Oleh :
Kelas : Xi
SMA NEGERI 1
MANOKWARI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) tepat pada waktu. Terima kasih juga saya ucapkan
kepada guru mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang
selalu memberikan dukungan dan bimbingannya. Makalah ini saya buat dengan tujuan
untuk memenuhi nilai tugas Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Tak
hanya itu, saya juga berharap makalah ini bisa bermanfaat untuk penulis pada khususnya
dan pembaca pada umumnya. Walaupun demikian, saya menyadari dalam penyusunan
makalah ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu, saya sangat mengharapkan kritik
dan saran untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, saya berharap semoga makalah
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) ini bisa memberikan informasi dan
ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada
para pembaca yang telah membaca makalah ini hingga akhir.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN DEPAN
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang 1
1.2.Rumusan Masalah 2
1.3.Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
3.1. Kesimpulan 13
3.2. Saran 13
iii
Halaman ini tidak dipakai (buang saja)
iv
Halaman ini tidak dipakai (buang saja)
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pada awalnya awalnya hak asasi manusia lahir dari pergulatan untuk menentang
Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada diri setiap orang. Hak ini harus
dilindungi oleh negara. Perlindungan yang diberikan oleh negara sejatinya merupakan
Negara dituntut untuk melakukan segala upaya untuk memajukan hak asasi manusia,
abstrak(bersifat abstrak), dan pemerintahlah yang berposisi sebagai entitas (wujud) hukum
Sementara itu, elanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia memang unik, contoh
banyak masalah yang tidak selesai kasusnya atau aparat hukum di indonesia yang kurang
perhatian kepada kasus yang terjadi. Dari tahun ke tahun kasus yang terjadi semakin banyak
Dari jaman Orde Baru sampai Reformasi banyak kasus pelanggaran hak asasi manusia
(HAM). Dari banyaknya kasus pelanggaran HAM di Indonesia terdapat berbagai penyebab
yang melatar belakangi terjadinya pelanggaran HAM, yang paling sering terjadi di Indonesia
adalah karena perbedaan agama dan ras. Kita harus memaklumi perbedaan itu di Indonesia,
karena Indonesia sendiri terdiri dari berbagai macam suku dan budaya serta agama yang
berbeda.
1
Kasus karena perbedaan ras yang paling kita ingat adalah Tragedi Sampit di tahun 2001
yang melibatkan antara Suku Dayak dan Suku Madura, dan kasus soal agama sangat sering
kita temui di akhir-akhir ini mulai dari koflik Poso, kasus mushalla Assyafiiyah di Denpasar,
kasus rumah ibadah di Aceh Singkil, kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang terjadi di
Kendal dan subang, kasus pemerasan di gereja-gereja di Jawa Barat dan masih banyak lagi.
Sebagian dari kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di
Indonesia terdapat kasus yang tidak selesai sampai sekarang, seperti kasus Munir, kasus
Marsinah, dan kasus Trisakti. Tentu menjadi pertanyaan bagi masyarakat di Indonesia kenapa
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan
4. Untuk mengetahui kendala yang dialami pemerintah dalam menyelesaikan kasus HAM
2
BAB II
PEMBAHASAN
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak
membatasi dan mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
undang - undang ini dan tidak mendapat atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Undang – undang No.39 tahun 1999 sekarang menjadi UU No.26/2000 tentang pengadilan
HAM yang berbunyi pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang
secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang
atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang - undang ini, dan tidak didapatkan atau
1. Faktor Internal
Faktor yang merupakan dorongan untuk melakukan pelanggaran HAM yang berasal dari diri
3
a) Adanya sikap egois atau terlalu mementing diri sendiri.
Sikap egois atau terlalu mementingkan diri sendiri akan menyebabkan seseorang
Seseorang yang mempunyai sikap seperti ini, akan menghalalkan segala cara supaya
haknya bisa terpenuhi, meskipun caranya tersebut dapat melanggar hak orang lain.
Rendahnya kesadaran terhadap pentingnya hak asasi manusia akan menyebabkan pelaku
pelanggaran HAM berbuat seenaknya. Pelaku tidak mau tahu bahwa orang lain pun
mempunyai hak asasi yang harus dihormati. Sikap tidak mau tahu ini berakibat muncul
Bersikap tidak toleransi akan menyebabkan munculnya saling tidak menghargai dan tidak
menghormati atas kedudukan atau keberadaan orang lain. Sikap ini pada akhirnya akan
2. Faktor Eksternal
Faktor – faktor di luar diri manusia yang mendorong seseorang atau sekelompok orang
a) Penyalahgunaan kekuasaan
Di masyarakat terdapat banyak kekuasaan yang berlaku. Kekuasaan yang dimaksud tidak
hanya menunjuk pada kekuasaan pemerintah, tetapi juga bentuk - bentuk kekuasaan lain
yang terdapat di masyarakat. Salah satu contohnya adalah kekuasaan di perusahaan. Para
pengusaha yang tidak memperdulikan hak - hak buruhnya. Hal tersebut, jelas melanggar
4
hak asasi manusia. Oleh karena itu, setiap penyalahgunaan kekuasaan mendorong timbulnya
pelanggaran HAM.
