Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ILMU TERNAK PERAH


RECORDING DAN PERKANDANGAN TERNAK PERAH
DOSEN PENGAMPU:

Di susun oleh:
ASWIN (G0122013)

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS


SULAWESI BARAT 2023/2024
KATA PENGANTAR
Menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang. Kami panjatkan puji dan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga Kami dapat menyelesaikan Makalah ilmu ternak perah Sholawat beserta salam kita
sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad Salallahi Alaihi Wasalam yang telah memberikan
pedoman hidup yakni Al-Quran dan Sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini berisi tentang peranan ternak perah. sejarah dan perkembangan ternak perah dan
populasi ternak perah di Indonesia. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi serta
bahasan yang sesuai. Terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pengerjaan
makalah ini, semoga makalah ini dapat diterima dengan baik oleh semua pihak dan bermanfaat bagi
kita semua. Penyusun berharap adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak agar
dapat lebih baik lagi dalam pengerjaan makalah berikutnya.

Majene,1 April 2024


Penulis

Aswin

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem pencatatan dalam usaha kegiatan usaha sapi perah berkembang dengan pesat
di negara Eropa maupun Amerika Serikat. Pertama kali dilakukan oleh suatu organisasi
yang berlokasi di negara Denmark pada tahun 1895, selanjutnya sistem pencatatan ini
berkembang dan saat ini memegang peranan yang cukup penting di negara negara
tersebut.
Sistem pencatatan dalam kegiatan usaha sapi perah berkembang dengan pesat di
negara Eropa maupun Amerika Serikat. Pertama kali dilakukan oleh suatu organisasi yang
berlokasi di negara Denmark pada tahun 1895, selanjutnya sistem pencatatan ini
berkembang dan saat ini memegang peranan yang cukup penting di negara-negara
tersebut dan dengan keuntungan yang cukup besar pula. Kegunaan utama adanya sistem
pencatatan ini adalah memberikan keterangan tentang individu sapi maupun secara
keseluruhan, sehingga dapat membantu peternak dalam meng- ambil keputusan-
keputusan yang sifatnya teknis dan ekonomis. Catatan ini sebaiknya sederhana, sehingga
mudah dimengerti, lengkap dan akurat. Dimana fungsi pencatatan dalam peternakan sapi
perah yaitu Memberikan gambaran perkembangan mengenai usaha, keuangan,
pendapatan, dan permintaan kredit (business herd activity and income), Sebagai pedoman
untuk menentukan sapi yang menguntungkan dan pengafkiran (breeding), Menentukan
jumlah dan nilai makan dan nilai susu yang dihasilkan (income over feed cost),
Menyeleksi pejantan atau sapi-sapi yang mempunyai keturunan yang baik sehingga dapat
dijadikan ternak pengganti (replacement stocks), Mengetahui sapi-sapi yang
perkembangbiakannya tidak normal (reproduction cases), dan Sebagai bahan informasi
dasar untuk merencanakan usaha selanjutnya (herd projection).
Usaha ternak sapi perah di Indonesia ada 2 bentuk yaitu peternakan komersial dan
peternakan semi komersial. Peternakan komersial skala besar adalah usaha peternakan
sapi perah yang penghasilan utamanya adalah susu, dimana dalam usaha ini telah
menggunakan teknologi baru, sedangkan peternakan semi komersial atau skala kecil
adalah peternakan rakyat yang menganggap susu bukan sebagai penghasil utamanya,
melainkan dari hasil pertanian dan cara beternak yang dilakukan masih tradisional dengan
jumlah sapi yang dimiliki hanya sedikit. Pencatatan usaha sapi perah pada skala
kecil/peternakan rakyat yaitu meliputi pencatatan identifikasi ternak (diberi nomor dan
kartu identitas), pencatatan reprodusi, pencatatan produksi susu, pencatatan Kesehatan,
pencatatan pemberian pakan, dan pencatatan keuangan.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Identifikasi Ternak
Rekording/pencatatan ternak merupakan proses pencatatan semua kegiatan dan kejadian
yang dilakukan pada suatu usaha peternakan. Kegiatan ini perlu dilakukan karena sangat
mendukung upaya perbaikan dalam rangka meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha
peternakan. Oleh karenanya kegiatan pencatatan (rekording) ini dapat meliputi aspek
peternaknya, aspek organisasi dan semua. kejadian yang dialami dalam usaha peternakan dan
performans temak yang bersangkutan (Hakim et al., 2010).

2
Tujuan utama menyediakan recording pada usaha ternak perah adalah untuk menyediakan
informasi yang lengkap dan terperinci tentang ternak sapi secara baik individu maupun secara
kelompok (herd), yang diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan sehari-hari
(misalnya jumlah pemberian konsentrat bagi setiap sapi dan untuk menentukan secara tepat
kapan mengawinkan, mengeringkan atau mengafkir seekor sapi serta bagaimana memberi
pengobatan/penanganan bagi seekor ternak yang sakit atau menunjukkan kelainan), evaluasi
terhadap manejemen yang sedang dijalankan; dan perencanaan jangka panjang. Berdasarkan
informasi yang diringkas dari record secara bulanan, semi-annual atau annual akan sangat
berguna bagi pengelola usaha ternak perah untuk menentukan kekuatan (strenghts),
kelemahan (weakness) dan keuntungan (profitability) dari usaha ternaknya.
Pencatatan identitas pada ternak berupa pemberian nomor pada ternak disertai kartu
identitas yang mencatat semua informasi tentang nomor atau nama ternak, nomor registerasi,
tanggal lahir, jenis kelamin, tingkat kemurnian bangsa, nomor/nama bapak dan induk beserta
asalnya, nama pemilik dengan. alamatnya. Kartu identitas yang sempurna memuat gambar
sketsa (foto) ternak dari samping kanan, kiri, dan depan ternak. Penomoran sapi perah
sebaiknya mengikuti cara-cara identifikasi yang berlaku di seluruh dunia, sebagaimana yang
tercantum dalam International Identification Program tahun 1990. Dengan cara ini, maka
ternak diberi nomor registerasi yang tidak mungkin sama untuk seluruh dunia. Penomoran
ternak disarankan meliputi:
1. Kode spesies 1 digit
2. Kode bangsa 2 digit
3. Kode organisasi 2 digit
4. Kode organisasi 2 digit
5. Kode negara 3 digit
6. Nomor ternak 10 digit
Penerapan pencatatan identifikasi pada sapi perah skala kecil yang sering digunakan yaitu
dengan pemberian Kalung identifikasi terbuat dari derigen bekas yang dipotong menurut pola
ear tag. Jerigen tersebut ditulis nomor ternak menggunakan spidol permanen dan diberi tali
nilon untuk mengikatkan ke leher ternak. Selain pembuatan kalung identifikasi, papan
identifikasi dibuat untuk masing masing ternak. Papan identifikasi diletakkan di masing-
masing kandang ternak. Papan identifikasi berisi nomor identifikasi, nama ternak, jenis
kelamin, umur, waktu estrus, waktu kawin, waktu mengawini, status laktasi, status
kebuntingan dan foto ternak. Setelah mendata populasi ternak lakukan identifikasi berupa
pemberian kalung sehingga tidak melukai ternak. Pemberian nomor pada sapi sendiri, dapat
bersifat permanen atau temporer. Penomoran yang bersifat permanen berupa pembuatan tato
pada badan ternak berupa cap bakar maupun dingin, sedangkan yang temporer berupa
penomoran dengan penggunaan anting pada telinganya (Hardjosubroto, 1994). Selain itu
Kartu recording dibuat untuk pedet, sapi laktasi, pejantan dan produksi susu. Kartu recording
dibuat dari kertas buffalo dan dibuat untuk 1 ekor ternak. Jadi setiap ternak masing-masing
memiliki kartu ternak dan kartu catatan produksi susu masing masing. Recording ternak
menjadi sangat penting karena merupakan alat digunakan untuk memberi pengingat waktu
kepada peternak ataupun pekerja kandang waktu pelaksanaan perkawinan kembali, waktu
pemeriksaan kebuntingan ataupun waktu ternak melahirkan. Selain itu recording ternak akan
bermanfaat untuk seleksi pejantan dan betina. Hal ini dikarenakan dengan adanya recording

