Responsi Paru (Revisi)
Responsi Paru (Revisi)
PARU
TUBERKULOSIS PARU
Penyusun:
Teguh Prasetia Lakukua
NIM 0607012310022
Pembimbing:
dr. Nur Aisha, Sp. P
DEPARTEMEN IPD
RSUD DR. MOHAMMAD SOEWANDHIE
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CIPUTRA
SURABAYA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis baru-baru ini muncul kembali sebagai masalah mayor dalam masalah
kesehatan. Setiap tahun, sekitar 2 juta orang di seluruh dunia meninggal karena
tuberkulosis dan 9 juta menjadi terinfeksi. Di Amerika Amerika, sekitar 14.000 kasus
tuberkulosis dilaporkan pada tahun 2006, penurunan 3,2% dari tahun sebelumnya.
Prevalensi tuberkulosis terus meningkat karena dari peningkatan jumlah pasien
terinfeksi dengan penyakit imunodefisiensi manusia, resistensi bakteri terhadap obat-
obatan, meningkat secara internasional dan imigrasi dari negara-negara dengan
prevalensi tinggi, dan meningkatnya jumlah tunawisma dan penyalahguna narkoba.
Dengan 2 miliar orang, sepertiga dari populasi dunia, diperkirakan terinfeksi dengan
mikobakteri, semua perawat, apapun bidang perawatan, perlu dipahami patofisiologi,
ciri-ciri klinis, dan prosedur diagnosis dari tuberkulosis. Pasien rawat inap berada
pada kondisi kurang optimal saat keadaan kekebalan tubuh, khususnya di unit
perawatan intensif, membuat paparan tuberkulosis yang lebih serius dibandingkan di
komunitas. Dengan memahami organisme penyebab, patofisiologi, penularan, dan
diagnosis tuberkulosis dan manifestasi klinis pada pasien, perawatan kritis akan lebih
baik siap untuk mengenali infeksi, mencegah penularan, dan mengobati penyakit
yang semakin umum.
Tuberkulosis telah muncul kembali sebagai masalah kesehatan masyarakat yang
utama dan merupakan hal yang penting sebagai penyakit menular paling mematikan
kedua di seluruh dunia. Memahami patofisiologi penyakit menular ini yang
ditularkan melalui udara, dari infeksi yang primer menjadi penyakit progresif primer
atau latensi (aktif). Penting memahami patofisiologinya yang akan membantu
perawatan kritis, waspadai penyebab klasik serta tanda dan gejala tuberkulosis.
Banyak tes diagnostik yang berbeda dapat digunakan untuk mengevaluasi pasien
dengan dugaan tuberkulosis, dan stadium atau perkembangan penyakit sangat
mempengaruhi hasilnya. Bahkan di perawatan kritis, setiap petugas kesehatan
memiliki kesempatan untuk berkontribusi pada pengendalian TBC dengan belajar
tentang tanda dan gejala penyakit, faktor risiko khusus untuk pasien perawatan kritis,
dan yang sesuai tindakan yang harus diambil jika diperlukan. Semakin banyak
petugas kesehatan yang tahu tentang tuberkulosis, semakin banyak yang bisa mereka
lakukan pada berkontribusi untuk meminimalkan penularannya, membuat diagnosis
dini, dan mencegah peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit ini.
1
BAB II
RINCIAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nomor RM : 704708
Nama : Tn. Mochamad Bayu (L)
Tanggal Lahir : 31 Mei 1992
Usia : 31 tahun
Alamat : Kedung Rukem 4/38
Agama : Islam
Masuk IGD : 28 Februari 2024
Pekerjaan : Driver grab
B. Subjektif
Keluhan Utama : Batuk berdarah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan batuk berdarah sejak 3 jam SMRS.
Terdapat darah berwarna merah segar yang bercampur lendir hasil dari batuk
pasien. Volume darah sekitar setengah gelas 300 mL. Tidak terdapat nyeri
pada leher maupun dada, sebelum maupun sesudah batuk.
Pasien mengeluhkan sesak napas sejak 1 minggu SMRS. Sesak napas
dirasakan semakin bertambah seiring bertambahnya hari.
