Anda di halaman 1dari 11

Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

TINEA KORPORIS ET KRURIS ET FASIALIS DENGAN TERAPI KOMBINASI


ANTI JAMUR

Ida Ayu Diah Purnama Sari1, I Kadek Dwiki Anjasmara2


1,2
Prodi Kedokteran, Universitas Pendidikan Ganesha

e-mail: ida.ayu.diahsari@undiksha.ac.id, dwiki.anjasmara.2@student.undiksha.ac.id

Abstrak
Tinea atau dermatofitosis merupakan infeksi superfisial pada kulit, rambut, dan kuku yang
disebabkan oleh infeksi dermatofita. Dermatofita merupakan kelompok jamur yang memiliki
kemampuan untuk menggunakan keratin sebagai sumber nutrisinya, oleh karena itu
dermatofita menginfeksi jaringan yang mengandung keratin seperti kulit, rambut, dan kuku.
Tinea disebabkan oleh tiga kelompok jamur yakni Epidermophyton, Trichophyton, dan
Microsporum. Kami melaporkan seorang wanita berusia 50 tahun dengan keluhan gatal
yang dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan gatal disertai dengan bintik-bintik
kemerahan pada kulit, yang kemudian berubah menjadi warna putih, dan akhirnya
mengelupas. Pada pemeriksaan dermatologis, didapatkan pada regio fasialis, toraks, serta
kruris dekstra dan sinistra berupa makula hipopigmentasi disertai skuama, berbatas tegas
sirkumskrip, tepi berwarna kemerahan, multipel, berbentuk tidak beraturan, berukuran
plakat, tersusun konfluen, dan tersebar regional pada regio kruris dekstra dan sinistra. Pada
pemeriksaan mikrobiologi KOH 10% kerokan kruris dekstra dan sinistra, didapatkan hasil
positif jamur. Pasien terdiagnosis tinea korporis et kruris et fasialis, kemudian diberikan
tatalaksana topikal berupa ketokonazol krim 2%, serta itrakonazol tablet 200 mg dosis sekali
sehari pada malam hari dan setirizin tablet 10 mg dosis sekali sehari pada malam hari
pada malam hari diberikan selama tujuh hari.

Kata kunci: Tinea, Anti Fungi, Terapi, Kombinasi.

Abstract
Abstrak Tinea or dermatophytosis is a superficial infection of the skin, hair and nails caused
by infection with dermatophytes. Dermatophytes are a group of fungi that have the ability to
use keratin as a source of nutrition, therefore dermatophytes infect tissues containing keratin
such as skin, hair and nails. Tinea is caused by three groups of fungi namely
Epidermophyton, Trichophyton, and Microsporum. We report a 50 year old woman who was
consulted with complaints of itching that was felt since 1 year ago. Complaints of itching are
accompanied by reddish spots on the skin, which then turn white and eventually peel. On
dermatological examination, we found hypopigmented macules with scaling, circumscribed,
reddish edges, multiple, irregularly shaped, plaque-sized, confluent arranged, and spread
regionally in the right and left cruris regions. left. On the microbiological examination of KOH
10% on the right and left cruris scrapings, positive results were obtained for the fungus. The
patient was diagnosed with tinea corporis et cruris et facialis, then was given ketoconazole
2% cream topically, itraconazole tablets 1x200 mg and cetirizine tablets 1x10 mg.