3
temak kita akan mengetahui produktivitas ternak baik pejantan maupun induk (Samsudewa,
2010).
Menurut Hardjosubroto (1994), identifikasi ternak berupa pemberian nomor pada ternak
dengan disertai kartu identitas. Kartu identitas ternak bertujuan untuk mencatat semua
informasi tentang nama dan nomor ternak, jenis kelamin, tanggal lahir (dan tanggal
perkawinan induknya), kemurnian bangsanya, bapak (sire) dan induknya (dam), nama dan
nomor kode pemilik beserta alamatnya. Kartu identitas yang sempurna memuat gambar
sketsa atau foto dari ternak yang dibuat dari sisi kanan, kiri dan depan ternak. Rekording
ternak merupakan proses pencatatan semua kegiatan dan kejadian yang dilakukan pada suatu
usaha peternakan. Kegiatan ini perlu dilakukan karena sangat mendukung upaya perbaikan
dalam rangka meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha peternakan. Oleh karenanya
kegiatan pencatatan (rekording) ini dapat meliputi aspek peternaknya, aspek organisasi dan
semua kejadian yang dialami dalam usaha peternakan dan performans ternak yang
bersangkutan (Hakim et al., 2010). Pencatatan diperlukan untuk mengetahui sejauh mana
mutu bibit yang dihasilkan serta menunjang terlaksananya program seleksi yang baik
(Lestiyanı, 2008).
Pencatatan pada usaha peternakan sangat penting karena kemampuan daya ingat manusia
yang sangat terbatas untuk mengingat semua kegiatan dan keputusan yang telah dibuat
(Hutauruk, 2007). Kegunaan utama adanya catatan ini adalah dapat memberi informasi
tentang ternaknya individu per individu, maupun secara keseluruhan. Catatan yang paling
ideal adalah catatan yang bersifat sederhana, namun lengkap, teliti dan mudah dimengerti.
Dalam pencatatan skala kecil usaha peternakan sapi perah yaitu menggunakan catatan yang
masih sederhana hal ini didukung dengan penjelasan dari Hakim (2010) bahwa Recording
Sederhana yaitu Adanya recording yang baik dan berkesinambungan, dapat memberikan
informasi tentang keadaan dan kondisi ternak secara individu maupun secara keseluruhan
dalam kelompok ternak. Dalam hal ini, catatan yang paling ideal adalah catatan yang
sederhana namun lengkap, teliti dan mudah dimengerti oleh peternak. Dengan
memperkenalkan model recording yang sederhana, dan dibarengi dengan meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan motivasi peternak tentang cara-cara recording, sangat
diperlukan dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan recording di tingkat peternak.
Identifikasi dan rekording secara tidak langsung dapat meningkatkan produktivitas termak.
Dengan rekording yang baik, peternak mampu memantau perkembangan. ternak mereka. Hal
ini sesuai dengan pendapat Utomo (2010), yang menyatakan banyak faktor yang menentukan
keberhasilan usaha peternakan. Faktor tersebut kalau dikelompokkan akan mengerucut
menjadi tiga faktor utama yaitu faktor pakan, bibit, dan manajemen pemeliharaan
(lingkungan).
Adapun Macam-macam catatan dan parameter yang dapat dicatat yaitu 1) Catatan
identifikasi individu ternak. Meliputi nama atau nomor ternak, jenis kelamin, tanggal lahir,
bangsa atau ras, warna atau pola sapi. 2) Catatan status reproduksi. Meliputi tanggal
melahirkan, jenis kelamin dan ciri-ciri anak, tanggal berahi. perkawinan, pejantan yang
digunakan, pemeriksaan kebuntingan dan diagnosa khusus masalah yang berkaitan dengan
reproduksi. 3) Catatan kesehatan. Meliputi nama atau nomor ternak yang sakit, gejala klinis,
tanggal kejadian penyakit, diagnosa, pengobatan, vaksinasi, dan keterangan yang diperlukan.
4) Catatan pakan. Jumiah, macam dan waktu pemberian ransum. 5) Catatan tambahan

4
lainnya. Silsilah atau pedigree, klasifikasi, pendapatan, biaya, dan analisa ekonomi
(Chrisenta, 2012).
B. Pencatatan Reproduksi
Setiap usaha yang sukses, baik usaha pertanian maupun nonpertanian, selalu memerlukan
suatu sistim penang'anan catatan (record-keeping system) agar dapat melaksanakan
manajemen dan evaluasi usaha secara efektif. Hal yang sama juga berlaku dalam usaha ternak
perah. Catatan (records) yang lengkap dan akurat adalah ibarat tulang punggung bagi
pengelolaan suatu usaha temak perah yang menguntungkan. Dengan adanya penggunaan
rekording yang lengkap dalam pengambilan keputusan-keputusan dapat mengubah usaha
ternak yang merugi menjadi menguntungkan dan bahkan mengubah usaha yang
menguntungkan menjadi jauh lebih menguntungkan. Berdasarkan pengamatan selama
bertahun-tahun dapat dikatakan bahwa salah satu penyebab utama yang membuat sebuah
usaha ternah perah merugi bahkah bangkrut adalah tidak adanya rekording yang baik. Maka
dari itu pencatatan perlu dilakukan pencatatan yang baik, terhadap informasi ataas kejadian
reproduksi yang dialami oleh ternak, diantaranya:
1. Tanggal Kawin/Inseminasi (Service Information). Data tanggal kawin/inseminasi
diperlukan untuk memperkirakan tanggal melahirkan dan mencatat identitas pejantan.
Bila ternak tidak mengalami kebuntingan pada perkawinan/inseminasi pertama dan
mengalami birahi kembali, maka perkawinan/inseminasi kedua juga harus dicatat.
Teknisi IB perlu mengetahui sapi mana yang termasuk repeat breeders (kawin berulang)
agar dapat menentukan teknik paling tepat untuk menginseminasi mereka.
2. Nama dan Identitas Bapak Informasi ini diperlukan untuk mencegah terjadinya
perkawinan sedarah (inbreeding). Peternak yang menggunakan metode IB perlu ekstra
hati-hati dalam hal catatan nama pejantan ini mengingat dengan metode IB maka semen
dari pejantan tertentu dapat digunakan selama bertahun-tahun sehingga meningkatkan
kemungkinan seekor pejantan mengawini anak betinanya. Jenis inbreeding lain yang
mungkin terjadi adalah perkawinan antara jantan dan betina seayah; walau efeknya tidak
sejelek inbreeding ayah-anak, perkawinan antara ternak satu ayah tidak begitu
diinginkan.
3. Pemeriksaan Kebuntingan (Pregnancy Examination). Dengan adanya data tanggal
perkawinan maka akan dapat ditentukan kapan pemeriksanaan kebuntingan paling cepat
bisa dilakukan. Untuk memperoleh informasi ini peternak perlu berkonsultasi dengan
ahli veteriner, beberapa ahli veteriner dapat memeriksa kebuntingan 30 40 hari setelah
perkawinan inseminasi, sementara yang lain menunggu lebih lama agar hasilnya lebih
akurat. Cara paling praktis, namun kurang akurat, adalah dengan pemeriksaan muncul
tidaknya birahi setelah kawin/inseminasi pada hari yang yang disesuaikan dengan lama
siklus birahi sapi bersangkutan.
4. Tanggal Melahirkan dan Catatan Khusus (Calving Dates and Comment). Data tanggal
melahirkan diperlukan untuk menentukan seberapa cepat seekor sapi akan dikawinkan
kembali setelah partus. Sebagian besar sapi harus dikawinkan kembali 50 60 hari setelah
partus. Interval waktu seperti ini akan memberi kesempatan bagi saluran reproduksi
untuk mencapai kesembuhan sempurna dari luka akibat partus namun tepat dapat
mencapai target melahirkan. sekali setahun. Mengawinkan sapi terlalu cepat setelah
partus bukanlah praktek yang dianjurkan. Sapi-sapi yang alat reproduksinya

5
mengeluarkan lendir setelah partus atau menunjukkan kelainan lainnya perlu mendapat
perhatian khusus. bahkan sebaiknya mendapat pemeriksanaan oleh ahli veteriner.
5. Identitas Ternak Nama dan nomor identitas ternak ditulis di bagian atas lembaran catatan.
Cara ini akan meudahkan dalam mencari catatan masing-masing ternak. Tanggal lahir,
nama bapak dan induk ditulis di bawahnya. Pencatatan tanggal lahir akan membantu
dalam mengidentifikasi sapi-sapi yang ukuran tubuhnya tidak sesuai dengan umurnya
dan menentukan kapan seekor sapi dara harus dikawinkan. Informasi-informasi seperti
ini harus dicatat secepat mungkin segera setelah kelahiran seekor pedet.
6. Kasus-kasus Reproduksi. Gangguan reproduksi merupakan suatu permasalahan yang
terjadi pada organ-organ reproduksi ternak ataupun pada janin ternak itu sendiri,
sehingga dapat mengakibatkan keguguran atau bahkan kematian pada induk dan janin.
Gangguan reproduksi merupakan salah satu permasalahan yang kerap kali dihadapi oleh
peternak sapi perah dan menjadi salah satu permasalahan yang sangat ditakuti, karena
gangguan reproduksi tersebut menyebabkan kerugian ekonomi sangat besar bagi
peternak yang berdampak terhadap penurunan pendapatan peternak umumnya
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah penyakit reproduksi, buruknya
sistem pemeliharaan, tingkat kegagalan kebuntingan dan masih adanya pengulangan
inseminasi, yang kemungkinan salah satu penyebabnya adalah adanya gangguan
reproduksi. Beberapa kasus-kasus gangguan reproduksi sapi perah, diantaranya:
a) Brucellosis. Penyebab brucellosis pada sapi adalah Brucella abortus sedangkan pada
kambing domba adalah Brucellamelitensis. Bersifat zoonosis dan menyebabkan
demam undulan pada manusia bila mengkonsumsi susu yang tercemar Babortus.
Brucellosis dapat menular melalui eksudat (lendir) alat kelamin, selaput lendir mata,
makanan dan air yang tercemar ataupun melalui IB dari semen yang terinfeksi.
Gejala yang nampak biasanya sapi bunting mengalami abortus pada 6-9 bulan
kebuntingan; selaput fetus yang diaborsikan terlihat oedema, hemorhagi, nekrotik
dan adanya eksudat kental serta adanya retensi plasenta, metritis dan keluar kotoran
dari vagina. Penanggulangan dan pencegahan brucellosis diataranya dengan:
1) Sanitasi dan kebersihan harus terpelihara
2) Vaksinasi strain 19 usia 3-7 bulan
3) Pemberian antiseptik dan antibiotika pada hewan yang sakit
4) Penyingkiran reaktor (sapi terinfeksi sebagai sumber infeksi)
5) Sapi yang terinfeksi diisolasi/ dijual/ dipotong
6) Fetus dan plasenta yang digugurkan dibakar kemudian dikubur.
7) Hewan baru dikarantina, diperiksa dan diuji (Kurnuawan dkk, 2014)
b) Distokia Merupakan suatu kondisi stadium pertama kelahiran (dilatasi cervik) dan
kedua (pengeluaran fetus) lebih lama dan menjadi sulit dan tidak mungkin lagi bagi
induk untuk mengeluarkan fetus. Sebab sebab distokiadiantaranya herediter, gizi,
tatalaksana, infeksi, traumatik dan berbagai sebab lain. Penanganan yang dapat
dilakukan diantaranya:
1) Mutasi, mengembalikan presentasi, posisi dan postur fetus agar normal dengan cara
di dorong (ekspulsi), diputar (rotasi) dan ditarik (retraksi).
2) Penarikan paksa, apabila uterus lemah dan janin tidak ikut menstimulir perejanan.
3) Pemotongan janin (Fetotomi), apabila presentasi, posisi dan postur janin yang
abnormal tidak bisa diatasi dengan mutasi penarikan paksa dan keselamatan induk
yang diutamakan.

