Anda di halaman 1dari 29

RESPONSI DOKTER MUDA

PARU

TUBERKULOSIS PARU

Penyusun:
Teguh Prasetia Lakukua
NIM 0607012310022

Pembimbing:
dr. Nur Aisha, Sp. P

DEPARTEMEN IPD
RSUD DR. MOHAMMAD SOEWANDHIE
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CIPUTRA
SURABAYA
2023
BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis baru-baru ini muncul kembali sebagai masalah mayor dalam masalah
kesehatan. Setiap tahun, sekitar 2 juta orang di seluruh dunia meninggal karena
tuberkulosis dan 9 juta menjadi terinfeksi. Di Amerika Amerika, sekitar 14.000 kasus
tuberkulosis dilaporkan pada tahun 2006, penurunan 3,2% dari tahun sebelumnya.
Prevalensi tuberkulosis terus meningkat karena dari peningkatan jumlah pasien
terinfeksi dengan penyakit imunodefisiensi manusia, resistensi bakteri terhadap obat-
obatan, meningkat secara internasional dan imigrasi dari negara-negara dengan
prevalensi tinggi, dan meningkatnya jumlah tunawisma dan penyalahguna narkoba.
Dengan 2 miliar orang, sepertiga dari populasi dunia, diperkirakan terinfeksi dengan
mikobakteri, semua perawat, apapun bidang perawatan, perlu dipahami patofisiologi,
ciri-ciri klinis, dan prosedur diagnosis dari tuberkulosis. Pasien rawat inap berada
pada kondisi kurang optimal saat keadaan kekebalan tubuh, khususnya di unit
perawatan intensif, membuat paparan tuberkulosis yang lebih serius dibandingkan di
komunitas. Dengan memahami organisme penyebab, patofisiologi, penularan, dan
diagnosis tuberkulosis dan manifestasi klinis pada pasien, perawatan kritis akan lebih
baik siap untuk mengenali infeksi, mencegah penularan, dan mengobati penyakit
yang semakin umum.
Tuberkulosis telah muncul kembali sebagai masalah kesehatan masyarakat yang
utama dan merupakan hal yang penting sebagai penyakit menular paling mematikan
kedua di seluruh dunia. Memahami patofisiologi penyakit menular ini yang
ditularkan melalui udara, dari infeksi yang primer menjadi penyakit progresif primer
atau latensi (aktif). Penting memahami patofisiologinya yang akan membantu
perawatan kritis, waspadai penyebab klasik serta tanda dan gejala tuberkulosis.
Banyak tes diagnostik yang berbeda dapat digunakan untuk mengevaluasi pasien
dengan dugaan tuberkulosis, dan stadium atau perkembangan penyakit sangat
mempengaruhi hasilnya. Bahkan di perawatan kritis, setiap petugas kesehatan
memiliki kesempatan untuk berkontribusi pada pengendalian TBC dengan belajar
tentang tanda dan gejala penyakit, faktor risiko khusus untuk pasien perawatan kritis,
dan yang sesuai tindakan yang harus diambil jika diperlukan. Semakin banyak
petugas kesehatan yang tahu tentang tuberkulosis, semakin banyak yang bisa mereka
lakukan pada berkontribusi untuk meminimalkan penularannya, membuat diagnosis
dini, dan mencegah peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit ini.

1
BAB II

RINCIAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nomor RM : 704708
Nama : Tn. Mochamad Bayu (L)
Tanggal Lahir : 31 Mei 1992
Usia : 31 tahun
Alamat : Kedung Rukem 4/38
Agama : Islam
Masuk IGD : 28 Februari 2024
Pekerjaan : Driver grab

B. Subjektif
Keluhan Utama : Batuk berdarah
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Pasien datang ke IGD dengan keluhan batuk berdarah sejak 3 jam SMRS.
Terdapat darah berwarna merah segar yang bercampur lendir hasil dari batuk
pasien. Volume darah sekitar setengah gelas 300 mL. Tidak terdapat nyeri
pada leher maupun dada, sebelum maupun sesudah batuk.
 Pasien mengeluhkan sesak napas sejak 1 minggu SMRS. Sesak napas
dirasakan semakin bertambah seiring bertambahnya hari.
 Terdapat keluhan batuk berdahak selama kurang lebih 2 minggu SMRS.
 Terdapat keluhan penurunan berat badan selama kurang lebih 3 minggu
SMRS. Pasien mengatakan celana yang dipakai terasa lebih longgar. Keluarga
pasien mengatakan pasien terlihat lebih kurus.
 Terdapat keluhan lemas selama kurang lebih seminggu SMRS.

