Anda di halaman 1dari 96

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan

al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi

tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina

keluarga yang islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan

besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan

separuh agama (Djamaludin Arra’uf, 2011: 12).

Menikahi wanita lebih dari satu atau poligami menjadi bukti

kesempurnaan hukum islam, karena dapat menghindari manusia dari

melakukan perbuatan zina. Poligami dalam hukum islam dibolehkan

namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang

ingin menikahi wanita lebih dari satu diantaranya bersikap adil. Adil

dalam soal pemberian nafkah lahir dan batin terhadap istri-istrinya,

makan, minum, pakaian, jaminan keselamatan dan tempat tinggal.

Lantaran haram berpoligami bagi lelaki yang tidak dapat memenuhi

tuntutan tersebut (Suzana Ghazali, 2009: 167).

Anjuran untuk menikah lebih dari satu yang sering di jadikan

alasan sunnah Nabi oleh pelaku poligami terdapat dalam al-Qur’an,

Surat an-Nisa, Ayat 3:

1
ًٰ‫حىِا مَا طَابَ نَكُمِ مِهَ انىِّسَاءِ مَخْى‬ ُ ِ‫وَاِنْ خِفْتُمِ اَالَّ تُقْسِ ُطىِا فًِ انَُْتٰمًٰ فَاوِك‬
‫وَُحهٰجَ وَسُبٰعَ فَاِنْ خِفْتُمِ اَالَّ تَعِذُِنىِا فَىَا حِذَةًا َاوِمَامَهَ ََكَتِ اََِمَاوُكُمِ رٰنِكَ َادِوًٰ اَالَّ تَ ُعىُِنىِا‬

Artinya:

“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil


terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat. tetapi jika kamu khawatir tidak
akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau
hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu
lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim” (Departemen
Agama, 2016: 77).

Ayat di atas membolehkan berpoligami, namun, harus berbuat

adil terhadap istri-istrinya, jika hal tersebut tidak bisa dilakukan maka

tidak boleh menikahi wanita lebih dari satu. Ditegaskan juga dalam

Surat an-Nisa Ayat 129:

‫وَنَهِ تَسِتَطِ ُِ ُعىِا اَنْ تَعِذُِنىِا بَُِهَ انىِّسَاءِ وََنىِ َحشَصِتُمِ فَالَ تَمُُِِهىِا كُمَّ انْمَُِمِ فَتَزَ ُسوٌَِا‬
‫حىِا وَتَتَّ ُقىِا فَاِنَّ اهللََ كَانَ غَ ُفىِسّاسَّحُِِمّا‬
ُ ِ‫صه‬
ِ ُ‫كَانْمُعَهَّ َقتِ وَاِنْ ت‬

Artinya:

“Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-


isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian,
karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang
kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-
katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan
memelihara diri (dari kecurangan), maka sungguh, Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang” (Departemen Agama,
2016: 99).

Di Indonesia telah diatur tentang perkawinan namun, terjadi dua

ketentuan yang berbeda di satu sisi pasal 1 Undang-Undang Nomor 1

2
Tahun 1974 tentang Perkawinan (Undang-Undang Perkawinan) yang

mengandung asas monogami mutlak, yaitu perkawinan hanya boleh

dilakukan antara seorang pria dengan seorang wanita. Di sisi lain, justru

dalam Pasal 3 Undang-Undang Perkawinan memperbolehkan seorang

pria untuk beristri lebih dari seorang (Kelik Wardiono, dkk, 2018: 71).

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan menganut asas monogami yaitu:

1. Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang istri.


Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami; dan
2. Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri
lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.

Hal yang hampir sama juga diatur dalam Kompilasi Hukum

Islam (KHI) Islam yang menyatakan bahwa:

Pasal 55:

1. Beristri lebih dari satu orang pada waktu bersamaan terbatas


hanya sampai empat istri;
2. Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu
berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya; dan
3. Apabila syarat utama yang disebut pada ayat 2 tidak mungkin
dipenuhi, suami dilarang beristri lebih dari seorang.

Pasal 56:

1. Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus


mendapatkan izin dari Pengadilan Agama;
2. Pengajuan permohonan izin dimaksud pada ayat 1 dilakukan
menurut pada tatacara sebagaimana diatur dalam Bab VII
Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975; dan
3. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau
keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai
kekuatan hukum.

3
Menurut Pasal 57 KHI, Pengadilan Agama hanya memberikan

izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:

a. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri;

b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan; dan

c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Selain syarat-syarat tersebut diatas menurut Pasal 58 KHI. Maka

untuk memperoleh izin dari Pengadilan Agama, harus pula memenuhi

syarat-syarat berikut:

a. Adanya persetujuan dari istri/istri-istri;


b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup
istri-istri dan anak-anak mereka; dan
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri
dan anak-anak mereka.

Mengenai persetujuan istri atau istri-istri ini dapat diberikan

secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan

tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan istri pada

sidang Pengadilan Agama. Persetujuan istri tersebut tidak diperlukan

bagi seorang suami apabila istri atau istri-istrinya tidak mungkin

dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian

atau apabila tidak ada kabar dari istri atau istri-istrinya sekurang-

kurangnya 2 (dua) tahun atau karena sebab lain yang perlu

mendapatkan penilaian.

KHI hadir dalam hukum Indonesia melalui instrumen hukum

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991,

4
untuk dijadikan pedoman dan rujukan oleh instansi pemerintah dan

masyarakat yang membutuhkannya, dalam menyelesaikan masalah

perkawinan, kewarisan, dan perwakafan, dilaksanakan dengan

keputusan Menteri Agama Nomor 154 Tahun 1991 (Cik Hasan Bisri,

1997: 28).

Meskipun umat Islam mempunyai aturan tersendiri mengenai

poligami, tidak menutup kemungkinan ada sebagian orang yang tidak

melaksanakan aturan tersebut, seperti halnya di Desa Retok, Kecamatan

Kuala Mandor B, Kabupaten Kubu Raya yang menikah lebih dari satu

orang yang tidak memenuhi syarat berpoligami, sebagaimana yang telah

di atur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam, dalam peraturan tersebut

diatur secara ketat mengenai poligami.

Para pihak yang berpoligami tanpa meminta izin ke Pengadilan,

hal ini menjadi masalah terhadap hukum yang berdampak kepada anak-

anaknya maupun pada istri-istrinya, seakan-akan praktik poligami yang

terjadi di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu

Raya seakan mengaburkan hakikat perkawinan yang sesungguhnya, yaitu

supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju

kehidupan bahagia di dunia dan akhirat di bawah cinta kasih dan ridho

Allah SWT.

5
Di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu

Raya, terdapat empat pasangan yang melakukan poligami tanpa

memenuhi prosedur. Empat pasangan tersebut adalah:

Tabel 1
Pelaku Poligami
TAHUN
NO NAMA ALAMAT
POLIGAMI
1. Naruddin Desa Retok Dusun 2012
Memperigang RT/RW
003/004
2. Umar Desa Retok Dusun 2013
Tembawang RT/RW 004/005
3. Beni Desa Retok Dusun 2013
Tembawang RT/RW 004/005
4. Pusir Desa Retok Dusun 2014
Tembawang RT/RW 004/005

Dari empat pasangan diatas melakukan poligami tanpa melalui

prosedur yang diatur oleh Undang-Undang Perkawinan maupun KHI.

Tentu berdampak negatif bagi kaum perempuan (istri) sebagai pihak

yang dinikahi, sementara pihak laki-laki tidak terbebani oleh tanggung

jawab formal. Pihak laki-laki tidak akan mendapat sanksi apapun secara

hukum, karena memang tidak ada bukti autentik bahwa perkawinan

telah terjadi. Kondisi seperti ini membuat kerentanan bahkan

penelantaran terhadap istri maupun anak-anaknya dan tidak menjalankan

kewajibannya dalam memberikan nafkah.

Berdasarkan gambaran di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian sekaligus dijadikan karya ilmiah dalam bentuk

6
skripsi yang berjudul: Perkawinan Poligami di Desa Retok Kecamatan

Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya.

B. Fokus Penelitian

Dari uraian latar belakang di atas, maka peneliti berusaha untuk

menelusuri praktik poligami, bagaimanakah tinjauan hukum Islam dan

hukum Positif terhadap praktik poligami yang terjadi di Desa Retok

Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya

1. Bagaimanakah praktik poligami di Desa Retok Kecamatan Kuala

Mandor B Kabupaten Kubu Raya?

2. Bagaimanakah tinjauan hukum Islam dan hukum Positif terhadap

praktik poligami di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B

Kabupaten Kubu Raya?

C. Tujuan Penelitian

Melihat dari rumusan masalah yang dipaparkan, maka tujuan

penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana praktik poligami di Desa Retok

Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya.

2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam dan hukum

Positif terhadap praktik poligami di Desa Retok Kecamatan Kuala

Mandor B Kabupaten Kubu Raya.

7
D. Manfaat Penelitian

Adapun hasil dari Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat dan kegunaan terhadap msyarakat , baik secara teoritis maupun

praktis yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis supaya memperkaya pemikiran hukum dan

wawasan dalam penelitian ilmiah, serta dapat dijadikan acuan bagi

mahasiswa lainnya untuk mengetahui tentang poligami.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

(SH) pada Fakultas Syari’ah di IAIN Pontianak tempat penulis

menuntut ilmu. Penelitian ini diharapkan bisa meningkatkan

kemampuan penulis dalam bidang hukum dan dapat menjelaskan

sebab-sebab yang berhubungan dengan perkawinan poligami.

b. Bagi Masyarakat

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai

sumbangan pemikiran terhadap masyarakat Desa Retok

Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya, supaya

dapat melaksanakan poligami dengan dengan benar dan lebih

aman sesuai dengan prosedur poligami yang ada dalam hukum

Islam maupun dalam hukum Positif.

c. Bagi Lembaga

8
Untuk menyumbangkan kontribusi ilmu pengetahuan

yang berharga kepada mahasiswa Fakultas Syari’ah secara

khusus dan mahasiswa IAIN PONTIANAK secara umum.

9
BAB II
KAJIAN TEORI/PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, telah banyak kajian (baik kepustakaan

maupun lapangan) yang membahas tentang poligami. Berikut penulis

akan mendeskripsikan dengan singkat beberapa penelitian yang

membahas mengenai poligami, serta penulis akan menjadikan gambaran

dalam melakukan penelitian ini.

1. Tesis yang di tulis oleh Hanif Yusoh mahasiswa Universitas

Islam Negeri Alauddin Makassar, yang berjudul “Analisis Pelaksanaan

Poligami dan Implikasinya Terhadap Kehidupan Rumah Tangga”. Hasil

dari penelitian ini menunjukkan, bahwa poligami yang dilakukan oleh

masyarakat Desa La’an adalah poligami (nikah sirri) karena mereka

percaya bahwa poligami itu merupakan sunnah Nabi dan adanya

anggapan masyarakat bahwa perkawinan tetap dipandang sah walaupun

tidak di catatkan di Kantor Urusan Agama, yang terpenting sesuai

dengan aturan agama. Padahal hal itu menimbulkan banyak

permasalahan bagi kehidupan rumah tangga yang didalamnya terjadi

praktik poligami, seperti telah ada kepastian tentang pembagian harta

warisan dan seringnya terjadi perselisihan dalam rumah tangga.

Poligami dianggap sebagai sunnah Nabi SAW oleh para pelaku poligami

yang sering dijadikan alasan utama. Persamaan dari skripsi ini dengan

10
peneliti lakukan adalah sama-sama mengkaji tentang poligami.

Sedangkan perbedaannya yaitu terletak pada subjek. Skripsi ini

menggunakan subjek Analisis Pelaksanaan Poligami dan Implikasinya

Terhadap Kehidupan Rumah Tangga, sedangkan penelitian penulis

mengunakan subjek Perkawinan Poligami di Desa Retok Kecamatan

Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya.

2. Skripsi yang di susun oleh Khusnul Khotimah mahasiswa UIN

Sunan Kalijaga yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Praktik Poligami (Studi Terhadap Pelaku Poligami di Desa Bulus

Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo)”. Hasil dari penelitian

ini bahwa praktik poligami yang dilaku kan oleh bapak MR sesuai

dengan apa yang ada dalam hukum Islam, karena bapak MR sudah

mampu berbuat adil terhadap istri-istrinya. Sedangkan praktik

poligami dalam keluarga bapak AL sesuai denga nash al-Qur’an

surat an-Nisa ayat (4) ayat (3) tetapi tidak sesuai dengan undang-

undang. Dalam hal ini mempunyai istri lebih dari satu alasan bapak

AL tidak sesuai dengan yang disyaratkan dalam undang-undang.

Karena bapak AL sudah mempunyai anak dari istri yang pertama.

Persamaan dari skripsi ini dengan peneliti lakukan adalah sama-

sama mengkaji tentang poligami. Sedangkan perbedaannya yaitu terletak

pada tinjauan yang digunakan. yaitu menggunakan tinjauan hukum

Islam, sedangkan penulis menggunakan tinjauan hukum Islam dan

hukum Positif.

11
3. Skripsi yang disusun oleh Choirunnisa mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Perkawinan Poligami Pada

Masyarakat Betawi di Kelurahan Kamal Kecamatan Kalideres

Jakarta Barat”. Hasil penelitian ini menyimpulkan masih terdapat

pasangan suami istri yang melakukan poligami secara tidak resmi

atau bawah tangan, maka dapat dinyatakan bahwa masyarakat

Betawi yang berada di Kelurahan Kamal Kecamatan Kalideres,

karena kurangnya kesadaran dan pemahaman hukum di masyarakat,

serta rendahnya tingkat pendidikan yang ada di masyarakat Betawi.

Adadun persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama

mengkaji tentang poligami, perbedaannya Skripsi ini adalah pada

tinjauan hukum, yaitu menggunakan perspektif hukum Positif,

sedangkan penelitian yang penulis lakukan menggunakan hukum Islam

dan hukum Positif.

4. Skripsi yang ditulis oleh Nopi Yuliana mahasiswa IAIN Metro yang

berjudul “Dampak Poligami Terhadap Keharmonisan Keluarga ”.

hasil dari penelitian ini bawah poligami yang terjadi di Desa

Surabaya Udik Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur

mempunyai dampak positif maupun nigatif. Dampak positifnya yaitu

untuk mendapat keturunan bagi suami yang subur dari istri yang

mandul, untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan istri,

sekalipun istri tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai istri, atau

ia mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

12
disembuhkan, untuk menyelamatkan suami dari perbuatan zina.

Sedangkan dampak negatifnya ialah mengabaikan hak-hak istri dan

anak, status perkawinan dengan istri mudanya tidak mempunyai

kekuatan hukum. Sedangkan yang menjadi faktor penyebab

terjadinya poligami adalah karena kurangnya memahami dalil

tentang kebolehan berpoligami.

Persamaan dari penelitian sebelumnya adalah sama-sama

membahas tentang poligami, sedangkan perbedaannya adalah skripsi ini

membahas dampak poligani terhadap keharmonisan keluarga, sedangkan

penelitian yang penulis lakukan adalah membahas paktik poligami.

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang telah penulis

paparkan di atas, banyak yang membahas tentang poligami, akan tetapi

penulis belum menemukan penelitian dengan titik berat yang membahas

perkawinan poligami di bawah tangan, khususnya “Perkawinan

Poligami di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu

Raya”. Oleh karena itu, penyusun beranggapan bahwa topik ini masih

layak untuk dikaji.

B. Pengertian Poligami

Kata poligami berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi,

poligami merupakan derivasi dari kata polus yang berarti banyak, dan

gomos yang berarti istri atau pasangan. Jadi poligami bisa dikatakan

sebagai mempunyai istri lebih dari satu orang secara bersamaan. Adapun

secara terminologi, poligami dapat dipahami sebagai suatu keadaan

13
dimana seorang suami memiliki istri lebih dari satu orang (A. Rodli

Makmun dan Evi Muafiah, 2009: 15).