6
4) Operasi Secar (Sectio Caesaria), merupakan alternatif terakhir apabila semua cara
tidak berhasil. Operasi ini dilakukan dengan pembedahan perut (laparotomy) dengan
alat dan kondisi yang steril. (Kurmuawan dkk, 2014).
c) Retensi Plasenta Merupakan suatu kondisi selaput fetus menetap lebih lama dari 8-
12 jam di dalam uterus setelah kelahiran. Pada dasarnya retensi plasenta adalah
kegagalan pelepasan plasenta anak (vili kotiledon) dan plasenta induk
(kryptacaruncula). Penyebabnya adalah infeksi (yang menyebabkan uterus lemah
untuk berkontraksi), pakan (kekurangan karotin, vitamin A) dan kurangnya exercise
(sapi diumbar) sehingga otot uterus tidak kuat untuk bekontraksi. vitamin A) dan
kurangnya exercise (sapi diumbar) sehingga otot uterus tidak kuat untuk bekontraksi.
Penanganan yang dapat dilakukan dengan pelepasan selaput fetus secara manual,
pemberian preparat antibiotika spektrum luas (oxytetracyelin, Chlortetracyclin atau
Tetracyclin). Pengobatan secara tradisional dapat dilakukan dengan pemberian daun
waru dan bambu dengan cara diberikan langsung lewat pakan (Affandhy, 2001).
d) Leptospirapomоnа. Penyebabnya yaitu Leptospirapomona. Leptospiragripothyposa,
Leptospiraconicola, Leptospirahardjo. Cara penularannya melalui kulit terbuka
selaput lendir (mulut, pharynx, hidung, mata) karena kontak dengan. makanan dan
minuman yang tercemar. Gejala yang nampak diantaranya: anoreksia (tidak mau
makan), produksi susu turun, abortus pada pertengahan kebuntingan dan biasanya
terjadi retensi plasenta, metritis dan infertilitas. Pengendalian kejadian leptospirosis
meliputi sanitasi yang baik, isolasi hewan yang sakit serta hindari pakan dan
minuman dari pencemaran, vaksinasi dengan serotipe (jenis) leptospira yang ada di
daerah tersebut. Pengobatan dengan antibiotika dosis tinggi, 3 juta IU penicillin dan 5
grstreptomycin (2x sehari). (Kumuawan dkk, 2014).
e) Tubercullosis. Penyebabnya adalah Mycobacterium bovis. Dapat menular melalui
ekskresi, sputum (riak), feses, susu, urin, semen, traktus genitalis (saluran kelamin),
pernafasan, ingesti dan perkawinan dengan hewan yang sakit. Gejala yang nampak
diataranya: abortus, retensi plasenta, lesi uterus bilateral, salpingitis dan adhesi
(perlekatan) antara uterus. Penanganan dan pencegahan diantaranya dengan sanitasi
kandang dan lingkungan, pengobatan dengan antibiotika, isolasi hewan yang
terinfeksi dan vaksinasi. (Kurnuawan dkk, 2014).
f) Viral (IBR-IPV). Penyebabnya adalah virus herpes dengan tingkat kematian prenatal
dan neonatal cukup tinggi. Penularan dapat melalui air, pakan, kontak langsung
maupun tidak langsung. Gejala yang nampak dalam berbagai bentuk, yaitu:
1) Respiratorik bagian atas (demam, anorexia, depresi, leleran hidung, nodula
bungkul-bungkul pada hidung, pharynx, trachea, batuk, penurunan produksi
susu).
2) Konjungtival (hiperlakrimasi dengan eksudat mukopurulen, konjungtiva merah
dan bengkak, adanya pustula pada konjungtiva dan ulcernekrotik.
3) Digestifneonatal (septikemia, lesi pada mulut, larynx dan pharynx).
4) Meningoencepalitis (kelesuan, inkoordinasi, tremor, mati dalam 3-4 hari).
5) Vulvovagina (septikemia, pustula dan ulcer pada vagina dan vulva disertai
leleranpurulen).
6) Preputial (pustula dan ulcer pada penis dan preputium).
7) Abortus dan prenatal (abortus pada trisemesterkebuntingan).
8) Intrauterina (endometritisnekrotik, uterus tegang dan edematus).

7
9) Pengendalian dan pengobatan Pemberian antibiotik, karantina hewan dan istirahat
kelamin selama 3-4 minggu, vaksinasi kombinasi (IBR, IPV dan BVD-MD).
g) Torsi Uterus (Kandung peranakan melintir). Merupakan perputaran uterus pada
porosnya, biasanya disebabkan oleh gerakan sapi yang mendadak saat berbaring
berdiri, kekurangan cairan. fetus, terjatuh dan selalu dikandangkan, tonus uterus
(kekuatan rahim) menurun. gerakan fetus yang berlebihan dan karena struktur
anatomi (sebagai faktor predisposisi pendukung). Gejala yang nampak adalah hewan
terlihat tidak tenang, menendang-nendang perut, mengejan, pulsus dan frekuensi
nafas meningkat, terjadi obstruksi suplai darah ke uterus yang berujung pada
kematian fetus. penanganan teknis yang bisa dilakukan diantaranya dengan
penggulingan dengan atau tanpa fiksasi secara cepat ke arah yang berlawanan dengan
arah torsi atau dengan operasi seksiosesaria. (Kurnuawan dkk, 2014).
h) Mummifikasi fetus (janin mengeras). Merupakan suatu kondisi Mamelius foina fetus
dalam uterus mati tanpa disertai pencemaran mikroorganisme, terjadi penyerapan
oleh uterus sehingga fetus menjadi kering dan keras. Mummifikasi fetus dapat
disebabkan oleh pelilitan tali pusat, penyempitan tali pusat, torsi uteri maupun karena
kelainan genetik. Gejala yang dapat diidentifikasi adalah adanya fetus yang
mengeras/ membatu jika diraba secara perrektal, sapi anestrus, mengejan terus
menerus, sulit defekasi dan anorexia. Terapi yang dapat dilakukan yaitu dengan
injeksi stilbestrol secara intramuscular dengan dosis 50-80 mg atau dengan injeksi
PGF2a. (Kurnuawan dkk, 2014).
Dari kasus-kasus reproduksi tersebut, maka dapat diketahui performa
reproduksi. Performa reproduksi merupakan gambaran mengenai kondisi
kemampuan. reproduksi ternak dalam menghasilkan suatu keturunan. Performa
reproduksi dapat dijadikan sebagai tolok ukur untuk menentukan perkembangan
usaha peternakan dan mengevaluasi efisiensi reproduksi ternak (Yulyanto dkk.,
2014). Performa reproduksi yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam
mengevaluasi efisiensi reproduksi yaitu umur dewasa kelamin dan dewasa tubuh,
umur kawin pertama, umur beranak pertama, S/C, CR, DO dan CI (Pamungkas dkk.,
2016).
Performa reproduksi ternak ditentukan oleh tiga faktor yaitu kualitas bibit,
pakan dan manajemen, Secara individual performa seekor ternak tergantung pada
kemampuan genetiknya sendiri yang dikenal dengan istilah direct genetic (Kurnianto,
2008).
Pakan merupakan salah satu faktor yang juga dapat mempengaruhi performa
reproduksi ternak. Kandungan nutrisi pakan dapat berpengaruh secara langsung
terhadap organ-organ reproduksi dan fungsi kelenjar yang memproduksi hormon
(Eriansyah, 2016). Performa reproduksi juga menjadi perhatian sangat penting dalam
usaha peternakan, karena dapat berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah
selama masa laktasi (Reswati dkk., 2014).
Semua parameter performa reproduksi merupakan evaluasi dari peranan.
teknologi inseminasi buatan yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan jumlah
populasi ternak dan diharapkan mampu meningkatkan jumlah produksi susu sapi
perah (Atabany dkk., 2011).
1. Days open/Masa Kosong.

8
Days open (DO) atau masa kosong merupakan jarak waktu antara seekor ternak
setelah beranak hingga dikawinkan kembali dan menghasilkan kebuntingın
(Pamungkas, 2016). DO terjadi proses pengembalian ukuran dan fungsi organ
reproduksi atau disebut involusi uterus. DO digunakan sebagai dasar untuk
melaksanakan perkawinan ternak post partus dan panjang DO setiap individu ternak
akan berbeda. Panjang DO sapi perah normalnya berkisar adalah 60-80 hari setelah
beranak atau paling lambat 120 hari (Makin dan Suharwanto, 2012). Semakin
panjang nilai DO menunjukkan bahwa efisiensi reproduksi seekor ternak semakin
rendah (Zainudin dkk., 2014). Singkatnya DO dapat disebabkan oleh keputusan
peternak yang terlalu dini mengawinkan ternak betinanya yang muncul gejala berahi
setelah beranak (Rasad, 2009).
Lama DO selain mempengaruhi produksi susu pada saat laktasi, juga
berpengaruh terhadap keberhasilan breeding (Gumilar dkk, 2012). Panjang
pendeknya DO dipengaruhi oleh lamanya ternak memperlihatkan gejala berahi post
partus, kurangnya pengetahuan peternak dalam mendeteksi berahi dan terjadinya
kawin berulang (Reswati dkk., 2014). Hal paling mendasar yang menyebabkan
panjang pendeknya nilai DO terjadi karena gejala berahi pada ternak post partus
susah untuk dideteksi, ternak mengalami berahi tenang ataupun anestrus, kurangnya
bobot badan, kualitas pakan dan kondisi lingkungan peternakan (Wahyudi dkk,
2013). Panjang DO disebabkan oleh beberapa faktor kelainan reproduksi yaitu
distokia, retensi plasenta, infeksi uterus dan ovarium sistik (Bahonar dkk., 2009),
Nilai S/C yang tinggi dan beberapa faktor lain salah satunya umur temak juga
mempengaruhi panjangnya DO (Zainudin dkk.. 2014).
2. Service per conception
Service per conception (S/C) merupakan nilai yang menunjukkan jumlah
perkawinan yang dilakukan hingga dapat menghasilkan kebuntingan pada seekor
ternak betina. Besarnya nilai S/C menunjukkan kondisi tingkat kesuburan ternak
betina (Pamungkas dkk, 2016). Kisaran normal nilai S/C ternak betina berkisar
antara 1,6 2.0 kali (Wahyudi dkk., 2013). Nilai S/C dianggap mendekati validitasnya
yang terbesar adalah apabila semen berasal dari pejantan yang memiliki kualitas
fertilitas tinggi dan ternak betina dalam kondisi sehat. Nilai S/C menjadi tidak
berarti apabila semen yang digunakan berasal dari semen pejantan beraneka ragam
fertilitasnya dan apabila ternak betina yang steril turut diperhitungkan untuk
membandingkan tingkat kesuburan didalam populasi ternak (Fitriani, 2003).
Nilai S/C rendah menunjukkan tingkat kesuburan ternak betina dalam kondisi
baik, kualitas semen yang digunakan baik, inseminator terampil dan. waktu
pelaksanaan perkawinan yang tepat (Partodihardjo, 1992). Nilai S/C yang rendah
sangat penting dalam arti ekonomi pola perkawinan melalui inseminasi buatan. Nilai
S/C dianggap buruk jika melebihi angka 2, karena hal tersebut menunjukkan
gambaran reproduksi yang tidak efisien dan akan merugikan peternak secara
ekonomi (Fitriani, 2003). Gangguan reproduksi dapat berpengaruh terhadap
produktivitas ternak, apabila persentase jumlah induk dengan memiliki S/C lebih
dari 3 kali berjumlah lebih dari 30% dari total. populasi, maka produksi susu akan
menurun sampai dengan 50% (Hardjopranjoto, 1995). Tingginya Nilai S/C