2
 Terdapat keluhan keringat malam selama kurang lebih seminggu SMRS.
Pasien mengatakan berkeringat pada malam hari dan mendapati bantal basah
setelah terbangun pada malam hari.
 Terdapat keluhan demam yang naik turun kurang lebih seminggu SMRS.
Pasien sudah mencoba meminum paracetamol. Setelah meminum
paracetamol, suhu tubuh sempat turun, tetapi naik lagi setelah beberapa jam
kemudian.
 Tidak terdapat keluhan pada BAB dan BAK.
 Napsu makan dan minum masih dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :

 Tuberkulosis paru pada tahun 2017. Pasien mengatakan pengobatan tidak


dituntaskan karena merasa sudah tidak perlu meminum obat maupun kontrol.
Pasien menjalani pengobatan hanya selama 3 bulan.
 Diabetes melitus (-), hipertensi (-), asma (-), jantung (-), ginjal (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:

 Diabetes melitus (-), hipertensi (-), asma (-)

Riwayat Penggunaan Obat:

 Paracetamol, obat anti tuberkulosis selama 3 bulan

Riwayat Alergi: -

Riwayat MRS: -

Riwayat Sosial:

 Merokok sejak usia 18 tahun hingga sekarang

C. Objektif
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis

3
GCS : 4-5-6
Tanda-tanda Vital
 Tekanan darah : 99/45 mmHg
 Denyut nadi : 129 kali/menit
 Laju pernafasan : 28 kali/menit
 Suhu : 36,80 C
 Saturasi oksigen : 64% spontan

Kepala/Leher:

 Kepala : a/i/c/d -/-/-/+, PCH (+)


 Leher : trakea terletak ditengah, pembesaran tiroid (-), pembesaran
KGB (-), peningkatan JVP (-)

Thorax:

Cor:

 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, tidak tampak scar & jejas
 Palpasi : ictus cordis tidak teraba
 Auskultasi : S1 dan S2 tunggul, murmur (-)

Thorax:

 Inspeksi : Bentuk dada simetris, pengembangan dada simetris, retraksi


dinding dada (+/+)
 Palpasi : Pergerakan dada simetris, fremitus kedua sisi sama
 Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
 Auskultasi : Rhonki (+/+), Wheezing (+/+)

Abdomen :

 Inspeksi : supel, umbilicus masuk merata, kulit kering


 Auskultasi : Bising usus normal
 Perkusi : Timpani

4
 Palpasi : undulasi (-), tugging of umbilicus (-), Hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, ginjal tidak teraba.

Ekstremitas:

 Akral hangat, kering dan merah


 CRT < 2 detik
 Edema ekstremitas inferior (-/-). superior (-/-)

Tabel 1. SOAP Harian

Tgl Subjektif Objektif Assessment Planning


28/02/2023 Batuk berdarah, KU lemas GCS Obs. dyspneu + O2 NRM 10 lpm
01.00 muntah, lemas, sesak 456 akral HKM susp. TB paru Inf. Asering 1500
TD: 99/45 mmHg riwayat TB mL/24 jam
HR: 129x/menit putus obat dd. Inj. Omeperazole 1
RR: 28 x/menit Pneumonia + amp
T: 36,8 C obs. Hemoptisis Inj. Ondansentron 1
SpO2: 64% FA + transaminitis amp
+ anemia Inj. Ceftriaxone 2x1
Hb 12.0 (L) normokromik Inj. Asam
Eritrosit 4.27 (L) normositik traneksamat 3x500
Hct 33.7 (L) Codein 3x10 PO
Neutrofil 78.5 (H) Curcuma 2x1 PO
SGOT 41 (H)
Cek sputum TCM
Foto thorax AP: MRS ruang isolasi
infiltrat di supra TB
para hiler dekstra
sinistra

29/02/2024 Batuk berdarah, KU cukup GCS Obs. dyspneu + O2 NRM 10 lpm


lemas, sesak, muntah 456 akral HKM susp. TB paru Inf. Asering 1500
(-) TD: 110/75 riwayat TB mL/24 jam
mmHg putus obat dd. Inj. Omeperazole 1
HR: 95 x/menit Pneumonia + amp
RR: 22 x/menit obs. Hemoptisis Inj. Ondansentron 1
T: 36,2 C + transaminitis amp
SpO2: 98% O2 + anemia Inj. Ceftriaxone 2x1

5
NRM 10 lpm normokromik (D2)
normositik Inj. Asam
Hb 12.0 (L) traneksamat 3x500
Eritrosit 4.27 (L) Codein 3x10 PO
Hct 33.7 (L) Curcuma 2x1 PO
Neutrofil 78.5 (H)
SGOT 41 (H) Cek sputum TCM
MRS ruang isolasi
Foto thorax AP: TB
infiltrat di supra
para hiler dekstra
sinistra
01/03/2024 Batuk berdarah, KU cukup GCS TB paru riwayat O2 NRM 10 lpm
lemas, sesak, muntah 456 akral HKM TB putus obat + Inf. NaCl 1500
(-) TD: 100/57 obs. Hemoptisis mL/24 jam
mmHg + transaminitis Inj. Ceftriaxone 2x1
HR: 78 x/menit + anemia (D3)
RR: 20 x/menit normokromik Inj. Asam
T: 36,8 C normositik traneksamat 3x500
SpO2: 98% NRM Codein 3x10 PO
10 lpm Curcuma 2x1 PO

Hb 12.0 (L) OAT hari 1:


Eritrosit 4.27 (L) R450 H300 Z1000
Hct 33.7 (L) E750
Neutrofil 78.5 (H)
SGOT 41 (H)

