Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSIP

Tuberkulosis Paru

Oleh :

dr. Linda

Dokter Pendamping:
dr. Lisbeth Tambunan

RUMKIT TINGKAT IV BINJAI


KESDAM I BUKIT BARISAN
2018
PENDAHULUAN

Penyakit tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang menyerang hampir

semua organ tubuh manusia dan yang terbanyak adalah paru-paru. Penyakit ini bayak ditemukan

didaerah urban pada tempat tinggal/lingkungan padat penduduknya. TB sudah sangat lama

dikenal oleh manusia. Terbukti dari sejarah terdapat adanya penemuan kerusakan tulang vertebra

toraks yang khas untuk penyakit tb tulang dari kerangka digali dari kuburan zaman neolitikum di

Heidelberg. Begitu juga penemuan yang berasal dari ukiran-ukirann dinding pyramid di mesir

kuno pada tahun 2000-4000 SM. Hipokrates yang hidup pada zaman itu telah memperkenalkan

terminology pthisis (batuk) yang berasal dari bahasa yunani dan mengambarkan adanya penyakit

tb paru waktu itu.

Pada bulan maret sekitar abad 1,3 abad yang lalu tepatnya tanggal 2 maret 1882

merupakan hari saat Robert Koch mengumumkan bahwa dia telah menemukan bakteri penyebab

tuberculosis (TBC) yang kemudian membuka jalan menuju diagnosis dan penyembuhan penyakit

ini.

Meskipun jumlah kematian akibat tuberculosis menurun 22% antara tahun 2000 dan

2015, namun tuberculosis masih menempati peringkat ke-10 penyebab kematian tertinggi

didunia pada tahun 2016, berdasarkan laporan WHO. Oleh sebab itu hingga saat ini TBCmasih

menjadi prioritas utama didunia dan menjadi salah satu tujuan dalam SDGs( Sustainability

development Goals).

Tema Hari TBC Sedunia tahun 2018 yaitu “Wanted: Leader for a TB Free World” yang

bertujuan pada pembangunan komitmen dalam mengakhiri TBC, tidak hanya pada kepala negara

dan menteri tetapi juga di semua level baik bupati, gubernur, parlemen, pemimpin suatu
komunitas, jajaran kesehatan, NGO, dan partner lainnya. Setiap orang dapat menjadi pemimpin

dalam upaya mengakhiri TBC baik di tempat kerja maupun di wilayah tempat tinggal masing-

masing.

Walaupun setiap orang dapat mengidap TBC, penyakit tersebut berkembang pesat pada

orang yang hidup dalam kemiskinan, kelompok terpinggirkan, dan populasi rentan lainnya.

Kepadatan penduduk di Indonesia sebesar 136,9 per km2 dengan jumlah penduduk miskin pada

September 2017 sebesar 10,12% (Susenas, 2017).


BAB I

ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Usia : 29 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jalan masjid Baiturahman Lk III
Tanggal Masuk RS : 08 Desember 2018
No. Rekam Medik : 02.84.35

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Lemas
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Hal ini dialami ± 5 hari ini, disertai Batuk (+), Batuk darah (-), Sesak (+), Mual
(+), Muntah (+), riwayat penurunan berat badan (+),BAK (+)N, BAB (+) N.

Riwayat Penyakit Sebelumnya : Tidak dijumpai

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga : Riwayat sakit dengan gejala yang sama disangkal

Riwayat Pengobatan Sebelumnya : Tidak Jelas

C. PEMERIKSAAN FISIS
Status Generalis
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 90/70 mmHg
Nadi : 100 x/ menit
Pernafasan : 24 x/ menit
Suhu : 37,5 0C
BB : 33 Kg
Mata : Konjungtiva anemis(-), Sklera ikterik (-)
Kulit : Sianosis (-), Ikterus (-)
THT : tidak ada kelainan
KGB : tidak ada pembesaran KGB
Dada
Paru
Inspeksi : simetris , retraksi (+)
Palpasi : stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : wheezing (-), ronkhi (+)
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Kanan : LSD
Atas : RIC II
Auskultasi :BJ I dan II normal, bising (-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Hati dan lien tidak teraba, Nyeri tekan ( - )
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N

Punggung : Deformitas (-)


Alat kelamin : Tidak diperiksa
Ekstremitas : akral hangat (+),CRT <2 detik
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan darah lengkap


 Pemeriksaan KGD
 Pemeriksaan Foto Thorax
Hasil Pemeriksaan Lab dan Foto Thorax (08 Desember 2018)
Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hemoglobin 13,1 gr/ dl 12,0 -18,0