Terdapat keluhan batuk berdahak selama kurang lebih 2 minggu SMRS.
Terdapat keluhan penurunan berat badan selama kurang lebih 3 minggu
SMRS. Pasien mengatakan celana yang dipakai terasa lebih longgar. Keluarga
pasien mengatakan pasien terlihat lebih kurus.
Terdapat keluhan lemas selama kurang lebih seminggu SMRS.
2
Terdapat keluhan keringat malam selama kurang lebih seminggu SMRS.
Pasien mengatakan berkeringat pada malam hari dan mendapati bantal basah
setelah terbangun pada malam hari.
Terdapat keluhan demam yang naik turun kurang lebih seminggu SMRS.
Pasien sudah mencoba meminum paracetamol. Setelah meminum
paracetamol, suhu tubuh sempat turun, tetapi naik lagi setelah beberapa jam
kemudian.
Tidak terdapat keluhan pada BAB dan BAK.
Napsu makan dan minum masih dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Alergi: -
Riwayat MRS: -
Riwayat Sosial:
C. Objektif
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis
3
GCS : 4-5-6
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 99/45 mmHg
Denyut nadi : 129 kali/menit
Laju pernafasan : 28 kali/menit
Suhu : 36,80 C
Saturasi oksigen : 64% spontan
Kepala/Leher:
Thorax:
Cor:
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, tidak tampak scar & jejas
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Auskultasi : S1 dan S2 tunggul, murmur (-)
Thorax:
Abdomen :
4
Palpasi : undulasi (-), tugging of umbilicus (-), Hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, ginjal tidak teraba.
Ekstremitas:
5
NRM 10 lpm normokromik (D2)
normositik Inj. Asam
Hb 12.0 (L) traneksamat 3x500
Eritrosit 4.27 (L) Codein 3x10 PO
Hct 33.7 (L) Curcuma 2x1 PO
Neutrofil 78.5 (H)
SGOT 41 (H) Cek sputum TCM
MRS ruang isolasi
Foto thorax AP: TB
infiltrat di supra
para hiler dekstra
sinistra
01/03/2024 Batuk berdarah, KU cukup GCS TB paru riwayat O2 NRM 10 lpm
lemas, sesak, muntah 456 akral HKM TB putus obat + Inf. NaCl 1500
(-) TD: 100/57 obs. Hemoptisis mL/24 jam
mmHg + transaminitis Inj. Ceftriaxone 2x1
HR: 78 x/menit + anemia (D3)
RR: 20 x/menit normokromik Inj. Asam
T: 36,8 C normositik traneksamat 3x500
SpO2: 98% NRM Codein 3x10 PO
10 lpm Curcuma 2x1 PO
Sputum TCM:
M.TB terdeteksi
sedang,
Rifampisin
sensitive
02/03/2024 Batuk berdarah (-), KU cukup GCS TB paru riwayat O2 NRM 10 lpm
lemas, sesak, muntah 456 akral HKM TB putus obat + Inf. NaCl 1500
(-) TD: 102/55 obs. Hemoptisis mL/24 jam
mmHg + transaminitis Inj. Ceftriaxone 2x1
HR: 134 x/menit + anemia (D4)
RR: 27 x/menit normokromik Inj. Asam
6
T: 36 C normositik traneksamat 3x500
SpO2: 92% NRM Codein 3x10 PO
10 lpm Curcuma 2x1 PO
Sputum TCM:
M.TB terdeteksi
sedang,
Rifampisin
sensitive
03/03/2024 Batuk berdarah (-), KU cukup GCS TB paru riwayat O2 NRM 10 lpm
(07.00) lemas, sesak 456 akral HKM TB putus obat + Inf. NaCl 1500
berkurang, muntah (- TD: 90/60 mmHg obs. Hemoptisis mL/24 jam
) HR: 85 x/menit + transaminitis Inj. Ceftriaxone 2x1
RR: 24 x/menit + anemia (D5)
