DISUSUN OLEH:
NURJIHAN ZALSABILA
1. MEKANISME PEMBENTUKAN URIN
Urin adalah hasil sisa metabolism yang melalui proses sekresi dari ginjal yang
kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui saluran kemih . urine biasanya
mengandung zat yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh ,sehingga perlu dikeluarkan
karena dapat meracuni tubuh. Proses pembentukan urine didalam tubuh adalah salah
satu cara alami tubuh untuk mengeluarkan zat sisa metabolisme dan racun tubuh serta
kelebihan kadar air untuk memelihara kesehatan. Proses pembentukan urin ini
melibatkan beberapa organ seperti ginjal, kandung kemih, dan saluran kemih. Zat –zat
sisa atau produk sampingan dari metabolisme tubuh dikeluarkan oleh tubuh melalui
pengeluaran urin dan tinja . semakin banyak cairan yang di komsumsi ,maka semakin
banyak urin yang akan dihasilkan oleh tubuh.
Jika satu atau beberapa dari organ tersebut mengalami masalah urologi, proses
pembentukan urin pun ikut terganggu .
Ginjal
Ginjal termasuk organ penting dalam pembentukan urin. Dua organ
berbentuk kacang dan terletak di bawah tulang rusuk dekat bagian tengah
punggung. Ada beberapa fungsi ginjalyang turut berkontribusi agar anda
bisa buang air kecil sebagai berikut.
- Membuang limbah dan cairan berlebih dari tubuh.
- Menyeimbangkan kadar air dan elektrolit ditubuh.
- Melepaskan hormone yang mengontrol produksi sel darah merah.
- Membantu menjaga kesehatan tulang dengan mengontrol kalsium
dan fosfor.
Ginjal nantinya akan mengeluarkan urea dari darah lewat unit penyaringan
kecil yang disebut nefron . setiap nefron biasanya terdiri atas bola yang
dibentuk dari kapiler darah kecil (glomelurus) dan tabung kecil (tubulus
ginjal).
Bersamaan dengan air dan limbah lainnya,urea akan membentuk urin saat
melewati nefron dan menuju tubulus ginjal.
Ureter
Ureter adalah dua tabung kecil yang bertgas membawa urin dari ginjal ke
kandung kemih . otot-otot di dindin ureter biasanya akan terus mengencang
dan mengendung agar urin turun dari ginjal. Jikan urin kembali naik atau
dibiarkan begitu saja ,penyakit ginjal seperti infeksi ginjal pun bisa terjadi.
Setiap 10-15 detik,urin dalam jumlah yang sedikit akan dialirkan dari ureter
kekandung kemih.
Kandung kemih
Kandung kemih merupakan organ berongga yang membentuk segitiga dan
berada di perut bagian bawah. Organ ini ditahan oleh ligament yang
melekat pada organ lain dan tulang panggul. Dinding kandung kemih juga
akan mengendur dan mengencang agar urin dapat tersimpan .Pada
kandung kemih yang sehat biasanya dapat menyimpan hingga 300-500 ml
urin selama 2-5 jam. Oleh sebab itu , penting menjaga kesehatan kandung
kemih agar proses pembentukan urin tidak terganggu dan buang air kecil
anda tetap lancer.
Uretra
Urin yang telah diproduksi oleh ginjal dan pindahkan dari uretra dan
kandung kemih akan dikeluarkan melalui uretra .organ saluran kencing ini
bertugas menghubungkan kandung kemih ke lubang saluran kemih pada
ujung penis atau vagina.
Normalnya,uretra memiliki panjang sekitar 20 cm pada pria. Sementara itu,
ukuran uretra pada wanita mempunyai panjang berkisaran 4 cm . jalur
kandung kemih dan uretra dilengkapi cinci otot (sfingter) untuk menjaga
urin agar tidak bocor.
Proses pembentukan urin terdiri dari tiga tahap, yaitu filtrasi (penyaringan),reabsorpsi
(penyerapan kembali) dan augmentasi (pengeluaran zat).
a. filtrasi
Proses pembentukan urin yang satu ini dilakukan dengan bantuan dari ginjal.