Aparat penegak hukum yang tidak bertindak tegas terhadap setiap pelanggaran HAM,
tentu saja akan mendorong timbulnya pelanggaran HAM yang lainnya. Penyelesaian kasus
pelanggaran yang tidak tuntas akan menjadi pemicu bagi munculnya kasus - kasus lain,
para pelaku tidak akan merasa jera, dikarenakan mereka tidak menerima sanksi yang
tegas atas perbuatannya itu. Selain hal tersebut, aparat penegak hukum yang bertindak
sewenang - wenang juga merupakan bentuk pelanggaran HAM dan menjadi contoh yang
tidak baik, serta dapat mendorong timbulnya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
c) Penyalahgunaan teknologi
Kemajuan teknologi bukan hanya memberikan pengaruh yang positif, tetapi bisa juga
memberikan pengaruh negatif, bahkan dapat memicu timbulnya kejahatan. Selain itu juga,
kemajuan teknologi dalam bidang produksi ternyata dapat menimbulkan dampak negatif,
kesehatan manusia.
jabatan yang dimiliki. Apabila hal tersebut dibiarkan, maka dapat menimbulkan terjadinya
pelanggaran HAM, misalnya perbudakan, pelecehan, perampokan bahkan bisa saja terjadi
pembunuhan.
5
2.3. Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
Peristiwa Trisakti
Salah satu pelanggaran HAM di Indonesia yang paling terkenal adalah peristiwa
trisakti. Awal tahun 1998, perekonomian Indonesia mulai goyah akibat krisis moneter yang
terjadi di Asia sepanjang tahun 1997-1999. M. Dawam Rahardjo dalam buku Orde baru dan
Orde Transisi (1999) menyebut, krisis 1998 semakin diperburuk oleh kondisi pemerintahan di
Indonesia yang dipenuhi praktik Korupsi, Kolusi, serta Nepotisme (KKN). Kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah kala itu menurun drastis. Apalagi, di tengah kondisi
suara kritis dari masyarakat sipil. Pada tahun - tahun krisis itulah, pemerintahan Orde
Baru menampakkan wajah negara yang bengis dan otoriter. Alhasil, mahasiswa di
berbagai daerah melakukan aksi demonstrasi besar - besaran. Narasi mereka serupa, yakni
untuk menurunkan Presiden Soeharto yang telah berkuasa 32 tahun lamanya karena
6
Di Jakarta, civitas akademika Universitas Trisakti turut menggelar aksi damai di
dalam kampus pada 12 Mei 1998. Sejak pagi, aksi yang diisi mimbar bebas dan panggung
orasi di pelataran parkir depan Gedung Syarid Thayeb itu melibatkan ribuan mahasiwa
serta dosen. Baru pada siang harinya, sekitar pukul 12.30 WIB, massa aksi yang berjumlah
bergabung bersama massa aksi dari kampus lain yang sudah lebih dahulu berada di kompleks
parlemen.
7
Pada saat yang bersamaan, barisan aparat langsung menyerang massa dengan
tembakan dan pelemparan gas air mata. Massa mahasiswa pun panik, dan berlarian menuju
area kampus Trisakti. Saat itulah aparat melakukan penembakan yang membabi buta,
pelemparan gas air mata hampir di setiap sisi jalan, pemukulan dengan pentungan dan
popor senjata, penendangan dan penginjakan terhadap banyak peserta aksi. Bahkan, terjadi
pelecehan seksual terhadap para mahasiswi. Sebagian aparat juga menyerbu ke pintu
gerbang kampus dan membuat formasi menembak. Tembakan yang terarah tersebut
mengakibatkan jatuhnya korban luka hingga meninggal dunia. Akhirnya, tiga mahasiswa
tewas seketika di dalam kampus, dan satu orang lainya meninggal dunia di rumah sakit.
Beberapa orang dalam kondisi kritis, sementara korban luka-luka akibat tembakan ada 15
orang.