9
disebabkan oleh kegagalan kebuntingan saat proses perkawinan dan dapat
berdampak pada panjangnya nilai DO maupun CI (Wahyudi dkk., 2013). Salah satu
faktor yang menyebabkan kegagalan kebuntingan saat proses inseminasi buatan
sehingga berpengaruh terhadap nilai S/C adalah abnormalitas siklus estrus dan
ovulasi sulit dideteksi (Zainudin dkk., 2014).
3. Calving interval
Calving interval (CI) atau selang beranak merupakan jarak waktu diantara dua
kejadian beranak yang berurutan (Rasad, 2009). CI dapat dihitung
denganmenjumlahkan lama kebuntingan dengan waktu induk melahirkan kembali.
Kisaran normal CI sapi perah adalah 12-14 bulan yang terdiri dari 9 bulan bunting
dan 2 bulan masa involusi uterus (Makin dan Suharwanto, 2012). CI merupakan
salah satu penilaian terhadap baik buruknya kinerja reproduksi ternak dan menjadi
tolak ukur yang paling penting untuk menilai tingkat efisiensi reproduksi induk sapi
(Pamungkas dkk., 2016). Semakin panjang nilai CI menunjukkan bahwa semakin
rendah efisiensi reproduksi seekor ternak (Zainudin. dkk., 2014). Efisiensi
reproduksi dianggap baik apabila seekor induk sapi dapat menghasilkan satu pedet
pada setiap tahunnya (Wahyudi dkk., 2013).
Panjang CI dapat dijadikan penanda untuk mengetahui adanya gangguan
reproduksi dari seekor ternak (Rasad, 2009). CI dipengaruhi oleh lama kebuntingan
dan DO, sehingga semakin panjang DO maka akan semakin panjang pula CI seekor
ternak (Reswati dkk, 2014). CI yang panjang dapat merugikan usaha peternakan
dikarenakan ternak yang seharusnya dalam satu tahun melahirkan satu kali, waktu
kelahirannya menjadi lebih panjang dan hal ini akan menyebabkan biaya pakan
menjadi membengkak (Gumilar dkk., 2012). Umumnya Cl dipengaruhi oleh umur
ternak, periode laktasi, perkawinan post partus, S/C, CR, abortus, lama laktasi dan
lama waktu kering kandang (Prasetyo dkk., 2015).
4. Conception Rate
Conception rate (CR) merupakan persentase kebuntingan dari perkawinan yang
pertama pada seekor ternak betina. Nilai CR ini ditentukan berdasarkan hasil
diagnosa kebuntingan dalam waktu 60 hari setelah perkawinan melalui pengamatan
berahi dan palpasi rektal. CR dijadikan sebagai salah satu indikator dalam
menentukan tinggi rendahnya efisiensi reproduksi ternak. Nilai efisiensi reproduksi
dianggap baik apabila CR temak betina mencapai 65 75% (Partodihardjo, 1992).
Besarnya nilai CR pada suatu kelompok ternak betina dipengaruhi oleh nilai S/C.
Nilai CR berbanding terbalik dengan nilai S/C, semakin rendah nilai S/C maka
akan semakin tinggi nilai CR (Yulyanto dkk.. 2014). Rendahnya nilai CR ternak
betina dapat menimbulkan kerugian ekonomi usaha peternakan, karena perlu
melakukan inseminasi buatan lebih dari satu kali.
Faktor yang mempengaruhi nilai CR ditingkat individu ternak meliputi umur
induk, kondisi tingkat kesuburan induk dan waktu pelaksanaan perkawinan post
partus (Abdillah dkk., 2015). CR dipengaruhi oleh umur karena umur memiliki
peranan yang cukup penting misalnya umur pertama kali beranak sangat
mempengaruhi produktivitas. Ternak yang dikawinkan pada umur yang terlalu

10
muda atau pertama kali pubertas akan menyebabkan nilai CR rendah. Umur terlalu
muda diduga fungsional dari kelenjar endokrin dan ovarium belum bekerja secara
optimal serta kurangnya bobot badan akan menyebabkan kesulitan saat ternak
mengalami proses partus (Zainudin dkk., 2014). Umur ternak yang terlalu tua,
mengakibatkan kondisi organ reproduksinya juga mengalami penurunan fungsional
diakibatkan oleh fungsi kelenjar hipofisa anterior yang menurun (Nugraha, 2015).
C. Pencatatan Produksi Susu
Guna memperoleh tingkat keuntungan maksimum maka produksi susu masing-masing
sapi harus diteliti. Tingkat produksi susu yang rendah dari satu atau dua ekor sapi saja dapat
mempengaruhi tingkat keuntungan total yang dihasilkan oleh sekelompok sapi perah. Oleh
sebab itu sapi-sapi yang berproduksi rendah ini harus secepatnya dievaluasi dan bila perlu
diafkir. Guna mencapai keputusan yang akurat mengenai tingkat produksi dan keuntungan
maka penting secara periodik menimbang dan memeriksa kandungan susu yang dihasilkan
masing-masing sapi. Menurut Hardjosubroto (1994), catatan produksi susu yang ideal
mencatat produksi pagi dan sore setiap hari, selama berlangsungnya periode laktasi. Hal
demikian ini sudah lazim dilakukan oleh peternak ataupun perusahaan susu dengan jumlah
sapi yang terbatas.
Menurut Hardjosubroto (1994), informasi mengenai prosuksi susu dapat diperoleh
melalui dua cara yaitu dengan melakukan sendiri pengukuran produksi susu (biasanya jumlah
produksi dan kadar lemak kadang-kdang juga kandungan protein - susu) yang hasilnya
disebut home-kept record atau oleh badan resmi yang hasilnya disebut official records.
Seperti disebutkan sebelumnya, cara kedua yaitu pengukuran home-kept record.
Menurut Soetarno (2003), informasi tentang produksi susu merupakan data paling penting
dan paling umum ditemukan pada semua jenis usaha ternak perah. Kegunaannya juga sangat
penting dan sangat beragam, antara lain:
1. Penyusunan Program Pemberian Pakan Yang Ekonomis (Economic Feeding). Data
produksi susu merupakan dasar yang sangat ideal dalam penyusunan program pemberian
pakan bagi seekor atau sekelompok ternak perah. Data ini memungkinkan pemberian
pakan diatur sesuai dengan kuantitas susu yang dihasilkan masing-masing ternak perah.
Ternak yang produksinya tinggi perlu diimbangi dengan pemberian pakan yang lebih
tinggi pula (kuantitas dan kualitas) sedang ternak yang produksinya rendah pakannya
dikurangi sedemikian rupa sehingga masih tetap menguntungkan.
2. Penentuan Harga Jual Yang Realistis (Realising Proper Prices). Performan seekor ternak
perah dan induknya selalu digunakan oleh pembeli ternak perah sebagai bahan
pertimbangan dan mereka biasanya bersedia membayar lebih mahal bagi ternak yang
data performannya diketahui secara akurat. Kapasitas produksi seekor ternak yang tidak
punya rekording terpaksa didasarkan pada penilaian eksterior yang sering mengandung
variasi (bias) yang tinggi dan bila ini terjadi maka yang menerima resiko adalah pembeli.
3. Mempertahankan Kontak Dengan Ternak Perah (Keeping In Tuoch With Cows). Adanya
rekording produksi susu dan pakan dengan sendirinya menjaga adanya kontak terus-
menerus antara peternak dengan masing-masing ternaknya. Dalam kondisi seperti ini
setiap penurunan atau kelainan lain produksi susu dari setiap ekor ternak perah dapat
diketahui secara cepat dan tepat sehingga peternak dapat dengan mudah memperhatikan
kemungkinan adanya gangguan penyakit atau kekurangtepatan pengelolaan yang dialami