Leukosit 17.000 mm3 4.000 – 10.000

Trombosit 438.000 mm3 150.000 – 400.000

Hematokrit 40,1 % 36,0 – 56,0

Eritrosit 4,28 juta/ mm3 3,80 – 5,30

MCV 93,7 fl 80,0 - 100

MCH 30,4 pg 27,0 – 32,0

MCHC 32,4 gr/ dl 32,0 – 36,0

RDW 16,2% 10,0 – 16,5

PDW 17,4% 12,0 – 18,0

MPV 3,4 fl 5,0 – 10,0

Hitung Jenis Leukosit


Eosinofil 0% 1 -3

Basofil 0% 0 -1

Neutrofil Segmen 83 % 42 – 85

Limfosit 13 % 11 – 49

Monosit 4% 0 -9

P PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL


Glukosa darah ad Random 95 mg/dL <140

Hasil Foto Thorax


Cor, sinuses dan diagfragma normal
Pulmo : Hilli normal, Corakan Bronkovaskuler dalam batas normal, tampak infiltrate dikedua
lapangan paru
Skeletal dan soft tissue tidak tampak kelainan

Concl :
TB paru aktif

D. DIAGNOSIS KERJA
 Tb paru

E. DIAGNOSIS BANDING
 Pneumonia

F. PENATALAKSANAAN
 Bed Rest
 IVFD NacL 20 gtt/i
 Inj. Ceftriaxone 1gr/ 12 jam
 Inj. Ranitidin 1 amp /12 jam
 B comp 2x1
 Curcuma 2x1
 Lansoprazole 1x1
 Konsul Sp.P

G. PROGNOSIS
Qua Ad Functionam : Dubia ad bonam
Qua Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Qua Ad Vitam : Dubia ad bonam
H. FOLLOW UP

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT PENATALAKSANAAN

08/12/2018 S : Batuk (+), Lemas (+), Mual P : dr. Irma, Sp.P


(+), Muntah (+), Riwayat
 Bed Rest
NAPZA (+), Riwayat pengobatan
 IVFD Nacl 0,9 % s/s aminofluid
TB (-)
500 cc 1fls/hari
O:  inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
 Kes : CM
 RHZE 300/200/500/500
 TD : 90/70 mmgHg
 Curcuma tab 2x1
 HR : 100 x/ menit
 B comp 2x1
 RR : 24 x/ menit
 T : 37,5oC
R:
-Rawat bersama dr. idwan Harris,
A : TB paru + Dispepsia + Susp sp.PD
HIV - Tcm, BTA
- Elisa HIV
10/12/2018 S : Nyeri ulu hati (+), perut P : dr. Idwan haris, sp.PD
kembung (+), mual (+)
 Antasida syr 3 x C1
O:  Terapi lain sesuai ts sp.P

 Kes : CM
 TD : 90/70 mmgHg
 HR : 96 x/ menit
 RR : 24 x/ menit
 T : 37,5oC

A : Dispepsia
Laporan test VCT antibody (10/12/2018)
Hasil akhir Non reaktif

FOLLOW UP

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT PENATALAKSANAAN

10/12/2018 S : Badan bintik merah, gatal (-) P :

O:  Bed Rest
Thorax :  IVFD Nacl 0,9 % s/s aminofluid
Sp : Vesikuler 500 cc 1fls/hari
St : -  inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Kes : CM  inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
 TD : 90/70 mmgHg  RHZE 300/200/500/500
 HR : 100 x/ menit  Curcuma tab 2x1
 RR : 24 x/ menit  B comp 2x1
 T : 37,5oC
A : TB paru + Dispepsia + Sup.
DHF

11/12/2018 S : Batuk (+) P:

O:  Bed Rest
 IVFD Nacl 0,9 % s/s aminofluid
Thorax :
500 cc 1fls/hari
Sp : Vesikuler
 inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
St : -
 inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
 Kes : CM
 RHZE 300/200/500/500
 TD : 90/70 mmgHg
 Curcuma tab 2x1
 HR : 100 x/ menit
 B comp 2x1
 RR : 24 x/ menit
 T : 37,5oC R : Cek DL
A : TB paru + Dispepsia + Susp.
DHF

Hasil Darah Lengkap ( 11 Desember 2018)

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hemoglobin 11,0 gr/ dl 12,0 -18,0

Leukosit 14.700 mm3 4.000 – 10.000

Trombosit 343.000 mm3 150.000 – 400.000

Hematokrit 34,5 % 36,0 – 56,0

Eritrosit 3,67 juta/ mm3 3,80 – 5,30

MCV 94,0 fl 80,0 - 100

MCH 30,0 pg 27,0 – 32,0

MCHC 31,9 gr/ dl 32,0 – 36,0

RDW 16,6% 10,0 – 16,5

PDW 17,4% 12,0 – 18,0

MPV 3,6 fl 5,0 – 10,0

Hitung Jenis Leukosit


Eosinofil 0% 1 -3

Basofil 0% 0 -1

Neutrofil Segmen 78 % 42 – 85

Limfosit 15 % 11 – 49

Monosit 7% 0 -9
BAB II
DISKUSI

TEORI KASUS

Epidemiologi Pada Pasien:


Pasien adalah seorang laki-laki
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 berumur 29 tahun

kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018).

Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC

tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar

dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan

Survei Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada laki-

laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan.

Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain. Hal ini

terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar

pada fakto risiko TBC misalnya merokok dan

kurangnya ketidakpatuhan minum obat. Survei ini

menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki

yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7%

partisipan perempuan yang merokok.

Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis tahun

2013-2014, prevalensi TBC dengan konfirmasi

bakteriologis di Indonesia sebesar 759 per 100.000

penduduk berumur 15 tahun ke atas dan prevalensi


TBC BTA positif sebesar 257 per 100.000 penduduk

berumur 15 tahun ke atas.

Manifestasi Klinis
Pada pasien:
Gejala klinis tuberculosis dapat dibagi menjadi 2
Hal ini dialami ± 5 hari ini, disertai
golongan, yaitu gejala local dan gejala sistemik, bila Batuk (+), Batuk darah (-), Sesak

organ yang terkena adalah paru maka gejala local ialah (+), Mual (+), Muntah (+), riwayat
penurunan berat badan (+), Riwayat
gejala respiratori (gejala local sesuai organ yang
NAPZA (+), BAK (+)N, BAB (+)
terlibat) N.

1. Gejala Respiratorik

- Batuk ≥ 2 minggu

- Batuk darah

- Sesak nafas

- Nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervarirasi, dari mulai

tidak ada gejala sampai gejala yang terdiagnosis pada

saat medical checkup. Bila bronkus belum terlibat

dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak

ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena

iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk

membuang dahak keluar.

2. Gejala sistemik

- Demam
- Gejala sistemik lainnyaa adalah malaise,

keringat malam, anoreksia dan berat badan

menurun

Diagnosa TB paru Pada pasien :


 Diagnosis tb paru pada orang dewasa harus  Hasil Foto Thoraks
Cor, sinuses dan diagfragma normal
ditegakkan terlebih dahulu dengan
Pulmo : Hilli normal, Corakan
pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan
Bronkovaskuler dalam batas
bakteriologis yang dimaksud adalah
normal, tampak infiltrate dikedua
pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan dan
lapangan paru
tes cepat.
Skeletal dan soft tissue tidak
 Apabila pemeriksaan secara bakteriologis
tampak kelainan
hasilnya negative, maka penegakkan diagnosis
Tb dapat dilakukan secara klinis menggunakan
Concl : TB paru aktif
pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-
tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai
dan ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih
tb
 Pada sarana terbatas penegakkan diagnosis
secara klinis dilakukan setelah pemberian
terapi antibiotika spectrum luas (Non OAT dan
Non Kuinolom) yang tidak memberikan
perbaikan klinis.
 Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya
berdasarkan pemeriksaan foto thoraks saja.
Foto thoraks tidak selalu memberikan
gambaran spesifik pada Tb paru, sehingga
dapat menyebabkan overdiagnosis ataupun
underdiagnosis.
 Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya
dengan pemeriksaan uji Tuberkulin
Tatalaksana:

Panduan OAT yang digunakan oleh program  Bed Rest


nasional pengendalian Tuberkulosis di Indonesia  IVFD Nacl 0,9 % s/s
adalah : aminofluid 500 cc 1fls/hari
1. Kategori 1 : 2 (HRZE)/4(HR)3  inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
2. Kategori 2 : 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3  inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
3. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien  RHZE 300/200/500/500
TB resisten obat diindonesia terdiri dari OAT
 Curcuma tab 2x1
lini ke-2 yaitu kanamisin, kapreomisin,
 B comp 2x1
Levofloxasin, ETIonamid, Sikliserin,
Moksiflosasin dan PAS, serta OAT lini-1 yaitu
pirazinamid dan etambutol.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M.

tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan

Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa

menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than

Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC.

3.2. Epidemiologi

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia

ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis

sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta

kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif.

Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional

WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di

dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di

Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk, seperti

terlihat pada tabel 1

Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap

tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB

terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000
penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens

HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.

3.3. Biomolekuler M. Tuberculosis

3.3.1. Morfologi dan struktur bakteri

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak

berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm.