T: 36,6 C normokromik Inj. Asam
SpO2: 94% NRM normositik traneksamat 3x500
10 lpm Codein 3x10 PO
Curcuma 2x1 PO
PCH (+), dyspneu
(+) OAT hari 3:
R450 H300 Z1000
Hb 12.0 (L) E750
Eritrosit 4.27 (L)
Hct 33.7 (L)
Neutrofil 78.5 (H)
SGOT 41 (H)
7
sinistra
Sputum TCM:
M.TB terdeteksi
sedang,
Rifampisin
sensitive
03/03/2024 Batuk berdarah (-), KU cukup GCS TB paru riwayat O2 NRM 10 lpm
(14.00) lemas (-), sesak 456 akral HKM TB putus obat + Inf. NaCl 1500
berkurang, muntah (- TD: 119/67 obs. Hemoptisis mL/24 jam
) mmHg + transaminitis Inj. Ceftriaxone 2x1
HR: 89 x/menit + anemia (D5)
RR: 24 x/menit normokromik Inj. Asam
T: 36,8 C normositik traneksamat 3x500
SpO2: 99% Codein 3x10 PO
Masker O2 8 lpm Curcuma 2x1 PO
Sputum TCM:
M.TB terdeteksi
sedang,
Rifampisin
sensitive
04/03/2024 Batuk berdarah (-), KU cukup GCS TB paru riwayat O2 NRM 10 lpm
lemas (-), sesak 456 akral HKM TB putus obat + Inf. NaCl 1500
berkurang, muntah (- TD: 94/52 mmHg obs. Hemoptisis mL/24 jam
) HR: 89 x/menit + transaminitis Inj. Ceftriaxone 2x1
RR: 22 x/menit + anemia (D6)
T: 36,2 C normokromik Inj. Asam
SpO2: 99% Nasal normositik traneksamat 3x500
kanul 4 lpm k/p batuk berdarah
Codein 3x10 PO
8
Hb 12.0 (L) Curcuma 2x1 PO
Eritrosit 4.27 (L)
Hct 33.7 (L) OAT hari 4:
Neutrofil 78.5 (H) R450 H300 Z1000
SGOT 41 (H) E750
Sputum TCM:
M.TB terdeteksi
sedang,
Rifampisin
sensitive
9
D. Pemeriksaan Penunjang
28 Februari 2024:
Darah Lengkap dan Kimia Darah:
Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
Hemoglobin L 12.0 g/dL 13.2 – 17.3
Jumlah Eritrosit L 4.27 10^6/u 4.40 – 5.90
Hematokrit L 33.7 % 40.0 – 52.0
Jumlah Leukosit 9.49 10^3/u 3.80 – 10.60
Hitung Jenis
Eosinofil L 0.1 % 2.0 – 4.0
Basofil 0.2 % 0–1
Neutrofil H 78.5 % 50 – 70
Limfosit L 12.1 % 20 – 40
Monosit H 9.1 % 2–8
Eosinofil# 0.01 10^3/u 0.00 – 0.40
Basofil# 0.02 10^3/u 0.00 – 0.10
Neutrofil# H 7.45 10^3/u 1.50 – 7.00
^
Limfosit# 1.15 10 3/u 1.0 – 3.7
Monosit# H 0.86 10^3/u 0.00 – 0.70
Ratio N/L H 6.48 < 3.13
Jumlah Trombosit 191 10^3/u 150 – 400
MCV L 78.9 fL 81.0 – 96.0
MCH 28.1 pg 27.0 – 36.0
MCHC 35.6 g/L 31.0 – 37.0
RDW-CV 12.0 % 10.0 – 15.0
RDW-SD L 34.6 fL 37 – 54
10
Kimia Darah
Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
SGOT H 41 U/L 5 – 34
SGPT 27 U/L 0 – 55
Glukosa Darah
108 mg/dL 70 – 200
Acak
BUN 12 mg/dL 6 – 20
Kreatinin Darah 1.0 mg/dL 0.6 – 1.3
Natrium Darah 138 mmol/L 136 – 146
Kalium Darah 3.7 mmol/L 3.5 – 5.0
Imunologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Antigen SARSCOV2 – Negatif
Covid19 Rapid Test Negatif
Methoda
11
Non
Reaktif
Foto thorax AP
Keterangan:
- Cor, besar bentuk normal
- Pulmo, infiltrat di supra – para hiler dekstra sinistra
- Sinus costophrenicus dekstra sinistra tajam
- Penebalan pleura sisi kanan atas dengan penarikan trakea
- Tulan dan soft tissue tak tampak kelainan
12
Kesimpulan:
Pneumonia
1 Maret 2024:
● Mikrobiologi:
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
TCM Terdeteksi sedang Tidak Terdeteksi
Xpert MTB RIF Sensitif
5 Maret 2024:
● Darah Lengkap dan Kimia Darah
●
Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
Hemoglobin L 8.9 g/dL 13.2 – 17.3
Jumlah Eritrosit L 3.24 10^6/u 4.40 – 5.90
Hematokrit L 27.5 % 40.0 – 52.0
Jumlah Leukosit 7.05 10^3/u 3.80 – 10.60
Hitung Jenis
Eosinofil L 1.8 % 2.0 – 4.0
Basofil 0.3 % 0–1
Neutrofil H 69.8 % 50 – 70
Limfosit H 17.3 % 20 – 40
Monosit H 10.8 % 2–8
Eosinofil# 0.01 10^3/u 0.00 – 0.40
^
Basofil# 0.02 10 3/u 0.00 – 0.10
Neutrofil# 7.45 10^3/u 1.50 – 7.00
Limfosit# 1.15 10^3/u 1.0 – 3.7
Monosit# 0.86 10^3/u 0.00 – 0.70
13
Ratio N/L 6.48 < 3.13
Jumlah Trombosit 191 10^3/u 150 – 400
MCV 84.9 fL 81.0 – 96.0
MCH 27.5 pg 27.0 – 36.0
MCHC 35.6 g/L 31.0 – 37.0
RDW-CV 12.0 % 10.0 – 15.0
37 – 54
RDW-SD L 34.6 fL
Kimia Darah
Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
SGOT 24 U/L 5 – 34
SGPT 12 U/L 0 – 55
Albumin L 2.8 g/dL 3.4 – 4.8
Bilirubin total 0.84 mg/dL 0–1
Bilirubin direk H 0.50 mg/dL 0 – 0.2
Bilirubin indirek 0.34 mg/dL
14
Foto Thorax AP (05/03/2023)
Keterangan:
- Cor: besar bentuk normal
- Pulmo: infiltrat di paru dextra sinistra
- Sinus costo phrenicus dextra sinistra tajam
- Penebalan pleura sisi kanan atas
- Diaphragma dextra sinistra tak tampak kelainan
- Tulang dan soft tissue tak tampak kelainan
Kesimpulan:
Pneumonia
15
Temporary problem list, permanent problem list, assessment, dan planning
16
17
BAB III
ANALISIS
18
Pada kasus ini:
- Pasien merupakan perokok aktif
- Risiko tinggi tertular TB: driver grab
19
minggu, nekrotik lingkungannya menyerupai keju lunak, sering disebut nekrosis
kaseosa, dan ditandai dengan oksigen rendah tingkat, pH rendah, dan nutrisi
terbatas masuk. Kondisi ini membatasi lebih lanjut ada pertumbuhan dan
menetapkan latensi. Lesi pada orang dengan memadai sistem kekebalan tubuh
umumnya mengalami fibrosis dan kalsifikasi, sukses sepenuhnya mengendalikan
infeksi begitu bahwa basil tersebut terkandung di dalam lesi yang tidak aktif dan
sembuh. Lesi pada orang dengan sistem kekebalan yang kurang efektif maju ke
pengobatan primer tuberkulosis agresif. Untuk orang yang imunokompetennya
kurang, pembentukan granuloma berhasil namun pada akhirnya tidak berhasil
dalam menampung basil. Nekrotik jaringan mengalami pencairan, dan dinding
berserat kehilangan struktural integritas. Nekrotik semi cair kemudian dapat
mengalir ke bronkus atau pembuluh darah di dekatnya, meninggalkan rongga
berisi udara di situs asli. Pada pasien yang terinfeksi dengan M tuberkulosis,
droplet dapat dibatukkan dari bronkus dan menulari orang lain. Jika keluar dari
paru, dapat terjadinya tuberkulosis luar paru. Basil juga dapat mengalir ke dalam
cairan limfatik, sistem limfatik dan berkumpul di kelenjar getah bening
trakeobronkial dari paru-paru yang terkena, tempat organisme berada dapat
membentuk granuloma kaseosa baru.