Foto thorax AP:


infiltrat di supra
para hiler dekstra
sinistra

Sputum TCM:
M.TB terdeteksi
sedang,
Rifampisin
sensitive
02/03/2024 Batuk berdarah (-), KU cukup GCS TB paru riwayat O2 NRM 10 lpm
lemas, sesak, muntah 456 akral HKM TB putus obat + Inf. NaCl 1500
(-) TD: 102/55 obs. Hemoptisis mL/24 jam
mmHg + transaminitis Inj. Ceftriaxone 2x1
HR: 134 x/menit + anemia (D4)
RR: 27 x/menit normokromik Inj. Asam

6
T: 36 C normositik traneksamat 3x500
SpO2: 92% NRM Codein 3x10 PO
10 lpm Curcuma 2x1 PO

PCH (+), dyspneu OAT hari 2:


(+) R450 H300 Z1000
E750
Hb 12.0 (L)
Eritrosit 4.27 (L)
Hct 33.7 (L)
Neutrofil 78.5 (H)
SGOT 41 (H)

Foto thorax AP:


infiltrat di supra
para hiler dekstra
sinistra

Sputum TCM:
M.TB terdeteksi
sedang,
Rifampisin
sensitive
03/03/2024 Batuk berdarah (-), KU cukup GCS TB paru riwayat O2 NRM 10 lpm
(07.00) lemas, sesak 456 akral HKM TB putus obat + Inf. NaCl 1500
berkurang, muntah (- TD: 90/60 mmHg obs. Hemoptisis mL/24 jam
) HR: 85 x/menit + transaminitis Inj. Ceftriaxone 2x1
RR: 24 x/menit + anemia (D5)
T: 36,6 C normokromik Inj. Asam
SpO2: 94% NRM normositik traneksamat 3x500
10 lpm Codein 3x10 PO
Curcuma 2x1 PO
PCH (+), dyspneu
(+) OAT hari 3:
R450 H300 Z1000
Hb 12.0 (L) E750
Eritrosit 4.27 (L)
Hct 33.7 (L)
Neutrofil 78.5 (H)
SGOT 41 (H)

Foto thorax AP:


infiltrat di supra
para hiler dekstra

7
sinistra

Sputum TCM:
M.TB terdeteksi
sedang,
Rifampisin
sensitive

03/03/2024 Batuk berdarah (-), KU cukup GCS TB paru riwayat O2 NRM 10 lpm
(14.00) lemas (-), sesak 456 akral HKM TB putus obat + Inf. NaCl 1500
berkurang, muntah (- TD: 119/67 obs. Hemoptisis mL/24 jam
) mmHg + transaminitis Inj. Ceftriaxone 2x1
HR: 89 x/menit + anemia (D5)
RR: 24 x/menit normokromik Inj. Asam
T: 36,8 C normositik traneksamat 3x500
SpO2: 99% Codein 3x10 PO
Masker O2 8 lpm Curcuma 2x1 PO

Hb 12.0 (L) OAT hari 3:


Eritrosit 4.27 (L) R450 H300 Z1000
Hct 33.7 (L) E750
Neutrofil 78.5 (H)
SGOT 41 (H)

Foto thorax AP:


infiltrat di supra
para hiler dekstra
sinistra

Sputum TCM:
M.TB terdeteksi
sedang,
Rifampisin
sensitive

04/03/2024 Batuk berdarah (-), KU cukup GCS TB paru riwayat O2 NRM 10 lpm
lemas (-), sesak 456 akral HKM TB putus obat + Inf. NaCl 1500
berkurang, muntah (- TD: 94/52 mmHg obs. Hemoptisis mL/24 jam
) HR: 89 x/menit + transaminitis Inj. Ceftriaxone 2x1
RR: 22 x/menit + anemia (D6)
T: 36,2 C normokromik Inj. Asam
SpO2: 99% Nasal normositik traneksamat 3x500
kanul 4 lpm k/p batuk berdarah
Codein 3x10 PO

8
Hb 12.0 (L) Curcuma 2x1 PO
Eritrosit 4.27 (L)
Hct 33.7 (L) OAT hari 4:
Neutrofil 78.5 (H) R450 H300 Z1000
SGOT 41 (H) E750

Foto thorax AP: Tanggal 05/03/2024:


infiltrat di supra Periksa DL,
para hiler dekstra SGOT/SGPT,
sinistra bilirubin, albumin,
Foto thorax AP
Sputum TCM:
M.TB terdeteksi
sedang,
Rifampisin
sensitive
05/03/2024 Batuk berdarah (-), KU cukup GCS TB paru riwayat O2 NRM 10 lpm
lemas, sesak (-), 456 akral HKM TB putus obat + Inf. NaCl 1500
muntah (-) TD: 123/88 obs. Hemoptisis mL/24 jam
mmHg + anemia Inj. Ceftriaxone 2x1
HR: 87 x/menit normokromik (D7)
RR: 20 x/menit normositik Inj. Asam
T: 36,1 C traneksamat 3x500
SpO2: 99% k/p batuk berdarah
spontan Codein 3x10 PO
Curcuma 2x1 PO
Hb 12.0 (L)
Eritrosit 4.27 (L) OAT hari 5:
Hct 33.7 (L) R450 H300 Z1000
Neutrofil 78.5 (H) E750
SGOT 41 (H)
Tanggal 05/03/2024:
Foto thorax AP: Periksa DL,
infiltrat di supra SGOT/SGPT,
para hiler dekstra bilirubin, albumin,
sinistra Foto thorax AP

