Arifatussalimah
Rokaya
Syaikhul Kabir
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hukum dan peraturan
seputar poligami yang ada di Indonesia dan Tunisia. Penelitian ini termasuk penelitian
bagaimana hukum poligami yang berbeda antara Indonesia dan Tunisia. Terdapat
aturan-aturan tersendiri di setiap negara tentang poligami dan alasan atau sebab dari
adanya peraturan tersebut. Seperti Indonesia yang tidak melarang poligami, namun
membuat aturan yang ketat mengenai pelaksanaan poligami dalam Undang-Undang No.
1 Tahun 1974 Pasal 3 hingga 5. Dan larangan melakukan poligami di Tunisia yang
PENDAHULUAN
hukum positifnya namun Undang-Undang tersebut mengatur dan membatasi poligami dengan
peraturan dan pembatasan yang ketat. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 1 tahun
1974 Pasal 3 Ayat 1 yang menjelaskan tentang asas monogami perkawinan nasional dan pasal 3
ayat 2 tentang persyaratan-persyaratan yang cukup ketat bagi orang yang akan melakukan
poligami. Bagi yang melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 9/1975. Khusus bagi pegawai
negeri sipil harus mengindahkan ketentuan khusus yang termuat dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 10/1983 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
Tunisia merupakan Negeri muslim yang sukses menghapus poligami. Tunisia adalah
negeri Arab yang berani dalam menyikapi poligami dimana negeri-negeri muslim tidak sampai
melarang poligami, paling tinggi hanya membatasi dan mempersulit terjadinya poligami tersebut.
Ketentuan yang melarang poligami juga diatur dalam Undang-Undang Status Perorangan Tunisia
(The Code Of Personal Status) Tahun 1956 Pasal 18. Dalam pasal ini dinyatakan dengan tegas
bahwa siapa saja yang menikah sebelum perkawinan pertamanya benar-benar berakhir dalam
bentuk apapun dan dengan alasan apapun maka dapat dipenjara selama 1 tahun atau denda
Terdapat dua alasan mengapa poligami dilarang. Pertama, poligami dinyatakan sebagai
bagian dari perbudakan yang diterima dalam islam pada masa perkembangan namun dilarang
setelah masyarakat semakin mengenal budaya. Kedua, bahwa syarat mutlak poligami adalah
kemampuan berlaku adil kepada istri, sementara fakta sejarah membuktikan hanya Nabi SAW
yang mampu berlaku adil terhadap istri-istrinya. Kedua pertimbangan ini bertumpu pada asas
PEMBAHASAN
Dalam islam sendiri poligami sendiri di perbolehkan dengan batasan sampai empat orang
dan diwajibkan untuk berlaku adil kepada baik dalam urusan pangan, pakaian, tempat tinggal
dan lain sebagainya. Serta tidak membedakan antara istri yang kaya dan miskin, yang cantik
ataupun jelek, dan baik berasal dari keluarga yang keturunan tinggi maupun yang rendah.
Apabila suami khawatir berbuat zhalim dan tidak mampu memenuhi semua hak-haknya. Maka,
Artinya : Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), nikahilah perempuan (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga, atau empat. Akan tetapi, jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil,
(nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu
Dilihat dari ayat diatas , Rasulallah Saw melarang seorang pria menghimpun lebih dari
empat orang istri pada saat yang sama. Ketika ayat itu turun, Rasulallah Saw memerintahkan
1
Qur’an Surat An-Nisa’ (4) Ayat 3.
setiap pria yang memiliki lebih dari empat istri agar segera menceraikan istri-istrinya sehingga
maksimal seorang pria hanya memperistrikan empat orang wanita. Ketentuan ini ditegaskan
melalui ucapannya, “kami diberikan oleh Yahya ibn Hakim, kami diberikan Muhammad ibn
Ja’far, kami diberikan Mu’amar dari al-Zuhri, dari Salim, dari Ibn ‘Umar berkata, Ghilan Ibn
Salamah masuk islam dan dia memiliki 10 isteri, maka Nabi Saw bersabda ambillah dari mereka
Keharusan berbuat adil diantara istri menurut imam as-syafi’i, berhubungan dengan urusan
fisik, misalnya mengunjungi istri dimalam hari ataupun siang hari. Tuntutan ini didasarkan pada
perilaku Nabi Saw dalam berbuat adil kepada istrinya, yakni dengan membagi giliran malam dan
memberikan nafkah.
Dalam perspektif hukum islam, poligami merupakan isu yang sangat kontroversil karena
menimbang beberapa hal. Pertama, Nabi Saw sendiri melakukan poligami, kedua ayat alqur’an
menimbulkan berbagai penafsiran. Bahkan praktik poligami telah lama dikukuhkan dalam tradisi
agama-agama kuno.2
Artinya: Rasulallah SAW, selalu membagi giliran sesame istrinya dengan adil dan beliau
pernah berdo’a: Ya Allah! Ini bagianku yang dapat aku kerjakan. Karena itu janganlah engkau
mencelakakanku tentang apa yang engkau kuasai, sedang aku tidak menguasainya. “Abu Dawud
berkata bahwa yang dimaksud dengan “ Engkau tetapi aku tidak mengusai”, yaitu hati. (HR.Abu
Menurut sebagian ulama, Hadits tersebut sebagai penguat kewajiban melakukan pembagian
yang adil terhadap istri-istrinya yang merdeka dan makruh bersikap berat sebelah dalam
2
James Hesting, Dictionary of Bible. (New York: Charles Scribner’s Sons,1963), h. 624.
menggaulinya, yang berarti mengurangi haknya, tetapi tidak dilarang untuk mencintai
perempuan yang satu dari yang lainnya, karena masalah cinta diluar kesanggupannya.