D. Manifestasi Klinis Tuberkulosis Paru
Gejala penyakit tuberkulosis paru tergantung pada lokasi lesi berada. Tanda dan
gejala yang sering terjadi pada tuberkulosis paru adalah batuk yang tidak spesifik
tetapi progresif. Biasanya keluhan yang muncul adalah:
1. Batuk lebih dari 2 minggu
2. Batuk berdahak
3. Batuk berdahak dapat bercampur darah
4. Dapat disertai nyeri dada
5. Sesak napas
Dengan dapat disertai gejala lain meliputi:
1. Malaise
2. Penurunan berat badan
3. Anoreksia
4. Menggigil
5. Demam
6. Berkeringat di malam hari
20
Pada kasus ini:
- Batuk berdahak
- Batuk berdahak bercampur darah
- Sesak napas
- Penurunan berat badan
- Demam
- Berkeringat di malam hari
E. Diagnosis tuberkulosis
Semua pasien terduga TB harus menjalani pemeriksaan bakteriologis untuk
mengkonfirmasi penyakit TB. Pemeriksaan bakteriologis merujuk pada
pemeriksaan apusan dari sediaan biologis (dahak atau spesimen lain),
pemeriksaan biakan dan identifikasi M. tuberculosis atau metode diagnostik cepat
yang telah mendapat rekomendasi WHO. Pada wilayah dengan laboratorium yang
terpantau mutunya melalui sistem pemantauan mutu eksternal, kasus TB Paru
BTA positif ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan BTA positif, minimal dari
satu spesimen. Pada daerah dengan laboratorium yang tidak terpantau mutunya,
maka definisi kasus TB BTA positif bila paling sedikit terdapat dua spesimen
dengan BTA positif.
WHO merekomendasikan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan minimal terhadap
rifampisin dan isoniazid pada kelompok pasien berikut:
1. Semua pasien dengan riwayat pengobatan OAT. Hal ini dikarenakan TB resistan
obat banyak ditemukan terutama pada pasien yang memiliki riwayat gagal
pengobatan sebelumnya.
2. Semua pasien dengan HIV yang didiagnosis TB aktif. Khususnya mereka yang
tinggal di daerah dengan prevalensi TB resistan obat yang tinggi.
3. Pasien dengan TB aktif yang terpajan dengan pasien TB resistan obat.
4. Semua pasien baru di daerah dengan kasus TB resistan obat primer >3%.
5. Pasien baru atau riwayat OAT dengan sputum BTA tetap positif pada akhir fase
intensif. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan sputum BTA pada bulan berikutnya.
Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan dapat dilakukan dengan 2 metode :
1. Metode konvensional uji kepekaan obat
Pemeriksaan biakan M.TB dapat dilakukan menggunakan 2 macam medium
padat (Lowenstein Jensen /LJ atau Ogawa) dan media cair MGIT
(Mycobacterium growth indicator tube). Biakan M.TB pada media cair
memerlukan waktu yang singkat minimal 2 minggu, lebih cepat dibandingkan
biakan pada medium padat yang memerlukan waktu 28-42 hari.
2. Metode cepat uji kepekaan obat (uji diagnostik molekular cepat)
Pemeriksaan molekular untuk mendeteksi DNA M.TB saat ini merupakan metode
pemeriksaan tercepat yang sudah dapat dilakukan di Indonesia. Metode molekuler
dapat mendeteksi M.TB dan membedakannya dengan Non-Tuberculous
Mycobacteria (NTM). Selain itu metode molekuler dapat mendeteksi mutasi pada gen
21
yang berperan dalam mekanisme kerja obat antituberkulosis lini 1 dan lini 2. WHO
merekomendasikan penggunaan Xpert MTB/RIF untuk deteksi resistan rifampisin.