Pengertian etimologi tersebut dapat dijabarkan dan dipahami

bahwa poligami merupaka perkawinan salah satu pihak (suami)

mengawini lebih dari seorang istri dalam waktu yang bersamaan.

Artinya istri-istri tersebut masih dalam tanggungan suami dan tidak

diceraikan serta masih sah sebagai istrinya.

Adapun dalam istilah kitab-kitab fikih poligami disebut dengan

banyak istri, sedangkan secara istilah diartikan sebagai kebolehan

mengawini perempuan dua, tiga, atau empat, kalau bisa berlaku adil.

Jumhur ulama membatasi poligami hanya empat wanita saja

(Muhyiddin, 2003: 59-40).

Menurut Musdah Mulia, poligami adalah ikatan perkawinan

yang salah satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) istri

dalam waktu yang bersamaan. Selain poligami, dikenal juga poliandri

yaitu seorang istri mempunyai beberapa suami dalam waktu yang

bersamaan (Siti Musdah Mulia, 2007: 43).

Sayuti Thalib menjelaskan dalam bukunya bahwa seorang laki-

laki yang beristri lebih dari satu orang perempuan dalam waktu yang

sama memang diperbolehkan dalam hukum Islam. Tetapi pembolehan

itu diberikan sebagai suatu pengecualian. Pembolehan diberikan dengan

batasan-batasan yang berat, berupa syarat-syarat dan tujuan yang

14
mendesak. Sehingga tidak terjadi salah pengertian terhadap arti poligami

itu sendiri (Sayuti Thalib, 2009: 56).

C. Sejarah Poligami

Poligami atau menikah lebih dari seorang istri bukanlah

merupakan masalah baru. Poligami sudah ada sejak dulu kala, pada

kehidupan manusia diberbagai kelompok masyarakat seluruh penjuru

dunia (Abdurrahman I Doi, 1996: 259).

Bangsa Arab telah berpoligami bahkan jauh sebelum kedatangan

Islam, demikian pula masyarakat lain disebagian besar kawasan dunia

selama itu. Kitab-kitab suci agama-agama Samawi dan buku-buku

sejarah menyebutkan bahwa dikalangan para pemimpin maupun orang-

orang awam disetiap bangsa, bahkan diantara para Nabi sekalipun,

poligami bukan merupakan hal yang asing ataupun tidak disukai

(Muhammad Bagir al-Habsyi, 2002: 99).

Bentuk poligami ini telah dikenal di antara orang-orang Medes,

Babilonia, Abbesinia dan Persia, membolehkan poligami diantara

masyarakat karena sudah dipraktikkan juga oleh orang-orang Yunani

yang diantaranya seorang istri bukan hanya dipertukarkan tetapi juga

bisa diperjualbelikan secara lazim diantara mereka. Poligami merupakan

kebiasaan di antara suku-suku bangsa di Afrika, Australia, Amerika.

Ajaran Hindu di India tidak melarang poligami (Wadi Masturi, 1992:

43).

15
Bangsa Arab jahiliyyah biasa kawin dengan sejumlah perempuan

dan menganggap mereka sebagai harta kekayaan, bahkan dalam

sebagian besar kejadian, poligami itu seolah-olah bukan seperti

perkawinan, karena perempuan-perempuan itu dapat dibawa, dimiliki

dan dijual belikan sekehendak hati orang laki-laki (Ibrahim Hosen,

2003: 138).

Ketika Allah mengutus Nabi Muhammad SAW, sebagai Nabi

terakhir di Negara Arab, telah melarang perzinahan dan bentuk-bentuk

lain yang nenganggap perempuan bagaikan barang dan hewan yang

dimiliki. Islam tidak mengharamkan poligami secara mutlak, tetapi

diberi batasan dan bersyarat. Dengan adanya batasan jumlah perempuan

yang akan dijadikan istri agar terjadi kemaslahatan keturunan, pranata

sosial dan kesiapan. Seorang lelaki hanya boleh menikahi maksimal

empat orang perempuan, dengan syarat mampu memberi nafkah dan

berlaku adil terhadap istri-istrinya (Muhammad Rasyid Ridha, 1992:

78).

Sebelum Islam datang perkawinan yang dilakukan pada zaman

jahiliyah tersebut tanpa ada batas mengawini perempuan, bahkan

perempuan bisa di perjual belikan, namun ketika Islam datang,

perkawinan poligami tersebut sangatlah berbeda yaitu hanya di

perbolehkan mengawini empat perempuan. Pada syarat poligami yaitu

harus mampu berlaku adil. Sebelumnya poligami banyak membawa

kesengsaraan dan penderitaan bagi kaum perempuan.

16
D. Dasar Hukum Poligami

Islam membolehkan poligami dengan jumlah wanita yang

terbatas dan tidak mengharuskan umatnya melaksanakan monogami

mutlak dengan pengertian seorang laki-laki hanya boleh beristri seorang

wanita dalam keadaan dan situasi apapun, Islam pada dasarnya

menganut sistem monogami dengan memberikan kelonggaran

dibolehkannya poligami terbatas, pada prinsipnya, seorang laki-laki

hanya memiliki seorang istri dan sebaliknya seorang istri hanya

memiliki seorang suami (Tihami dan Sahori Sahrani, 2013: 357).

Seorang muslim yang benar-benar mengerti tentang isi kandungan al-

Qur’an, baik itu seorang laki-laki yang mendukung poligami maupun

seorang wanita yang menolak poligami, pasti tidak akan

mengesampingkan sebuah ayat dalam al-Qur’an, yakni surat an-Nisa

ayat 3. Diakui atau tidak, seorang suami memang diabsahkan untuk

melakukan pernikahan dengan lebih dari satu wanita, dan inilah yang

sering dijadikan dalil (hujjah) bagi laki-laki untuk menikah lagi. Mereka

menjadikan ayat ini sebagai dasar hukum halalnya berpoligami (Isnaeni

Fuad, 2010: 8).

1. Al-Qur’An dan Hadis

Dasar hukum dibolehkannya berpoligami terdapat dalam al-

Qur’An, Surat an-Nisa, ayat 3:

َ‫وَاِنْ خِفْتُمِ اَالَّ تُقْسِطُىِا فًِ انَُْتٰمًٰ فَاوِكِحُىِا مَا طَابَ نَكُمِ مِهَ انىِّسَاءِ مَخْىًٰ وَحُهٰج‬
‫وَسُبٰعَ فَاِنْ خِفْتُمِ اَالَّ تَعِذِنُىِا فَىَا حِذَةًا اَوِمَا مَهَكَََتِ اََِمَاوُكُمِ رٰنِكَ اَدِوًٰ اَالَّ تَعُىِنُىِا‬

17
Artinya:

“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil


terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat. tetapi jika kamu khawatir tidak
akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau
hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu
lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim” (Departemen
Agama, 2016: 77).

Dalam ayat ini Allah SWT, mengingatkan kepada para pengasuh

anak-anak perempuan yatim bahwa jika anak perempuan yatim berada

di bawah pengasuh salah seorang dari kalian, lalu apabila menikahinya

dia khawatir tidak akan memberinya mahar yang setara dengan yang

lazim diberikan kepada wanita-wanita lain, maka jangan menikahi anak

perempuan yatim itu melainkan menikahlah dengan perempuan lain,

sesungguhnya jumlah mereka sangat banyak dan Allah tidak

mempersempit peluang untuk menikah dengan mereka, melainkan dapat

menikah dengan satu hingga empat wanita. Tapi jika menikah lebih dari

satu wanita dia khawatir tidak dapat berlaku adil, maka wajib menahan

diri dengan menikahi satu wanita saja (Abu Malik Kamal, 2007: 726).

Muhammad Baqir al-Habsi berpendapat bahwa didalam al-

Qur’an tidak ada satu ayat pun yang memerintahkan atau menganjurkan

poligami, sebutan tentang hal itu dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat 3

hanyalah sebagai informasi sampingan dalam kerangka perintah Allah

SWT agar melakukan sanak keluarga terutama anak yatim piatu dan

harta mereka dengan perlakuan yang adil (Muhammad Baqir Al-Habsyi,

2002: 91).

18
Menurut pandangan Quraisy Shihab menjelaskan sebagaimana

ayat diatas tidak mewajibkan poligami atau menganjurkan, ia hanya

berbicara tentang bolehnya poligami, itu hanyalah merupakan sebuah

pintu kecil yang hanya dapat dilalui oleh orang yang amat sangat

membutuhkannya dan dengan syarat yang tidak ringan, dengan

demikian, pembahasan tentang poligami dalam padangan al-Qur’an

hendaknya tidak ditinjau dari segi ideal saja atau dari segi baik dan

buruknya, akan tetapi harus dilihat dari sudut pandang penetapan hukum

dalam aneka kondisi yang mungkin terjadi (M. Quraisy Shihab, 2002:

341).

Dalam hadis juga dijelaskan mengenai beristri lebih dari

seorang. Sabda Rasulullah SAW:

َ‫سىَةٍ فٍِ انْجَا ٌِهَُِّتِ فَأَ ِسهَمِه‬


ِ ِ‫ششُ و‬
ِ َ‫عَهِ اِبِهِ عُ َمشَ اَنَّ غَُِالَنَ بِهَ َسهَ َمتَ انخَّقَفٍَِّ أَ ِسهَمَ وََنًُ ع‬
)ٌ‫ (سواي تشمُذ‬.َّ‫مَ َعًُ فَأَ َمشَيُ انىَّبٍُِّ صَهًَّ اهللُ َعهًَُِِ وَ َسهَّمَ أَنْ َتَخََُّشَ أَسِبَعّا مِِىهُه‬
Artinya:
“Dari ibnu Umar, bahwa Ghailan bin Salamah Ats-Tsaqafi
masuk Islam, sedangkan ia mempunyai sepuluh orang istri pada
zaman jahiliyah, lalu mereka juga masuk Islam bersamanya,
kemudia Nabi SAW memerintahkan Ghailan untuk memilih
(mempertahanka empat diantara mereka” (HR. Tirmidzi) (At-
Tirmidzi, 1994: 368).

Hal yang serupa juga ditemukan pada hadis yang diriwayatkan

oleh Ibnu Majah:

ًَُِِ‫سىَةٍ فَأَتَُِتُ انىَّبٍَِّ صَهًَّ اهللُ عَه‬


ِ ِ‫ أَ ِسهَ ِمتُ وَعِىِذِي حَمَانِ و‬:َ‫عَهِ قَُِشِ بِهِ انْحَاسِثِ قَال‬
(ً‫ (سواي إبه ماج‬.‫وَسَهَّمَ فَ ُق ْهتُ رٰنِكَ فَقَالَ إِخَِتشِ مِِىهُهَّ أَسِبَعّا‬
Artinya:
“Dari Qais bin al-Harits ia berkata, aku masuk Islam sementara
aku mempunyai delapan istri. Lalu aku mendatangi Nabi

19
shallallahu alaihi wasallam dan mengadukan masalah itu
kepada beliau. Maka beliau menjawab pilihlah empat di antara
mereka”(HR. Ibnu Majah) (Syekh H. Abdul Halim Hasan Binjai,
2006: 193).
Perkawinan poligami di bolehkan dalam Islam dengan syarat harus

berlaku adil terhadap istri-istrinya, namun berlaku adil terhadap istri-

istrinya sangat sulit untuk dilaksanakan, dalam Surah an-Nisa Ayat

129:

‫وَنَهِ تَسِتَطُِِ ُعىِا اَنْ تَعِذُِنىِا بَُِهَ انىِّسَاءِ وََنىِ َحشَصِتُمِ فَالَ تَمُُِِهىِا كُمَّ انْمَُِمِ فَتَزَ ُسوٌَِا‬
‫حىِا وَتَتَّ ُقىِا فَاِنَّ اهللََ كَانَ غَ ُفىِسّاسَّحُِِمّا‬
ُ ِ‫صه‬
ِ ُ‫كَانْمُعَهَّ َقتِ وَاِنْ ت‬

Artinya:
“Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri
(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu
janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai),
sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika
kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari
kecurangan), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang” (Departemen Agama, 2016: 99).

Ayat ini sering dijadikan alasan oleh seseorang yang tidak

mengerti bahwa Islam tidak merestui poligami, karena kalau izin

berpoligami bersyarat dengan berlaku adil berdasarkan firman-nya:

“Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah)

seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu

adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS. an- Nisa ayat 4)

sedang di sini dinyatakan bahwa, kamu sekali-kali tidak akan dapat

berlaku adil di antara istri-istri kamu walaupun kamu sangat ingin

berbuat demikian. Penggalan ayat ini menunjukkan kebolehan poligami

walau keadilan mutlak tidak dapat diwujudkan. Keadilan yang tidak

20
dapat diwujudkan itu adalah dalam hal cinta (M. Quraisy Shihab, 2002:

607).

2. Hukum Positif

a. Undang-Undang Perkawinan

Pada dasarnya perkawinan di Indonesia menganut asas

monogami, hal tersebut secara jelas dinyatakan dalam pasal 3

ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan. Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria

hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya

boleh mempunyai seorang suami. Kaedah dalam pasal tersebut

sejalan dengan bunyi pasal 27 KUH Perdata (BW) yang

menyatakan bahwa “dalam waktu yang sama seorang laki-laki

hanya dibolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai

istrinya, seorang perempuan hanya satu laki-laki sebagai

suaminya” BW menganut asas monogami tertutup.

Ketentuan perihal poligami diatur dalam undang-undang

perkawinan. Dalam Undang-undang perkawinan ini menganut

asas monogami terbuka (karena darurat), hanya apabila

dikehendaki oleh yang bersangkutan karena hukum agama dari

yang bersangkutan mengizinkan, seorang suami dapat beristri

lebih dari seorang (Mohammad Daud Ali, 2007: 139).

Perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria yang labih

dari satu wanita adalah suatu pengecualian. Kebolehan poligami

21
disertai dengan pembatasan berat berupa syarat-syarat dan

alasan-alasan mendesak. Pada dasarnya segala sistem

perkawinan memerlukan pemenuhan persyaratan, tidak

terkecuali dalam hal poligami, baik yang terdapat dalam

Undang-Undang Nomor.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

maupun terdapat dalam hukum agama. Karena sebagaimana

disebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan

menurut hukum agamanya masing-masing dan kepercayaannya.

Bagi seorang yang akan berpoligami syarat utama adalah

mampu berlaku adil diantara istri-istrinya. Antara istri yang satu

sama haknya dengan istri yang lain, baik yang sifatnya non

materil seperti pembagian waktu bermalam dan besenda gurau,

maupun yang sifatnya materi berupa pemberian nafkah, pakaian,

tempat tinggal, juga segala sesuatu yang bersifat kebendaan

lainnya tanpa membedakan antara istri-istri yang kaya dengan

yang miskin, yang berasal dari keturunan tinggi dengan yang

bawah. Jika tidak dapat atau dikhawatirkan tidak mampu berbuat

adil, maka sebaiknya mengawini satu wanita saja (Arij

Abdurrahman, 2003: 28).

Mendapatkan restu dari istri pertama merupakan hal yang

sangat diprioritaskan, karena keterbukaan harus ada dalam

hubungan suami istri, jika seorang suami hendak memadu

istrinya maka terlebih dahulu harus izin kepada istri yang

22
pertama, agar mendapatkan restunya dan tidak sampai menyakiti

istri yang akan dimadu.

Menurut perundang-undangan yang ada di Indonesia,

seorang suami boleh melakukan poligami asalkan memenuhi

syarat-syarat tertentu yang telah ditentukan dalam Undang-

Undang Perkawinan. Syarat-syarat tersebut yang terdapat dalam

Pasal 3 yang mennjelaskan tentang penjelasan bahwa seorang

laki-laki hanya boleh memiliki seorang istri (Arij Abdurrahman,

2003: 53).

1) Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang

istri. Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami;

dan

2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk

beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-

pihak yang bersangkutan.