1. Indonesia
secara jelas tetapi pada intinya poligami adalah seorang suami yang beristri lebih dari
seorang. Masalah poligami di Indonesia ialah masalah yang cukup kontroversial yang mana
pengutamaan diterapkannya asas monogamy dalam setiap perkawinan. Namun, dalam hal
kondisi tertentu dan darurat, dimungkinkan adanya poligami dengan dasar alasan yang ketat
dan persyaratan yang sangat berat. Hal tersebut juga dimaksudkan untuk menghargai
pandangan sebagian masyarakat muslim yang membolehkan poligami dengan syarat harus
Poligami sendiri mempunyai arti suatu system perkawinan antara satu orang pria
dengan lebih seorang isteri. Pada dasarnya dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun
1974 menganut adanya asas monogami dalam perkawinan. Hal ini disebut dengan tegas
dalam Pasal 3 Ayat 1 yang menyebutkan bahwa pada dasarnya seorang prria hanya boleh
mempunyai seorang isteri dan seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami.
Ketentuan adanya asas monogami ini bukan hanya bersifat limitative saja, karena
memberikan izin pada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki
oleh para pihak yang bersangkutan. Untuk mendapatkan izin poligami dari Pengadilan
Agama harus memenuhi syarat-syarat tertentu disertai dengan alasan yang dibenarkan.
Untuk poligami ketentuan jumlah isteri dalam waktu yang bersamaan terbatas hanya
sampai 4 orang. Adapun syarat utama yang harus dipenuhi adalah suami mampu berlaku adil
terhadap isteri-isterinya dan anak-anaaknya akan tetapi jika suami tidak bisa berlaku adil
maka suami dilarang beristeri lebih dari satu. Dan apabila suami tidak mendapat izin dari
Dan untuk PNS diberikan izin apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu
b) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri dan anak-
anak mereka;
bendahara tempat bekerja atau surat keterangan lain yang dapat diterima di pengadilan.
Oknum yang melanggar aturan-aturan poligami dianggap melanggar peraturan yang berlaku
3
PP no. 10 tahun 1983 pasal 10 ayat 1.
4
UU no. 1 tahun 1974 pasal 5, PP no. 9 tahun 1975.
dan dapat dihukum dengan hukuman denda setinggitingginya tujuh ribu lima ratus rupiah.
Jumlah hukuman denda itu harus dilihat dari nilainya bukan dari jumlahnya.
PNS yang beristri lebih dari seorang tanpa izin dapat dihukum dengan empat
kemungkinan;
b) Pembebasan jabatan.
c) Pemberhentian dengan hormat tidak dengan atas permintaan sendiri sebagai PNS.
PNS wanita yang menjadi istri kedua, ketiga, keempat dari seorang pria maka
2. Tunisia
Tunisia merupakan Negara berbentuk republik yang dipimpin oleh presiden. Negara
yang beribukotaka Tunis ini menjadikan Islam sebagai agama resmi Negara. Setelah
merdeka pada 20 Maret 1956, Tunisia segera menyusun berbagai pembaharuan dan
kodifikasi hukum berdasarkan mazhab Maliki dan Hanafi. Upaya pembaharuan ini
didasarkan pada penafsiran liberal syariah, terutama berkaitan dengan hukum keluarga.
Presiden Habib Bourguiba Tunisia menjadi Negara Arab pertama yang melarang poligami.
Majallat itu sendiri mencakup materri hukum perkawinan, perceraian, dan pemeliharaan
5
PP no. 30 pasal 6 ayat 4 tahun 1980
6
PP no. 45 tahun 1990 pasal 15 ayat 2
7
Mardani, Hukum Perkwinan Islam, Cet. I, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 51.
Dari berbagai pembaharuan ada dua UU yang mendapat respon negatif dari sejumlah
Ketentuan yang melarang poligami juga diatur dalam Undang-Undang Status Perorangan
Tunisia (The Code Of Personal Status) Tahun 1956 Pasal 18. Dalam pasal ini dinyatakan
dengan tegas bahwa siapa saja yang menikah sebelum perkawinan pertamanya benar-benar
berakhir dalam bentuk apapun dan dengan alasan apapun maka dapat dipenjara selama 1
tahun atau denda 240.000 malim (24.000 Francs), atau penjara sekaligus denda.8
a. Memiliki lebih dari satu orang istri atau poligami dilarang. Siapa saja, yang sudah
menikah dan pernikahannya itu belum putus secara hukum, dan melakukan pernikahan
lagi. Maka, akan dipidana dengan pidana kurungan selama satu tahun, atau dengan
pidana denda dengan 240.000 malim, atau dengan kombinasi pidana kurungan dan
b. Siapa saja yang sudah kawin yang melakukan dengan cara melanggar ketentuan-
perikatan hak-hak keperdataan. Akad perkawinan dengan wanita lain padahal masih
berada pada ikatan perkawinan dengan istrinya yang terdahulu, akan dipidana seperti
dipidana diatas.
Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia dan Perbandingan Hukum
8
suatu pidana berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, juga akan dikenai
d. Pasal 53 UU Hukum Pidana tidak berlaku lagi perbuatan melanggar hukum yang
Ada beberapa alasan diberlakukannya ancaman pidana bagi pelaku poligami dalam
a. Untuk mengatur poligami agar lebih tertib dan selektif dalam rangka menghindari
penyalahgunaan poligami oleh laki-laki yang tidak bertanggung jawab dan agar lebih
b. Dalam rangka mereformasi hukum keluarga islam dari ketentuan fiqh yang bersifat
rigid dan kaku serta cenderung biar gender menjadi hukum keluarga islam yang lebih
c. Dalam satu kasus seperti di Turki kecenderungan reformasi hukum keluarga ini juga
dimaksudkan meningkatkan daya tawar agar lebih dapat diterima dalam pergaulan
Setiap hukum islam baik itu menyangkut hak-hak Allah ataupun manusia mempunyai
tujuan (Maqasid al-Syari’ah), menjaga kemaslahatan adalah tujuan utama Hukum Islam. Oleh
karena itu, ‘Allal al-Fasi , Ulama pembaharu dan toko nasionalisme maroko, dalam Maqasid al-
Diterjemahkan oleh Asmawi, Kriminalisasi Poligami dalam Hukum Keluarga di Dunia Islam
10
Kontemporer, T.t, h. 21
Shari’at al-islamiyyat wa Makarimiha mengajukan tiga pendapat tentang kenapa poligami harus
dilarang dengan tegas. Melarang poligami ialah bertujuan menjaga kemaslahatan umum yaitu:
1. Mencegah akibat buruk oleh peorangan untuk mencegah akibat buruk yang lebih besar
mengatakan, melarang poligami itu merugikan orang sebab mencegah keinginan mereka
yang ingin poligami. Tetapi dengan tetap membolehkan poligami akan menimbulkan
kerugian lebih besar pada masa sekarang. Dampak negatif yang besar itu yaitu merugikan
citra islam. Jika islam berbicara peningkatan derajat wanita itu tidak akan tercapai dengan
adanya poligami.
Nabi Saw dibolehkannya poligami hingga empat untuk melindungi anak yatim. Tetapi
jika keadaan pada zaman sekarang lebih baik, yaitu sederajat dengan pria dan harta gadis
boleh. Karena itu untuk memberi perlindungan pada perempuan dan keluarga, Negara
D. Kesimpulan
Dari uraian diatas, penulis memberikan analisa singkat mengenai judul tulisan “Poligami
di Indonesia dan Tunisia”. Setiap negara memiliki kebijakan tersendiri untuk mengatur
masyarakatnya. Tak terkecuali dalam masalah poligami yang terjadi dalam rumah tangga.
Terdapat perbedaan peraturan mengenai hal ini, khususnya di Indonesia dan Tunisia. Di
Indonesia tidak ada larangan untuk melakukan poligami, namun terdapat peraturan yang ketat
mengenai praktek poligami tersebut. Peraturan tersebut dimuat dalam Undang-Undang nomor 1
Tahun 1974 Pasal 3 hingga 5. Dan khusus PNS, terdapat peraturan tersendiri tentang Poligami
yang dimuat dalam PP no. 30 Pasal 6 ayat 4 tahun 1980 dan PP no. 45 tahun 1990 Pasal 15 ayat
2 yang menjelaskan sanksi bagi PNS yang melakukan poligami tidak sesuai prosedur. Berbeda
dengan Tunisia yang melarang keras adanya poligami hingga terdapat sanksi dan denda yang
diatur dalam ndang-Undang Status Perorangan Tunisia (The Code Of Personal Status) Tahun
1956 Pasal 18 dengan berbagai tujuan salah satunya menghindari penyalahgunaan poligami oleh
laki-laki yang tidak bertanggung jawab dan agar lebih melindungi hak-hak wanita dan keluarga.
E. DAFTAR PUSTAKA
Asmawi, Kriminalisasi Poligami dalam Hukum Keluarga di Dunia Islam Kontemporer” (T.t)
Atho’ Mudzhar dan Khoiruddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Cet. I,
Hesting, James, Dictionary of Bible, New York: Charles Scribner’s Sons, 1963.
Khoiruddin, Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia dan Perbandingan Hukum
Mahmood, Tahir, Personal Law in Islamic Countries History, Text and Comparative Analysis,
Masnun, Tahir, “Hak-Hak Perempuan Dalam Hukum Keluarga Syiria dan Tunisia”, al-Mawarid