Resistan obat antituberkulosis lini 2 direkomendasikan untuk menggunakan second
line line probe assay (SL-LPA) yang dapat mendeteksi resistensi terhadap obat
antituberkulosis injeksi dan obat antituberkulosis golongan fluorokuinolon.
Pemeriksaan molekuler untuk mendeteksi gen pengkode resistensi OAT lainnya saat
ini dapat dilakukan dengan metode sekuensing, yang tidak dapat diterapkan secara
rutin karena memerlukan peralatan mahal dan keahlian khusus dalam
menganalisisnya. WHO telah merekomendasi pemeriksaan molekular line probe
assay (LPA) dan TCM, langsung pada spesimen sputum. Pemeriksaan dengan TCM
dapat mendeteksi M. tuberculosis dan gen pengkode resistan rifampisin (rpoB) pada
sputum kurang lebih dalam waktu 2 (dua) jam. Konfirmasi hasil uji kepekaan OAT
menggunakan metode konvensional masih digunakan sebagai baku emas (gold
standard). Penggunaan TCM tidak dapat menyingkirkan metode biakan dan uji
kepekaan konvensional yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis definitif TB,
terutama pada pasien dengan pemeriksaan mikroskopis apusan BTA negatif, dan uji
kepekaan OAT untuk mengetahui resistensi OAT selain rifampisin. Pada kondisi
tidak berhasil mendapatkan sputum secara ekspektorasi spontan maka dapat
dilakukan tindakan induksi sputum atau prosedur invasif seperti bronkoskopi atau
torakoskopi. Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB yang terkonfirmasi
bakteriologis maupun terdiagnosis klinis adalah pemeriksaan HIV dan gula darah.
Pemeriksaan lain dilakukan sesuai indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dan
lain-lain.
22
Gambar 1. Alur diagnosis TB paru
23
Pada kasus ini:
- Terdapat gejala-gejala TB paru: batuk berdahak, demam, penurunan berat
badan
- Pemeriksaan TCM: terdeteksi M.TB, rifampisin sensitive
- Foto thorax: infiltrat pada apex paru para hiler dextra sinistra
F. Pengobatan TB
Tujuan pengobatan TB adalah :
1. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien
2. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
3. Mencegah kekambuhan TB
4. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
5. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat
Prinsip Pengobatan TB :
Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB.
Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB. Pengobatan yang adekuat harus
memenuhi prinsip:
1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung
minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
2. Diberikan dalam dosis yang tepat
3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas
menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.
4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap
awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.
Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :
1. Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2
bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya
penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2
minggu pertama.
2. Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih
ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh
dan mencegah terjadinya kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan.
Pada fase lanjutan seharusnya obat diberikan setiap hari.
24
Tabel 2. Dosis rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa
25
1. INH, Rifampisin dan Etambutol selama 9 bulan (etambutol digunakan sampai
terdapat hasil uji kepekaan INH)
2. INH, Rifampisin, Streptomisin dan Etambutol selama 2 bulan dilanjutkan 6
bulan INH dan Rifampisin
6-9 bulan Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol
Satu obat hepatotoksik:
1. INH, Etambutol, Streptomisin selama 2 bulan dilanjutkan INH dan Etambutol
selama 10 bulan
Tidak menggunakan obat hepatotoksik:
1. Etambutol, Streptomisin, dan ofloksasin atau levofloksasin selama 18-24
bulan
Perlu dilakukan pemantauan klinis dan fungsi hepar pada pasien dengan
gangguan hepar. Pada pasien hepatitis akut dan atau klinis ikterik, sebaiknya
OAT ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan
sangat diperlukan dapat diberikan S dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitis
menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH. Sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis
paru
26
pasien yang mengalami ikterik, maka dianjurkan tidak memasukkan pirazinamid
kedalam paduan obat
Bila rifampisin tidak dapat ditoleransi, maka paduan yang dianjurkan adalah
2HES/10 HE. Bila INH tidak dapat ditoleransi, maka paduan yang dianjurkan
adalah 6-9 RZE. Bila pirazinamid dihentikan pada fase intensif, maka paduan RH
pada fase lanjutan diperpanjang hingga 9 bulan.
27
BAB III
KESIMPULAN
28