Yang terdapat dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan tentang seorang

ingin melakukan poligami maka suami tersebut harus

mengajukan permohonan terlebih dahulu kepada Pengadilan di

daerah tempat tinggalnya itu, dan persyaratan yang harus

dilakukan oleh seorang suami yang ingin melakukan poligami

maka harus menjelaskan di hadapan majelis hakim tentang

23
alasan suaminya itu ingin menikah lagi, sebagaimana yang

dijalaskan di bawah ini:

1) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang,

sebagaimana tersebut dalam dalam Pasal 3 ayat (2) maka ia

wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan di daerah

tempat tinggalnya.

2) Pengadilan dimaksud dalam ayat ini (1) Pasal ini hanya

memberi izin kepada suami yang akan beristri lebih dari

seorang apabila:

a) Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;

b) Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan; dan

c) Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Jika seorang suami yang ingin melakukan permohonan

izin poligami kepada pengadilan maka seorang suami tersebut

harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh

undang-undang perkawinan sebagaimana yang akan dijelaskan

di dalam Pasal 5 dengan terperinci (Rochayah Machali, 2005:

39).

3) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus di

penuhi syarat-syarat berikut:

a) Adanya persetujuan dari istri/istri-istri;

24
b) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin

keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anaknya;

c) Adanya berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak

mereka; dan

d) Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap

istri-istri dan anak-anak mereka.

4) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a.

b. Kompilasi Hukum Islam

Dalam Undang-Undang Perkawinan di Indonesia pada

dasarnya menganut asas monogami, apabila dikehendaki oleh

yang bersangkutan untuk melakukan poligami, maka hukum dan

juga agama dari yang bersangkutan mengizinkan seorang laki-

laki beristri lebih dari seorang, yang demikian ini,

perkawinannya hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi

berbagai persyaratan yang telah ditentukan dan diputuskan oleh

Pengadilan (Mardani, 2011: 87).

Adapun Pasal-pasal KHI yang memuat tentang poligami

adalah pasal 55, 56, 57, dan 58. Dalam Pasal 55 menjelaskan

bahwa adil terhadap istri dan anak-anak merupakan syarat utama

untuk beristri lebih dari seorang. Dilanjutka dengan Pasal 56

yang menjelaskan bahwa seseorang yang hendak beristri lebih

dari seorang harus mendapat izin dari Pengadilan dan

permohonan izin tersebut dilakukan menurut tata cara

25
sebagaimana diatur dalam bab VIII Peraturan Pemerintah Nomor

9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan (Muhammad Daud Ali, dkk,

1999: 7).

Permasalahan poligami yang ditetapkan dalam Kompilasi

Hukum Islam khususnya Pasal yang bersangkutan dengan

permasalahan yang ada di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor

B Kabupaten Kubu Raya. Terdapat pada Pasal 55 yang ada di

dalam Kompilasi Hukum Islam yang menjelaskan tentang

batasan seorang suami yang ingin beristri lebih dari seorang

dalam waktu bersamaan dan syarat-syarat yang harus dilakukan

oleh suami tersebut yang ingin melakukan poligami. Seperti

yang dijelaskan di bawah ini.

1) Beristri lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan

terbatas hanya hanya sampai empat orang Istri;

2) Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu

berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya; dan

3) Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak

mungkin dipenuhi, semua dilarang beristri lebih dari seorang.

Yang terdapat dalam Pasal 56 yang menjelaskan tentang

himbauan bahwa seorang suami sebaiknya untuk beristri hanya

satu orang saja dikarenakan takut dikemudian harinya suami

tersebut jika beristri lebih dari seorang seorang tidak bisa berlaku

26
adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya. Yang penjelasannya

terdapat di bawah ini:

1) Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus

mendapat izin dari Pengadilan Agama;

2) Pengajuan permohonan izin dimaksud pada ayat (1)

dilakukan menurut tata cara sebagaimana diatur dalam Bab

VIII PP No. 9 Tahun 1975;

3) Perkawinan yang dilakukan istri kedua, ketiga atau keempat

tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai

kekuatan hukum; dan

4) Harus didasarkan pada alasan yang jelas dan kuat. Jika tidak

dipenuhi salah satu alasan tersebut, maka seorang suami

tidak boleh berpoligami.

Yang terdapat dalam Pasal 58 yang ada di dalam

Kompilasi Hukum Islam yang menjelaskan tentang syarat utama

seorang suami yang ingin melakukan poligami yang izinnya itu

harus terdapat izin istri pertamanya terlebih dahulu, jika izin istri

pertamanya itu belum dilakukan maka suami tersebut tidak boleh

melakukan perkawinan untuk yang kesekian kalinya

sebagaimana yang dijelaskan dibawah ini:

1) Selain syarat utama yang disebut dalam Pasal 55 ayat (2)

maka untuk memperoleh izin Pengadilan Agama harus pula

27
dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada Pasal 5 Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 yaitu:

a) Adanya persetujuan istri; dan

b) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin

keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.

2) Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf b PP No.

9 Tahun 1975, persetujuan istri atau istri-istri dapat diberikan

secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada

persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan

persetujuan lisan istri pada sidang Pengadilan Agama.

3) Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan

bagi seorang suami apabila istri atau istri-istrinya tidak

mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi

pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari istri

atau istri-istrinya sekurang-kurangnya 2 tahun atau karena

sebab lain yang perlu mendapat penilaian hakim (Abdul

Manan, 2005: 36).

E. Prosedur Perizinan Poligami

Mengenai prosedur atau tata cara poligami yang resmi diatur

oleh Islam memang tidak ada ketentuan secara pasti, namun di Indonesia

dengan Kompilasi Hukum Islam telah mengatur hal tersebut (Mardani,

2017: 97).

28
1. Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat

izin dari Pengadilan Agama, yang pengajuannya telah diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

2. Perkawinan yang dilakukan dengan istri yang kedua, ketiga atau

keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama tidak mempunyai

kekuatan hukum. Pengadilan Agama hanya memberi izin kepada

seorang suami yang akan beristri lebih dari satu orang apabila:

a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;

b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan; dan

c. Istri tidak dapat menjalankan keturunan.

Di samping syarat-syarat tersebut di atas, maka untuk

memperoleh izin Pengadilan Agama harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

a. Adanya persetujuan istri; dan

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan

hidup istri-istri dan anak-anak mereka.

Persetuan istri atau istri-istri dapat diberikan secara tertulis atau

dengan lisan. Sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini

dipertegas dengan persetujuan lisan istri pada sidang Pengadilan Agama.

Persetujuan tersebut tidak diperlukan bagi seorang suami apabila

istri ataau istri-istrinya tidak memungkinkan dimintai persetujuannya,

dak tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada

29
kabar dari istri atau istri-istrinya sekurang-kurangnya dua tahun atau

karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian hakim.

Kemudia dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan

kepada suamianya untuk beristri lebih dari satu orang, berdasarkan salah

satu alasan tersebut di atas, maka Pengadilan Agama dapat menetapkan

pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang

bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan

ini, istri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, maka suami dilarang

memadu istrinya dengan seorang wanita yang memili hubungan nasab

atau sesusuan dengan istrinya:

a. Saudara kandung seayah atau seibu serta keturunannya; dan

b. Wanita dengan bibinya atau keponakannya.

Larangan tersebut tetap berlaku, meskipun istri-istrinya telah di

talak raj’i tetapi masih dalam masa iddah.

F. Alasan Pembatalan Poligami

Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 22 dikatakan

bahwa perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi

syarat untuk melangsungkan perkawinan. Dengan kata lain dapat

dibatalkan bahwa, jika syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan

sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

tidak terpenuhi maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Batalnya

suatu perkawinan atau perkawinan dapat dibatalkan jika dimulai setelah

30
keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku

sejak saat berlangsungnya perkawinan. Hal tersebut dinyatakan dalam

pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dimuat dalam pasal

26 dan 27 yaitu sebagai berikut:

1. Perkawinan yang dilangsungkan di hadapan pegawai pencatat


perkawinan yang tidak berwenang;
2. Wali nikah yang melakukan perkawinan itu tidak sah;
3. Perkawinan dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi;
4. Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar
hukum; dan
5. Ketika perkawinan berlangsung terjadi salah sangka mengenai diri
suami atau istri.

Semantara menurut Pasal 71 Kompilasi Hukum Islam,

perkawinan dapat dibatalkan apabila:

a. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama;


b. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih
menjadi istri pria lain yang mafqud (hilang);
c. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami
lain;
d. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974;
e. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali
yang tidak berhak; dan
f. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

31
BAB III
METODE PENELITIAN

E. Metode Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan yang peneliti angkat, maka

dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif.

Metode penelitian deskriptif yaitu suatu bentuk penelitian yang berusaha

mengungkapkan dan menguraikan serta menjelaskan masalah yang

sedang dibahas secara apa adanya.

1. Jenis dan Sifat Penelitian.

a. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan oleh penyusun, yaitu

menggunakan penelitian lapangan (field research). Penelitian

Lapangan adalah mempelajari secara intensif tentang latar

belakang keadaan sekarang, dan interaksi suatu sosial, individu,

kelompok, lembaga, dan masyarakat. (Husaini Usman dkk, 2006:

5).

Ide penting dari jenis penelitian ini adalah bahwa peneliti

berangkat ke lokasi/lapangan untuk mengadakan observasi

(pengamatan) langsung kelapangan, agar mendapatkan sebuah

data dan informasi tentang praktik poligami yang dilakukan oleh

para pelaku poligami yang berlokasi di Desa Retok Kecamatan

Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya.

32
b. Sifat Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan yang diangkat, maka

penulis menggunakan metode yang bersifat kualitatif. Penelitian

kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak

diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya

dan bertujuan mengungkapkan gejala secara holistik-kontekstual

melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan

diri peneliti sebagai instrumen kunci. Penelitian kualitatif

bersifat deskriptif dan cendrung menggunakan analisis dengan

pendekatan induktif (J. R. Raco, 2010: 8).

Dengan metode ini, penulis akan mencari data langsung

ke lapangan untuk mengamati pelaku yang menjadi objek kajian

melalui wawancara dengan narasumber yang sesuai dengan judul

penelitian diatas, yaitu Perkawinan Poligami di Desa Retok

Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam peneltian ini, yaitu

menggunakan pendekatan normatif-yuridis dan sosiologis.

Pendekatan normatif adalah sebuah upaya memahami dan mengenali

suatu masalah dengan perspektif agama Islam (Soeryono Soekarto,

1984: 20).

Pendekatan normatif mempunyai cakupan yang sangat luas.

Sebab seluruh pendekatan yang digunakan oleh ahli usul fiqih

33
(Ushuliyah), ahli hukum Islam (Fuqaha/fiqih), ahli tafsir

(mufassirin) yang berusaha menggali aspek masalah dalam ajaran

Islam. (Khoiruddin Nasution, 2010: 190).

Sedangkan Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan

yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara

menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta

peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian

ini (Mardi Candra, 2018: 147).

Adapun pendekatan sosisologi yaitu memiliki kajian utama

mengenai perilaku sosial. Prilaku sosial yang dilakukan oleh

seseorang dalam keseharian baik disadari atau tidak, yang

merupakan prilaku atau realisasi nilai-nilai Islam yang telah ia

pelajari (Budi Sunarso, 2019: 53). Salah satu contoh pendekatan

sosiologis adalah perilaku poligami yang terjadi dalam kehidupan

sosial masyarakat Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B

Kabupaten Kubu Raya.

F. Setting Penelitian

Tempat penelitian yang akan diteliti oleh peneliti yaitu di Desa

Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya. Alasan

penulis mengambil judul ini karerna adanya praktik poligami di Desa

Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya yang tidak

berdasar hukum yang ada di Indonesia dan judul skripsi tersebut sesuai

dengan disiplin ilmu yang peneliti tempuh.

34
G. Sumber Data

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh

perorangan atau suatu organisasi secara langsung dari objek yang

diteliti dan untuk kepentingan studi yang bersangkutan yang dapat

berupa interviu, observasi (Syafizal Helmi Situmorang, 2010: 2).

Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui:

a. Observasi

Observasi berasal dari bahasa Latin yang berarti

“melihat” dan“memperhatikan”.Istilah observasi ini digunakan

untuk memperhatikan secara akurat, mencatat fenomina yang

muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam

fenomina tersebut (Sutrisno Hadi, 1991: 136). Observasi sebagai

metode pengumpulan data. Observasi biasa diartikan sebagai

pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-

unsur yang nampak dalam suatu gejala pada objek penelitian

(Praswoto, 2012: 33).

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data dan

gambaran umum tentang perkawinan poligami di Desa Retok

Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya.

b. Wawancara

Wawancara yaitu metode untuk menggali informasi

langsung dari asesi dengan teknik tanya jawab tertentu

35
berdasarkan panduan wawancara yang telah disusun sebelumnya,

serta memanfaatkan data dan informasi yang diperoleh (Gofur

Ahmad, 2015: 106).

Wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk

mendapat informasi, dengan menggunakan pertanyaan yang

telah dipersiapkan oleh peneliti, kemudian diolah dan dijadikan

sumber data, untuk mencapai tujuan penelitian.

Data primer dalam bentuk wawancara yang akan

dilakukan peneliti adalah dalam bentuk mewawancarai para

pelaku poligami terhadap praktik poligami yang dilakukan oleh

Masyarakat Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten

Kubu Raya.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data

penelitian mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,

transkip, buku, surat, koran, majalah, prasasti, foto-foto, notulen

rapat, leger nilai, agenda, dan lain-lain. (Johni Dimyati, 2013:

100).

Dokumentasi penulis gunakan untuk memperkuat dari

hasil penelitian, dengan foto-foto dan rekaman suara ketika

mewawanrai para pihak yang bersangkutan, agar penelitian ini

lebih maksimal dan dengan bukti yang dapat dipertanggung

jawabkan.

36
2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang telah dikumpulkan oleh

orang lain (bukan oleh peneliti sendiri). Artinya peneliti sekedar

mencatat, mengakses, atau meminta data yang telah dihasilkan dari

peneliti sebelumnya (Istijanto, 2001: 38).

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh/dikumpulkan dan

disatukan oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh

berbagai instansi lain. Biasanya sumber tidak langsung berupa data

dokumentasi dan arsip-arsip resmi (Syafizal Helmi Situmorang,

2010: 2).

Dalam penelitian ini, data sekunder adalah literatur yang

dapat memberikan informasi tambahan dalam melengkapi penelitian

yang diperoleh dari beberapa sumber seperti Buku-buku, Skripsi,

Tesis, Peraturan Perundang-undangan, dan sumber lainnya yang

didapat serta melengkapi hasil yang telah dikumpulkan melalui data

Primer.

H. Alat Pengumpulan Data

Pada dasarnya penelitian ini memerlukan alat untuk

mengumpulkan data, yaitu untuk mencatat data atau informasi yang

akan di analisis guna menjawab masalah-masalah yang akan di kaji.

Meskipun data yang dikumpulkan sudah cukup jumlahnya juga

berkualitas, namun alat pengambilan data yang dipergunakan harus alat

pengukur yang baik yang dapat di gunakan (Ajat Rukajat, 2017: 144).

37
Pada umumnya penelitian kualitatif ini diantara salah satunya

dengan menggunakan wawancara, akan tetapi cara lain juga tetap

digunakan, tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan informasi dalam

bentuk kata-kata bukan dalam bentuk angka, sehingga penelitian

kualitatif ini banyak menggunakan media untuk alat pengumpulan data

diantaranya:

a. Pedoman wawancara sebagai panduan untuk mendapat informasi

yang diinginkan dari narasumber yang dituju, yang telah disusun

oleh peneliti secara tertulis.

b. Buku catatan merupakan alat untuk mencatat poin-poin terpenting

dari hasil dialog antara peneliti dan narasumber.

c. Kamera Handphone yang digunakan untuk mendokumentasikan,

ketika peneliti sedang mewancarai narasumber untuk memperkuat

penelitian ini.

I. Teknik Analisis Data

Menurut Sgiyono analisis data adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh data hasil wawancara,

catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data

kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, menyusun ke dalam

pola, memilih yang mana yang penting, dan yang akan dipelajari, dan

membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri

maupun orang lain (Hengki Wijaya. 2018. 52).