Sputum TCM:
M.TB terdeteksi
sedang,
Rifampisin
sensitive

9
D. Pemeriksaan Penunjang
28 Februari 2024:
Darah Lengkap dan Kimia Darah:

Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
Hemoglobin L 12.0 g/dL 13.2 – 17.3
Jumlah Eritrosit L 4.27 10^6/u 4.40 – 5.90
Hematokrit L 33.7 % 40.0 – 52.0
Jumlah Leukosit 9.49 10^3/u 3.80 – 10.60
Hitung Jenis
Eosinofil L 0.1 % 2.0 – 4.0
Basofil 0.2 % 0–1
Neutrofil H 78.5 % 50 – 70
Limfosit L 12.1 % 20 – 40
Monosit H 9.1 % 2–8
Eosinofil# 0.01 10^3/u 0.00 – 0.40
Basofil# 0.02 10^3/u 0.00 – 0.10
Neutrofil# H 7.45 10^3/u 1.50 – 7.00
^
Limfosit# 1.15 10 3/u 1.0 – 3.7
Monosit# H 0.86 10^3/u 0.00 – 0.70
Ratio N/L H 6.48 < 3.13
Jumlah Trombosit 191 10^3/u 150 – 400
MCV L 78.9 fL 81.0 – 96.0
MCH 28.1 pg 27.0 – 36.0
MCHC 35.6 g/L 31.0 – 37.0
RDW-CV 12.0 % 10.0 – 15.0
RDW-SD L 34.6 fL 37 – 54

10
Kimia Darah
Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
SGOT H 41 U/L 5 – 34
SGPT 27 U/L 0 – 55
Glukosa Darah
108 mg/dL 70 – 200
Acak
BUN 12 mg/dL 6 – 20
Kreatinin Darah 1.0 mg/dL 0.6 – 1.3
Natrium Darah 138 mmol/L 136 – 146
Kalium Darah 3.7 mmol/L 3.5 – 5.0

Analisis Gas Darah


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
o
Suhu badan 36.8 C
FIO2 90%
pH 7.42 7.37 – 7.45
P CO2 34 L mm Hg 35 – 45
P O2 174 H mm Hg 80 – 100
cHCO3 22.1 mmol/L 21.0 – 25.0
Base Excess -1.8 L
SO2 100 H % 95 - 98
AaDO2 425

Imunologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Antigen SARSCOV2 – Negatif
Covid19 Rapid Test Negatif
Methoda

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


VIROCHECK Non Non Reaktif
SD BIOSENSOR Reaktif Non Reaktif
RAPIDAN TESTER -- Non Reaktif
HASIL AKHIR -- Non Reaktif

11
Non
Reaktif

Foto thorax AP

Gambar 1. Foto thorax AP

Keterangan:
- Cor, besar bentuk normal
- Pulmo, infiltrat di supra – para hiler dekstra sinistra
- Sinus costophrenicus dekstra sinistra tajam
- Penebalan pleura sisi kanan atas dengan penarikan trakea
- Tulan dan soft tissue tak tampak kelainan

12
Kesimpulan:
Pneumonia

1 Maret 2024:
● Mikrobiologi:
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
TCM Terdeteksi sedang Tidak Terdeteksi
Xpert MTB RIF Sensitif

5 Maret 2024:
● Darah Lengkap dan Kimia Darah

Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
Hemoglobin L 8.9 g/dL 13.2 – 17.3
Jumlah Eritrosit L 3.24 10^6/u 4.40 – 5.90
Hematokrit L 27.5 % 40.0 – 52.0
Jumlah Leukosit 7.05 10^3/u 3.80 – 10.60
Hitung Jenis
Eosinofil L 1.8 % 2.0 – 4.0
Basofil 0.3 % 0–1
Neutrofil H 69.8 % 50 – 70
Limfosit H 17.3 % 20 – 40
Monosit H 10.8 % 2–8
Eosinofil# 0.01 10^3/u 0.00 – 0.40
^
Basofil# 0.02 10 3/u 0.00 – 0.10
Neutrofil# 7.45 10^3/u 1.50 – 7.00
Limfosit# 1.15 10^3/u 1.0 – 3.7
Monosit# 0.86 10^3/u 0.00 – 0.70

13
Ratio N/L 6.48 < 3.13
Jumlah Trombosit 191 10^3/u 150 – 400
MCV 84.9 fL 81.0 – 96.0
MCH 27.5 pg 27.0 – 36.0
MCHC 35.6 g/L 31.0 – 37.0
RDW-CV 12.0 % 10.0 – 15.0
37 – 54
RDW-SD L 34.6 fL