Keywords : Tinea, Anti Fungi, Therapy, Combination

GMJ | 46
Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

PENDAHULUAN perjalanan penyakitnya dipengaruhi


Mikosis atau infeksi jamur pada oleh usia, jenis kelamin, ras, budaya,
manusia terbagi menjadi tiga yakni dan imunitas2. Terapi kombinasi pada
superficial mycoses, subcutaneous tinea dapat diberikan dengan dua grup
mycoses, dan deep mycoses atau anti jamur atau agen anti jamur
systemic mycoses. Tinea atau ditambah dengan senyawa lainnya.
dermatofitosis merupakan infeksi Secara umum, kombinasi obat
superfisial pada kulit, rambut, dan kuku memberikan hasil yang bervariasi.
yang disebabkan oleh infeksi Kombinasi grup anti jamur yang paling
dermatofita. Dermatofita merupakan sering digunakan adalah anti jamur
kelompok jamur yang memiliki sistemik oral (terbinafin, griseofulvin,
kemampuan untuk menggunakan atau azol, utamanya itrakonazol)
keratin sebagai sumber nutrisinya, oleh ditambah dengan anti jamur topikal
karena itu dermatofita menginfeksi (azol, terbinafin, siklopiroks, amorolfin)
jaringan yang mengandung keratin selama beberapa minggu. Berdasarkan
seperti kulit, rambut, dan kuku. Tinea hasil menarik dari beberapa kombinasi
disebabkan oleh tiga kelompok jamur anti jamur ini, penulis tertarik untuk
yakni Epidermophyton, Trichophyton, membahas lebih jauh mengenai bidang
dan Microsporum1,2. Sekitar 25% ini2,6.
penyakit jamur di dunia adalah tinea.
Tinea relatif sering terjadi pada negara LAPORAN KASUS
iklim tropis dengan status sosioekonomi Anamnesis dan Penegakkan
rendah. Di Indonesia, tinea merupakan Diagnosis
infeksi jamur yang paling umum Pasien perempuan berusia 50
ditemukan dengan persentase 52%. tahun dikonsulkan ke bagian kulit dan
Tinea diklasifikasikan kembali kelamin dengan keluhan utama gatal-
berdasarkan predileksinya yakni tinea gatal yang dirasakan pada wajah,
korporis (batang tubuh), tinea manus badan, dan paha, sejak 1 tahun yang
(tangan), tinea kapitis (kulit kepala), tine lalu. Keluhan awalnya dirasakan pada
kruris (paha), tinea pedis (kaki), tinea area wajah, kemudian ke badan, hingga
barbe (area jenggot), dan tinea unguium ke paha. Rasa gatal dirasakan
(kuku). memberat ketika pasien mengonsumsi
Tinea korporis merupakan obat-obatan asma yang diberikan oleh
dermatofitosis yang paling umum dokter yakni salbutamol,
ditemukan pada daerah Asia yakni metilprednisolon, dan seretide diskus,
sekitar 35,4%1,3–5. Tinea dapat serta membaik jika obat-obatan tersebut
ditularkan baik secara langsung maupun dihentikan.
tidak langsung. Agar dapat menginfeksi Pasien juga dikeluhkan adanya
pejamu, dermatofita harus mampu bintik- bintik kemerahan di lokasi yang
melekat, menembus jaringan, dan sama dan muncul bersamaan dengan
mampu bertahan pada berbagai kondisi gatal-gatal yang dirasakan pasien,
pejamu, seperti suhu dan lingkungan. memberat ketika pasien mengonsumsi
Tinea bersifat multifaktorial, hal ini obat-obatan asma, dan membaik jika
dikarenakan manifestasi klinis dan obat-obatan tersebut dihentikan. Bintik

