
Descase Control and Prevention menemukan bahwa hampir 5% siswa sekolah
menengah atas pernah menggunakan steroid secara gelap.
studi-studi eksperimental sering kali dilaksana kan pada subjek-subjek yang tidak
terlibat dalam la than intens Akan tetapi, terlepas dari tidak adanya bukti
eksperimen yang kuat, hasil yang dicapai oleh efek Fisiologis Steroid Anabolik
Ada kesepakatan umum bahwa orang yang memakai steroid anabolik dengan dosis
tinggi berisiko mengalami berbagai macam efek samping Pada laki-laki, umpar
bilik negatif dari ka- dar steroid anabolik yang tinggi mengurangi pelepas an
gonadotropin; hal ini mengakibatkan berkurangnya aktivitas testikuler, yang dapat
berakibat testicular atro- ply (atrofi testikuler, testis yang lemah) dan sterili- tas
Gynecomastia (pertumbuhan buah dada pada laki- laki) juga dapat terjadi, diduga
sebagai akibat aromati- sasi steroid anabolik pada estrogen. Pada perempuan,
steroid anabilik dapat mengakibatkan amenorrhea (amenore, terhentinya
menstruasi), sterilitas, hirsutisme (pertumbuhan bulu-bulu tubuh ng eksesif),
pertum- buhan klitoris, perkembangan bentuk tubuh yang mas kulin, kebotakan,
buah dada yang mengecil, dan suara yang menjadi dalam dan kanar Sayangnya,
beberapa efek steroid anabolik pada perempuan yang bersifat memaskulinkan itu
tampaknya tidak dapat dikembangkan.
Pada waktu lahir, sexually dimorphic muclei tikus jantan dan betina memiliki
ukuran yang sama. Dalam beberapa hari pertama setelah lahir, sexually dimorphic
nuclei tikus jantan tumbuh dengan kecepatan tinggi dan sexually dimorphic nuclei
tikus betina tidak. Pertum buhan sexually dimorphic nuclei jantan normalnya dipl
cu oleh estradiol, yang telah diaromatisasi dari testosteron.
Pengaruh VMN pada pada perilaku seksual tikus betina tampaknya dimediasi oleh
sebuah traktus yang turun ke periaqeductal gray (PAG) di tegmentum. Des- truksi
pada traktus ini mengeliminasi perilaku seksual betina, seperti halnya lesi pada
PAG itu sendiri.
Sebagai kesimpulan, meskipun banyak bagian otak berperan dalam perilaku
seksual, banyak pene- litian yang difokuskan pada peran hipotalamus dalam
perilaku kopulatorik tikus. Beberapa daerah di hipota- lamus memengaruhi
perilaku kopulatorik ini, dan be- berapa nuklei hipotalamik bersifat dimorfik secara
seksual.
13.6 Orientasi Seksual, Hormon, dan otak
Orientasi Seksual dan Gen
Penelitian menunjukkan bahwa perbedaan pada orientasi seksual memiliki dasar
genetik. Sebagai contoh, Bailey dan Pillard meneliti sekelompok homoseksual laki-
laki yang memiliki saudara kembar, dan mereka menemukan bahwa 52% pasangan
kembar monozigotik dan 22% pasangan kembar dizigotik adalah homoseksual
pula. Dalam sebuah studi komparatif terhadap kembar perempuan oleh kelompok
peneliti yang sama menemukan angka kordansi untuk homoseksualitas adalah
sebesar 48% untuk kembar monozigotik dan 16% untuk kembar dizigotik.
Kegairahan yang cukup tinggi tercipta oleh ada- nya klaim bahwa sebuah gen
untuk homoseksualitas telah ditemukan lokasinya di salah satu ujung kromo som X
(Hamer et al., 1993). Akan tetapi, penelitian ber kutnya tidak mengonfirmasikan
klaim ini
Banyak orang juga berasumsi bahwa preferensi seksual adalah masalah pilihan.
Bukan. Orang menemukan preferensi seksualnya. Mereka tidak memilihnya.
Preferensi seksual tampaknya berkembang sangat awal, dan indikasi pertama arah
ketertarikan seksual seorang anak biasanya tidak berubah ketika ia mencapai
kematangan.
