Abu Bakar
Abu Bakar
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abu Bakar Ash-Shiddiq merupakan sahabat Nabi yang menjadi salah satu orang
yang mendapat gelar Asabiqunal Awwalun yaitu orang-orang yang pertama kali masuk
Islam. Beliau juga mendapat gelar Ash-Shiddiq lantaran beliau lah orang yang
membenarkan peristiwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah.
Nabi Muhammad SAW wafat pada tanggal 12 Rabiulawal tahun 11 H atau tanggal 8
Juni 632 M. Saat itu, Beliau berumur 63 tahun. Sesaat setelah beliau wafat, situasi di
kalangan umat Islam sempat kacau. Hal itu disebabkan Nabi Muhammad SAW tidak
menunjuk calon penggantinya secara pasti, dua kelompok yang merasa paling berhak
dicalonkan sebagai pengganti nabi Muhammad SAW adalah kaum Muhajirin dan kaum
Anshar.
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin
Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib al-Quraisyi at-Taimi, yang
lebih dikenal dengan Abu Bakar ash-Shiddiq bin Abu Quhafah. Dijuluki ash-Shiddiq
(orang yang selalu membenarkan) ini setiap kali Rasulullah SAW mengabarkan sesuatu,
Abu Bakar selalu menjadi orang yang paling pertama membenarkan dan mengimaninya.
Karena beliau begitu yakin bahwa Rasulullah SAW tidak berbicara berdasarkan nafsu.
Abu Bakar dilahirkan dua tahun enam bulan setelah peristiwa penyerangan Ka’bah oleh
tentara gajah. Beliau berkulit putih, berperawakan kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil
pinggangnya sehingga kainnya selalu turun dari pinggangnya, wajahnya tirus, matanya
cekung, berkening lebar, dan selalu mewarnai jenggotnya jenggotnya dengan inai maupun
katam (sejenis tumbuhan yang digunakan untuk menghitamkan rambut). Beliau tumbuh di
bawah naungan ayahnya Abu Quhafah yang masuk islam pada peristiwa Fathu Makkah,
dan ibunya Ummul Khair, Salma binti Sakhr bin Amir (sepupu Abu Quhafah) yang masuk
islam dan menjadi salah satu shahabat Rasulullah SAW bersama sang putra.
Masa muda Abu Bakar tidak ternodai oleh keburukan dan perilaku negatif kaum
jahiliyyah, kerena beliau memegang teguh sifat-sifat luhur bangsa Arab. Abu Bakar
dikenal sebagai pribadi yang berakhlak mulia, sosok yang menyenangkan, mudah
membantu sesama, jujur dalam setiap perkataannya, baik pergaulannya, bahkan
mengharamkan atas dirinya khamar sejak masa jahiliyyah.
Pada masa kecilnya Abu Bakar bernama Abdul Ka'bah. Nama ini diberikan
kepadanya sebagai realisasi nazar ibunya sewaktu mengandungnya. Kemudian nama itu
ditukar oleh Nabi Muhammad SAW menjadi Abdullah bin Kuhafah at-Tamimi. Gelar Abu
Bakar diberikan Rasulullah SAW karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam,
sedang gelar as-Siddiq yang berarti 'amat membenarkan' adalah gelar yang diberikan
kepadanya karena ia amat segera memberikrar Rasulullah SAW dalam berbagai macam
peristiwa, terutama peristiwa "Isra Mikraj".
Ayahnya bernama Usman (juga disebut Abi Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Saad
bin Taim bin Murra bin Kaab bin Luayy bin Talib bin Fihr bin Nadr bin Malik. Ibunya
bernama Ummu Khair Salma binti Sakhr. Garis keturunan ayah dan ibunya bertemu pada
neneknya bernama Kaab bin Sa'd bin Taim bin Muarra. Kedua orang tuanya berasal dari
suku Taim, suku yang melahirkan banyak tokoh terhormat.
Sejak kecil ia dikenal sebagai anak yang baik dan sabar, jujur, dan lemah lembut, dia
merupakan lambang kesucian dan ketulusan hati. Sifat-sifat yang mulia itu membuat ia
disenangi oleh masyarakat. la menjadi sahabat Nabi Muhammad SAW semenjak keduanya
masih remaja. Setelah dewasa ia mencari nafkah dengan jalan berdagang dan ia dikenal
sebagai pedagang yang jujur, berhati suci dan sangat dermawan, dan ia dikenal sebagai
pedagang yang sukses.