GMJ | 47
Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

kemerahan tersebut dikatakan semakin pendidikan, suami pasien merupakan


lama berubah warna menjadi putih dan lulusan Sekolah Dasar. Pasien sehari-
akhirnya kulit pasien mengelupas. hari bekerja sebagai pedagang yang
Keluarga mengatakan kulit pasien sudah rutin berjualan di pasar bersama suami.
mengelupas sebanyak 3 kali. Pasien mengaku sehari-hari mandi tidak
Pasien memiliki riwayat asma menggunakan air panas atau air dingin,
sejak tahun 2020 dan sempat diopname serta tidak menggunakan pakaian atau
sebanyak 2 kali dikarenakan handuk secara bergantian dengan
kekambuhan asma. Pada riwayat anggota keluarga yang lain. Pasien tidak
opname terakhir, pasien rutin memiliki riwayat alergi terhadap
melakukan kontrol rawat jalan selama 8 pengobatan, makanan, atau yang
bulan. Pasien sempat mengeluhkan lainnya.
gatal-gatal yang muncul saat kontrol Pemeriksaan tanda-tanda vital
rutindan diberikan obat- obatan alergi didapatkan kesan umum sakit sedang,
yang tidak diingat oleh pasien dan kesadaran compos mentis (GCS
keluarga. Pasien memiliki riwayat E4V5M6), tekanan darah 120/70 mmHg,
pengobatan salbutamol, frekuensi nadi 60x/menit, frekuensi
metilprednisolon, dan seretide diskus napas 20x/menit, dan suhu 36,50 C.
sejak 1 tahun yang lalu. Pasien selalu Pemeriksaan status generalis
mengonsumsi obat-obatan ini jika asma didapatkan wheezing pada lapang paru
pasien kambuh. Keluarga mengatakan kiri. Status dermatologis pada regio
pasien selalu mengeluhkan gatal-gatal fasialis, terdapat makula
serta bintik kemerahan jika hipopigmentasi, berbatas tegas
mengonsumsi obat tersebut, namun sirkumskrip, tepi berwarna kemerahan,
merasa sesak jika obat tersebut multipel, berbentuk tidak beraturan,
dihentikan. Pasien dan keluarga selalu berukuran plakat, tersusun konfluen,
membeli sendiri obat tersebut di apotek tersebar regional pada wajah, dan
jika sudah habis tanpa resep dokter. disertai skuama.
Keluarga mengatakan pasien paling
lama mengonsumsi obat-obatan
tersebut selama 10 hari berturut- turut
dan berhenti jika sesak sudah
menghilang.
Keluarga pasien tidak ada yang
memiliki keluhan serupa, serta tidak ada
riwayat penyakit kronis seperti
hipertensi, diabetes melitus, dan asma.
Pasien merupakan seorang ibu rumah
tangga yang memiliki tiga anak. Pasien
tinggal di rumah bersama suami, serta
anak kedua dan anak ketiga. Pasien
tidak memiliki riwayat merokok atau
mengonsumsi minuman beralkohol.
Pasien tidak memiliki riwayat

GMJ | 48
Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

Gambar 1. Lesi pada Regio Fasialis Dekstra


Pada regio toraks, didapatkan
makula hipopigmentasi, berbatas tegas
sirkumskrip, tepi berwarna kemerahan,
multipel, berbentuk tidak beraturan,
berukuran plakat, tersusun konfluen,
tersebar regional pada regio toraks, dan
disertai skuama. Pada regio kruris
dekstra dan sinistra, ditemukan makula
hipopigmentasi, berbatas tegas
sirkumskrip, tepi berwarna kemerahan,
multipel, berbentuk tidak beraturan,
berukuran plakat, tersusun konfluen,
tersebar regional pada regio kruris
dekstra dan sinistra, dan disertai
skuama. Pada pemeriksaan mikrobiologi
KOH 10% kerokan kruris dekstra dan
sinistra, didapatkan hasil positif jamur. Gambar 4. Lesi pada Regio Kruris
Lesi pada pasien dapat dilihat pada Sinistra
gambar 1, 2, 3, dan 4.
METODE
Diagnosis Kerja dan Tatalaksana
Awal
Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, pasien terdiagnosis tinea
korporis et kruris et fasialis. Pasien
diberikan tatalaksana topikal berupa
ketokonazol krim 2% dan sistemik
berupa itrakonazol tablet 1x200 mg dan
setirizin tablet 1x10 mg.