Dinding M. tuberculosissangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%).

Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-

waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang

berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90)

yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh

jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah

polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks

tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai

akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol.

Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid,

polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan

menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat

molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan

spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.

tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen

yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 a, protein MTP

40 dan lain lain.


Biomolekuler

Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan

guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen

dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen

DNA mikobakteria yang selalu ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan

sikuen DNA yang menyandi antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA

ulangan seperti elemen sisipin. Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein

berikatan posfat misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti

protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi

protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase. Sikuen sisipan DNA

(IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS ada dalam mikobakteria antara lain

IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan

dengan teknik PCR dan RFLP.

3.4. Patogenesis

A. TUBERKULOSIS PRIMER

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan

paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek

primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan

sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening

menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar

getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis

regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
nasib sebagai berikut :

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
2.
sarang perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara :

a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya Salah satu contoh adalah epituberkulosis,

yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar

hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas

bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar

sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan

peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai

epituberkulosis.

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya

atau tertelan

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya

tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh

secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini

akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis

tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan

tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia

dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :


- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada

anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau

- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

B. TUBERKULOSIS POSTPRIMER

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis

primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama

yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis,

tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi

masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis

postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus

superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni

kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :

1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan

penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh

dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan

membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.

3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan

muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,

kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan
menjadi:

- meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan

mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas

- memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.

Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali,

mencair lagi dan menjadi kaviti lagi

- bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh

dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai

kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate

shaped).

3.5. Klasifikasi

Klasifikasi pasien TB:

Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas, pasien juga diklasifikasikan

menurut :

a. Lokasi anatomi dari penyakit

b. Riwayat pengobatan sebelumnya

c. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

d. Status HIV

a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:

Tuberkulosis paru:

Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru

karena adanya lesi pada jaringan paru.


Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat

gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien

yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai

pasien TB paru.

Tuberkulosis ekstra paru:

Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen,

saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.

Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau

klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium

tuberculosis.

Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien

TB ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.

b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:

1) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya

atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).

2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT

selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis). Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan

hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:

• Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap

dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena

benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).

• Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah diobati dan

dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.


• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):

adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini sebelumnya

dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat /default).

• Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan sebelumnya

tidak diketahui.

3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari Mycobacterium

tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :

• Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja

• Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid

(H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan

• Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara

bersamaan

• Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan terhadap

salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal \salah satu dari OAT lini kedua jenis

suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)

• Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi

terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip

(konvensional).

d. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV

1) Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV): adalah pasien TB dengan:

• Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART,


atau

• Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB.

2) Pasien TB dengan HIV negative : adalah pasien TB dengan :

 Hasil tes negative sebelumnya, atau

 Hasil tes HIV negative pada saat diagnosis TB.

3) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui : Adalah pasien TB tanpa ada bukti

pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan.

3.6. Diagnosis

Diagnosis tuberculosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan

fisis/jasmani, pemeriksaan bateriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Gejala klinik

Gejala klinis tuberculosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala local dan gejala

sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala local ialah gejala respiratori (gejala

local sesuai organ yang terlibat)

1. Gejala Respiratorik

- Batuk ≥ 2 minggu

- Batuk darah

- Sesak nafas

- Nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervarirasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang

terdiagnosis pada saat medical checkup. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit,
maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus,

dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak keluar.

2. Gejala sistemik

- Demam

- Gejala sistemik lainnyaa adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan

menurun

3. Gejala tuberculosis ekstraparu

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada

limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari

kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis,

sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada

pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang

terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.

Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan

kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks

dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan

jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki

basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.


Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan

di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah

sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.

Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah

leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran

kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”

Pemeriksaan Bakteriologik

Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang

sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat

berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,

kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi

(termasuk biopsi jarum halus/BJH)

Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,

top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi

gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai

lesi TB aktif :

- Bayangan berawan/ nodular disegmen apical dan posterior lobus atas paru dan

segmen superior lobus bawah.

- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular

- Bayangan bercak milier

- Efusi pleura unilateral (umumnya) bilateral (jarang)


Gambaran radiologic yang dicurigai lesi TB inaktif

- Fibrotik

- Kalsifikasi

- Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed Lung) :

- Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya

secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis,

ekstasis/multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau

penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut.

- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit.

Luas Lesi yang tampak pada foto thoraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan

sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negative) ;

- Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas

tidak lebih dari sela iga 2 depan ( Volume paru yang terletak diatas chondrosternal

junction dari iga kedua depan dan processus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau

korpus vertebra torakalis 5, serta tidak dijumpai kaviti.