Setiap ginjal mempunyai sekitar satu juta nefron yaitu tempat pembentukan
urin.pada waktu tertentu ,sekitar 20 persen dari darah akan melewati ginjal untuk
disaring.Hal ini untuk dilakuka agar tubuh dapat menghilangkan zat –zat sisa
metabolism (limbah) dan menjaga keseimbangan cairan PH darah dan kadar darah.
Proses penyaringan darah pun dimulai dari ginjal . Darah yang mengandung zat sisa
metabolisme akan disaring karena dapat menjadi racun untuk tubuh.
Tahap ini terjadi dibidan malphigi yang terdiri dari glomerulus dan kapsul
bowman. Glomelurus bertugas menyaring air, garam, glukosa ,asam amino ,urea,
dan limbah lainnya agar dapat melewati kapsul bowman. Hasil penyaringan ini
kemudian disebut sebagai urin primer. Urin primer termasuk urea didalamnya
merupakan hasil dari amonia yang sudah terakumulasi . Hal ini terjadi ketika hati
memproses asam amino dan disaring oleh glomelurus.
b. Reabsorpsi
Pada umumnya, semua glukosa akan diserap kembali .namun hal ini tidak
berlaku pada penyadang diabetes karena glukosa berlebih akan tetap dalam filtrat.
c. Augmentasi
Tinja atau feses merupakan sisa dari proses pencernaan makanan yang
sudah tidak diperlukan lagi. Sisa makanan masuk ke dalam usus besar
dari usus halus (ileum terminal) dalam bentuk cairan (+1500 mL).
Namun, tinja keluar dari saluran cerna dalam bentuk padat (80 – 150
mL). Tinja mengandung air, zat-zat padat (sisa makanan),
mikroorganisme, dan sel-sel epitel yang luruh. Di dalam usus besar,
terjadi reabsorpsi air, sekresi mukus dan aktivitas bakteri yang
menghasilkan gas (flatus). Semua hal ini berkontribusi dalam
pembentukan tinja/feses. Mukus disekresi oleh epitel kolon untuk
menjadi pelumas dinding usus besar dan membantu massa tinja menyatu.
Mikroorganisme mengisi 30% dari berat kering tinja.
Setiap harinya, sekitar 750 cc chyme masuk ke kolon dari ileum. Di kolon,
chyme tersebut mengalami proses absorbsi air, natrium, dan klorida.
Absorbsi ini dibantu dengan adanya gerakan peristaltik usus. Dari 750 cc
chyme tersebut, sekitar 150-200 cc mengalami proses reabsorbsi. Chyme
yang tidak direabsorbsi menjadi bentuk semisolid yang disebut feses
Asmadi. Selain itu, dalam saluran cerna banyak terdapat bakteri. Bakteri
tersebut mengadakan fermentasi zat makanan yang tidak dicerna. Proses
fermentasi akan menghasilkan gas yang dikeluarkan melalui anus setiap
harinya, yang kita kenal dengan istilah flatus. Misalnya, karbohidrat saat
difermentasi akan menjadi hidrogen, karbondioksida, dan gas metan.
Apabila terjadi gangguan pencernaan karbohidrat, maka akan ada banyak
gas yang terbentuk saat fermentasi. Akibatnya, seseorang akan merasa
kembung. Protein, setelah mengalami proses fermentasi oleh bakteri, akan
menghasilkan asam amino, indole, statole, dan hydrogen sulfide.
semen
Spermatogenesis
Testis jantan 90% tersusun oleh tubuli seminiferi, sedangkan yang 10% adalah sel
interstitial dan jaringan ikat. Testis berkembang dengan cepat pasca pubertas
sehingga tubuli seminiferi menjadi lebih panjang dan diemeternya membesar.