11
seekor ternak perah. Hal ini akan memberi kesempatan bagi peternak untuk
menngatasinya sedini mungkin.
4. Mengetahui Silsilah (Pedigree) Ternak Perah Silsilah adalah salah satu register (daftar)
penting dalam usaha ternak perah. Untuk melengkapi daftar ini agar data produksi susu
seekor ternak perah dicatat secara teratur.
5. Seleksi Pejantan (Selection Of Bulls). Adanya rekording produksi susu akan
memampukan peternak pembibit (breeder) untuk memilih pejantan yang baik yaitu yang
produksi susu turunannya tinggi. Dengan bantuan rekording ini maka uji progenitas
seekor pejantan dengan sendirinya telah dilakukan.
Teknik pencatatan produksi susu dapat dilakukan setiap hari, seminggu sekali, dua
minggu sekali, sebulan sekali, atau dua bulan sekali. Pencatatan produksi yang ideal
adalah setiap hari pagi dan sore selama laktasi. Hal ini biasa dilakukan oleh perusahaan
susu dengan jumlah sapi yang terbatas atau oleh Pusat Pembibitan Ternak, pencatatan
selengkap ini dilakukan karena merupakan persyaratan mutlak demi ketepatan
seleksinya. Namun, untuk perusahaan susu yang besar, hal ini sering merupakan
masalah, karena sangat merepotkan dan mengeluarkan biaya yang cukup besar. Oleh
karena itu, di luar negeri telah dilakukan metode pencatatan yang lebih praktis dan tidak
terlalu membutuhkan biaya, tetapi masih dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Umumnya dilakukan pencatatan produksi susu sebulan sekali (WaDgM. Weight a Day a
Month), seperti yang dianjurkan oleh Dairy Herd Improvement Association (DHIA) di
Amerika. Cara dan frekuensi pencatatan produksi susu dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Official Dairy Herd Improvement
Pencatatan dilakukan satu kali dalam sebulan, dilakukan oleh supervisor dari
asosiasi yang mengunjungi peternak secara bergilir. Pencatatan meliputi: produksi
susu per ekor per hari (pagi dan sore), disertai pengambilan contoh untuk analisis
kadar lemaknya.
2) Dairy Herd Improvement Registry
Kegiatannya sama dengan Official Dairy Herd Improvement, hanya dalam hal
ini dilakukan oleh supervisor dari asosiasi peternakan bangsa mumi.
3) Owner Sampler
Pencatatan dilakukan sebulan sekali, pagi dan sore, tetapi pencatatan dan
pengambilan sampel susu dilakukan sendiri oleh peternak, yang kemudian dilaporkan
ke Dairy Record Processing Center (DRPC). Hal ini dimaksudkan untuk menghemat
biaya, karena tidak melibatkan supervisor.
4) AM-PM Recording
Pencatatan dilakukan sekali sebulan, pada bulan tertentu dilakukan pencatatan
terhadap produksi susu pagi hari (AM), sedangkan pada bulan berikutnya dilakukan
pencatatan produksi susu sore hari (PM). Pencatatan dan pengambilan sampel dapat
dilakukan oleh peternak atau supervisor.
5) Weight a Day a Month, WaDaM
Dalam metode ini, peternak melakukan pencatatan produksi susu sapi
perahnya sekali sebulan, pagi dan sore, tanpa melakukan pengambilan sampel.
6. Milk Only Record
Dalam metode ini, supervisor mencatat produksi susu sekali sebulan, pagi dan
sore, tanpa mengambil sampel susu. Karena pencatatan produksi susu hanya
dilakukan sebulan sekali selama laktasi, maka harus dilakukan pendugaan produksi

12
susu atas dasar catatan yang ada (10 data dalam 10 bulan laktasi), dengan
menggunakan simplified method, centering date method (CDM), atau test interval
method (TIM). Pada pencatatan produksi, dicatat pula: Lama masa laktasi sejak
tanggal beranak sampai sehari sebelum tanggal dikeringkan. Lama masa kering sejak
tanggal dikeringkan sampai tanggal beranak.
D. Pencatatan Pemberian Pakan
Rekording ternak merupakan proses pencatatan semua kegiatan dan kejadian yang
dilakukan pada suatu usaha peternakan. Kegiatan ini perlu dilakukan karena sangat
mendukung upaya perbaikan dalam rangka meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha
peternakan. Oleh karenanya kegiatan pencatatan (rekording) ini dapat meliputi aspek
peternaknya, aspek organisasi dan semua kejadian yang dialami dalam usaha peternakan dan
performans ternak yang bersangkutan (Hakim et al., 2010). Pencatatan diperlukan untuk
mengetahui sejauh mana mutu bibit yang dihasilkan serta menunjang terlaksananya program
seleksi yang baik (Lestiyani, 2008).
Rekording Pakan (Feed Register) Untuk mengetahui berapa banyak keuntungan yang
disumbangkan seekor ternak perah maka perlu diketahui bukan hanya produksi susunya tapi
juga jumlah pakan yang dikonsumsinya. Selain itu, terutama untuk usaha ternak perah
berskala kecil, juga perlu dibuatkan daftar tentang berapa banyak pakan yang seharusnya
diberikan kepada masing-masing ternak perah. Dengan populasi ternak yang jumlah tidak
terlalu banyak, Untuk mengatasi agar tidak lupa dengan jumlah pakan yang diberikan maka
dari itu dilakukan pencatatan ternak perah setiap harinya. Biasanya daftar ini diubah setiap
minggu sesuai dengan perubahan kebutuhan seekor ternak dikaitkan dengan tingkat produksi
atau fase hidupnya. Daftar ini harus diisi sesuai dengan jumlah produksi susu masing-masing
ternak perah. Jumlah konsentrat yang disebutkan dalam daftar harus betul-betul ditimbang
setiap pemberian pakan, sedangkan jumlah hijauan tidak perlu ditimbang setiap hari tapi
cukup sekali sebulan agar jumlah pemberian hijauan dapat dikontrol. Informasi yang perlu
dicatat mengenai hal-hal yang terkait dengan bahan pakan yang digunakan di suatu
peternakan sapi perah, antara lain:
1. Jenis hijauan
2. Bahan baku konsentrat yang diberikan pada ternak
3. Sumber bahan baku
4. Pakan harga/biaya pakan
5. Jumlah pakan yang diberikan/dikonsumsi ternak.
E. Pencatatan Keuangan
Aspek aspek manajemen usaha yang meliputi perencanaan usaha, pengorganisasian,
implementasi, dan pengendalian usaha merupakan suatu hal yang kurang diperhatikan,
padahal aspek-aspek tersebut sangat penting dalam membangun dan perkembangan usaha.
Demikian pula dengan pengelolaan keuangan usaha, banyak para peternak yang jarang
bahkan tidak melakukan pembukuan formal terhadap usahanya. Laporan keuangan atau
pembukuan yang baik akan dapat memberikan manfaat besar bagi pengusaha ternak, dengan
melakukan pencatatan keuangan secara tertib, pengusaha ternak dapat mengetahui kondisi
keuangan sekaligus perkembangan usahanya.
Manajemen usaha yang baik juga akan memperbaiki aspek pengendalian usaha, dimana
para pengusaha temak dapat mengetahui apakah rencana keuangannya tercapai atau tidak dan

13
juga membantu mencari tahu penyebabnya. Dengan memiliki administrasi keuangan yang
tertib akan memudahkan pengusaha ternak dalam pengajuan pinjaman modal kepada pihak
bank atau lembaga keuangan lainnya. Mencakup informasi mengenai volume, harga, biaya
produksi, dan penerimaan perusahaan, antara lain:
1. harga susu
2. biaya produksi
3. penjualan susu
4. penjualan ternak (pedet, sapi afkir)
5. penjualan kotoran
Dari keseluruhan informasi yang sudah dicatat, kemudian ditabulasikan untuk
dievaluasi minimal setahun sekali. Beberapa cara yang dapat dilakukan dengan mudah dalam
membuat laporan keuangan sederhana untuk perusahaan kecil, bisa dilakukan seperti berikut.
1. Buat Buku Catatan Pengeluaran
Pada saat membuka usaha, sebaiknya pertimbangkan dulu untuk membuat buku
khusus untuk mencatat pengeluaran, kemudian catatlah semua pengeluaran mulai dari
pembelian barang hingga pengeluarannya dengan jelas. Dengan melakukan
pencatatan seperti ini akan lebih mudah mengetahui berapa jumlah modal usaha yang
telah dikeluarkan.
2. Buat Buku Catatan Pemasukan
Tidak hanya mencatat pengeluaran, semua hal yang berhubungan dengan pemasukan
uang juga perlu dicatat dengan jelas. Termasuk hasil penjualan barang hingga piutang
yang sudah dibayar. Upayakan untuk mencatat pemasukan ini secara tertib setiap hari,
hal ini agar dapat memudahkan dalam membuat laporan bulanan.
3. Buat Buku Kas Utama
Buku kas utama ini merupakan gabungan antara buku catatan pemasukan dan
pengeluaran. Penggabungan ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih detail terkait
seberapa besar jumlah kerugian maupun keuntungan perusahaan. Selain itu
pembuatan buku kas utama ini juga bisa dipakai sebagai dasar pembuatan
perencanaan strategi perusahaan di masa depan.
4. Buku Stok Barang
Perusahaan tidak melulu mencatat perkara uang namun juga barang. Pencatatan arus
keluar masuk barang harus dilakukan secara berlanjut dan setiap hari. Buku stok
barang ini juga dapat dipakai untuk memonitor jumlah persediaan barang yang
dimiliki perusahaan. Selain itu buku ini juga berguna untuk menghindari adanya
kecurangan yang kadang dilakukan oleh para supplier atau pegawai perusahaan
sendiri.
5. Buku Inventaris Barang
Buku ini digunakan untuk mencatat semua barang yang dimiliki perusahaan. Baik
yang sudah dibeli maupun telah diurus. Selain itu buku ini pun dapat berfungsi supaya
aset perusahaan tetap terkendali.
F. Pencatatan Kesehatan
Solusi untuk mendapatkan pencatatan yang efisien yaitu dengan kartu menuju sapi sehat
(KMSS). Menurut Salman dkk (2020), KMSS merupakan kartu yang memuat kurva
pertumbuhan optimal dan terstandar yang digunakan unuk mempermudah peternak untuk