Pemeriksaan khusus

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang

dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan

kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara

lebih cepat.
1. Pemeriksaan BACTEC

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M

tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan

dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif

pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji

kepekaan.

Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator

Tube (MGIT).

2. Polymerase chain reaction (PCR):

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk

DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan

kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan

ketelitian dalam pelaksanaannya.

Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan

tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar internasional.

Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang ke arah

diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB

Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari

paru maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat.

3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda :

a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)


Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa

proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah

kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.

b. ICT

Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologi untuk

mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang

menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis,

diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis

melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis)

disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan

warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung

antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan

membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis

kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.

c. Mycodot

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan

antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik.

Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut

terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti

penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah

d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi. Dalam

menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena
banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.

e. Uji serologi yang baru / IgG TB. Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara

mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG

berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan kombinasi

lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis.

Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB

ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB pada anak.

Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.

Pemeriksaan Penunjang lain

1. Analisis Cairan Pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien

efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung

diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis

cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah

2. Pemeriksaan histopatologi jaringan

Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan

yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi

atau otopsi, yaitu :

· Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)

· Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman)

· Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal

needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).


· Otopsi

Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam

larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua

difiksasi untuk pemeriksaan histologi.

3. Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis.

Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator

penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang

normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

4. Uji tuberculin

Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalens

tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti

pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila

kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin

dapat memberikan hasil negatif.

3.7. Penatalaksanaan

Panduan OAT yang digunakan oleh program nasional pengendalian Tuberkulosis di Indonesia
adalah :
1. Kategori 1 : 2 (HRZE)/4(HR)3
2. Kategori 2 : 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat diindonesia terdiri dari OAT lini

ke-2 yaitu kanamisin, kapreomisin, Levofloxasin, Etionamid, Sikliserin, Moksiflosasin dan PAS,

serta OAT lini-1 yaitu pirazinamid dan etambutol.


Jenis Sifat Efek Samping
Isonisazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, Psikosis toksik, Gangguan
fungsi hati, kejang
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan gastrointestinal, urine
berwarna merah, gangguan fungsi hati,
trombositopeni, demam, skin rash, sesak nafas,
anemia hemolitik
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati,
gout arthritis
Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri tempat suntikan, gangguan keseimbangan
dan pendengaran, renjatan anafilaktik, anemia,
agranulositosis, trombositopenia
Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis
perifer

DOSIS

OAT HARIAN 3X/MINGGU

KISARAN DOSIS MAKSIMUM KISARAN DOSIS MAKSIMUM/HARI


(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB) (mg)
Isonisazid (H) 5 (4-6) 300 10 ( 8-12 ) 900

Rifampisin (R) 10 (8-12) 600 10 ( 8-12 ) 600

Pirazinamid (Z) 25 (20-30) - 35 ( 30-40 ) -

Streptomisin (S) 15 (15-20) - 30 ( 25-35 ) -

Etambutol (E) 15 (12-18) - 15 ( 12-18 ) 1000

Panduan OAT KDT lini pertama dan peruntukannya.

Dosis Panduan OAT KDT Kategori 1 : 2(HRZE)/ 4(HR)3

Berat Badan Tahap insentif tiap hari selama 56 hari Tahap lanjutan 3 kali
RHZE (150/75/400/275) seminggu selam 16 minggu
RH (150/150)
30-37 kg 2 Tablet KDT 2 Tablet KDT
38-54 kg 3 Tablet KDT 3 Tablet KDT
55-70 kg 4 Tablet KDT 4 Tablet KDT
≥ 71 kg 5 Tablet KDT 5 Tablet KDT

Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3


Tahap intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3 kali
Berat Badan RHZE (150/75/400/275) + S seminggu RH (150/150) + E
(400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 kg 2 Tablet 4KDT + 500 mg 2 Tablet KDT 2 Tab 2KDT + 2 Tab
Streptomisin inj. Etambutol
38-54 kg 3 Tablet 4KDT + 750 mg 3 Tablet KDT 3 Tab 2KDT + 3 Tab
Streptomisin inj. Etambutol
55-70 kg 4 Tablet 4KDT + 1000 mg 4 Tablet KDT 2 Tab 2KDT + 2 Tab
Streptomisin inj. Etambutol
≥ 71 kg 5 Tablet 4KDT+ 1000 mg 5 Tablet KDT 2 Tab 2KDT + 2 Tab
Streptomisin inj. (> do maks) Etambutol

Anda mungkin juga menyukai