Peningkatan volume tubuli seminiferi membuat proses spermatogenesis lebih efisien
ditandai dengan peningkatan jumlah spermatozoa yang signifikan (Schenk, 2017). Di
dalam sel tubuli seminiferi terdapat sel-sel spermatogonium hingga spermatozoa,
selain itu juga terdapat sel sertoli yang secara umum berfungsi untuk memberikan
asupan nutrisi spermatozoa akan tetapi sebetulnya berfungsi sebagai blood testes
bariers, penghasil hormon inhibin dan aromatisasi hormon testoteron menjadi
estradiol 17β (estrogen), sedangkan diantara tubuli seminiferi terdapat sel interstitial
yang diantarannya terdapat sel leydig yang berfungsi sebagai penghasil hormon
testoteron yang selain berfungsi untuk spermatogenesis juga berfungsi dalam
pematangan spermatozoa dalam epididymis (dalam bentuk dihidro testoteron) dan
meningkatnya libido untuk mengawini betina (Susilawati, 2011). Spermatogenesis
juga dikontrol oleh Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang disekresikan oleh bagian
hipofisa anterior (Ismaya, 2014)
Morfologi Spermatozoa
Fungsi dari spermatozoa adalah untuk mengantarkan gen paternal (haploid)
sampai dengan sel telur dan menginisiasi perkembagan embrio. Untuk
mencapai hal tersebut, struktur sel spermatozoa berevolusi menjadi sel
yang berkompartemen dan memiliki fungsi khusus pada setiap
kompartemen. Secara umum, spermatozoa terbagi menjadi bagian kepala
dan bagian ekor (flagellum). Bagian kepala bisa dibagi kembali menjadi
bagian akrosomal dan nukleus. Bagian akrosomal terbagi menjadi 2 yaitu
sekretori akrosomal vesikel dan membran plasma yang menyelimuti
akrosom (Gerton dan Vadnalis, 2018). Bagian akrosomal ini berisi acrosin,
hyaluronidase, dan enzim hidolisis lainnya yang digunakan untuk proses
fertilisasi (Garner dan Hafez, 2000). Sementara, bagian nukleus berisi
duplikat dari materi gen paternal yang akan ditransportasikan ke oosit
(Gerton dan Vadnalis, 2018).
Bagian leher spermatozoa atau disebut juga penghubung terbentuk dari
plat basal yang menempel pada bagian posterior nukleus (Garner dan
Hafez, 2000). Bagian ekor sering juga disebut sebagai motor penggerak sel
spermatozoa. Bagian ekor bisa dibagi menjadi tiga bagian yaitu midpiece,
principal piece, dan end piece. Struktur ekor memproduksi energi melalui
glikolisis dan fosforilasi oksidatif yang digunakan untuk pergerakan
spermatozoa. Semua bagian spermatozoa dibungkus dengan membran
plasma (Gerton dan Vadnalis, 2018). Morfologi sel spermatozoa dapat
dilihat pada Ilustrasi 3.
masing masing cavum pleura. Kelebihan cairan pleura terjadi oleh karena adanya
pleura dari cavum pleura. Peningkatan produksi cairan pleura terjadi oleh karena:
dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler (seperti pada keadaan infeksi,
gangguan drainase aliran darah limpa (misalnya pada beberapa keganasan), penurunan
tekanan pada cavum pleura (seperti pada obstruksi bronkus, atelectasis). Darah, pus dan
eksudat. Transudat berasal dari ultrafiltrasi membran dan mengandung protein yang
rendah, sedangkan eksudat terbentuk dari sekresi aktif atau kebocoran membran dan
mengandung protein yang tinggi. Adanya efusi transudat menunjukkan adanya proses
osmotik koloid dengan tanpa adanya keterlibatan penyakit pleura. Adanya cairan
eksudat menunjukkan adanya keterlibatan pleura dalam proses inflamasi atau proses
Lapworth, 2001). Tes non-biokimia seperti misalnya tes sitologi dapat digunakan
sebagai alat diagnostik, yang dapat menunjukkan adanya sel ganas, dan pengecatan
terhadap mikroorganisme sebelum dilakukan kultur. Nilai diagnostik sitologi cairan
pleura dalam efusi keganasan dilaporkan berkisar antara 40-87%. (Kjeldsberg and
Dalam membedakan antara transudat dan eksudat pada dasarnya dapat menggunakan
hitung sel, ada atau tidaknya bekuan dalam cairan dan berat jenis. Saat sekarang ini sudah
dikembangkan pemeriksaan konsentrasi protein cairan pleura, yaitu dengan cut-off point 30
g/L yang dapat membedakan antara transudat dan eksudat. Kadar protein cairan pleura >
30 g/L menunjukkan adanya eksudat (Tarn and Lapworth, 2001). Pemeriksaan aktivitas LDH
pada cairan pleura yang lebih tinggi dibandingkan dengan LDH serum menunjukkan bahwa
adanya sel keganasan pada cairan pleura. Aktivitas LDH yang tinggi tidak hanya
menunjukkan adanya sel ganas dalam cairan tersebut, namun dapat menunjukkan adanya
proses inflamasi dalam pleura.