14
mencatat tingkat pertumbuhan secara periodik dalam waktu tertentu dan mengevaluasi
pertumbuhan ternak agar berada dalam tingkat pertumbuhan yang optimal. KMSS disusun
berdasarkan satuan waktu tertentu (umur) yang berguna untuk melihat kecenderungan
pertumbuhan dari waktu ke waktu. Data yang dapat ditulis di KMSS meliputi data
karakteristik tubuh sapi perah, jenis kelamin sapi perah, data bobot tubuh sapi perah pada
umur tertentu, data lingkar dada, tanggal berahi dan tanggal kawin pertama. Data tersebut
dicatat untuk menunjang pemantauan dan evaluasi tingkat performan, pertumbuhan dan
kesehatan. sapi perah agar peternak dapat melakukan evaluasi dan perbaikan sehingga dapat
mencapai target performa produksi yang optimal.
Pencatatan kesehatan memiliki peran penting dalam kegiatan pemeliharaan sapi perah
dan produksi susu. Hal yang harus ditulis dalam catatan kesehatan antaraantara lain uji TBC,
uji abortus, uji mastitis, dan pemeriksaan kesehatan. Catatan kesehatan mencakup kondisi
kesehatan ternak, seperti gejala sakit, pemeriksaan dokter hewan, vaksinasi, dan pengobatan.
Pencatatan kondisi kesehatan setiap ekor sapi dilakukan secara harian. Data tentang diagnosis
dan pengobatan setiap masalah kesehatan yang dialami sapi dimasukkan dalam catatan
permanen sebagai informasi dasar dalam menilai kepekaan seekor sapi terhadap serangan
penyakit tertentu. Jenis dan waktu vaksinasi yang diterima seekor sapi perlu dicatat, termasuk
tanggal vaksinasi ulang.
Menurut Tarmudji dan Supar (2008), uji tuberculosis (TBC) dilakukan dengan cara
menyuntikkan tuberculin pada ternak secara intrakutan di daerah leher atau lipatan ekor. Bila
terjadi reaksi positif maka akan tampak edema local atau infiltrate maksimal 48-72 jam
setelah penyuntikan.
Mastitis subklinis dapat dideteksi dengan cara tes tertentu seperti uji California Matitis
Test (CMT), uji kimia susu dan kultur bakteri (Sudhan dan Sharma 2010). Uji CMT akan
memberikan informasi sapi yang terserang mastitis melalui penggumpalan susu (Adriani,
2010). Prinsip uji CMT, yaitu melihat tingkat peradangan ambing melalui perubahan
kekentalan susu yang diberi reagen CMT. Uji CMT dilakukan setelah pembersihan kandang
dan ternak kemudian, dilakukan rangsangan pada ambing dengan air hangat dan dilap
menggunakan tisu atau kanebo (Fatonah dkk, 2020).

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkandangan

Perkandangan merupakan suatu lokasi atau lahan khusus yang diperuntukkan sebagai

sentra kegiatan peternakan yang di dalamnya terdiri atas bangunan utama (kandang),

bangunan penunjang (kantor, gudang pakan, kandang isolasi) dan perlengkapan lainnya

15
(Sugeng, 1998).Menurut Siregar (1993) dalam pembuatan kandang sapi perah diperlukan

beberapa persyaratan yaitu : terdapat ventilasi, memberikan kenyamanan sapi perah, mudah

dibersihkan, dan memberi kemudahan bagi pekerja kandang dalam melakukan pekerjaannya.

Sistem perkandangan ada dua tipe yaitu stanchion barn dan loose house. Stanchion barn yaitu

sistem perkandangan dimana hewan diikat sehingga gerakannya terbatas sedangkan loose

house yaitu sistem perkandangan dimana hewan dibiarkan bergerak dengan batas – batas

tertentu (Davis, 1962).

Perkandangan merupakan kompleks tempat tinggal ternak dan pengelola yang

digunakan untuk melakukan kegiatan proses produksi dari sebagian atau seluruh

kehidupannya dengan segala fasilitas dan peralatannya. Kandang adalah tempat tinggal

ternak untuk melakukan kegiatan produksi maupun reproduksi dari sebagian atau seluruh

kehidupannya ( Sudarmono, 1993 ). Pembuatan kandang sapi perah diperlukan beberapa

persyaratan yaitu : terdapat ventilasi, memberikan kenyamanan sapi perah, mudah

dibersihkan, dan memberi kemudahan bagi pekerja kandang dalam melakukan pekerjaannya

(Siregar, 1990).

Kandang didirikan untuk melindungi ternak dari hujan dan sengatan sinar matahari

yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kesehatannya. Keseimbangan energi dari hewan
sangat dipengaruhi oleh suhu pertukaran di dalam kandang, kelembaban, makanan,

kebasahan, kelembaban lantai kandang dan ketebalan kulit dari hewan itu sendiri

(Sudarmono, 1993).

Lokasi kandang harus dekat dengan sumber air, mudah terjangkau, tidak

membahayakan ternak, tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk. Lokasi usaha

peternakan diusahakan bukan areal yang masuk dalam daerah perluasan kota dan juga

merupakan daerah yang nyaman dan layak untuk peternakan sapi perah (Syarief dan

Sumoprastowo, 1985). Ditambahkan, hal-hal lain yang perlu diperhatikan pada kandang sapi

perah adalah lantai, selokan, dinding, atap, ventilasi serta tempat pakan dan minum. Lokasi

kandang sebaiknya berada pada tanah yang datar, tidak becek dan lembab, cukup sinar

16
matahari, ventilasi lancar, agak jauh dari pemukiman penduduk dan ukurannya sesuai dengan

umur ternak (Setiadi, 1982).

Menurut Siregar (1993), sebaiknya kandang 20-30 cm lebih tinggi dari tanah

sekitarnya, jauh dari keramaian lalu lintas, manusia dan kendaraan. Kandang harus dibangun

dekat sumber air, sebab sapi perah memerlukan air untuk minum, pembersihan lantai dan

memandikan sapi. Kandang sebaiknya diarahkan ke timur atau membujur ke utara selatan

agar bagian dalam kandang memperoleh sinar matahari pagi yang memadai. Sinar matahari

bermanfaat untuk mengeringkan lantai kandang sehingga mengurangi resiko terjangkitnya

penyakit (Siregar, 1993).

2.2 Kontruksi Kandang

Konstruksi kandang harus kuat, mudah dibersihkan, mempunyai sirkulasi udara

yang baik, tidak lembab, tidak menyebabkan licin dan mempunyai tempat penampungan

kotoran beserta saluran drainasenya. Konstruksi kandang harus mampu menahan beban

benturan dan dorongan yang kuat dari ternak, serta menjaga keamanan ternak dari pencurian.

Mendesain konstruksi kandang harus didasarkan agroekosistem silayah setempat, tujuan

pemeliharaan dan status fisiologi ternak. Tipe dan bentuk kandang dibedakan menjadi

berdasarkan status fisiologis ternak. Tipe dan Bentuk kandang dibedakan berdasarkan status
fisiologis dan pola pemeliharaan dibedakan yaitu kandang pembibitan, pembesaran, kandang

beranak/ menyusui, kandang pejantan (Williamson dan Payne, 1993). Atap kandang bisa

berupa genting atau asbes. Ketinggian atap setinggi 5 meter agar sirkulasi udara berjalan

dengan baik. Dinding kandang berupa semen setinggi 1,5 meter sedangkan bagian atasnya

terbuka. Fungsinya untuk mencegah terpaan angin langsung mengenai sapi. Sedangkan

alas berupa tanah yang dilapisi semen agar mudah dalam membersihkannya (Syarief dan

Harianto, 2011).

Bahan yang digunakan untuk pembuatan atap antara lain asbes, rumbai, genting dan

seng. Keuntungan rumbai dan genting adalah kandang tidak terlalu panas pada siang hari dan

tidak terlalu dingin pada malam hari. Atap genting dan rumbai memiliki kelemahan yaitu

17
mudah rusak akibat serangan angin yang besar, oleh karena itu perlu adanya pengikatan yang

kuat pada pembuatan atap. Tetapi bila menggunakan seng sebaiknya dicat putih pada bagian

luarnya dan hitam pada bagian luarnya agar siang hari tidak terlalu panas (Williamson dan

Payne, 1983). Siregar (1993) menyatakan bahwa kemiringan atap dari genting 30–450, asbes

15–200, welit (daun tebu dan sebagainya) 25–300. Tinggi atap dari genting 4,5 m untuk

dataran rendah dan menengah, dan 4 m untuk dataran tinggi. Tinggi plafon emperan berkisar

antara 1,75–2,20 m dengan lebar emperan sekitar 1 m.

Lantai kandang dapat dibuat agak miring, dari bahan beton dengan perbandingan 1 bagian

semen 2 bagian pasir dan 3 bagian kerikil, atau tanah biasa (Williamson dan Payne, 1993).

Menurut Sudarmono (1993), lantai kandang sebaiknya dibuat dari bahan yang cukup keras

dan tidak licin untuk dapat menjaga kebersihan dan kesehatan kandang. Kebersihan kandang

sangat diperlukan karena akan mempengaruhi kesehatan sapi. Lantai kandang terlalu keras

dapat ditutup dengan jerami agar menjadi tidak begitu keras. Lebih tegas Siregar (1993)

menyebutkan bahwa supaya air mudah mengalir atau kering, lantai kandang harus

diupayakan miring dengan kemiringan kurang lebih 20

Bagian kandang yang penting adalah tempat pakan dan minum. Hendaknya tempat

tersebut dibuat sekuat mungkin dan mudah dibersihkan (Ensminger,1991). Tempat pakan
dapat dibuat memanjang sepanjang kandang dan diusahakan sapi dapat mengambil pakan

yang disediakan. Tempat pakan dapat dibuat dengan kedalaman sekitar 50 cm, dengan luas

tempat pakan sekitar 1 m2. Tempat minum dapat diletakkan pada ember plastik atau dari

bahan lain, diletakkan dengan cara digantung dengan ketinggian kurang lebih 80 cm dari

lantai dengan tujuan untuk menghindari kontaminasi dari makanan dan desakan sapi

(Sudarmono, 1993).