Selain itu, Abu Bakar adalah seorang pemikir Makkah yang memandang
penyembahan berhala itu suatu kebodohan dan kepalsuan belaka, ia adalah orang yang
menerima dakwah tanpa ragu dan ia adalah orang pertama yang memperkuat agama Islam
serta menyiarkannya. Di samping itu ia suka melindungi golongan lemah dengan hartanya
sendiri dan kelembutan hatinya. Di samping itu, Abu Bakar dikenal mahir dalam ilmu
nasab (pengetahuan mengenai silsilah keturunan). la menguasai dengan baik berbagai
nasab kabilah dan suku-suku arab.
Dalam usia muda itu ia menikah dengan Qutailah binti Abdul Uzza. Dan
perkawinannya ini lahir dua orang anak bernama Abdur Rahman dan Aisyah. Kemudian
setelah di Madinah ia menikah dengan Habibah binti Kharijah, setelah itu menikah dengan
Asma' binti Umais yang melahirkan Muhammad.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia.
Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan
yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada
pemerintahan Madinah. Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut
Perang Riddah (perang melawan kemurtadan) dan pahlawan yang banyak berjasa dalam
perang tersebut adalah Khalid bin Walid.
Abu Bakar wafat pada tanggal 23 Agustus 634 di Madinah karena sakit yang
dideritanya pada usia 61 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah putrinya Aisyah di dekat
Masjid Nabawi, di samping makam Nabi Muhammad SAW.
Abu Bakar yang memulai penakhlukan dan perluasan Islam pada masanya, Islam
mampu menakhlukan Persia dan Romawi, bahkan beliau meninggal pada saat perang
yarmuk melawan imperium Romawi. Dalam setiap peperangan yang diperintahkan beliau
adalah selalu menanamkan nilai-nilai etika yang berdasar al Qur’an dan as sunnah. Beliau
mewasiatkan pada kaum Muslimin : “Janganlah sekali-kali membunuh pendeta biarlah
mereka melaksanakan peribadatan sesuai keyakinan mereka.
Kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa
Rasulullah saw, bersifat sentral : kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di
tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, khalifah juga melaksanakan
hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad saw, Abu Bakar selalu
mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim
kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai al Hirah
pada tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat jenderal yaitu
Abu Ubaidah, Amr ibnu ‘Ash, Yazid ibnu Abi Sufyan dan Syurahbil. Sebelumnya pasukan
dipimpin oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini,
Khalid ibnu Walid diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang
dijalani, dia sampai ke Syria.
Abu Bakar ash Sidiq juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis al Quran.
Dikatakan bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah dalam
perang Ridda, banyak penghafal al Qur’an yang ikut tewas dalam pertempuran. Abu Bakar
ash Sidiq lantas meminta Umar bin Khattab untuk mengumpulkan koleksi dari al Qur’an.
Setelah lengkap koleksi ini, yang dikumpulkan dari para penghafal al Quran dan tulisan-
tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya, oleh sebuah
tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, lalu disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar
bin Khattab dan juga istri dari Nabi Muhammad saw. Kemudian pada masa pemerintahan
Ustman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al Qur’an hingga yang dikenal
hingga saat ini.
Di masa awal pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan berbagai kekacauan dan
pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad, aktifnya orang-orang yang
mengaku diri sebagai nabi (nabi palsu), pemberontakan dari beberapa kabilah Arab dan
banyaknya orang-orang yang ingkar membayar zakat.
Meskipun fase permulaan dari kekhalifahan Abu Bakar penuh dengan kekacauan, ia
tetap berkeras melanjutkan rencana Rasulullah SAW untuk mengirim pasukan ke Daerah
Suriah di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Pada mulanya keinginan Abu Bakar
ditentang oleh para sahabat dengan alasan suasana dalam negeri sangat memprihatinkan
akibat berbagai kerusuhan yang timbul. Akan tetapi setelah ia meyakinkan mereka bahwa
itu adalah rencana Rasulullah SAW, akhirnya pengiriman pasukan itu pun disetujui.
Langkah politik yang ditempuh Abu Bakar itu ternyata sangat strategis dan
membawa dampak yang positif. Pengiriman pasukan pada saat negara dalam keadaan
kacau menimbulkan interpretasi di pihak lawan bahwa kekuasaan Islam cukup tangguh
sehingga para pemberontak menjadi gentar.