38
Adapun teknik Analisis data dalam penelitian ini menggunakan

analisis yang bersifat deskriptif dengan pola induktif, yaitu suatu analisis

berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dideskripsikan,

dikembangkan sesuai dengan keadaan pengamatan dan hasil data

dilapangan kemudian peneliti menarik kesimpulan.

39
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya

merupakan salah satu desa yang terletak sangat jauh dari perkotaan dan

masuk pedalaman. Desa Retok merupakan daerah daratan rendah yang

berbatasan lansung dengan Kecamatan Sebangki dan Kecamatan

Mandor Kabupaten Landak. Desa Retok terdiri dari 5 dusun: Dusun

Retok Kuala ( terdiri dari Kampung-kampung Ampaning Seberang,

Pinang Mirah, Parit Sutari, Kubu Padi Seberang).

Dusun Bebantek (terdiri dari Kampung Pinang Mirah Ujung,

Kampung Bebantek). Dusun Acin (Kampung Acin, Sosor dan Takah).

Dusun Tembawang (Kampung Tembawang, Parit Objek, Parit Salam

dan Parit Pak Sela). Dusun Memperigang (Kampung Memperigang,

Parit Karang Anyar). Desa Retok itu sendiri berasal dari kata Dayak

Kanayant yaitu Batotok-totok yang mempunyai arti kata Berkumpul-

kumpul. Dengan luas wilayah 10.560 Ha.

Keadaan wilayah Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B terdiri

atas dataran rendah dan sungai, terbatasnya sarana dan prasarana

transportasi darat dan sungai sehingga mempengaruhi dalam

pelaksanaan tugas lapangan dan memerlukan waktu, biaya yang besar,

serta semua jenis pertanian/tanaman dapat berkembang dengan baik

40
karena jenis tanah yang terdapat di dataran rendah yaitu gambut. Desa

Retok yang dipisahkan oleh sungai yang menyebabkan transportasi darat

terkendala, ini disebabkan belum terbangunnya jembatan yang didamkan

oleh masyarakat Desa Retok.

1. Peta Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya

Adapun batas-batas wilayah Desa Retok Kecamatan Kuala

Mandor B Kabupaten Kubu Raya sebagai berikut:

Tabel 1
Batas Wilayah Desa Retok
Batas
Desa/Kelurahan
Timur Sungai Sega
Barat Kubu Padi
Utara Sumsum
Selatan Sungai Enau
Sumber: Kantor Desa Retok Tahun 2019.

41
1. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Retok Kecamatan Kuala

mandor B Kabupaten Kubu Raya

a. Struktur Organisasi Desa Retok Periode 2016-2022

BPD Kepala Desa


SAHIDIN, SH

LPM

Sekretaris Desa
YOSEF RONNI

Perencanaan Keuangan
Kasi Kerja
ALESIUS KAPING JONAS
AYING

Kasi Pemerintahan
Bendahara
ABDUL RAHIM
NATALIUS

Dusun Retok Dusun Retok Dusun Retok


Bebantek Memperigang Tembawang
SUNARDI BUDI MAWARDI ABDURROHIM

Dusun Retok Dusun Retok


Kuala Acin
VHUSA’I WAYAN

42
b. Jumlah Penduduk Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B

Kabupaten Kubu Raya.

Secara Administratif Desa Retok memiliki 5 ( Lima ) Dusun, 7

(Rukun Warga) RW dan 27 ( Dua PuluhTujuh ) RT seperti yang

tergambar dalam table dibawah ini :

Tabel 2
Tabel Jumlah Dusun, Rukun Warga dan Rukun Tetangga
Desa Retok Tahun 2019.

No. Dusun Rukun Rukun Keterangan


Warga Tetangga
(RW) (RT)
1 Dsn. Retok Kuala 2 7
2 Dsn. Retok Bebantek 1 5
3 Dsn. Retok Acin 1 3
4 Dsn. Retok Tembawang 1 6
5 Dsn. Retok Memperigang 2 6
JUMLAH 7 27
Sumber: Kantor Desa Retok 2019

Tabel 3
Tabel Jumlah Penduduk Desa Retok
Menurut Jenis Kelamin 01 Juli – 31 Desember 2019.
NO DUSUN L P JML JIWA JUMLAH
(KK)
1 Retok Kuala 531 500 1031 248
2 Retok Bebantek 358 321 679 202
3 Retok Acin 241 212 453 136
4 Retok Tembawang 370 360 730 212
5 Retok Memperigang 444 375 819 202
JUMLAH 1.944 1.768 3.712 1000
Sumber: Kantor Desa Retok 2019

43
Tabel 4
Tabel Jumlah Penduduk Desa Retok
Menurut Agama 01 Juli-31 Desember 2019.
Kristen Kristen
N Dusun Islam Konghucu Protestan Katolik Jumlah
O

1 Retok Kuala 865 5 40 135 1.045


2 Retok 17 0 19 642 678
Bebantek
3 Retok Acin 12 0 0 459 471
4 Retok 759 0 0 0 759
Tembawang
5 Retok 604 0 16 47 667
Memperigang
JUMLAH 2.294 6 50 1.362 3.712
Sumber: Kantor Desa Retok 2019

Tabel 5
Tabel Jumlah Kelahiran Dan Kematian Menurut Jenis Kelamin
Desa Retok 01 Juli – 31 Desember 2019.
NO. NAMA DUSUN KELAHIRAN KEMATIAN
Lk Pr Lk Pr
1 Dsn Retok Kuala 5 3 0 0
2 Dsn. Retok Bebantek 3 3 0 0
3 Dsn. Retok Acin 0 3 1 0
4 Dsn. Retok Tembawang 4 4 0 0
5 Dsn. Retok Memperigang 4 6 0 0
Sumber: Kantor Desa Retok 2019

c. Jumlah Penduduk Desa Retok Menurut Usia sampai dengan: 31

Januari 2019, seperti tersebut dibawah ini :

1. 0–4 Tahun : 215 Jiwa


2. 5–9 Tahun : 325 Jiwa
3. 10 – 14 Tahun : 387 Jiwa
4. 15 – 19 Tahun : 491 Jiwa
5. 20 – 24 Tahun : 394 Jiwa
6. 25 – 29 Tahun : 288 Jiwa
7. 30 – 34 Tahun : 322 Jiwa

44
8. 35 – 39 Tahun : 275 Jiwa
9. 40 – 44 Tahun : 237 Jiwa
10. 45 – 49 Tahun : 229 Jiwa
11. 50 – 54 Tahun : 132 Jiwa
12. 55 – 59 Tahun : 147 Jiwa
13. 60 – 64 Tahun : 113 Jiwa
14. 65 + Tahun : 157 Jiwa

d. Kondisi Sosial Budaya

Kondisi Sosial Budaya masyarakat yang Bertempat

tinggal di Desa Retok dengan beraneka ragam kultur budaya,

tentu hal ini dapat dilihat pada beberapa sektor yaitu: Sektor

Agama sangat mendukung dalam kehidupan bermasyarakat,

karena dalam agama mengajarkan bagaimana cara hidup

bermasyarakat yang baik hal ini tercermin dengan dibangunnya

prasarana tempat ibadah, untuk mengetahui kondisi sosial

budaya seperti yang dikemukakan tersebut diatas dapat dilihat

pada Tabel berikut ini.

Tabel 6
Tabel Tempat Ibadah Menurut Jenisnya
Desa Retok Sampai 31 Desember 2019.
NO. NAMA DUSUN MASJID SURAU GEREJA KAPEL VIHAR
A
1 Retok Kuala 2 6 0 0 1
2 Retok Bebantek 0 0 1 0 0
3 Retok Acin 0 0 1 0 0
4 Retok Tembawang 1 5 0 0 0
5 Retok Memperigang 2 4 0 1 0
JUMLAH 5 15 2 1 1
Sumber: Kantor Desa Retok Tahun 2019.

Dalam Tabel Tempat Ibadah menurut jenis dan penduduk

menurut agama seperti yang tersebut diatas menunjukkan bahwa

45
kesadaran dan tolerensi beragama masyarakat Desa Retok sudah

lebih baik akibat dari hal-hal tersebut tercermin juga dari jumlah

masyarakatnya.

e. Sektor Pendidikan

Tabel 7
Tabel Jumlah Sekolah Menurut Status
Desa Retok Tahun 2019
PAUD SD/MI SLTP/MTs SLTA/MA
NO DUSUN Neg Swst Neg Swst Neg Swst Neg Swst
1 Retok Kuala 0 0 2 2 0 2 0 1
2 Retok 0 1 1 0 0 0 0 0
Bebantek
3 Retok Acin 0 1 1 0 1 0 0 0
4 Retok 0 1 0 2 0 2 0 1
Tembawang
5 Retok 0 0 1 2 0 1 0 1
Memperigang
JUMLAH 0 3 5 6 1 5 0 3
Sumber: Kantor Desa Retok Tahun 2019.

f. Sektor Kesehatan

Sektor Kesehatan juga mempunyai peran dalam

mendukung laju pertumbuhan kondisi ekonomi dan

pembangunan di suatu daerah.Visi pembangunan kesehatan

adalah masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat. Dalam visi

tersebut terdapat gambaran masyarakat Indonesia masa depan

yang ingin di capai melalui pembangunan kesehatan yaitu

masyarakat yang hidup dalam lingkungan sehat.

46
Tabel 8
Tabel. Tenaga Kesehatan
Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B Tahun 2019.
JUMLAH TENAGA KESEHATAN
No. NAMA DUSUN DOKTER PERAWAT BIDAN DUKUN
1 Retok Kuala 0 0 0 4
2 Retok Bebantek 0 1 0 4
3 Retok Acin 0 0 1 2
4 Retok 0 0 0 2
Tembawang
5 Retok 0 0 0 4
Memperigang
JUMLAH 0 1 1 16
Sumber: Kantor Desa Retok Tahun 2019.

Tabel 9
Sasaran Kesehatan Menurut Jenjangnya
Desa Retok Kec. Kuala Mandor B Tahun 2019.
No. NAMA DUSUN PUSKESMAS POSKESDES POSYANDU

1 Retok Kuala 0 0 1
2 Retok Bebantek 0 0 1
3 Retok Acin 0 1 1
4 Retok 0 0 1
Tembawang
5 Retok 0 0 1
Memperigang
Sumber: Kantor Desa Retok Tahun 2019.

B. Paparan Data

Data yang diperoleh dan pembahasan dalam bab ini, sesuai

dengan hasil data yang diperoleh peneliti selama melakukan wawancara

di lapangan. Data tersebut merupakan perkawinan poligami di Desa

Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya. Berikut hasil

wawancara yang telah peneliti lakukan dengan informan di lapangan:

47
1. Praktik poligami di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B

Kabupaten Kubu Raya

Berdasarkan data yang di peroleh peneliti dilapangan

mengenai praktik poligami yang dilakukan oleh masyarakat Desa

Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya, mereka

melakukan pernikahan lebih dari satu atau yang disebut poligami,

masing-masing pelaku poligami yang terjadi di Desa Retok

mempunyai dua istri, hal ini diungkapkan oleh bapak Beni:

“bininah kauleh duek” Istri saya dua dek, “nyamanah binih


sepertama kauleh Sutina” Nama Istri pertama saya Sutina, “kauleh
juah lek akabin ben binih sepertama taon 2004” Saya itu dek
menikah dengan istri pertama tahun 2004, “binih keduek kauleh
Maryam” Istri kedua saya Maryam, “kauleh akabin ben binih
keduek taon 2013” saya menikah dengan istri kedua tahun 2013
(Beni, 2020: 27 Juni).
.
Informan selanjutnya yaitu bapak Pusir juga mengatakan

bahwa sama mempunyai dua istri:

“kauleh andik binih duek dek” Saya mempunyai istri dua


dek, “binih sepertama kauleh Rosipah” Istri pertama saya Rosipah,
“kauleh akabin taon 2003 ben binih sepertama” saya menikah tahun
2003 dengan istri pertama. “binih keduek nyamanah Sulaimah” Istri
kedua namanya Sulaimah, “kauleh akabin ben binih keduek kik taon
2014” saya menikah dengan istri kedua pada tahun 2014 (Pusir,
2020: 29 Juni).

Selanjutnya wawancara dengan bapak Umar sama

mempunyai dua istri, tahun menikah dengan istri pertama 2002,

dengan istri kedua menikah pada tahun 2013 yaitu:

“duek lek” dua dek, “nyamah binih sepertama kauleh


Romideh” Nama istri pertama saya Romideh, “mon tak keleroh
2002” kalau tidak salah 2002, “binih keduek kauleh Marwatun,

48
akabin taon 2013” Istri kedua saya Marwatun, nikahnya tahun 2013
(Umar, 2020: 20 Juli).

Selanjutnya bapak Naurddin mengatakan hal yang sama yaitu

juga mempunyai dua istri, ia menikah dengan istri pertama pada

tahun 2001, sedangkan dengan istri kedua pada tahun 2012, bapak

Naruddin mengatakan:

“kauleh andik duek binih lek” saya mempunyai dua istri


dek, “nyamah binih pertama kauleh Marnayeh” nama istri pertama
saya Marnayeh. “kauleh akabin juah kik taon 2001” saya menikah
itu pada tahun 2001, “binih keduek anyamah Fatmina, akabinnah
kik taon 2012” istri kedua bernama Fatmina, menikahnya pada tahun
2012 (Naruddin, 2020: 03 Juli).
pernikahan dengan istri kedua ini tanpa sepengetahuan istri

pertamanya, mereka beralasan kalau istri pertanya mengetahui tidak

akan mengizinkan untuk menikah lagi, sehingga pernikahannya

dilakukan secara sembunyi-sembunyi dengan istri kedua.

Adapun hasil wawancara mengenai praktik poligami yang

dilakukan oleh pelaku poligami di Desa Retok Kecamatan Kuala

Mondor B Kabupaten Kubu Raya saat menikah dengan istri kedua

tanpa sepengetahuan istri pertama hal ini diungkapkan oleh informan

yang bernama Bapak Beni mengatakan:

“binih pertama kauleh tak oning jek kauleh mareh abinih


pole, karna kauleh le oning mon kauleh abinih pole tak kerah ebeki,
terpaksa kauleh abinih tek ngetek” istri pertama saya tidak
mengetahui kalau saya sudah menikah lagi, karena saya sudah tau
kalau saya menikah lagi tidak akan dikasi, terpaksa saya menikah
sembunyi-sembunyi (Beni, 2020: 27 Juni).

Informan selanjutnya bapak Pusir juga mengatakan hal yang

sama yaitu mempunyai dua istri ia mengungkapkan:

49
“kauleh abinih dukalenah juah, binih pertama kauleh tak
oning, ben semarenah sekitar sataonan kauleh etemmoh jek kauleh
mareh abinih pole” Saya menikah kedua kalinya itu, istri pertama
saya tidak mengetahuinya,dan setelah beberapa tahun kemudian saya
ketahuan kalau saya sudah menikah lagi (Pusir, 2020: 29 Juni).

Pernyataan selanjutnya dari bapak Umar juga mengatakan hal

yang sama:

“punten, kauleh abinih tak sak kasak ben binih keduek,


karnah tak kerah ebeki bik binih sepertama, semarenah olle pan
berempan taon baruk kauleh apareng oning jek kauleh juah mareh
abinih pole” Tidak, saya menikah diam-diam dengan istri kedua,
karna pasti tidak akan di izinin oleh istri pertama, setalah bebrapa
tahun baru saya memberi tau kalau saya itu sudah mikah lagi (Umar,
2020: 20 Juli).

Pernyataan selanjutnya dari bapak Naruddin:

“punten, kauleh abinih ben binih keduek, binih sepertama


tak oning, coman semarenah olle pan berempan bulen baruk binih
pertama kauleh ngaoningih jek kauleh abinih pole, karnah kauleh
jarang bedeh eroma, seengge binih pertama kauleh curiga ben
ngaoningih” Tidak, saya menikah dengan istri kedua, istri pertama
tidak tau, cuman ketika sudah dapat beberapa bulan baru istri
pertama saya mengetahui kalau saya menikah lagi, karena saya itu
jarang berada di rumah, sehingga istri pertama saya curiga dan
mengetahunya (Naruddin, 2020: 03 Juli).