Selokan atau drainase lebarnya minimal 30–40 cm. Kedalaman selokan atau drainase

20–25 cm (Siregar, 1993). Muljana (1985) menyatakan agar air pembersih kandang dan air

untuk memandikan sapi mudah mengalir menuju bak penampungan, maka lantai bagian

belakang dan disekeliling kandang harus dilengkapi selokan. Selokan dibuat dengan lebar 20

18
cm dan kedalaman 15 cm yang dimaksudkan untuk memudahkan pembuangan kotoran yang

cair, air minum maupun air untuk memandikan sapi. Blakely dan Bade (1998) mengatakan

bahwa selokan harus cukup lebar agar kotoran yang berasal dari kandang dapat keluar dengan

cepat.

2.3 Tipe Kandang Sapi Perah

Kandang diperlukan untuk melindungi ternak sapi dari keadaan lingkungan yang

merugikan dengan adanya kandang ini ternak akan memperoleh kenyamanan. Kandang sapi

salah satunya dapat kandang barak. Luas kandang barak diperhitungkan tidak lebih kurang

dari 2 m per ekor (Santoso, 2001). Hampir selama hidupnya sapi perah berada dalam

kandang. Hanya kadang- kadang saja sapi perah dibawa keluar kandang bahkan sapi perah di

Indonesia pada umumnya jarang dikeluarkan dari dalam kandang. Oleh karena itu kandang

bagi sapi perah tidak hanya bersifat sebagai tinggal saja,akan tetepi juga harus dapat memberi

perlindungan dari segala aspek yang mengganggu. Dengan perkataan lain, kandang harus

dapat mengeliminir segala faktor luar yang dapat menimbulkan gangguan sapi perah yang

ada didalamnya.Disamping faktor luar tadi,hal-hal lainnya yang menyangkut pembuatan

kandang perlu pula diperhatikan (Siregar, 1996)

Bentuk kandang sapi perah ada dua macam, yaitu kandang konvensional dan kandang
bebas. Kandang konvensional berarti sapi ditempatkan pada jajaran yang dibatasi dengan

penyekat, sedangkan kandang bebas yaitu kandang yang ruangannya bebas tanpa penyekat

(Williamson dan Payne, 1993). Kandang yang biasa digunakan yaitu jenis tail to tail atau

saling membelakangi dan head to head atau saling berhadapan (Blakely dan Bade, 1998).

Terdapat dua jenis struktur kandang pemeliharaan sapi perah, yaitu kandang tunggal

dan kandang ganda. Kandang tunggal adalah penempatan sapi pada satu baris dan biasanya

dibuat di peternakan skala kecil. Kandang individu atau kandang tunggal, merupakan model

kandang satu ternak satu kandang. Pada bagian depan ternak merupakan tempat palungan

(tempat pakan dan air minum), sedangkan bagian belakang adalah selokan pembuangan

kotoran.Sekat pemisah pada kandang tipe ini lebih diutamakan pada bagian depan ternak

19
mulai palungan sampai bagian badan ternak atau mulai palungan sampai batas pinggul ternak

Tinggi sekat pemisah sekat sekitar 1 m atau setinggi badan sapi. Sapi di kandang ndividu

diikat dengan tali tampar pada lantai depan guna menghindari perkelahian sesamanya. Luas

kandang individu disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi yaitu sekitar panjang 2,5 meter dan

lebar 1,5 meter (Anonim, 2009). Kandang ganda adalah penempatan sapi pada dua jajaran

yang saling berhadapan atau saling membelakangi (Syarief dan Harianto, 2011). Kandang

dengan jenis ganda adalah lebih ekonomis mengandangkan ternak lebih dari 16- 20 sapi

betina yang sedang laktasi. Kandang ganda dapat dirancang sehingga sapi dapat menghadap

kedepan kearah pusat tempat makanan atau kebelakang dengan tempat makanan pada keedua

sisi bangunan. Bentuk dan tipe kandang sapi perah pada dasarnya tergantung pada jumlah

sapi perah yang dipelihara, keadaan iklim dan luas lahan yang dipelihara, selera dari peternak

sendiri (Siregar, 1990).

Macam-macam kandang sapi perah antara lain kandang pedet dan kandang sapi

induk. Kandang pedet dibedakan menjadi kandang observasi (observasi pens), kandang

individu (individual pans), kandang kelompok (group pens), kandang pedet berpindah

(portable calf pens). Kandang sapi induk atau sapi dara antara lain kandang tambat (stanchion

bain), pada kandang ini kebebasan sapi bergerak sangat terbatas, sehingga kondisi sapi

kurang baik. Kandang ini ada dua jenis yaitu kandang bertingkat dan kandang tunggal atau
satu lantai, dengan tujuan mengurangi resiko angin topan, mengurangi resiko kebakaran,

murah dan membuatnya, serta mudah perawatannya (Sutarno, 1994) dalam (Rohmad, 2011).

Eday, dkk (1981) menyatakan bahwa untuk meningkatkan produktifitas ternak antara

lain dapat dilakukan dengan peningkatan satu atau beberapa aspek tatalaksana pemeliharaan

seperti kebersihan kandang dan lingkungan, pengaturan perkawinan, perbaikan makananserta

cara pemberiannnya. Dalam teori pemerahan, hal –hal yang pertama dilakukan sebelumnya

adalah membersihkan lantai kandang. Ini dilakukan supaya dalam melakukan aktivitas

pemerahan, susu yang diperoleh tetap dalam keadaan steril, karena susu mengandung zat

yang dapat dengan mudah menyerap bau yang ada di sekitarnya. (Widodo, 1979). Lantai

20
kandang yang baik, sangat berpengaruh pada ternak itu sendiri, seperti drajat kemiringan

lantai, kelicinannya, dan kebersihannya.

Beberapa perlengkapan kandang untuk sapi perah meliputi :palungan yaitu tempat

pakan, tempat minum, saluran darinase, tempat penampungan kotoran, gudang pakan dan

peralatan kandang. Disamping itu harus dilengkapi dengan tempat penampungan air yang

terletak diatas (tangki air) yang dihubungkan dengan pipa ke seluruh kandang. (Santoso,

2002)

21
III

PEMBAHASAN

Sistem perkandangan di Indonesia pada umumnya masih belum ada acuan yang jelas

terutama mengenai ukuran kandang yang ideal untuk sapi perah. Salah satu sumber ketentuan

pendirian kandang di peternakan adalah SK Dirjenak No. 776/kpts/DJP/ Deptan/1982. Surat

keputusan ini mengatur syarat-syarat teknis perusahaan peternakan sapi perah dan UU No. 6

Tahun 1967 mengatur tentang ketentuan.Ketentuan pokok peternakan dan kesehatan hewan

yaitu pasal 4 tentang kewajiban perusahaan peternakan unutuk menyediakan lahan, air dan

pakan ternak , pasal 12 tentang kesimbangan tanah dan pasal 14 perlunya perluasan wilayah

ternak. Beberapa aspek yang perlu di perhatikan dalam pembangunan kandang sapi perah

adalah :

a. Aspek Ekonomi

Dalam membangun kandang ternak harus memperhatikan aspek ekonomis, yang

dimaksud disini adalah kandang yang dibangun tidak terlalu mahal, tetapi diusahakan

semurah mungkin, tetapi masih memenuhi persyaratan teknis. Yaitu ternak akan betah

tinggal didalam kandang dan membuat pertumbuhan ternak yang normal, sehat sehingga akan

memberikan hasil yang optimal. Selain itu, keadaan ekonomi peternak juga sangat
mempengaruhi model atau tipe kandang yang akan dibangun. Untuk pembangunan kandang

biaya sedapat mungkin lebih murah tetapi dengan bahan-bahan yang cukup kuat dan tahan

lama.

b. Aspek Sosial

Usaha peternakan dapat menghasilkan limbah atau kotoran yang baunya sangat

menyengat hidung apabila kotoran tersebut bercampur dengan air kencing, sisa-sisa pakan

dan sisa air minumnya, terlebih-lebih bila kotoran atau limbah tersebut tidak dikelola dengan

baik, maka akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Untuk mengantisipasi hal tersebut di

22
atas, dianjurkan agar kandang jauh dengan tempat tinggal atau rumah penduduk sekitarnya.

Hal ini untuk mengantisipasi dampak negatif akibat limbah atau kotoran ternak yang kita

usahakan.

c. Aspek Teknis

- Lokasi Kandang

1. Transportasi Mudah

2. Dekat Sumber Air

3. Jauh dari Keramaian

4. Dekat dengan Sumber Pakan

5. Bebas dari Genangan Air

6. Ada Ijin Diri Bangunan

7. Jumlah Atau Populasi Ternak

8. Ketersediaan Bahan Baku

9. Konstruksi

10. Pondasi

11. Lantai Kandang

12. Dinding Kandang

3.1. Model Kandang Tradisional Sapi Perah

Kandang tradisional sapi perah biasanya terdapat pada peternakan individu dengan

populasi 1-10 ekor dengan perlengkapan kandang yang kurang memadai dan bentuknya yang

tunggal atau ganda. Bentuk kandang tipe tunggal biasanya penempatan sapi dilakukan pada

satu baris atau satu jajaran sedangkan tipe kandang ganda yaitu penempatan sapi dilakukan

dua baris dengan tippe head to head atau tail to tail. Pada kandang tradisional bangunan

kandang sederhana, atap dari rumbia, genteng dan lantai dari tanah sedangkan peralatanya

23
berupa tempat makan dan minum dari ember plastik. Hijauan disebarkan ke lantai bercampur

dengan kotoran atau limbah lain.

Menurut Ambo Ako (2012) jenis kandang sapi perah yang dikenal di Indonesia adalah

sebagai berikut:

1. Kandang sapi dewasa (sapi laktasi)

Ukuran kandang 1,75 x 1,2 m, masing-masing dilengkapi tempat makan dan tempat

air minum dengan ukuran masing-masing 80 x 50 cm dan 50 x 40 cm. Kandang sapi dewasa

dapat juga dipakai untuk sapi dara.