Di samping itu, bahwa langkah yang ditempuh Abu Bakar tersebut juga merupakan
taktik untuk mengalihkan perhatian umat Islam dalam perselisihan yang bersifat intern.
Pasukan Usamah berhasil menunaikan tugasnya dengan gemilang dan kembali dengan
membawa harta rampasan perang yang berlimpah.
Berita wafatnya Nabi Muhammad SAW, bagi para sahabat dan kaumslimin adalah
seperti petir di siang bolong karena sangat cinta mereka kepada Rasulullah. Apalagi bagi
para sahabat yang biasa hidup bersama di bawah asuhannya. Sehingga ketika kabar
wafatnya Rasulullah beredar ada orang tidak percaya akan kabar tersebut. Di antaranya
adalah sahabat Umar bin Khattab yang dengan tegas membantah setiap orang yang
membawa kabar wafatnya beliau. Di saat keadaan gempar yang luar biasa ini datanglah
sahabat Abu Bakar untuk menenangkan kegaduhan itu, ia berkata di hadapan orang
banyak; "Wahai manusia, siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad sudah
wafat, dan barang siapa menyembah Allah, Allah hidup tidak akan mati selamanya".
Sejarah mencatat, bahwa masalah yang paling krusial setelah nabi wafat adalah
masalah politik, yaitu penentuan siapa yang berhak menggantikan nabi sebagai kepala
Negara (khalifah). Begitu penting masalah ini, sehingga penguburan Nabi tertunda.
Tentang penggantian Nabi sebagai Rasul sudah di atur oleh wahyu dan memang
Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul terakhir, sedangkan penggantian sebagai kepala
Negara tidak diatur oleh wahyu dan Nabi pun tidak ada berwasiat.
Setelah kaum Muslimin dan para sahabat menyadari tentang wafatnya Rasulullah
SAW, maka Abu Bakar dikagetkan lagi dengan adanya perselisihan faham antara kaum
Muhajirin dan Anshar tentang siapa yang akan menggantikan Nabi sebagai khalifah kaum
Muslimin. Pihak Muhajirin menghendaki dari golongan Muhajirin dan pihak Anshar
menghendaki pihak yang memimpin. Situasi yang memanas inipun dapat diatasi oleh Abu
Bakar, dengan cara Abu Bakar menyodorkan dua orang calon khalifah untuk memilihnya
yaitu Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah. Namun keduanya justru menjabat
tangan Abu Bakar dan mengucapkan baiat memilih Abu Bakar.
Ada beberapa faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, yaitu:
a. Menurut pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah (pemimpin)
haruslah berasal dari suku Quraisy; pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi
Muhammad SAW yang berbunyi "al-aimmah min Quraisy" (kepemimpinan itu di
tangan orang Quraisy).
b. Sahabat sependapat tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai khalifah karena
beberapa keutamaan yang dimilikinya, antara ia adalah laki-laki dewasa pertama
yang memeluk Islam, ia satu-satunya sahabat yang menemani Nabi SAW pada saat
hijrah dari Makkah ke Madinah dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, ia yang
ditunjuk oleh Rasulullah SAW untuk mengimami shalat pada saat beliau sedang
uzur, dan ia keturunan bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
c. Beliau sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama maupun
kekeluargaan. Beliau seorang dermawan yang mendermakan hartanya untuk
kepentingan Islam.
Sebagai khalifah Abu Bakar mengalami dua kali baiat. Pertama di Saqifa Bani
Saidah yang dikenal dengan Bai 'at Khassah dan kedua di Masjid Nabi (Masjid Nabawi) di
Madinah yang dikenal dengan Bai’at A 'mmah.
Seusai acara pembaitan di Masjid Nabawi, Abu Bakar sebagai khalifah yang baru
terpilih berdiri dan mengucapkan pidato. la memulai pidatonya dengan menyatakan
sumpah kepada Allah SWT dan menyatakan ketidak berambisiannya untuk menduduki
jabatan khalifah tersebut. Abu Bakar selanjutnya mengucapkan "Saya telah terpilih
menjadi pemimpin kamu sekalian meskipun saya bukan orang yang terbaik di antara
kalian. Karena itu, bantulah saya seandainya saya berada di jalan yang benar dan
bimbinglah saya seandainya saya berbuat salah. Kebenaran adalah kepercayaan dan
kebohongan adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian menjadi kuat dalam
pandangan saya hingga saya menjamin hak-haknya seandainya Allah menghendaki dan
orang yang kuat di antara kalian adalah lemah dalam pandangan saya hingga saya dapat
merebut hak daripadanya. Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan
bila saya mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, janganlah ikuti saya".
Dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala Negara dan pimpinian umat Islam, Abu
Bakar senantiasa meneladani perilaku Rasulullah SAW. Prinsip musyawarah dalam
pengambilan keputusan, seperti yang dijalankan oleh Nabi SAW, selalu praktekannya. Ia
sangat memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak segan-segan membantu mereka yang
kesulitan. Terhadap sesama sahabat, perhatiannya juga sangat besar. Sahabat yang telah
menduduki suatu jabatan pada masa Nabi SAW tetap dibiarkan tetap pada jabatannya,
sedangkan sahabat yang lain yang belum mendapatkan jabatan dalam pemerintahan
dengan keterampilan yang ia miliki.
Untuk meningkatkan kesejahteraan umum, Abu Bakar membentuk lembaga Bait al-
Mal, semacam kas Negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kapada
Abu Ubaidah, sahabat nabi yang digelari amin al-ummah (kepercayaan umat). Selain itu
didirikan pula lembaga pengadilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar bin Khatab.
Kebjiksanaan lain yang ditempuh Abu Bakar adalah membagai sama rata hasil rampasan
peran (ganimah). Dalam hal ini, ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khatab yang
menginkan pembagian dilakukan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan Abu
Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama Islam akan mendapat pahala
dari Allah SWT di akhirat. Karena itu, biarkanlah didunia mereka mendapat bagian yang
sama.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah Rasulullah wafat, umat Islam berada di ambang pintu perpecahan. Abu
Bakar yang saat itu berada dalam pihak yang benar, ketika melihat kondisi yang cukup
tegang, beliau berhasil menarik hati kaum Anshar dan mengawali pidatonya dengan
melunakkan hati Anshar dan menengakan keadaan. Barulah setelah itu ia menyampaikan
kebenaran akan hadits tentang siapa yang berhak dalam urusan kekhalifahan ini.
Kita semua tentu meyakini bahwa kita berada dalam jalan yang benar. Namun dalam
dakwah, Abu Bakar telah memberikan contohnya, bahwa kebenaran haruslah disampaikan
dengan cara yang benar sehingga tidak malah menimbulkan perpecahan yang justru
merugikan. Begitulah kebenaran yang disampaikan dengan jalan yang tidak benar akan
sulit untuk membuahkan kebaikan.
Pemerintahan Abu Bakar punya jati diri sendiri serta pembentukannya yang
sempurna, mencakup kebesaran jiwa yang sungguh luar biasa, bahkan sangat
menakjubkan. Kita sudah melihat betapa tingginya kesadaran Abu Bakar terhadap prinsip-
prinsip yang berpedoman pada Al-Qur'an sehingga ia dapat memastikan untuk
menanamkan pada dirinya batas antara kebenaran untuk kebenaran dengan kebohongan
untuk kebenaran.
B. Saran
Pembahsan telah usai maka, kami sebagi penyusun serta penulis makalah ini
berpesan atau saran bagi semuanya supaya:
Setelah mengetahui ini hidup makin baik dan mempunyai teladan dalam
mengarungi kehidupan.
Bisa memahami dan mengajarkan kepada sesama agar lebih bermanfaat
Dan juga bisa menda’wah kanya untuk memperbesar tubuh islam di dunia ini dan
semakin banyak yang tercurahkan dengan islam.
Daftar Pustaka
Asy-Syaikh, Abdus Sattar. 2013. 10 Shahabat yang Dijamin Masuk Surga. Jakarta: Darus
Sunnah Press.
http://uinkediri.blogspot.co.id/2015/05/contoh-makalah-biografi-khalifah-abu_30.html
http://uinkediri.blogspot.co.id/2015/05/contoh-makalah-biografi-khalifah-abu_30.html
http://fadhilah-ms3.blogspot.co.id/2014/05/islam-periode-khalifah-abu-bakar.html
MAKALAH
Nama Kelompok 1 :
Kelas : X PMIA II
KEMENTERIAN AGAMA
MAN 1 OLAK KEMANG KOTA JAMBBI
TAHUN AJARAN 2016/2017