Kimia Darah
Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
SGOT 24 U/L 5 – 34
SGPT 12 U/L 0 – 55
Albumin L 2.8 g/dL 3.4 – 4.8
Bilirubin total 0.84 mg/dL 0–1
Bilirubin direk H 0.50 mg/dL 0 – 0.2
Bilirubin indirek 0.34 mg/dL

14
Foto Thorax AP (05/03/2023)

Keterangan:
- Cor: besar bentuk normal
- Pulmo: infiltrat di paru dextra sinistra
- Sinus costo phrenicus dextra sinistra tajam
- Penebalan pleura sisi kanan atas
- Diaphragma dextra sinistra tak tampak kelainan
- Tulang dan soft tissue tak tampak kelainan
Kesimpulan:
Pneumonia

15
Temporary problem list, permanent problem list, assessment, dan planning

16
17
BAB III
ANALISIS

A. Definisi dan Etiologi Tuberkulosis


Tuberkulosis adalah penyakit kronis menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menginfeksi parenkim
paru dan menyebabkan TB paru. Spesies Mycobacterium mencakup berbagai
organisme dengan struktur genom, morfologi, dan tropisme yang berbeda. M.
tuberkulosis merupakan bakteri gram negatif. Karakteristik bakteri ini adalah
basil, aerobik, dan tidak bergerak. Hal ini ditandai dengan struktur dinding
kompleks yang kaya akan asam lemak rantai panjang. Dinding sel M.
tuberkulosis kaya akan peptidoglikan dan lipid kompleks. Struktur ini merupakan
faktor utama patogenesis. Pewarnaan dengan pewarna seperti Ziehl-Neelsen
membantu mendeteksi basil tahan asam menggunakan mikroskop.
Mycobacterium tuberkulosis adalah organisme yang tumbuh sangat lambat dan
membutuhkan waktu hingga 24 jam untuk tumbuh.
B. Faktor Risiko Tuberkulosis
Faktor risiko yang dimiliki seorang individu dapat menjadi tingkat persentase
timbulnya penyakit TB, yaitu sebagai berikut.
1. Individu dengan HIV positif dan/atau penyakit imunokompromais lain.
2. Individu yang mengonsumsi obat penekan imun dalam jangka waktu yang
lama
3. Kebiasaan merokok
4. Konsumsi alkohol
5. Anak berusia di bawah 5 tahun dan lansia
6. Melakukan kontak erat dengan orang yang menderita penyakit TB aktif yang
infeksius
7. Berada di tempat risiko tinggi tertular TB
8. Petugas kesehatan

18
Pada kasus ini:
- Pasien merupakan perokok aktif
- Risiko tinggi tertular TB: driver grab

C. Patogenesis Penyakit Tuberkulosis


Sekali terhirup, TB dapat menular melalui droplet yang menetap di udara.
Mayoritas basil akan terjebak di bagian atas saluran pernafasan tempat keluarnya
lendir sel goblet. Lendir yang diproduksi menangkap zat asing, dan silia pada
permukaannya sel terus-menerus mengalirkan lendir dan partikelnya yang
terperangkap ke arah atas . Sistem ini menyediakan tubuh dengan pertahanan fisik
awal yang mencegah infeksi. Bakteri dalam droplet yang melewati sistem
mukosiliar dan mencapai alveoli dengan cepat dikelilingi dan ditelan oleh
makrofag alveolar, efektor imun yang paling melimpah adalah sel-sel yang ada di
ruang alveolar. Makrofag merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh bawaan
dan memberikan kesempatan bagi tubuh untuk menghancurkannya mikobakteri
yang menyeran. Makrofag adalah sel fagositik yang tersedia untuk memerangi
banyak patogen tanpa membutuhkan paparan sebelumnya terhadap patogen.
Sistem komplemen juga berperan dalam fagositosis bakteri. fagositosis oleh
makrofag yang memakan rangkaian peristiwa yang dihasilkan baik dalam
keberhasilan pengendalian infeksi, diikuti oleh tuberkulosis laten. culosis, atau
perkembangan menjadi penyakit aktif kemudahan, disebut progresif primer TBC.
Hasilnya sangat penting ditentukan oleh kualitas pertahanan host dan
keseimbangan yang terjadi antara pertahanan host dan mikobakteri yang
menyerang.
Setelah diserap oleh makrofag, mikobakteri terus berlanjut untuk berkembang
biak secara perlahan, dengan pembelahan sel bakteri terjadi setiap 25 hingga 32
jam. Terlepas dari apakah infeksi menjadi terkendali atau akan berkembang,
perkembangan awal melibatkan produksi enzim proteolitik dan sitokin oleh
makrofag dalam suatu upaya untuk mendegradasi bakteri tersebut. Sitokin yang
dilepaskan menarik limfosit T ke situs, sel-sel itu merupakan imunitas yang
diperantarai sel. Makrofag kemudian menyajikan mikoantigen bakteri pada
permukaannya ke sel T. Hal Ini berlanjut selama 2 hingga 12 minggu;
mikroorganisme terus berkembang sampai mereka mencapai jumlah yang cukup
untuk sepenuhnya memperoleh perantaraan sel respon imun, yang bisa jadi
terdeteksi melalui tes kulit.
Untuk orang dengan sel-sel utuh imunitas yang dimediasi, pertahanan berikutnya
adalah pembentukan granuloma di sekitar organisme M tuberkulosis. Tipe
nodular lesi ini terbentuk dari akumulasi limfosit T yang teraktivasi dan makrofag
yang menciptakan mikrolingkungan yang membatasi replikasi dan penyebaran
mikobakteri. Lingkungan ini merusak makrofag dan berproduksi nekrosis padat di
tengah luka; Namun, basilnya mampu beradaptasi untuk bertahan hidup.
Faktanya, M organisme tuberkulosis dapat mengubah ekspresi fenotipik mereka,
seperti regulasi protein, untuk meningkatkan kemampuan hidup. Dalam 2 atau 3