2. Kandang pedet

Kandang pedet ada 2 macam yaitu individual dan kelompok. Untuk kandang

individual sekat kandang sebaiknya tidak terbuat dari tembok supaya sirkulasi udara lancar,

tinggi sekat + 1 m. Ukuran kandang untuk 0 – 4 minggu 0,75 x 1,5 m dan untuk 4 – 8 minggu

1 x 1,8 m. Pada kandang kelompok adalah untuk anak sapi yang telah berumur 4 – 8 minggu

dengan ukuran 1 m2/ekor dan pada umur 8 – 12 minggu 1,5 m2/ekor dengan dinding setinggi

1 m. Dalam satu kelompok sebaiknya tidak dari 4 ekor. Tiap individu harus dilengkapi

tempat makan dan tempat air minum.

3. Kandang pejantan

24
Sapi pejantan pada umumnya dikandangkan secara khusus. Ukuran lebih besar dari

pada kandang induk dan konstruksinya lebih kuat. Bentuk yang paling baik untuk kandang

pejantan adalah kandang yang berhalaman atau Loose Box. Lebar dan panjang untuk

kandang pejantan minimal 3 x 4 m dengan ukuran halaman 4 x 6 m. Tinggi atap hendaknya

tidak dijangkau sapi yaitu 2,5 m, tinggi dinding kandang dan pagar halaman 180 cm atau

paling rendah 160 cm. Lebar pintu 150 cm dilengkapi dengan beberapa kayu penghalang.

Pagar halaman terbuat dari tembok setinggi 1 m, di atasnya dipasang besi pipa dengan

diameter 7 cm, disusun dengan jarak 20 cm. Lantai kandang dibuat miring ke arah pintu,

perbedaan tinggi paling tidak 5 cm. Lantai halaman lebih baik dari beton. Perlengkapan lain

yang diperlukan sama seperti pada kandang yang lain. Pemberian ransum harus dilakukan

dari luar kandang/dinding demi untuk keamanan.

4. Kandang kawin

Tempat kawin dibuat pada pada bagian yang berhubungan dengan pagar halaman

kandang pejantan yang diatur dengan pintu-pintu agar perkawinan dapat berlangsung dengan

mudah dan cepat. Ukuran kandang kawin; panjang 110 cm, lebar bagian depan 55 cm, lebar

bagian belakang 75 cm, tinggi bagian depan 140 cm dan tinggi bagian belakang 35 cm.

Bahan kandang kawin sebaiknya digunakan balok berukuran 20 x 20 cm. Tiang balok
ditanam ke dalam tanah sedalam 50 – 60 cm dan dibeton supaya kokoh.

3.2. Model Kandang Modern Sapi Perah.

Pengembangan sistem kandang modern didorong oleh kawanan ternak yang semakin

besar, produksi per sapi yang meningkat, serta mekanisasi dan otomatisasi dalam cara

pemberian pakan dan pemerahan susu. Pemerahan bisa berlangsung lebih praktis dan cepat

dan di ruang terbuka, tidak seperti dalam petak kandang (stall). Salah satu faktor kunci dalam

peternakan modern ialah efisiensi kerja. Ini menuntut tipe perkandangan yang kompak dan

terancang dengan baik. Beberapa faktor yang akan memengaruhi rancangan itu meliputi

ukuran, cara pemerahan, cara pemberian pakan, tenaga kerja, ruang yang tersedia, dan

seterusnya. Kandang sapi modern berukuran panjang 24 m dan lebar 10 m , dengan 3 buah

25
bejana terbuat dari pasangan batu bata, masing – masing 2 buah tempat pakan di pinggir, dan

tempat minum disamping. Dengan lantai terbuat dari cor beton bertulang untuk

mempermudah pembersihan kotoran sapi, ukuran kandang sepanjang 24 m dan lebar 10 m

dan dipisahkan oleh bejana air minum. Pintu kandang terbuat dari tiang dari pipa setebal 80

mm, diberi penguat besi sling untuk perkuatan karena lebar pintu hampir 5 m , konstruksi

pagar mendatar dapat menggunakan pipa diameter 50 mm.

3.3. Model Perkandangan yang Cocok di Indonesia (daerah Tropis)

Kebutuhan kandang sapi perah di negara iklim tropis lebih sederhana bila

dibandingkan dengan negara sub tropis yang lebih dingin, sehingga di negara tropis kandang
tetap dibutuhkan untuk melindungi ternak pada malam hari, panas terik sinar matahari, dan

hujan lebat juga mempermudah pemeliharaan. Bangunan yang sederhana cukup dibangun

kandang pedet, sapi dara dan sapi dewasa untuk menjaga ternak dari binatang predator.

Kandang sapi perah dapat dibangun dalam skala kecil di daerah tropis dengan pertanian

intensif, sistem pemerahan yang berkesinambungan dan persediaan pakan ternak untuk

mencukupi produksi susu dan pokok hidup sapi.

Suhu udara di Indonesia pada umumnya tinggi yaitu antara 24 – 34 oC, dan

kelembaban udara juga tinggi yaitu antara 60 - 90%. Hal ini dapat menyebabkan proses

penguapan dari tubuh sapi terhambat sehingga sapi mengalami cekaman panas. Tingginya

suhu dan kelembaban udara tersebut disebabkan oleh radiasi matahari yang tinggi, sehingga

26
lokasi peternakan sapi perah di Indonesia akan lebih baik jika berada pada ketinggian di atas

800 m d.p.l. Selain radiasi, produksi panas hewan yang berupa panas laten dan panas

sensible, tinggi, luas, bahan atap dan bukaan ventilasi yang kurang tepat merupakan

penyebab naiknya suhu dan kelembaban udara dalam kandang sapi perah. Salah satu upaya

untuk menurunkan suhu dan kelembaban udara di dalam kandang yaitu dengan sistem

ventilasi agar terjadi pertukaran udara di dalam dan luar kandang dengan baik sehingga panas

dalam kandang dapat diminimalisir. Pada ventilasi alamiah, pertukaran udara terjadi jika ada

perbedaan tekanan melalui bukaan bangunan dan angin. Luas bukaan ventilasi sangat

mempengaruhi pola aliran dan distribusi udara dalam kandang yang dapat menentukan

besarnya distribusi suhu dan kelambaban udara dalam kandang .

Untuk memperoleh luas bukaan ventilasi (alamiah) yang menghasilkan distribusi suhu

dan kelambaban udara dalam kandang yang baik, diperlukan analisis sifat dan pola aliran

serta distribusi udara dalam kandang. Pada ventilasi alamiah, pertukaran udara terjadi jika ada

perbedaan tekanan melalui bukaan bangunan dan angin. Luas bukaan ventilasi sangat

mempengaruhi pola aliran dan distribusi udara dalam kandang yang dapat menentukan

besarnya distribusi suhu dan kelambaban udara dalam kandang . Untuk memperoleh luas

bukaan ventilasi (alamiah) yang menghasilkan distribusi suhu dan kelambaban udara dalam

kandang yang baik, diperlukan analisis sifat dan pola aliran serta distribusi udara dalam
kandang. Tipe kandang yang dapat di gunakan di Indonesia :

a. Kandang Terbuka

Kandang Terbuka adalah kandang yang semua sisinya terbuka.

Kelebihan :

a. Biaya pembangunan murah

b. Biaya oprasional murah

c. Tidak ketergantungan dengan listrik, karena apabila listrik mati maka sistem akan

terganggu.

Kekurangan :

27
a. Perlindungan terhadap penyakit kurang baik

b. Perlindungan terhadap factor lingkungan kurang baik

b. Kandang Tertutup

Tujuan membangun kandang tertutup adalah:

1. Untuk menyediakan udara yang sehat bagi ternak (sistem ventilasi yang baik) yaitu

udara yang menghadirkan sebanyak-banyaknya oksigen, dan mengeluarkan sesegera

mungkin gas-gas berbahaya seperti karbondioksida dan amonia.

2. Menyediakan iklim yang nyaman bagi ternak. Untuk menyediakan iklim yang

kondusif bagi ternak dapat dilakukan dengan cara: mengeluarkan panas dari kandang

yang dihasilkan dari tubuh ternak dan lingkungan luar, menurunkan suhu udara yang

masuk serta mengatur kelembaban yang sesuai.

3. Meminimumkan tingkat stress pada ternak.

Kelebihan :

a. Perlindungan ternak terhadap penyakit dapat di maksimalkan.

b. Tenak tidak terpengaruh dengan lingkungan luar

Kekurangan :

a. Biaya pembangunan mahal

b. Biaya oprasional mahal

c. Ketergantungan dengan listrik, karena apabila listrik mati maka sistem akan

terganggu.

28
IV

KESIMPULAN

- Landasan hukum yang berhubungan dengan pembangunan perkandangan salah

satunya SK Dirjenak No. 776/kpts/DJP/ Deptan/1982 dan UU No. 6 Tahun 1967

mengatur tentang ketentuan. Aspek yang perlu diperhatikan dalam pembangunan

kandang, diantaranya aspek ekonomi, aspek social, dan aspek teknis.

- Kandang tradisional sapi perah biasanya terdapat pada peternakan individu dengan
populasi 1-10 ekor dengan perlengkapan kandang yang kurang memadai dan

bentuknya yang tunggal atau ganda.

- Kandang modern sapi perah yaitu pengembangan sistem kandang dan didorong oleh

kawanan ternak yang semakin besar jumlahnya, produksi per sapi yang meningkat,

serta mekanisasi dan otomatisasi dalam cara pemberian pakan dan pemerahan susu.

- Kebutuhan kandang sapi perah di negara iklim tropis lebih sederhana bila

dibandingkan dengan negara sub tropis yang lebih dingin, sehingga di negara tropis

kandang tetap dibutuhkan untuk melindungi ternak pada malam hari, panas terik sinar

matahari, dan hujan lebat juga mempermudah pemeliharaan.

29
.

30

Anda mungkin juga menyukai