Setahun setelah kejadian, proses hukum berjalan dan menyeret enam terdakwa yang
masing - masing dihukum 2 sampai 10 bulan. Tiga tahun berselang, sembilan terdakwa
kasus penembakan mahasiswa Trisakti diadili di Pengadilan Militer dan dijatuhi hukuman
3 sampai 6 tahun penjara. Namun, hingga hari ini dalang dari tragedi Trisakti sama sekali
belum pernah diadili. Peristiwa ini pun menambah panjang daftar kasus pelanggaran Hak
Asasi Manusia (HAM) di Indonesia yang proses hukumnya jalan di tempat atau tidak
ditindak lanjuti.
8
Kasus Pembunuhan Marsinah
Kasus pembunuhan Marsinah terjadi pada tanggal 3-4 Mei 1993. Marsinah merupakan
seorang pekerja dan aktivis wanita yang bekerja di PT Catur Putera Surya Porong. Berawal
dari aksi mogok yang dilakukan oleh Marsinah dan buruh lainnya yang menuntut kepastian
Unjuk rasa berlangsung pada 3 - 4 Mei 1993 dipicu oleh pelanggaran sejumlah
hak normatif buruh oleh pihak manajemen perusahaan. Pada hari pertama pemogokan,
belum ada tuntutan yang diajukan para buruh. Dikutip dari buku "Kekerasan Penyidikan
Dalam Kasus Marsinah" (1995) oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
(YLBHI), pada hari kedua pemogokan, petugas Koramil, Kodim, dan Polsek berusaha
dilakukan. Dalam perundingan itu ada 12 tuntutan perbaikan kondisi kerja yang diajukan
para buruh. Salah satunya adalah penyesuaian upah sesuai dengan keputusan Menteri
Tenaga Kerja No.50 tahun 1992 dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 sehari. Serta perhitungan
upah lembur dan pembayaran cuti hamil. Semua tuntutan buruh dikabulkan, kecuali
9
tuntutan pembubaran SPSI, penolakan intimidasi dan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)
Para buruh pun bekerja kembali seperti semula. Namun, usai perundingan, 13
orang buruh dipanggil oleh Kodim 0816 Sidoarjo. Pada 5 Mei 1993, ke-13 buruh tersebut
dipaksa mengundurkan diri dengan alasan sudah tidak dibutuhkan lagi oleh
Tenaga Kerja No. 342/Men/1986. Jika ada perselisihan antara buruh dengan pengusaha,
maka yang berhak memediasi adalah militer. Sehingga, para pekerja yang kritis harus
menghadapi intimidasi dan penangkapan. Hal itu ternyata mengusik rasa solidaritas
Marsinah. Marsinah kemudian menyampaikan surat protes ke pabrik dan berjanji akan
Setelah itu, Marsinah mampir ke rumah teman - temannya. Namun, rupanya malam
itu adalah terakhir kalinya Marsinah dilihat oleh rekan - rekannya. Tiga hari kemudian, 8
Mei 1993, mayat Marsinah ditemukan segerombolan anak - anak telah membeku di sebuah
gubuk di pinggiran hutan jati Wilangan, desa, Jegong, Wilangan, Nganjuk. Lokasi
Di mayat Marsinah ditemukan luka - luka bekas penyiksaan. Berdasarkan laporan yang
diterbitkan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) bertajuk "Ke Arah
Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan: Kajian kasus - kasus penyiksaan belum terselesaikan"
10
(1995), adapun sebab - sebab kematian seperti yang tertera dalam visum et repertum dr.
Jekti Wibowo. Dalam laporan itu disebutkan bahwa dalam tubuh Marsinah ditemukan
Iuka robek tak teratur sepanjang 3 cm mulai dari dinding kiri lubang kemaluan (labium
Di dalam ditemukan serpihan tulang dan tulang panggul bagian depan hancur. Disamping
itu selaput dara robek dan memar pada kandung kencing serta usus bagian
bawah. Sedangkan rongga perut mengalami pendarahan kurang lebih satu liter. Sebulan
11
setelah itu, kematian Marsinah mendapat reaksi yang cukup besar dari dalam maupun
luar negeri.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, kasus pelanggaran HAM di Indonesia tidak selesai disebabkan
oleh beberapa hal yaitu yang pertama karena kurangnya bukti-bukti untuk mengungkap kasus
HAM yang terjadi, yang kedua karena tidak jelasnya pemerintah dalam menangani kasus
HAM, bisa diibaratkan mereka saling “lempar bola panas” untuk menghindari tuntutan
dari pelapor.
3.2 Saran
Melihat masalah diatas, yang ingin penulis sampaikan adalah untuk para penegak hukum
di negara yang kita cintai ini lebih tegas dalam menangani kasus pelanggaran HAM yang
terjadi. Jika memang kasus HAM berat di masa lalu hanya jalan di tempat maka untuk
kedepanya agar diperbaiki lagi agar masalah seperti kurangnya bukti tidak terjadi lagi
13