19
minggu, nekrotik lingkungannya menyerupai keju lunak, sering disebut nekrosis
kaseosa, dan ditandai dengan oksigen rendah tingkat, pH rendah, dan nutrisi
terbatas masuk. Kondisi ini membatasi lebih lanjut ada pertumbuhan dan
menetapkan latensi. Lesi pada orang dengan memadai sistem kekebalan tubuh
umumnya mengalami fibrosis dan kalsifikasi, sukses sepenuhnya mengendalikan
infeksi begitu bahwa basil tersebut terkandung di dalam lesi yang tidak aktif dan
sembuh. Lesi pada orang dengan sistem kekebalan yang kurang efektif maju ke
pengobatan primer tuberkulosis agresif. Untuk orang yang imunokompetennya
kurang, pembentukan granuloma berhasil namun pada akhirnya tidak berhasil
dalam menampung basil. Nekrotik jaringan mengalami pencairan, dan dinding
berserat kehilangan struktural integritas. Nekrotik semi cair kemudian dapat
mengalir ke bronkus atau pembuluh darah di dekatnya, meninggalkan rongga
berisi udara di situs asli. Pada pasien yang terinfeksi dengan M tuberkulosis,
droplet dapat dibatukkan dari bronkus dan menulari orang lain. Jika keluar dari
paru, dapat terjadinya tuberkulosis luar paru. Basil juga dapat mengalir ke dalam
cairan limfatik, sistem limfatik dan berkumpul di kelenjar getah bening
trakeobronkial dari paru-paru yang terkena, tempat organisme berada dapat
membentuk granuloma kaseosa baru.
D. Manifestasi Klinis Tuberkulosis Paru
Gejala penyakit tuberkulosis paru tergantung pada lokasi lesi berada. Tanda dan
gejala yang sering terjadi pada tuberkulosis paru adalah batuk yang tidak spesifik
tetapi progresif. Biasanya keluhan yang muncul adalah:
1. Batuk lebih dari 2 minggu
2. Batuk berdahak
3. Batuk berdahak dapat bercampur darah
4. Dapat disertai nyeri dada
5. Sesak napas
Dengan dapat disertai gejala lain meliputi:
1. Malaise
2. Penurunan berat badan
3. Anoreksia
4. Menggigil
5. Demam
6. Berkeringat di malam hari

20
Pada kasus ini:
- Batuk berdahak
- Batuk berdahak bercampur darah
- Sesak napas
- Penurunan berat badan
- Demam
- Berkeringat di malam hari
E. Diagnosis tuberkulosis
Semua pasien terduga TB harus menjalani pemeriksaan bakteriologis untuk
mengkonfirmasi penyakit TB. Pemeriksaan bakteriologis merujuk pada
pemeriksaan apusan dari sediaan biologis (dahak atau spesimen lain),
pemeriksaan biakan dan identifikasi M. tuberculosis atau metode diagnostik cepat
yang telah mendapat rekomendasi WHO. Pada wilayah dengan laboratorium yang
terpantau mutunya melalui sistem pemantauan mutu eksternal, kasus TB Paru
BTA positif ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan BTA positif, minimal dari
satu spesimen. Pada daerah dengan laboratorium yang tidak terpantau mutunya,
maka definisi kasus TB BTA positif bila paling sedikit terdapat dua spesimen
dengan BTA positif.
WHO merekomendasikan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan minimal terhadap
rifampisin dan isoniazid pada kelompok pasien berikut:
1. Semua pasien dengan riwayat pengobatan OAT. Hal ini dikarenakan TB resistan
obat banyak ditemukan terutama pada pasien yang memiliki riwayat gagal
pengobatan sebelumnya.
2. Semua pasien dengan HIV yang didiagnosis TB aktif. Khususnya mereka yang
tinggal di daerah dengan prevalensi TB resistan obat yang tinggi.
3. Pasien dengan TB aktif yang terpajan dengan pasien TB resistan obat.
4. Semua pasien baru di daerah dengan kasus TB resistan obat primer >3%.
5. Pasien baru atau riwayat OAT dengan sputum BTA tetap positif pada akhir fase
intensif. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan sputum BTA pada bulan berikutnya.
Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan dapat dilakukan dengan 2 metode :
1. Metode konvensional uji kepekaan obat
Pemeriksaan biakan M.TB dapat dilakukan menggunakan 2 macam medium
padat (Lowenstein Jensen /LJ atau Ogawa) dan media cair MGIT
(Mycobacterium growth indicator tube). Biakan M.TB pada media cair
memerlukan waktu yang singkat minimal 2 minggu, lebih cepat dibandingkan
biakan pada medium padat yang memerlukan waktu 28-42 hari.
2. Metode cepat uji kepekaan obat (uji diagnostik molekular cepat)
Pemeriksaan molekular untuk mendeteksi DNA M.TB saat ini merupakan metode
pemeriksaan tercepat yang sudah dapat dilakukan di Indonesia. Metode molekuler
dapat mendeteksi M.TB dan membedakannya dengan Non-Tuberculous
Mycobacteria (NTM). Selain itu metode molekuler dapat mendeteksi mutasi pada gen