Dari semua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa

perkawinan poligami yang terjadi di desa Retok Kecamatan Kuala

Mandor B Kabupaten Kubu Raya tidak memberitahukan kepada istri

pertamanya, karena jika para suami meminta izin kepada istri

pertamanya tidak akan direstui, sehingga suami tersebut melakukan

poligami secara sembunyi-sembunyi.

Berdasarkan dari hasil wawancara yang diperoleh di

lapangan, bahwa alasan meraka melakukan poligami karena ingin

50
menghindari dari perbuatan yang kurang baik (zina). Hal tersebut

berdasarkan ungkapan dari informan yaitu bapak Beni mengatakan:

“kauleh abinih derih settong karnah terro ajeuih deri


ngalakonih zina karnah ceu deri binih sepertama, mangkanah lek
kauleh abinih pole. Edelem Islam kan e olleaki abinih lebbi deri
sittung, mangkanah kauleh abinih pole” Saya berpoligami karna
ingin menghindari dari perbuatan zina karena jauh dari isrtri
pertama, makanya dek saya menikah lagi. Dalam Islam kan
dibolehkan menikah lebih dari satu, makanya saya menikah lagi
(Beni, 2020: 27 Juni).

Kemudian pernyataan selanjutnya yang di ungkapkan oleh

bapak Pusir mengenai alasan ia berpoligami:

”kauleh apoligami karnah pengeterro kauleh ontok andik


binih lebbi deri settong lek, sepentingkan essa menorot agemah
lek,dari pada kauleh ahubungan ben rengbinik lain tak kauleh kabin
lebi pekus kauleh kabin lek, aceuih deri ngalakonih zina, kauleh
abinih ben binih keduek tanpa sepengetaoan binih pertama” Saya
berpoligami karena keinginan saya untuk mempunyai istri lebih dari
satu dek, yang pentingkan sah secara agama dek, dari pada saya
berhubungan dengan wanita lain tanpa saya nikahi lebih baik saya
nikahi dek, menghindari dari perbuatan zina, saya menikah dengan
istri kedua tanpa sepengetahuan istri pertama (Pusir, 2020: 29 Juni).

Pernyataan selanjutnya dari bapak Umar juga mengatakan

hal yang sama, yaitu ngin menjauhi dari perbuatan yang kurang baik

yaitu:

“iyeh kauleh juah apoligami karnah terro ajegeh derih hal


se tak pekus, aceuwih derih kelakuan zina, seengge keuleh terro
abiniyeh pole” Ya saya itu berpoligami karena ingin menjaga dari
hal yang kurang baik, menghindari dari perbuatan zina, sehingga
saya ingin menikah lagi (Umar, 2020: 20 Juli).

Pernyataan dari bapak Naruddin juga mengatakan:

“alasennah kauleh apoligami ken ontok aceuih derih


kelakuan zina, hal riyah se tettih alasan begi kauleh, ben kuleh andik
pengeterro ontok abinih lebbi derih settong lek, seteah binih kauleh
duek, alasan saya berpoligami hanya untuk menhindari dari

51
perbuatan zina, hal ini yang menjadi alasan bagi saya, dan saya
mempunyai keinginan untuk menikah lebih dari satu dek, sekarang
istri saya dua (Naruddin, 2020: 03 Juli).

Dari semua pernyataan tersebut peneliti menyimpulkan

bahwa alasan mereka yang berpoligami karena ingin terhirdar dari

perbuatan yang kurang baik, yaitu perbuatan zina memang para

suami yang berpoligami ingin memiliki istri lebih dari satu.

2. Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap praktik

poligami di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten

Kubu Raya

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh oleh peneliti

mengenai tinjauan Hukum Islam dan Hukum positif terhadap praktik

poligami di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten

Kubu Raya. Bahwa ketika mereka berpoligami tidak dicatatkan di

KUA, sebab pada saat menikah dengan istri pertamanya juga tidak

dicatatkan di KUA, karena dulu sulit untuk mengurus persyaratan

pernikahan dan tidak ada yang paham, hal ini disampaikan oleh

informan yaitu bapak Beni mengatakan:

“wektoh kauleh anikah ben binih pertama tak ecatet neng


KUA, lambek kauleh tak paham mon masalah kayak riah, padeh ben
istri keduek padeh tak ecatet, lambek tadek sepaham masalah
ngurus berkas kabinan” Waktu saya menikah dengan istri pertama
tidak dicatatkan di KUA, dulu saya tidak paham kalau masalah
seperti ini, sama dengan istri kedua juga tidak dicatat, dulu tidak ada
yang paham masalah ngurus berkas pernikahan (Beni, 2020: 27
Juni).

Imforman selanjutnya dari bapak Pusir juga mengatakan:

52
“kauleh akabin sareng binih peretama tak ecatet neng KUA
lek, karnah lakar e dinnak sappen jarang mon akabin olle buku
nikah, cek payanah ontok olle buku nikah, karnah sappen juah se
ngurus juah benyak oreng tak oneng caranah, padeh peih ben binih
se nomer duek lek tak ecatet neng KUA” Saya menikah dengan istri
pertama tidak dicatatkan di KUA pak, karena memang di sini dulu
jarang kalau nikah mendapatkan Buku Nikah, sulit sekali untuk
mendapatkan Buku Nikah, karena dulu itu orang yang ngurus nikah
itu banyak yang tidak paham caranya, begitu juga dengan istri kedua
pak tidak dicatatkan di KUA (Pusir, 2020: 29 Juni).

Kemudian bapak Umar mengatakan:

“kauleh abinih ben binih sepertama tak ecatet neng KUA,


sappen juah lakar jarang oreng olle Sorat Nikah, padeh kiyah ben
binih sekeduek padeh tak olle Sorat Nikah, kauleh akabin sirri ben
binih keduek karnah ben binih sepertama tak ecatet neng KUA”
Saya menikah dengan istri pertama tidak dicatatkan di KUA, dulu itu
memang jarang orang mendapatkan Surat Nikah, sama juga dengan
istri kedua juga tidak dapat Surat Nikah, saya menikah sirri dengan
istri kedua karena dengan istri pertama tidak dicatatkan di KUA
(Umar, 2020: 20 Juli).

Bapak Naruddin juga mengatakan bahwa ketika menikah

dengan istri pertamanya tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama,

begitu juga dengan istri kedua juga tidak dicatat:

“punten kauleh akabin ben binih sepertama tak ecatet neng


KUA padeh ben binih sekeduek, karnah sappen mon abiniyeh tadek
senguruseh masalah berkasseh atau persyaratan nikah lek, kun ruk
baruk riyyah ekampong riyyah baruk olle sorat nikah, maklumlah
edinnak ceu derih tempat KUA, tadek sengurus mon sappen” tidak,
saya menikah dengan istri pertama tidak tercatat di KUA begitu juga
dengan istri yang kedua, karena dulu kalau menikah tidak ada yang
mengurus mengenai berkas atau persyaratan nikah dek, hanya baru-
baru ini di kampung ini baru dapat surat nikah, maklum lah disini
jauh dari tempat KUA, tidak ada yang ngurus kalau dulu (Naruddin,
2020: 03 Juli).

Dari semua pernyataan tersebut peneliti menyimpulkan

bahwa mereka yang menikah dengan istri pertamanya tidak

dicatatkan di Kantor Urusan Agama, disebabkan waktu mau

53
menikah masyarakat di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B

Kabupaten Kubu Raya tidak ada yang paham masalah berkas

persyaratan pernikahan, sehingga dengan istri kedua tidak di

catatkan.

Dari semua pernyataan informan bahwa mereka berpoligami

tanpa dicatkan di KUA, mereka menikah sirri baik dengan istri

pertama maupun dengan istri kedua hal ini diungkapkan oleh

informan, bapak Beni mengatakan:

“ye celen satu-satunya kauleh akabin sirri baik ben binih


sepertama ben se keduek padeh akabin sirri, ustad se bedeh
ekampong se mekabin” Ya jalan satu-satunya saya nikah sirri baik
dengan istri pertama dan dengan yang kedua juga menikah sirri,
ustad yang ada dikampung yang menikahkan (Beni, 2020: 27 Juni).

Kemudian pernyataan dari bapak Pusir bahwa pernikahannya

dilakukan dengan kebiasaan:

“kauleh akabin ben binih sepertama ben binih sekeduek


kalaben carah kebiasaenah sebedeh edinnak lek, coman madeteng
ustad sebedeh ekampong reah,semarenah juah ustad se mekabinaki”
Saya menikah dengan istri pertama dan istri kedua dengan cara
kebiasaan yang ada disini dek, hanya mendatangkan ustad yang ada
dikampung ini, setelah itu ustad yang menikahkannya (Pusir, 2020:
29 Juni).

Informan selanjutnya bapak Umar mengatakan:

”masyarakat kantoh sappen mon akabin kebennyaan tak olle


sorat nikah, karnah ekantoh semekabin ustad tak edaftar aki ke KUA
seppen dek nikah lek, mon sappen sepenting essa menorot agemah
jiah lecokop, seengge kauleh ben binih sekeduek kauleh akabin
sirri” masyarakat disini dulu kalau menikah kebanyakan tidak
mendapat surat nikah, karena disini yang menikahkan ustad tanpa
didaftarkan ke KUA dulu begitu dek, kalau dulu yang penting sah
secara agama itu sudah cukup, sehingga saya dengan istri kedua saya
menikah sirri (Umar, 2020: 20 Juli).

54
Menurut bapak umar yang terpenting pernikahannya sah

secara Agama, dari dulu masyarakat di Desa Retok Kecamatan

Kuala mandor B Kabupaten Kubu Raya kalau menikah tidak

mendapatkan surat nikah, pernikahan disana hanya dilakukan atau

oleh Ustad yang ada disana tanpa di daftarkan ke Kantor Urusan

Agama.

Kemudian pernyataan dari bapak Naruddin mengatakan:

“caranah ye coman medetengaki ustad se bisah mekabinaki,


se penting syarat-syarat edelem agemah ampon tercokopih ampon
epekabin sareng ustad e kantoh lek” caranya ya hanya
mendatangkan ustad yang bisa menikahkan, yang penting syarat-
syarat dalam agama sudah terpenuhi sudah dinikahkan oleh ustad di
sini dek (Naruddin, 2020: 03 Juli).

Peneliti mengambil kesimpulan dari semua pernyataan

tersebut bahwa perkawinan yang dilakukannya dengan istri pertama

dan kedua dilakukan secara sirri, sebab menurut mereka yang

terpenting sah secara Agama, pernikahannya dilakukan hanya

dengan mendatangkan ustad yang ada di sana, tanpa dicatatkan di

Kantor Urusan Agama.

Mereka yang berpoligami sudah memili anak dari masing-

masing istrinya hal ini telah diungkapkan oleh bapak Beni:

“iyeh ben binih sepertama kauleh andik potra lemak tellok


lakek duek binik” Iya, dengan istri pertama saya mempunyai lima
anak tiga laki-laki dua perempuan. “padeh keah ben binih sekuek
andik anak, coman kik duek anak, binik kappi potra kauleh se ben
binih keduek” Sama juga dengan istri kedua mempunyai anak,
cuman masih dua anak, perempuan semua anak saya dengan istri
kedua (Beni, 2020: 27 Juni).

55
Pernyataan selanjutnya dari bapak Pusir:

“kauleh ben binih sepertama andik empak potra” Saya


dengan istri pertama mempunya empat anak.”ben binih sekeduek kik
andik tellok potrah” dengan istri kedua masih mempunyai tiga anak
(Pusir, 2020: 29 Juni).

Pernyataan selanjutnya dari bapak Umar:

“ben binih sepertama kauleh andik potra empak” dengan


istri pertama saya punya anak empat, “mon ben binih sekeduek andik
potra duek” kalau dengan istri kedua mempunyai anak dua (Umar,
2020: 20 Juli).

Bapak Naruddin juga mengatakan:

"iyeh lek kauleh ben binih sepertama andik empak potra,


lakek tellok, binik settong” Iya dek saya dengan istri pertama
mempunyai empat anak, laki-laki tiga, perempuan satu,”ben binih
sekeduek iyeh lek bedeh kiyah baruk duek potra lakek settong, binik
settong” dengan istri kedua iya dek ada juga baru dua anak laki-laki
satu perempuan satu (Naruddin, 2020: 20 Juli).

Dari semua pernyataan tersebut bahwa perkawinan poligami

yang terjadi di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten

Kubu Raya masing-masing memiliki anak, baik dengan istri pertama

maupun dengan istri yang kedua.

Masyarakat di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B

Kabupaten Kubu Raya mayoritas bekerja sebagai pekebun dan

bertani, termasuk salah satu pelaku poligami untuk menafkahi para

istri dan anak-anaknya hanya bekerja sebagai pekebun. Bapak Beni

menyatakan:

“sebelum kauleh apoligami kauleh alakoh sawit samarenah


apoligami kauleh pen areh alakoh acuwel cukok keliling pakek
motor, potra sepertama padeh biasa norok binih kauleh, padeh
kiyah ben binih kaduek kiyah norok alakoh, tapeh alakoh motong”
sebelum saya berpoligami saya bekerja sawit setelah berpoligami

56
saya sehari-hari bekerja jual ikan keliling pakai motor, anak yang
pertama juga biasa bekerja ikut istri saya, begitu juga dengan istri
kedua juga ikut bekerja, tapi kerja menyadap karet (Beni, 2020: 27
Juni).

Selanjutnya bapak Pusir mengatakan:

“kauleh alakoh sebagai pekepun ketta ben atanih mon le


musim ocen, karnah mon le musim ocen tak bias motong,
mangkanah kauleh atanih kiyah lek ontok anafkaeh binih ben potra-
potra kauleh” saya bekerja sebagai pekebun karet dan bertani kalau
sudah musim hujan, karena kalau sudah musim hujan tidak bisa
menyadap karet, makanya saya bertani juga dek untuk menafkahi
istri-istri dan anak-anak saya (Pusir, 2020: 29 Juni).

Untuk menafkahi para istri dan anak-anaknya ia bekerja

sebagai pekebun karet, ketika sudah musim hujan bapak Pusir

bertani, karena ketika hujan tidak bisa menyadap karet.

Bapak Umar juga mengatakan:

“kauleh lek coman alakoh pekepun ketta, motong ketta mon


tak ocen, ye mon ollenah tak seberempah karnah ketta setiah kik
mode, kauleh padeh atanih mon lemusim ocen deiyyeh la lek” Saya
dek hanya bekerja sebagai pekebun karet, menyadap karet kalau
tidak hujan, ya kalau pendapatannya tidak seberapa karena karet
sekarang ini lagi murah, saya juga bertani disaat musim hujan,
begitu lah dek (Umar, 2020: 20 Juli).

Jika tidak hujan bapak Umar bekerja Karet, namun ketika

sudah musim hujan ia bertani, dari hasil ini bapak umar menafkahi

para istri dan anak-anaknya.

Bapak Naruddin juga mengatakan:

“kauleh alakoh sebagai pekepun ketta, selainnah jiah kauleh


padeh atanih lek” saya bekerja sebagai pekebun karet, selain itu
saya juga bertani dek (Naruddin, 2020: 03 Juli).

Dari semua pernyataan tersebut para suami untuk menafkahi

para istri dan anak-anaknya bekerja sebagai pekebun dan bertani,

57
suami yang berpoligami di Desa Retok Kecamatan Kuala

Mandor Kabutaten Kubu Raya menafkahi para istri dan anak-

anaknya sesuai kemampuan suami, karena para istrinya juga ikut

bekerja membantu suaminya untuk kebutuhan sehari-hari dalam

keluarganya, hal ini di ungkapkan oleh bapak Beni:

”kauleh anafkahi binih dan potra kauleh sesuai


kemampuennah se e akaandik kauleh, ye deiyyeh la lek, binih kauleh
padeh alakoh tettih padeh abantuk keluarga ontok nyareh keputoan
seareh-areh” Saya menafkahi istri dan anak- anak saya sesuai
kemampuan yang saya punya, ya begitu lah dek, istri-istri saya juga
bekerja jadi juga membantu keluarga untuk mencari kebutuhan
sehari-hari (Beni, 2020: 27 Juni).