Salah satu lini penelitian yang menjanjikan tentang orientasi seksual difokuskan
pada efek urutan kelahiran fraternal, temuan bahwa probabilitas seorang laki-laki
untuk menjadi homoseksual meningkat sebagai fungsi jumlah kakak laki-laki yang
dimilikinya. Sebuah studi terhadap keluarga-keluarga campuran (keluar- ga-
keluarga yang saudara-saudara terkait-biologis dibesarkan bersama saudara-
saudara yang diadopsi atau saudara-saudara tiri) menemukan bahwa efek itu
berhubungan dengan jumlah anak laki-laki yang sebelumnya dilahirkan oleh ibu,
bukan jumlah anak laki-laki yang dibesarkan bersama subjek.
Transeksualisme
Transeksualisme adalah gangguan identitas seksual yang menyebabkan seorang
individu yakin bahwa dirinya terperangkap di tubuh jenis kelamin lain. Lebih
halusnya, transeksual menghadapi konflik yang aneh: "Saya adalah perempuan
(atau laki-laki) yang terperangkap dalam tubuh laki-laki (atau perempuan).
Tolong!" Penting untuk memahami keputusasaan mereka; mereka tidak sekadar
berpikir bahwa hidup mungkin akan lebih baik bila gender mereka berbeda.
Meskipun banyak transeksual berusaha mendapatkan surgical sexual reassignment
(operasi untuk mengubah jenis kelamin), keputusasaan mereka dapat lebih
diungkapkan melalui cara-cara yang digunakan oleh sebagian di antara mereka
untuk mengatasi masalahnya sebelum mengambil pilihan operasi pengubahan jenis
kelamin: Sebagian laki-laki biologis (perempuan psikologis) berusaha melakukan
kastrasi diri, dan sebagian lainnya mengonsumsi krim-krim wajah yang
mengandung es trogen dalam jumlah untuk memfemininkan tubuhnya.
Pikirkan kembali bagian tentang diferensiasi otak. Sampai baru-baru ini, dulu
diasumsikan bahwa dife- rensiasi otak manusia menjadi bentuk-bentuk perempuan
dan laki-laki seperti lazimnya terjadi melalui sebuah mekanisme berbasis-
testosteron. Akan tetapi, sebuah pendapat yang berbeda telah berkembang dari
bukti-bukti mutakhir. Sekarang, jelas bahwa otak laki- laki dan perempuan
biasanya berbeda dalam banyak hal dan bahwa perbedaan-perbedaan itu di waktu
yang berbeda dan oleh mekanisme yang berbeda. Bila Anda selalu berpegang pada
prinsip perkembangan ini, Anda tidak akan mengalami kesulitan dalam memahami
bagaimana mungkin sebgaian individu perempuan dalam beberapa hal dan laki-laki
dalam hal-hal lain, dan sebagian lainnya terletak di antara kedua norma itu.
Analisis ini merupakan contoh poin yang banyak saya buat di buku ini. Studi
biopsikologi sering memiliki implikasi-implikasi personal dan sosial penting.
Pencarian basis neural sebuah perilaku sering kali memberi kita pemahaman yang
lebih banyak tentang perilaku itu. Saya harap Anda sekarang memiliki pemahaman
yang lebih banyak dan penerimaan yang besar terhadap perbedaan seksualitas
manusia
Bab 17
Biopsikologi Emosi , Stress , dan Kesehatan
Respons Stres
Hans Selye adalah yang pertama kali mendeskripsikan respons stres pada 1950-
an, dan ia dengan cepat menengarai sifat gandanya. Dalam jangka pendek, stres
menghasilkan perubahan adaptif yang mem bantu binatang untuk merespons
stresornya (misalnya, mobilisasi sumber energi); tetapi, dalam jangka panjang a
menghasilkan perubahan-perubahan yang maladaptif (misalnya, kelenjar adrenal
yang membesar). Selye mengatribusikan respons stres pada aktivasi sistem
korteks-adrenal pituitaria-anterior. la menyimpulkan bahwa stresor yang memen
garuhi sirkuit-sirkit neural menstimulasi pelepasan adrenocortico tropic hormone
(ACTH) (hormon adrenokortiko tropik) dari pituitaria anterior, sehingga ACTH
pada gilirannya akan memicu pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal,
sehingga glukokortikoid menghasilkan banyak di antara efek-efek respons stres
LaterallsaslEmosi
Ada banyak bukti bahwa fungsi-fungsi emosional
terlateralisasi, yakni, bahwa hemisfer serebral kiri
dan kana terspesialisasi untuk menjalankan fungsi- fungsi emosional yang berbeda.