21
yang berperan dalam mekanisme kerja obat antituberkulosis lini 1 dan lini 2. WHO
merekomendasikan penggunaan Xpert MTB/RIF untuk deteksi resistan rifampisin.
Resistan obat antituberkulosis lini 2 direkomendasikan untuk menggunakan second
line line probe assay (SL-LPA) yang dapat mendeteksi resistensi terhadap obat
antituberkulosis injeksi dan obat antituberkulosis golongan fluorokuinolon.
Pemeriksaan molekuler untuk mendeteksi gen pengkode resistensi OAT lainnya saat
ini dapat dilakukan dengan metode sekuensing, yang tidak dapat diterapkan secara
rutin karena memerlukan peralatan mahal dan keahlian khusus dalam
menganalisisnya. WHO telah merekomendasi pemeriksaan molekular line probe
assay (LPA) dan TCM, langsung pada spesimen sputum. Pemeriksaan dengan TCM
dapat mendeteksi M. tuberculosis dan gen pengkode resistan rifampisin (rpoB) pada
sputum kurang lebih dalam waktu 2 (dua) jam. Konfirmasi hasil uji kepekaan OAT
menggunakan metode konvensional masih digunakan sebagai baku emas (gold
standard). Penggunaan TCM tidak dapat menyingkirkan metode biakan dan uji
kepekaan konvensional yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis definitif TB,
terutama pada pasien dengan pemeriksaan mikroskopis apusan BTA negatif, dan uji
kepekaan OAT untuk mengetahui resistensi OAT selain rifampisin. Pada kondisi
tidak berhasil mendapatkan sputum secara ekspektorasi spontan maka dapat
dilakukan tindakan induksi sputum atau prosedur invasif seperti bronkoskopi atau
torakoskopi. Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB yang terkonfirmasi
bakteriologis maupun terdiagnosis klinis adalah pemeriksaan HIV dan gula darah.
Pemeriksaan lain dilakukan sesuai indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dan
lain-lain.

22
Gambar 1. Alur diagnosis TB paru

23
Pada kasus ini:
- Terdapat gejala-gejala TB paru: batuk berdahak, demam, penurunan berat
badan
- Pemeriksaan TCM: terdeteksi M.TB, rifampisin sensitive
- Foto thorax: infiltrat pada apex paru para hiler dextra sinistra
F. Pengobatan TB
Tujuan pengobatan TB adalah :
1. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien
2. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
3. Mencegah kekambuhan TB
4. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
5. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat
Prinsip Pengobatan TB :
Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB.
Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB. Pengobatan yang adekuat harus
memenuhi prinsip:
1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung
minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
2. Diberikan dalam dosis yang tepat
3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas
menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.
4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap
awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.
Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :
1. Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2
bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya
penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2
minggu pertama.
2. Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih
ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh
dan mencegah terjadinya kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan.
Pada fase lanjutan seharusnya obat diberikan setiap hari.

24
Tabel 2. Dosis rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa

Pada kasus ini:


- Diberikan terapi lini 1: 2RHZE + 4RH
- Rifampisin 450 mg
- Isoniazid 300 mg
- Pirazinamid 1000 mg
- Etambutol 750 mg

G. TB Paru dengan Kelainan Hepar


Pasien dengan kondisi dibawah ini dapat diberikan pengobatan TB seperti biasa
selama dipastikan tidak ada bukti penyakit hepar kronik sebagai berikut
1. Karier virus hepatitis
2. Riwayat penyakit hepatitis akut di masa lampau
3. Konsumsi alkohol yang berlebihan
Meskipun demikian pada keadaan di atas reaksi hepatotoksik sering terjadi dan
sebaiknya diantisipasi:
 Apabila terdapat hepatitis akut (akibat virus) yang tidak berkaitan dengan
penyakit TB sebaiknya pengobatan ditunda sampai keadaan akut tersebut
membaik
 Pasien dengan gangguan hepar berat dan belum stabil, uji fungsi hepar
sebaiknya dilakukan sebelum pengobatan dimulai. Apabila kadar SGPT lebih
dari 3 kali nilai normal maka regimen dibawah ini sebaiknya dipertimbangkan
(semakin berat penyakit hepar maka makin sedikit OAT hepatotoksik yang
dapat digunakan)
Dua obat hepatotoksik:

25
1. INH, Rifampisin dan Etambutol selama 9 bulan (etambutol digunakan sampai
terdapat hasil uji kepekaan INH)
2. INH, Rifampisin, Streptomisin dan Etambutol selama 2 bulan dilanjutkan 6
bulan INH dan Rifampisin
6-9 bulan Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol
Satu obat hepatotoksik:
1. INH, Etambutol, Streptomisin selama 2 bulan dilanjutkan INH dan Etambutol
selama 10 bulan
Tidak menggunakan obat hepatotoksik:
1. Etambutol, Streptomisin, dan ofloksasin atau levofloksasin selama 18-24
bulan
Perlu dilakukan pemantauan klinis dan fungsi hepar pada pasien dengan
gangguan hepar. Pada pasien hepatitis akut dan atau klinis ikterik, sebaiknya
OAT ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan
sangat diperlukan dapat diberikan S dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitis
menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH. Sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis
paru

H. TB dengan Hepatitis imbas Obat


Hepatitis imbas obat adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-obat
hepatotoksik. Gejala yang paling sering ditemukan adalah mual, muntah dan
anoreksia. Tata laksana hepatitis imbas obat:
1. Bila ditemukan gejala klinis yaitu Ikterik, gejala mual/muntah, maka OAT
dihentikan.
2. Bila ditemukan gejala klinis disertai peningkatan SGOT dan/ SGPT > 3 kali,
maka OAT dihentikan.
3. Bila tidak ditemukan gejala klinis, OAT dihentikan apabila hasil laboratorium
bilirubin >2, atau SGOT, SGPT >5 kali. Apabila SGOT, SGPT >3 kali, maka
pengobatan dilanjutkan, dengan pengawasan.
Cara pemberian OAT yang dianjurkan:
Hentikan OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ). Setelah itu, monitor gejala
klinis dan laboratorium. Bila gejala klinis dan laboratorium kembali normal
(bilirubin, SGOT, SGPT), maka mulai diberikan rifampisin dosis naik perlahan
sampai dosis penuh. Selama itu perhatikan klinis dan periksa laboratorium saat
rifampisin dosis penuh, bila gejala klinis dan laboratorium normal, tambahkan
INH dengan dosis naik perlahan sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan).
Paduan OAT dapat diberikan secara individual setelah dilakukan inisiasi ulang
atau rechallenge. Harus selalu diingat adanya risiko kemungkinan terjadinya
resistensi OAT akibat pemberian dengan dosis dan cara yang tidak adekuat. Pada

26
pasien yang mengalami ikterik, maka dianjurkan tidak memasukkan pirazinamid
kedalam paduan obat
Bila rifampisin tidak dapat ditoleransi, maka paduan yang dianjurkan adalah
2HES/10 HE. Bila INH tidak dapat ditoleransi, maka paduan yang dianjurkan
adalah 6-9 RZE. Bila pirazinamid dihentikan pada fase intensif, maka paduan RH
pada fase lanjutan diperpanjang hingga 9 bulan.

Pada kasus ini:


- Tidak terdapat peningkatan SGOT/SGPT lebih dari 3 kali nilai normal
- Tidak terdapat peningkatan bilirubin > 2
- OAT lini 1 dapat dilanjutkan pada pasien ini

27
BAB III
KESIMPULAN

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi pada


masyarakat dunia saat ini. Penyakit ini diklasifikasikan sebagai penyakit menular
menular dan merupakan penyakit penyebab kematian terbanyak ke-9. Risikonya
terjadinya penyakit TBC bergantung pada tiga hal, yaitu : pejamu (host), bakteri
penyebab (agent) dan kondisi lingkungan (environment). Penularan penyakit TBC
dapat terjadi dengan mudah, yaitu melalui droplet (percikan dahak) yang telah
terkontaminasi bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Gejala TBC ada dua jenis, yaitu:
gejala pernapasan (batuk kronik, batuk berdarah (hemoptisis), nyeri dada, dan sesak
napas) dan gejala sistemik (keringat malam, demam, malaise, dan penurunan berat
badan). Jika tidak diberikan pengobatan yang tepat maka dapat mengakibatkan
kematian. Pencatatan global yang dilakukan oleh WHO memperkirakan angka
kejadian TBC pada tahun 2016 mencapai 10,4 juta jiwa kasus.
Secara sosiodemografi, ciri-ciri penderita TBC terbanyak adalah laki-laki (60%),
kelompok umur 45 – 54 tahun (25%), tingkat pendidikan SMA (45%), dan pekerjaan
wirausaha (35%). Proporsi gejala klinis yang paling banyak dikeluhkan adalah batuk
kronik (75%) dengan pemeriksaan fisik terbanyak berupa bunyi nafas vesikular
(80%) dan tambahan bunyi kresek (52,5%); Hasil pemeriksaan BTA sebagian besar
positif (62,5%), sedangkan gambaran rontgen dada infiltrat (36,1%); Proporsi terapi
yang menjadi pilihan adalah obat anti tuberkulosis-terapi KDT (77,5%), dan proporsi
pasien TBC yang mengalami efek samping akibat penggunaan obat anti tuberkulosis
tersebut terapinya sama (masing-masing 2,5%).

28

Anda mungkin juga menyukai