Begitu juga pernyataan bapak Pusir:

“masalah aperrik nafkah, kauleh aperrik tergantung kauleh


se anddik obeng, karnah masing-masing binih kauleh juah padeh
alakoh ketta tettih padeh alakoh ontok amennui keputoan keluarga
lek” masalah memberi nafkah, saya memberinya sesuai dengan
kemampuan saya pak, saya memberinya tergantung saya punya
uang, karena masing-masing istri saya itu juga bekerja karet jadi
sama-sama bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga dek (Pusir,
2020: 29 Juni).

Suami yang memberi nafkah sesuai dengan kemampuannya,

sebab ia hanya pekebun atau petani, sedangkan pendapatannya dari

hasil kebun atau taninya tidak seberapa, meskipun demikian

suaminya tidak bekerja sendiri dalam mencari nafkah, karena para

istrinya juga bekerja menbantu suami untuk kebutuhan sehari-hari

dalam keluarganya.

Pernyataan juga disampaikan oleh bapak Umar:

“anafkahi para tang binih ben potra-potra kauleh sesuai


kemampuennah kauleh lek, kauleh ben binih kauleh padeh alakoh
ketta ben atanih padeh abantuk amennuaki keputoan seareh-areh,

58
tettih tak bergantung ke kauleh lek” menafkahi istri-istri dan anak-
anak saya sesuai kemampuan saya dek, saya dan istri saya juga
bekerja karet dan bertani sama-sama membantu memenuhi
kebutuhan sehari-hari, jadi tidak bergantung kepada saya dek (Umar,
2020: 20 Juli).

Pernyataan bapak Naruddin juga mengatakan:

“yeh mon edinnak ratah alakoh kepun ketta, termasok kauleh


padeh alakoh kepun karet, derih hasel riyah lah lek kauleh abiayaeh
keputoan odik binih ben potra-potra kauleh, binih kauleh padeh
nolongih kauleh padeh norok motong ketta, tettih tak akentong ke
kauleh lek mon masalah biaya nafkah” ya kalau disini rata-rata
bekerja kebun karet, termasuk saya juga bekerja kebun karet, dari
hasil ini lah dek saya membiayai kebutuhan hidup istri-dan anak-
anak saya. Istri-istri saya juga membantu saya juga ikut menyadap
karet, jadi tidak bergantung pada saya dek kalau masalah biaya
nafkah (Naruddin, 2020: 03 Juli).

Dari semua pernyataan informan peneliti menyimpulkan

bahwa dalam menafkahi para istri dan anak-ananya para suaminya

memberikan nafkah sesuai kemampuaanya, karena mereka hanya

pekerja kebun karet, sawit dan petani. Pendapatannya tidak terlalu

banyak, meskipun pendapatan para suami itu tidak terlalu banyak,

para istrinya juga membantu suaminya yaitu ikut bekerja membantu

mencari kebutuhan sehari-hari dalam keluarganya baik istri pertama

maupun istri keduanya. Padahal kita sudah mengetahui seharusnya

dalam keluarga suami adalah kepala rumah tangga, dalam mencari

kebutuhan dalam rumah tangga adalah tanggung jawab seorang

suami.

Peneliti juga menanyakan mengenai pembagian waktu baik

dengan istri pertama maupun dengan istri kedua hal ini diungkapkan

oleh bapak Beni:

59
“mon masalah pembegiennah wektoh, kauleh terros terrang
lebbi abit nengenneng e roma binih sepertama, kalau eroma binih
keduek deng-kadeng sebulen paleng 10 areh edissah” kalau masalah
pembagian waktu, saya terus terang lebih lama menetap di rumah
istri pertama, kalau dirumah istri kedua kadang-kadang satu bulan
paling 10 hari disana (Beni, 2020: 27 Juni).

Bapak Beni dalam masalah pembagian waktu, ia lebih sering

di rumah istri pertama dibandingkan dengan istri kedua, ini

menunjukkan bahwa bapak Beni tidak adil dalam berpoligami.

Pernyataan selanjutnya dari bapak Pusir

“masalah pembegiennah wektoh ben binih pertama ben


keduek tak menentoh lek, cucur peih kauleh biasanah serring e roma
binih sekeduek” masalah pembagian waktu dengan istri pertama dan
kedua tidak menentu dek, jujur aja saya biasanya sering di rumah
istri kedua (Pusir, 2020: 29 Juni).

Pernyataan selanjutnya dari bapak Umar:

“kauleh serring e roma binih sekeduek karnah derih sappen


binih kauleh korang perhatian, napah pole dia letaoh mon kauleh
abinih pole, ye deng-kadeng kauleh eroma binih sepertama” saya
labih sering di rumah istri yang kedua karena dari dulu itu istri saya
kurang perhatian, apalagi sekarang dia sudah tau kalau saya nikah
lagi, ya kadang-kadang saya di rumah istri yang pertama (Umar,
2020: 20 Juli).

Pernyatan dari bapak Naruddin:

“mon masalah pembegiennah wektoh tak nentoh lek,


biasanah e roma binih sepertama abit, karnah e roma binih
sepertama lebbi bennyak potra derih ben binih sekeduek, lebih
banyak keputoan e roma binih sepertama, ye pokoon tak menentu
lah lek” kalau masalah pembagian waktu tidak menentu dek,
biasanya di rumah istri pertama lama, karena di rumah istri pertama
lebih banyak anak dari pada istri kedua, lebih banyak kebutuhan di
rumah istri pertama, ya pokonya tidak menentu lah dek (Naruddin,
2020: 03 Juli.

Dari semua pernyataan informan peneliti menyimpulkan

bahwa para suami yang berpoligami tidak adil dalam masalah

60
pembagian waktu baik dengan istri pertama maupun dengan istri

kedua, padahal syarat untuk berpoligami adalah harus adil.

C. Temuan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari informan, maka

peneliti akan memaparkan dari hasil temuan di lapangan sesuai dengan

fokus penelitian yaitu:

1. Praktik poligami di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B

Kabupaten Kubu Raya

Berdasarkan hasil wawancara, peneliti mendapatkan temuan

mengenai praktik poligami di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor

B Kabupaten Kubu Raya sebagai berikut:

a. Bahwa pada saat melangsungkan perkawinan dengan istri

pertamanya tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama, sebab

pada saat itu, masyarakat di Desa Retok Kecamatan Kuala

Mandor B Kabupaten Kubu Raya tidak ada yang memahami

masalah berkas atau syarat perkawinan, sehingga melakukan

perkawinan secara sirri. Mereka berelasan yang penting sah

secara agama.

b. Bahwa para pelaku poligami (suami) pada masyarakat Desa

Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya

melangsungkan perkawinannya dengan istri kedua dengan cara

kebiasaan yang ada, yaitu tidak meminta izin terlebih dahulu ke

Pengadilan Agama. Mereka melakukan perkawinan dengan istri

61
keduanya secara sembunyi-sembunyi atau tanpa sepengetahuan

istri pertamanya.

c. Bahwa dari hasil wawancara dengan informan para suami

masing-masing memiliki dua istri.

2. Tinjauan hukum Islam dan hukum Positif terhadap praktik

poligami di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten

Kubu Raya

a. Tinjauan Hukum Islam

Dari wawancara yang di dapat dari informan, para pelaku

poligami saat melangsungkan perkawinan dengan istri kedua

mengikuti kebiasaan yang ada di desa tersebut, setelah

berpoligami para suami tidak berlaku adil terhadap istri-istrinya.

Meskipun demikian perkawinannya tetap sah menurut hukum

Islam, karena adil tersebut berlaku sesudah melakukan poligami.

Jika suami tidak berlaku adil maka suami tersebut berdosa

kepada Allah SWT.

b. Tinjauan hukum Positif

Dalam undang-undang perkawinan maupun dalam

Kompilasi Hukum Islam salah satu syarat dapat melakukan

poligami yaitu Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin

keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka, Adanya

jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan

anak-anak mareka. Namun kenyataanya praktik yang dilakukan

62
oleh para suami di Desa Retok Kecamatan kuala Mandor B

Kabupaten Kubu Raya tidak memenuhi syarat sebagaimana yang

telah diatur. Meraka tidak berlaku adil terhadap istri-istrinya,

tidak menjamin kebutuhan para istri-istrinya karena para istri-

istrinya juga bekerja membantu suami untuk memenuhi kebutun

keluarganya serta tidak meminta izin ke Pengadilan terlebih

dahulu saat melangsungkan perkawinan dengan yang kedua,

Sehingga perkawinannya tidak di benarkan oleh hukum atau

batal menurut hukum yang ada di Indonesia.

D. Pembahasan

1. Praktik poligami di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B

Kabupaten Kubu Raya

Didalam Islam pernikahan adalah ikatan atau akad yang

sangat (mitsaqan ghaliza), yang tidak lepas mentaati perintah Allah

SWT dan melaksanakannya adalah menjadi ibadah. Bertujuan untuk

membina dan membentuk terwujudnya ikatan lahir batin antara

seorang pria dengan wanita sebagai suami istri delam kehidupan

keluarga dan bahagia dan kekal (Djamaan Nur, 2002: 190).

Seorang suami Menikahi perempuan lebih dari satu orang di

perbolehkan dalam Islam, asalkan memenuhi syarat-syaratnya yaitu

adil, tidak diperbolehkan menikahi lebih dari seorang jika tidak bisa

berlaku adil terhadp istri-istrinya hal ini telah diatur dalam al-

Qur’an, Surat an_Nisa ayat 3 yaitu:

63
َ‫وَاِنْ خِفْتُمِ اَالَّ تُقْسِطُىِا فًِ انَُْتٰمًٰ فَاوِكِحُىِا مَا طَابَ نَكُمِ مِهَ انىِّسَاءِ مَخْىًٰ وَحُهٰج‬
‫وَسُبٰعَ فَاِنْ خِفْتُمِ اَالَّ تَعِذِنُىِا فَىَا حِذَةًا اَوِمَا مَهَكَََتِ اََِمَاوُكُمِ رٰنِكَ اَدِوًٰ اَالَّ تَعُىِنُىِا‬
Artinya:
“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat. tetapi jika kamu khawatir
tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang
saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang
demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim”
(Departemen Agama, 2016: 99).

Islam tidak melarang umatnya untuk berpoligami dan tidak

pula mengajaknya secara mutlak tanpa batasan. Tetapi Islam

membatasinya dengan ikatan keimanan yang terkandung dalam al-

Qur’an dengan cara membatasinya, cukup dengan empat perempuan.

Dari hasil penelitian yang peneliti peroleh, sebagian

masyarakat di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten

Kubu Raya ada yang menikah lebih dari satu. Salah satu pernyatan

dari bapak Beni mengatakan bahwa beliau mempunyai dua istri,

beliau melangsungkan pernikahan dengan istri pertama pada tahun

2004, sedangkan dengan istri keduanya menikah pada tahun 2013,

namun pernikahan dengan istri kedua ini dilakukan secara sembunyi,

yaitu istri pertamanya tidak diberitahu bahwa beliau sudah menikah

lagi, dikarenakan bapak Beni meyakini tidak akan dizinkan kalau

menikah lagi.

Terjadi lagi dengan bapak Pusir, beliau mengatakan

mempunyai dua istri, menikah dengan istri pertamanya pada tahun

2003, dengan istri keduanya menikah pada tahun 2014, ketika

64
melangsungkan pernikahanya dengan istri kedua, istri pertamanya

tidak mengetahuinya.

Kemudian bapak Umar mengatakan juga bahwa beliau

mempunyai istri dua, dengan istri perta melangsungkan

pernikahanya pada tahun 2002, dengan istri kedua tahun 2013, tapi

saat menikah dengan istri kedua, beliau tidak memberitahukan

kepada istri pertamanya, karena tidak akan di izinkan kalau menikah

lagi oleh istri pertama sehingga beliau menikah secara sembunyi.

Terjadi lagi dengan bapak Naruddin bahwa beliau

mengatakan juga mempunyai dua istri, beliau menikah dengan istri

pertamanya pada tahun 2001, sedangkan dengan istri kedua pada

tahun 2012, saat melangsungkan pernikahan dengan istri keduanya

dilakukan secara sembunyi, agar istri pertamanya tidak

mengetahuinya.

Dari semua pernyataan tersebut, peneliti menyimpulkan

bahwa masing-masing para suami memiliki dua istri atau disebut

berpoligami. Adapun praktik poligami yang dilakukan oleh

masyarakat Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B kabupaten

Kubu Raya saat melangsungkan pernikahan dengan istri keduanya

tampa memberitahukan kepada istri pertamanya, karena para suami

berkeyakinan tidak akan dizinkan untuk menikah lagi, sebab inilah

pernikahanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh pelaku

poligami.

65
2. Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap praktik

poligami di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten

Kubu Raya

Kesepakatan sepasang suami istri untuk saling setia dan tetap

sebagai sebuah keluarga yang utuh merupakan dambaan dan suatu

kesempurnaan ruhani. Akan tetapi, kesempurnaan ruhani tidak dapat

di paksakan oleh kekuatan hukum. Di Indonesia jika melangsungkan

pernikahan haruslah sah secara hukum agama maupun secara hukum

positif.

a. Tinjauan Hukum Islam

Pada dasarnya pernikahan dalam Islam adalah

monogamy. Hal ini dapat dipahami dari Surat an-Nisa Ayat (3).

Namun Allah SWT masih membari peluang untuk beristri

sampai empat orang, tetapi peluang itu dibarengi oleh syarat-

syarat yang sebenarnya cukup berat untuk dijalankan kecuali

oleh orang-orang yang tertentu saja. Allah AWT membarengi

kebolehan berpoligami dengan ungkapan “jika kamu takut atau

cemas tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinlah satu

perempuan saja”. Firman Allah SWT Surat an-Nisa’ Ayat (3)

tersebut selalu dipahami sebagai dasar kebolehan berpoligami.

Dalam ayat tersebut untuk kebolehan berpoligami dipersyaratkan

dapat berlaku adil. Secara implisit al-Qur’an membolehkan

berpoligami, namun tidak menentukan persyaratan apapun secara

66
tegas, kecuali hanya memberikan warning apakah kamu yakin

apabila berpoligami nantinya akan mampu berlaku adil karena

adil itu sangat berat.

Dalam Surah an-Nisa Ayat 129:

ِ‫وَنَهِ تَسِتَطُِِ ُعىِا اَنْ تَعِذُِنىِا بَُِهَ انىِّسَاءِ وََنىِ َح َشصِتُمِ فَالَ تَمُُِِهىِا كُمَّ انْمَُِم‬
‫حىِا وَتَتَّقُىِا فَاِنَّ اهللََ كَانَ غَفُىِسّاسَّحُِِمّا‬
ُ ِ‫صه‬
ِ ُ‫فَتَزَ ُسوٌَِا كَانْمُعَهَّقَتِ وَاِنْ ت‬
Artinya:
“Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara
isteri-isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat
demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung
(kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang
lain terkatung-katung.Dan jika kamu mengadakan
perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka
sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”
(Departemen Agama, 2016: 99).

Allah sebagai pencipta manusia maha mengetahui bahwa

kamu tidak akan mampu berlaku adil secara hakiki, namun

berhati-hatilah jangan sampai kamu secara sengaja lebih

mencintai sebagian istrimu dan mengabaikan yang lain, dengan

demikian adil yang dinyatakan dalam ai-Qur’an Surat an_Nisa’

Ayat 3 dan Ayat 129 bukan merupakan syarat kebolehan

berpoligami, melainkan kewajiban suami ketika mereka

berpoligami. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh

Prof. KH. Ibrahim Hosen berikut:

Syarat adil bagi kebolehan berpoligami bukanlah syarat

hukum, akan tetapi ia adalah syarat agama dengan pengertian

bahwa agama yang menhendakinya, karena yang dikatakan

67
syarat hukum itu adalah yang dituntut adanya sebelum adanya

hukum, seperti wudhu’ selaku syarat sahnya shalat, dituntut

adanya sebelum shalat, karena shalat tidak sah dilakukan kecuali

dengan wudhu’. Maka shalat dan wudhu’ tidak dapat berpisah

selama shalat belum selesai.

