Nim: 22410171
Kelas: III A
Maqamat adalah jamak dari kata maqam, yang secara bahasa berarti tempat atau kedudukan.
Secara istilah, maqam adalah upaya sadar untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui
tahapan-tahapan untuk mencapai makrifatullah, yaitu pengenalan yang mendalam tentang
hakikat Allah SWT. Maqam juga bisa diartikan sebagai sifat yang menetap pada diri seseorang
akibat dari usahanya sendiri¹.
Ahwal adalah jamak dari kata hal, yang secara bahasa berarti keadaan atau kondisi. Secara
istilah, hal adalah keadaan jiwa dalam proses pendekatan diri kepada Allah SWT, yang datang
tanpa disengaja dan tanpa diupayakan. Hal juga bisa diartikan sebagai pemberian atau anugerah
dari Allah SWT kepada seseorang yang telah mencapai tingkat tertentu dalam maqam².
Nim: 22410171
Kelas: III A
2. Tarekat Syadziliyah
Ada 10 pokok pokok ajaran tarekat Syadziliyah, Taqwa kepada Allah SWT, Mengikuti
sunnah Rosul, Berpaling (hatinya) dari makhluk (tawakkal), Ridha kepada
Allah(Qona’ah), Berpegang teguh kepada Allah SWT, Membaca Al-Qur’an, Berzikir,
Birulwalidain, Silaturrahmi, Sodaqoh. Tarekat syadziliyah adalah aliran tarekat yang
dinisbahkan kepada pendiri Abu Hasan Ali Asy-Syadzili (593-656 H).
3. Tarekat Khalwatiyah
Adapun ajaran Tarekat Khalwatiyah,
1. Yaqza; kesadaran akan dirinya sebagai makhluk yang hina di hadapan Allah Swt
Yang Maha Agung
2. Taubat; permohonan ampun atas segala dosa
3. Muhasabah; yaitu menghitung-hitung atau introspeksi diri
4. Inabah; berhasrat kembali kepada Allah Swt
5. Tafakkur; merenung tentang kebesaran Allah
6. Ittisam; selalu bertindak sebagai khalifah di muka bumi
7. Firar; lari dari kehidupan jahat dan keduniawian yang tidak berguna
8. Riyadhah; melatih diri dengan beramal sebanyak-banyaknya
9. Tasyakur; selalu bersyukur kepada Allah Swt dengan mengabdi dan memuji-Nya
10. Sima’; mengkonsentrasikan seluruh anggota tubuh dan mengikuti perintah-perintah-
Nya terutama pendengaran
4. Tarekat Idrisiyah
Adapun ajaran harian tarekat Idrisiyah yaitu
1. Membaca Al-Qur’an 1 Juz
2. Membaca Istigfar 100 kali
3. Membaca dzikir makhshush
4. Membaca shalawat Ummiyyah 100 kali
5. Membaca Yaa Hayyu Yaa Qayyum 1000 kali
6. Membaca dzikir Mulkiyyah
7. Memelihara ketakwaan
Tarekat Idrisiyyah didirikan oleh seorang ulama sufi yang bernama Syekh Ahmad bin
Idris al-Fasi pada abad ke-18 Masehi.
Nama: Muhammad Ardi
Nim: 22410171
Kelas: III A
Pada awal masuknya Islam ke Indonesia, tasawuf menjadi salah satu tradisi intelektual
yang berkembang pesat. Hampir semua ulama terkemuka pada periode itu adalah para sufi.
Tasawuf atau sufisme masuk melalui berbagai jalur, termasuk melalui perdagangan, pernikahan,
dan dakwah. Namun, pengaruh tasawuf di Indonesia pada awalnya terutama berasal dari para
pedagang Arab, Persia, dan India yang berdagang ke wilayah Nusantara. Mereka membawa
ajaran tasawuf dan menyebarkannya melalui aktivitas dagang di pelabuhan-pelabuhan utama.
Mereka juga membawa kitab-kitab dan tulisan-tulisan tentang tasawuf yang kemudian dikaji dan
dipelajari oleh masyarakat setempat. Pada awalnya tasawuf di Indonesia dipraktikkan secara
individu dan tidak dianut sebagai sebuah tarekat. Namun, dengan berkembangnya jumlah orang
yang tertarik dengan ajaran tasawuf, maka terjadilah transformasi tasawuf dari sekadar metode
menjadi organisasi, yang kemudian dikenal dengan sebutan tarekat. Penduduk setempat yang
tertarik dengan ajaran Islam kemudian berguru kepada para sufi dan membentuk komunitas-
komunitas Islam yang berkembang menjadi pesantren dan majelis-majelis zikir. Ini terjadi antara
abad ke-13 hingga ke-16, ketika tarekat-tarekat mulai tumbuh. Para sufi seperti Hamzah Fansuri
yang bertarekat Qadiriyah, berperan penting dalam mengembangkan pemikiran tasawuf di
Indonesia, yang kemudian membentuk tarekat-tarekat yang lebih terorganisasi. Tarekat-tarekat
inilah yang menjadi tulang punggung dakwah Islam dan memainkan peranan penting dalam
memperkuat akar Islam di Nusantara.. Periode berikutnya muncul beberapa tokoh awal tasawuf
di Nusantara yang signifikan antara lain: Syamsuddin As-Sumatrani, seorang syekh sufi yang
banyak berkontribusi dalam bidang tasawuf dan menulis beberapa karya di antaranya Jauhar al-
Haqa’iq, sebuah kitab berbahasa Arab yang berisi 30 halaman mengenai hakikat-hakikat
tasawuf. Lantas ada Syekh Nuruddin Ar-Raniri, syekh sufi yang tinggal di Aceh pada abad ke-
17. Ia mengarang kitab berbahasa Melayu Bustan al-Salatin yang membahas tentang etika dan
moral dalam menjalankan pemerintahan. Selanjutnya ada Syekh Yusuf Al-Maqassari, syekh sufi
yang berasal dari Sulawesi Selatan yang bertarekat Naqsyabandiyah. Ia banyak berperan dalam
penyebaran agama Islam di wilayah Sulawesi dan melakukan perlawanan terhadap Belanda
hingga diasingkan ke Afrika Selatan. Dalam perkembangannya, tasawuf di Indonesia juga
dipengaruhi oleh tradisi keagamaan lokal seperti kejawen, kebatinan, dan mistisisme Jawa. Hal
ini terlihat dalam cara pelaksanaan zikir atau wirid, serta dalam praktik-praktik keagamaan yang
unik dan berbeda dengan praktik-praktik tasawuf di Timur Tengah. Pada masa ini lahirlah Sunan
Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, dan tokoh sufi kontoversial, Syekh Siti Jenar.