Kolesterol
Konsentrasi kolesterol lebih tinggi dalam eksudat dibandingkan transudat. Hal ini
disebabkan oleh karena pengeluaran kolesterol pada degenerasi sel dan kebocoran
serum yang menunjukkan terjadinya peningkatan permeabilitas pleura. Nilai cut of
60 mg/dl dapat membedakan cairan eksudat efusi keganasan dari transudat.
Bilirubin
Rasio bilirubin cairan pleura: bilirubin serum lebih dari 0,6 dapat digunakan sebagai
alternatif kriteria Light’s dalam membedakan eksudat pada pasien dengan jaundice.
Dibandingkan dengan kriteria Light’s nilai diagnostik rasio bilirubin cairan pleura:
bilirubin serum yaitu sensitivitas 96%, spesifisitas 83%, sedangkan kriteria Light’s
memiliki sensitivitas 90% dan spesifisitas 82%.
Albumin gradient
Ketika cairan transudat mengandung tinggi protein, hal ini dapat membingungkan
kita untuk membedakan apakah cairan tersebut transudat atau eksudat. Melihat hal
tersebut Roth dkk menyarankan menggunakan serum-effusion albumin gradient
(albumin serum- albumin cairan efusi pleura). Albumin gradient 12 g/L atau kurang
menunjukkan adanya eksudat, dan albumin gradient lebih dari 12 g/L menunjukkan
adanya transudat.
Rekomendasi dalam memilih pemeriksaan untuk membedakan transudat dan
eksudat:
1. Pemeriksaan bilirubin tidak terlalu bermanfaat
2. Kombinasi 2 atau 3 pemeriksaan meningkatkan sensitivitas namun disatu sisi
meningkatkan biaya pemeriksaan
3. Apabila memilih satu jenis pemeriksaan, pilihlah pemeriksaan protein cairan
pleura.
4. Akurasi dari pemeriksaan tunggal atau kombinasi tidak akan lebih tinggi dengan
menggunakan ratio cairan pleura: serum atau gradient cairan pleura-serum, kecuali
pasien dengan mendapatkan terapi diuretik.
Pemeriksaan Glukosa
Kadar glukosa pada cairan pleura lebih dari 5,3 mmol/L (95 mg/dl) sangat mungkin
bersifat transudat. Kadar glukosa yang rendah sering ditemukan pada cairan
eksudat yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri (empyema) dan tuberkulosis.
Pada cairan eksudat yang disebabkan oleh karena penyakit keganasan, kadar
glukosanya sangat bervariasi.
Sebanyak 3% pasien dengan artritis rematoid mengalami efusi pleura, dimana kadar
glukosa dalam cairan pleura menunjukkan kadar yang rendah, dibawah 20-30 mg/dl
ditemukan pada 70-80% kasus, dan kurang dari 10 mg/dl ditemukan pada 42%
kasus. Hal yang berbeda dijumpai pada penderita SLE dengan efusi pleura, dimana
kadar glukosa cenderung normal (Tarn and Lapworth, 2001).
Pemeriksaan pH
Normal pH cairan pleura berkisar 7,46. pH kurang dari 7,30 menunjukkan adanya
proses inflamasi atau infiltrasi. Efusi malignant sering memiliki pH cairan pleura di
atas 7,30. pH yang rendah berkorelasi dengan kejadian keganasan sel tubuh, angka
harapan hidup yang pendek, dan respon yang jelek terhadap pleurodesis
tetracycline. Pemeriksaan pH berguna pada saat akan mengambil keputusan untuk
melakukan drainase atau tidak dari efusi parapneumonia. Efusi parapneumonia
terjadi sekitar 20-57% pasien rawat inap dengan pneumoni bakteri. Beberapa
dengan komplikasi terbentuknya pus intrapleura (empyema), sehingga dibutuhkan
suatu drainase.
5. Fisiologi otak