Sedangkan adil tidak dapat dijadikan syarat hukum

sahnya poligami, karena adil itu belum dapat diwujudkan

sebelum terwujudnya poligami. Oleh karena itu adil adalah

syarat agama yang menjadi salah satu kewajiban suami setelah

melakukan poligami, selain itu syarat hukum mengakibatkan

batalnya hukum ketika batal syaratnya, tetapi syarat agama tidak

demikian, melainkan hanya mengakibatkan dosa kepada Tuhan.

Jadi suami yang tidak berlaku adil dia berdosa. Akan tetapi kalau

kita jadikan adil itu syarat hukum bagi kebolehan berpoligami,

maka ketika suami tidak berlaku adil, nikahnya menjadi batal

(Ibrahim Hosen, 1971: 124).

Berdasarkan dari hasil penelitian yang diporeh oleh

peneliti bahwa masyarakat di Desa Retok Kecamatan Kuala

Mandor B Kabupaten Kubu Raya berpoligami tidak sesuai

dengan hukum Islam, karena pada kenyataan suami yang

berpoligami di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B

Kabupaten Kubu Raya tidak berlaku adil terhadap para istrinya,

hal ini diketahu dari wawancara dengan informan, bapak Beni

68
mengungkapkan lebih lama di Rumah istri pertama dibandingkan

di rumah istri kedua. Kamudian terjadi lagi dengan bapak Pusir

beliau mengungkapkan tidak menentu kalau masalah pembagian

waktu, lebih lama di Rumah istri kedua dibandingkan di Rumah

istri pertama.

Kemudian terjadi lagi dengan bapak Umar beliau

mengatakan lebih sering di Rumah istri kedua, karena dari dulu

istri pertamanya kurang parhatian terhadap suaminya. Kemudian

terjadi lagi dengan bapak Naruddin, beliau mengatakan lebih

sering di Rumah istri pertamanya, karena lebih banyak anak

dibandingkan dengan istri keduanya.

Dari pernyataan para pelaku poligami di Desa Retok

Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya peneliti

menyimpulkan bahwa para suami yang berpoligami tidak sesuai

dengan hukum Islam karena tidak berlaku adil terhadap istri

pertama maupun dengan istri keduanya. Meskipun para suami

yang berpoligami tidak berlaku adil terhadap para istrinya Secara

agama pernikahannya tetap sah asalkan memenuhi sayarat dan

rukun pernikahan. Karena adil itu bukanlah syarat hukum

poligami melainkan syarat agama sebelum melakukan poligami,

maka jika suami tidak berlaku adil baik dengan istri pertama dan

istri keduanya, ia hanya berdosa kepada Allah SWT.

69
b. Tinjauan dalam Hukum Positif

Penetapan dasar hukum mengenai poligami selain yang

tertera dalam al-Qur’an Surat an-Nisa’ Ayat 3 mengenai

kebolehan poligami, juga didasari oleh aspek-aspek perundang-

undangan yang ada. Dalam pasal 3, 4 dan 5 Undang-Undang

Nomor.1 Tahun 1974 sangat mengkomodir semua hal yang

bersangkutan mengenai poligami. Dengan adanya ketentuan

dalam pasal tersebut maka undang-undang Nomor. 1 tahun 1974

menganut asas monogamy terbuka, oleh karena itu ada

kemungkinan seorang suami dalam kedaan terpaksa melakukan

poligami yang sifatnya tertutup dengan pengawasan Pengadilan

Agama.

Walaupun poligami menurut Undang-undang

diperbolehkan, beratnya persyaratan yang harus ditempuh

mengisyaratkan bahwa pelaksanaan poligami di Pengadilan

Agama menganut prinsip menutup pintu terbuka, artinya pintu

poligami itu tidak terbuka, kalau memang tidak diperlukan dan

hanya dalam hal atau keadaan tertentu pintu itu dibuka.

Mengenai prosedur suami yang akan melakukan poligami, maka

diatur juga di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975

pasal 40, 41, 42, dan 43 yang menjelaskan tentang seorang

seorang suami yang ingin melakukan poligami, yang di

dalamnya menjelaskan tentang jika seorang suami ingin

70
melakukan poligami maka suami tersebut harus mengajukan ke

Pengadilan Agama terlebih dahulu, maka kemudian Pengadilan

Agama akan memeriksa kembali berkas-berkas seorang suami

yang ingin melakukan poligami ini.

Adapun yang menjadi alasan-alasan dan syarat-syarat

berpoligami yang ditentukan oleh Undang-undang dapat

ditemukan dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu Pasal 4 ayat (2) Pengadilan

dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin

kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang

apabila:

1) Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;

2) Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan; dan

3) Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 5 ayat (1) untuk mengajukan permohonan kepada

Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)

undang-undang ini harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Adanya persetujuan dari istri/istri-istri;

2) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-

keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka; dan

3) Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap

istri-istri dan anak-anak mereka.

71
Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa para suami

yang melakukan poligami tidak sesuai secara hukum positif yang

telah di atur karena pada saat menikah dengan istri pertamanya

tidak dicatatkan di KUA sehingga dengan istri keduanya

menikah dibawah tangan, hal ini diungkapkan oleh bapak Beni:

“wektoh kauleh anikah ben binih pertama tak ecatet neng


KUA, lambek kauleh tak paham mon masalah kayak riah, padeh
ben istri keduek padeh tak ecatet, lambek tadek sepaham
masalah ngurus berkas kabinan” Waktu saya menikah dengan
istri pertama tidak dicatatkan di KUA, dulu saya tidak paham
kalau masalah seperti ini, sama dengan istri kedua juga tidak
dicatat, dulu tidak ada yang paham masalah ngurus berkas
pernikahan (Beni, 2020: 27 Juni).

Pada saat menikah dengan istri kedua bapak Beni tidak

dicatatkan di KUA karena tidak paham masalah persyaratan yang

ada sehingga melakukan pernikahan tanpa mengikuti prosedur

dalam Undang-undang baik Undang-Undang No. 1 Tahun 1744

ataupun dalam Kompilasi Hukum Islam. Para suami yang

melakukan poligami hanya mendatangkan ustad untuk

menikahkannya, bapak Pusir mengatakan:

“kauleh akabin ben binih sepertama ben binih sekeduek


kalaben carah kebiasaenah sebedeh edinnak lek, coman
madeteng ustad sebedeh ekampong reah,semarenah juah ustad
se mekabinaki” Saya menikah dengan istri pertama dan istri
kedua dengan cara kebiasaan yang ada disini dek, hanya
mendatangkan ustad yang ada dikampung ini, setelah itu ustad
yang menikahkannya (Pusir, 2020: 29 Juni).

Salah satu syarat berpoligami adalah Adanya kepastian

bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-

istri dan anak-anak mereka, namun pada kenyataannya yang

72
peneliti temukan bahwa suami yang berpoligami tidak memenuhi

kebutuhan para istri-istrinya, istri juga membantu suami untuk

memenuhi kebutuhan keluarganya hal ini di ungkapkan oleh

bapak Naruddin:

“yeh mon edinnak ratah alakoh kepun ketta, termasok


kauleh padeh alakoh kepun karet, derih hasel riyah lah lek
kauleh abiayaeh keputoan odik binih ben potra-potra kauleh,
binih kauleh padeh nolongih kauleh padeh norok motong ketta,
tettih tak akentong ke kauleh lek mon masalah biaya nafkah” ya
kalau disini rata-rata bekerja kebun karet, termasuk saya juga
bekerja kebun karet, dari hasil ini lah dek saya membiayai
kebutuhan hidup istri-dan anak-anak saya. Istri-istri saya juga
membantu saya juga ikut menyadap karet, jadi tidak bergantung
pada saya dek kalau masalah biaya nafkah (Naruddin, 2020: 03
Juli).

Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga

atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama tidak

mempunyai kekuatan hukum tetap (Pasal 56 KHI). Menurut

Pasal 57 KHI Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada

seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:

a. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri;


b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan; dan
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Selain syarat-syarat diatas, dalam Pasal 58 Kompilasi

Hukum Islam disebutkan untuk memperoleh izin dari Pengadilan

Agama harus pula memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Adanya persetujuan dari istri/istri-istri;


b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan
hidup istri-istri dan anak-anak mereka; dan
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap
istri-istri dan anak-anak mareka

73
Praktik yang dilakukan oleh para suami ketika

melangsungkan perkawinan dengan istri kedua tidak

melaksanakan sebagai mana yang telah diatur dalam Kompilasi

Hukum Islam. dengan hal ini perkawinanya batal demi hukum,

karena pada saat menikah dengan istri kedua tidak di ajukan ke

Pengadilan maupun ke Kantor Urusan agama, disebabkan saat

menikah dengan istri pertamanya tidak mendapatkan surat nikah,

bapak Umar mengungkapkan:

”masyarakat kantoh sappen mon akabin kebennyaan tak


olle sorat nikah, karnah ekantoh semekabin ustad tak edaftar aki
ke KUA seppen dek nikah lek, mon sappen sepenting essa
menorot agemah jiah lecokop, seengge kauleh ben binih
sekeduek kauleh akabin sirri” masyarakat disini dulu kalau
menikah kebanyakan tidak mendapat surat nikah, karena disini
yang menikahkan ustad tanpa didaftarkan ke KUA dulu begitu
dek, kalau dulu yang penting sah secara agama itu sudah cukup,
sehingga saya dengan istri kedua saya menikah sirri (Umar,
2020: 20 Juli).

Dalam hal pemberian nafkah terhadap istri-istrinya sesuai

dengan kemampuan yang di miliki para suami dalam artian

mereka tidak bisa memenuhi jamina terhadap istri-istri dan anak-

anaknya sebagaimana yang telah disebutkan dalam pasal 58

yaitu adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin

keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka. Dalam hal ini

bapak umar mengungkapkan:

“anafkahi para tang binih ben potra-potra kauleh sesuai


kemampuennah kauleh lek, kauleh ben binih kauleh padeh
alakoh ketta ben atanih padeh abantuk amennuaki keputoan
seareh-areh, tettih tak bergantung ke kauleh lek” menafkahi
istri-istri dan anak-anak saya sesuai kemampuan saya dek, saya

74
dan istri saya juga bekerja karet dan bertani sama-sama
membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari, jadi tidak
bergantung kepada saya dek (Umar, 2020: 20 Juli).

Praktik Poligami yang terjadi di Desa Retok Kecamatan

Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya tidak sesuai dengan

hukum yang ada baik dengan Undang-undang Nomor. 1 Tahun

1974 ataupun dengan Kompilasi Hukum Islam, sebab saat

berpoligami tidak melaksankan aturan yang telah berlaku dalam

berpoligami, dengan demikan perkawinannya dengan istri kedua

tidak dibenarkan atau batal demi hukum.

75
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil dari uraian bab sebelumnya terkait

pembahasan temuan peneliti tentang analisis terhadap praktik poligami

di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya,

maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Praktik poligami di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B

Kabupaten Kubu Raya

Poligami yang terjadi di Desa Retok Kecamatan Kuala

Mandor B Kabupaten Kubu Raya dilakukan dengan cara kebiasaan

yang ada di masyarakat tersebut, yaitu tanpa meminta izin ke

Pengadilan Agama. Para suami masing-masing mempunyai dua istri

saat melangsungkan perkawinan dengan istri kedua dilakukan secara

sembunyi-sembunyi dengan istri pertamanya karena takut tidak

diizinkan oleh istri pertamanya. Alasan mereka berpoligami karena

menghindari dari perbuatan yang kurang baik (zina), istri

pertamanya kurang perhatian sehingga mereka melakukan poligami,

mereka tidak minta izin kepada Pengadilan saat berpoligami, pada

waktu menikah dengan istri pertamanya tidak dicatatkan di KUA,

sebab pada saat itu tidak ada yang paham untuk mengurus berkas

perkawinannya. Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap

76
praktik poligami di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B

Kabupaten Kubu Raya

Praktik poligami di Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B

Kabupaten Kubu Raya sah seacara hukum Islam, namun tidak sesuai

dengan al-Qur-an Surat an-Nisa’ Ayat 3 dan ayat 129, kerana tidak

berlaku adil terhadap para istrinya.

Secara hukum positif juga tidak sesuai dengan peraturan

yang telah ada yaitu Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 begitu

juga dengan Kompilasi Hukum Islam, pada saat berpoligami mereka

tidak meminta izin kepada Pengadilan Agama, sehingga

perkawinannya tidak mempunyai kekuatan hukum, atau batal demi

hukum.

B. Saran

1. Kepada aparat Pemerintah setempat perlu adanya penyuluhan

mengenai arti penting suatu perkawinan agar suami istri memahami

hak-hak dan kewajibannya sebagai suami istri dalam sebuah rumah

tangga agar terwujud tujuan perkawinan yaitu bertujuan mewujudkan

kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

2. Kepada masyarakat umum sebaiknya menjauhi perkawinan poligami

karena dilihat dari sisi realitas, aspek negativ poligami lebih besar

dari pada aspek positifnya. Boleh melakukan poligami asalkan

dengan alasan-alasan yang dibenarkan oleh hukum yang ada.

77
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
A. Rodli Makmun dan Evi Muafiah. 2009. Poligami dalam Penafsiran
MuhammadSyahrur. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press.

Abdul Manan. 2005. Aspek-Aspek Pengubah Hukum. Jakarta: Putra


Grafika.
Abdurrahman I Doi. 1996. Karakteristik Hukum Islam dan
Perkawinan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim. 2007. Fiqih Sunnah untuk Wanita,
Jakarta: Al- I’tishom Cahaya Umat.
Ajat Rukajat. 2017. Pendekatan Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: CV
Budi Utama.
Arij Abdurrohman. 2003. Memahami Keadilan Dalam Poligami.
Jakarta: Pelita Mulia
At-Tirmidzi. 1994. Sunan At-Tirmidzi, juz II. Beirut: Dar al-Fikri.

Budi Sunarso. 2019. Peran Kantor Urusan Agama dan Penyuluh dalam
Memberikan Bimbingan Perkawinan. Jawa Timur: Myria
Publisher.

Cik Hasan Bisri. 1997. Peradilan Islam dalam Tatanan Masyarakat


Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Djamaan Nur. 2002. Penjelasan Lengkap Hukum-hukum Allah SWT.


Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Djamaludin Arra’uf. 2011. Aturan Pernikahan dalam Islam. Jakarta:
JAL Publising.

Gofur Ahmad. 2015. Arsitektur Assessment Center. Jakarta: PT


Grasindo.

Hengki Wijaya. 2018. Analisis Data Kualitatif Ilmu Pendidikan


Teologi. Sulawesi Selatan: Sekolah Tinggi Theologia Jaffray.

Husaini Usman dkk. 2006. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT.


Bumi Aksara.
Ibrahim Hosen. 1971 Fiqh Perbandingan dalam Masalah Nikah,
Thalaq, Rujuk, dan Hukum Kewarisan, Jilid I. Jakarta: Yayasan
Ihya Ulumuddin Indonesia.
Ibrahim Hosen. 2003. Fikih Perbandingan dalam Masalah
Perkawinan. Jakarta: Pustaka Firdaus.

78
Isnaeni Fuad. 2010. Berpoligami Dengan Aman. Jombang: Lintas
Media.
Istijanto. 2001. Aplikasi Praktis Riset Pemasaran. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

J. R. Raco. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan


Keunggulannya. Cikarang: Grasindo.

Johni Dimyati. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan Aplikasinya


Pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Kelik Wardiono, dkk. 2018. Buku Ajar Hukum Perdata. Surakarta:


Muhammadiyah University Press.

Khoiruddin Nasution 2010. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta:


Academia.
M. Quraisy Shihab. 2002 Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Mardani. 2017. Hukum Keluarga Di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Mardi Candra. 2018. Aspek Perlindungan Anak Indonesia. Jakarta:
Kencana.

Mohammad Daud Ali. 2007 Hukum Islam PengantarIlmu Hukun dan


Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Muhammad Bagir al-Habsyi. 1999. Fikih Praktis Menurut al-Qur’an,
as-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama. Bandung: Mizan Media
Utama
Muhammad Bagir al-Habsyi. 1999. Fikih Praktis Menurut al-Qur’an,
as-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama. Bandung: Mizan Media
Utama.
Muhammad Daud Ali, dkk. 1999. Kompilasi Hukum Islam Dalam
Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Wacana Ilmu.
Muhammad Rasyid Ridha. 1992. Jawaban Islam Terhadap Berbagai
Keraguan Seputar Keberadaan Wanita. Surabaya: Pustaka
Progresif
Muhyiddin. 2003 Masailul Fiqhiyah. Jakarta: Kalam Mulia.
Praswoto. 2012. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif
Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Rochayah Machali. 2005. Wacana Poligami di Indonesia. Bandung:
Mizan.
Sayuti Thalib. 2009. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UIPress).
Siti Musdah Mulia. 2007. Islam Menggugat Poligami. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.

79
Soeryono Soekarto. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI
Press.
Sutrisno Hadi. 1991. Metodologi Besearch. Yogyakarta: Yayasan
Penerbit Fakultas Psikologi UGM.

Suzana Ghazali. 2009. Buatmu Wanita Sebagai Anak Istri Ketahui


Hakmu. Selangor: Buku Prima SDN, BHD.

Syafizal Helmi Situmorang. 2010. Analisis Data. Medan: USU Press.

Syekh H. Abdul Halim Hasan Binjai. 2006. Tafsir Al-Ahkam. Jakarta:


Kencana
Tihami dan Sohari Sahrani. 2013. Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Nikah
Lengkap. Jakarta : PT Raja Gravindo Persada.
Wadi Masturi. 1992. Perkawinan dalam Syari’at Islam. Jakarta: Rineka
Cipta.

Skripsi:

Choirunnisa. 2018. Perkawinan Poligami Pada Masyarakat Betawi.


Jakarta Barat Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Khusnul Khotimah. 2015. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik


Poligami (studi terhadap pelaku poligami di Desa Bulus
Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo. Yogyakarta. Skripsi.
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Nopi Yuliana. 2018. Dampak Poligami Terhadap Keharmonisan


Keluarga (Studi kasus di Desa Surabaya Udik Kecamatan
Sukadana Kabupaten Lampung Timur). Lampung. Skripsi. IAIN
Metro.
Tesis:

Hanif Yusoh. 2015. Analisis Pelaksanaan Poligami dan Implikasinya


Terhadap Kehidupan Rumah Tangga. Makassar. Tesis.
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Kompilasi Hukum Islam.

80
Sumber Lain:

Departemen Agama. 2016. CV Mikraj Khazanah Ilmu.

81
KISI-KISI WAWANCARA

No. Variabel Aspek yang Diukur Nomor Item

1 Praktik poligami di Desa  Banyaknya istri 1


Retok Kecamatan Kuala  Tahun berpoligami 2
Mandor B Kabupaten  Suami tidak memberi
3
Kubu Raya tau saat berpoligami
 Alasan suami 4

melakukan poligami
2 Tinjauan hukum Islam  Pencatatan di KUA 5
dan hukum Positif  Cara melangsungkan 6
terhadap praktik perkawinan
7
poligami di Desa Retok  Meiliki anak
Kecamatan Kuala  Pekerjaan suami 8
Mandor B Kabupaten  Cara menafkahi para 9
Kubu Raya istri dan anak-
10
anaknya
 Pembagian waktu 11

dengan para istri-


istrinya

PANDUAN WAWANCARA

Informan 1
Tanggal wawancara : 27 Juni 2020
Tempat : Kediaman Informan
Waktu : 13.00

Identitas Informan

82
Nama : Beni
Umur : 43 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Pekebun

No Pertanyaan Jawaban Informan

1 berapa istri bapak? Istri saya dua dek

2 Siapa nama istri pertama Nama Istri pertama saya Sutina. Saya

bapak? itu pak menikah dengan istri pertama

tahun 2004

3 Siapa nama istri kedua Istri kedua saya Maryam, saya

bapak, dan kapan menikah? menikah dengan istri kedua tahun

2013.

4 Apakah istri pertama bapak Istri pertama saya tidak mengetahui

mengetehui saat bapak kalau saya sudah menikah lagi karena

menikah lagi? saya sudah tau kalau saya menikah

lagi tidak akan dikasi, terpaksa saya

menikah sembunyi-sembunyi.

5 Apa alasan bapak Saya berpoligami karna ingin

83
berpoligami? menghindari dari perbuatan zina

karena jauh dari isrtri pertama,

makanya pak saya menikah lagi.

Dalam islam kan dibolehkan menikah

lebih dari satu, makanya saya

menikah lagi.

6 Apakah saat menikah Waktu saya menikah dengan istri

dengan istri pertama dan pertama tidak dicatatkan di KUA,

kedua apa di catat di KUA? dulu saya tidak paham kalau masalah

seperti ini, sama dengan istri kedua

juga tidak dicatat, dulu tidak ada

yang paham masalah ngurus berkas

pernikahan.

7 Bagaimana caranya? Ya jalan satu-satunya saya nikah sirri

baik dengan istri pertama dan dengan

yang kedua juga menikah sirri, ust

yang ada dikampung yang

menikahkan.

8 Dengan istri pertama apa Iya, dengan istri pertama saya

ada anak? mempunyai lima anak 3 laki-laki 2

84
perempuan.

9 Dengan istri kedua apa juga Sama juga mempunyai anak, cuman

ada anak? masih dua anak, perempuan semua

anak saya dengan istri kedua.

10 Bapak bekerja apa untuk Sebelum saya berpoligami saya

menafkahi para istri dan bekerja sawit setelah berpoligami

anak-anak bapak? saya sehari-hari bekerja jual ikan

keliling pakai motor, anak yang

pertama juga biasa bekerja ikut istri

saya, begitu juga dengan istri kedua

juga ikut bekerja, tapi kerja

menyadap karet.

11 Bagaimana cara menafkahi Saya menafkahi istri dan anak- anak

para istri dan anak-anak sesuai kemampuan yang saya punya,

bapak? yaa begitu lah pak, istri-istri saya

juga bekerja jadi juga membantu

keluarga untuk mencari kebutuhan

sehari-hari.

12 Bagaimana bapak membagi Kalau masalah pembagian waktu,

85
waktu dengan istri pertama saya terus terang lebih lama menetap
dan kedua?
di rumah istri pertama, kalau dirumah

istri kedua kadang-kadang satu bulan

paling 10 hari disana.

Informan 2
Tanggal wawancara : 29 Juni 2020
Tempat : Kediaman Informan
Waktu : 15.30

Identitas Informan
Nama : Pusir
Umur : 36 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Pekebun

No Pertanyaan Jawaban Informan

1 berapa istri bapak? Saya mempunyai istri dua dek

2 Siapa nama istri pertama Istri pertama saya Rosipah. saya

bapak? menikah tahun 2003 dengan istri

pertama.

3 Siapa nama istri kedua Istri kedua namanya Sulaimah, saya

bapak, dan kapan menikah? menikah dengan istri kedua pada

86
tahun 2014.

4 Apakah istri pertama bapak Saya menikah kedua kalinya itu, istri

mengetehui saat bapak pertama tidak mengetahuinya,dan

menikah lagi? setelah beberapa tahun kemudian

saya ketahuan kalau saya sudah

menikah lagi.

5 Apa alasan bapak untuk mempunyai istri lebih dari satu

berpoligami? dek, yang pentingkan sah secara

agama pak, dari pada saya

berhubungan dengan wanita lain

tanpa saya nikahi lebih baik saya

nikahi pak, menghindari dari

perbuatan zina, saya menikah dengan

istri kedua tanpa sepengetahuan istri

pertama.

6 Apakah saat menikah Saya menikah dengan istri pertama

dengan istri pertama dan tidak dicatatkan di KUA pak, karena

kedua apa di catat di KUA? memang di sini dulu jarang kalau

nikah mendapatkan Buku Nikah,

sulit sekali untuk mendapatkan Buku

Nikah, karena dulu itu orang yang

ngurus nikah itu banyak yang tidak

87
paham caranya, begitu juga dengan

istri kedua pak tidak dicatatkan di

KUA.

7 Bagaimana caranya? Saya menikah dengan istri pertama

dan istri kedua dengan cara

kebiasaan yang ada disini pak, hanya

mengdatangkan ustad yang ada

dikampung ini setelah itu ustad yang

menikahkannyaa.

8 Dengan istri pertama apa ada Saya dengan istri pertama mempunya

anak? empat (4) anak.

9 Dengan istri kedua apa juga Dengan istri kedua masih

ada anak? mempunyai tiga anak.

10 Bapak bekerja apa untuk Saya bekerja sebagai pekebun karet

menafkahi para istri dan dan bertani kalau sudah musim

anak-anak bapak? hujan, karena kalau sudah musim

hujan tidak bisa menyadap karet,

makanya saya bertani juga pak untuk

menafkahi istri-istri dan anak-anak

88
saya.

11 Bagaimana cara menafkahi Kalau masalah memberi nafkah, saya

para istri dan anak-anak memberinya sesuai dengan

bapak? kemampuan saya pak, saya

memberinya tergantung saya punya

uang, karena masing-masing istri

saya itu juga bekerja karet jadi sama-

sama bekerja untuk memenuhi

kebutuhan keluarga pak.

12 Bagaimana bapak membagi Masalah pembagian waktu dengan

waktu dengan istri pertama istri pertama dan kedua tidak

dan kedua? menentu pak, jujur aja saya biasanya

sering di rumah istri kedua.

Informan 3
Tanggal wawancara : 20 Juli 2020
Tempat : Kediaman Informan
Waktu : 10.00

Identitas Informan
Nama : Umar
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki

89
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Pekebun

No Pertanyaan Jawaban Informan

1 berapa istri bapak? Dua dek

2 Siapa nama istri pertama Nama istri pertama saya Romideh.

bapak? Menikah Kalau tidak salah 2002

3 Siapa nama istri kedua bapak, Istri kedua saya Marwatun, nikahnya

dan kapan menikah? tahun 2013.

4 Apakah istri pertama bapak Tidak, saya menikah diam-diam

mengetehui saat bapak dengan istri kedua, karna pasti tidak

menikah lagi? akan di izinin oleh istri pertama,

setalah bebrapa tahun baru saya

memberi tau kalau saya itu sudah

mikah lagi.

5 Apa alasan bapak Ya saya itu berpoligami karena ingin

berpoligami? menjaga dari hal yang kurang baik,

menhindari dari perbuatan zina, istri

pertama saya itu pak kurang

perhatian sama saya, sehingga saya

90
ingin menikah lagi.

6 Apakah saat menikah dengan Saya menikah dengan istri pertama

istri pertama dan kedua apa di tidak dicatatkan di KUA, dulu itu

catat di KUA? memang jarang orang mendapatkan

Surat Nikah, sama juga dengan istri

kedua juga tidak dapat Surat Nikah,

saya menikah sirri dengan istri

kedua karena dengan istri pertama

tidak dicatatkan di KUA.

7 Bagaimana caranya? Masyarakat disini dulu kalau

menikah kebanyakan tidak

mendapat surat nikah, karena disini

yang menikahkan ustad tanpa

didaftarkan ke KUA dulu begitu

pak, kalau dulu yang penting sah

secara agama itu sudah cukup,

sehingga saya dengan istri kedua

saya menikah sirri.

8 Dengan istri pertama apa ada Dengan istri pertama saya punya

anak? anak empat.

9 Dengan istri kedua apa juga Kalau dengan istri kedua

ada anak? mempunyai anak dua.

91
10 Bapak bekerja apa untuk Saya pak hanya bekerja sebagai

menafkahi para istri dan anak- pekebun karet, menyadap karet

anak bapak? kalau tidak hujan, ya kalau

pendapatannya tidak seberapa

karena karet sekarang ini lagi murah,

saya juga bertani disaat musim

hujan, begitu lah dek.

11 Bagaimana cara menafkahi Saya menafkahi istri-istri dan anak-

para istri dan anak-anak anak saya sesuai kemampuan saya

bapak? pak saya dan istri saya juga bekerja

karet dan bertani sama-sama

membantu memenuhi kebutuhan

sehari-hari, jadi tidak bergantung

kepada saya dek.

12 Bagaimana bapak membagi Saya labih sering di rumah istri yang

waktu dengan istri pertama kedua karena dari dulu itu istri saya

dan kedua? kurang perhatian, apalagi sekarang

dia sudah tau kalau saya nikah lagi,

ya kadang-kadang sih saya di rumah

istri yang pertama.

Informan 4

92
Tanggal wawancara : 03 Juli 2020
Tempat : Kediaman Informan
Waktu : 13.00

Identitas Informan
Nama : Naruddin
Umur : 39 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Pekebun

No Pertanyaan Jawaban Informan

1 berapa istri bapak? Saya mempunyai dua istri dek

2 Siapa nama istri pertama Nama istri pertama saya Marnayeh.

bapak? Saya menikah itu pada tahun 2001.

3 Siapa nama istri kedua Istri kedua bernama Fatmina,

bapak, dan kapan menikah? menikahnya pada tahun 2012.

4 Apakah istri pertama bapak Tidak, saya menikah dengan istri

mengetehui saat bapak kedua istri pertama tidak tau, cuman

menikah lagi? ketika sudah dapat beberapa bulan

baru istri pertama saya mengetahui

kalau saya menikah lagi, karena saya

itu jarang berada di rumah, sehingga

93
istri pertama saya curiga dan

mengetahunya.

5 Apa alasan bapak Alasan saya berpoligami hanya

berpoligami? menhindari dari perbuatan zina, hal

ini yang sangat menjadi alasan bagi

saya, saya mempunyai keinginan

untuk menikah lebih dari satu pak,

sekarang istri saya dua, makanya

saya itu menikah lagi.

6 Apakah saat menikah dengan Tidak, saya menikah dengan istri

istri pertama dan kedua apa pertama tidak tercatat di KUA begitu

di catat di KUA? juga dengan istri yang kedua, karena

dulu kalau menikah tidak ada yang

mengurus mengenai berkas atau

persyaratan nikah pak, hanya baru-

baru ini di kampung ini baru dapat

surat nikah, maklum lah disini jauh

dari tempat KUA, tidak ada yang

ngurus kalau dulu.

7 Bagaimana caranya? Caranya ya hanya mendatangkan

ustad yang bisa menikahkan, yang

penting syarat-syarat secara agama

94
sudah terpenuhi sudah dinikahkan

oleh ustad di sini dek.

8 Dengan istri pertama apa ada Iya pak saya dengan istri pertama

anak? mempunyai 4 anak, laki-laki tiga,

perempuan satu

9 Dengan istri kedua apa juga Iya pak ada juga baru dua anak laki-

ada anak? laki satu perempuan satu.

10 Bapak bekerja apa untuk Saya bekerja sebagai pekebun karet,

menafkahi para istri dan selain itu saya juga bertani dek.

anak-anak bapak?

11 Bagaimana cara menafkahi Ya kalau disini rata-rata bekerja

para istri dan anak-anak kebun karet, termasuk saya juga

bapak? bekerja kebun karet, dari hasil ini lah

pak saya membiayai kebutuhan

hidup istri-dan anak-anak saya. Istri-

istri saya juga membantu saya juga

ikut menyadap karet, jadi tidak

bergantung pada saya pak kalau

masalah biaya nafkah.

95
12 Bagaimana bapak membagi Kalau masalah pembagian waktu

waktu dengan istri pertama tidak menentu pak, biasanya di

dan kedua? rumah istri pertama lama, karena di

rumah istri pertama lebih banyak

anak dari pada istri kedua, lebih

banyak kebutuhan di rumah istri

pertama, ya pokonya tidak menentu

lah dek.

96

Anda mungkin juga menyukai