Gambar 2. Lesi pada Regio Toraks Follow Up


Ketika dilakukan follow up hari ke-
6, pada regio fasialis terdapat makula
hipopigmentasi, berbatas tegas
sirkumskrip, tepi hiperpigmentasi,
multipel, berbentuk tidak beraturan,
berukuran plakat, tersusun konfluen,
tersebar regional pada wajah, disertai
skuama yang sudah mulai berkurang.
Pada regio toraks, didapatkan makula
hipopigmentasi, berbatas tegas
Gambar 3. Lesi pada Regio Kruris sirkumskrip, tepi hiperpigmentasi,

GMJ | 49
Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

multipel, berbentuk tidak beraturan,


berukuran plakat, tersusun konfluen,
tersebar regional pada regio toraks,
dengan skuama yang sudah berkurang.
Pada regio kruris dekstra dan sinistra,
ditemukan makula hipopigmentasi yang
membaik, berbatas tegas sirkumskrip,
tepi berwarna kemerahan, multipel,
berbentuk tidak beraturan, berukuran
plakat, tersusun konfluen, tersebar
regional pada regio kruris dekstra dan
sinistra, dengan sedikit skuama.
Perkembangan lesi pasien pada hari ke-
6 follow up dapat dilihat pada gambar
5, 6, 7, Gambar 6. Perkembangan Lesi pada
dan 8.

Regio Toraks
Gambar 7. Perkembangan Lesi pada
Regio Kruris Dekstra
Gambar 8. Perkembangan Lesi pada
Regio Kruris Sinistra

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tinea atau dermatofitosis
merupakan infeksi jamur superfisial
pada jaringan dengan tinggi keratin
Gambar 5. Perkembangan Lesi pada
seperti kulit, rambut, dan kuku. Jamur ini
Regio Wajah
biasanya ditemukan pada pada stratum
korneum kulit, khususnya di daerah
tropis, jamur ini dapat berkembang dan
menginfeksi dikarenakan kelembaban
dan suhu yang ideal untuk
pertumbuhannya. Tinea disebabkan
oleh jamur golongan dermatofit yakni
Trichophyton, Epidermophyton, dan
Microsporum7,8.

GMJ | 50
Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

Berdasarkan transmisinya, dikarenakan pria cenderung lebih aktif


kelompok dermatofit dibagi menjadi dan tidak memiliki hormon androgen
antropofilik, zoofilik, dan geofilik. wanita yakni progesteron dan estradiol,
Berdasarkan area yang diinfeksi, tinea yang dapat menghambat pertumbuhan
terbagi menjadi tinea kapitis (kepala), jamur dermatofit2,10.
tinea fasialis (wajah), tinea barbe Dari perbandingan usia, kelompok
(jenggot), tinea korporis (batang tubuh), usia produktif adalah kelompok
tinea manus (tangan), tinea kruris (lipat terbanyak yang mengalami tinea
paha), tinea pedis (kaki), dan tinea dibandingkan dengan kelompok usia
unguium (kuku). Variasi klinis lain dari yang lebih muda atau lebih tua. Hal ini
tinea yakni tinea imbricata, dikarenakan ada beberapa faktor yang
pseudoimbricata, dan Majocchi memengaruhi yakni pekerjaan basah,
granuloma8,9. trauma, banyak berkeringat, selain
Tinea merupakan infeksi jamur pajanan terhadap jamur lebih lama.
superfisial yang umum ditemukan di Namun, hal ini bervariasi pada penelitian
seluruh dunia. Insidennya lebih tinggi lain dimana pada RSU Dr. Soetomo,
ditemukan pada negara tropis dan didapatkan prevalensi tinea tertinggi
subtropis, hal ini dikarenakan tingginya pada kelompok usia 45-49 dan 50-54
kelembaban dan suhu lingkungan di tahun dengan persentase masing-
daerah tersebut. Urbanisasi, masing 10,62% dan 10,03%. Hal ini
penggunaan alas kaki yang oklusif, dan dikarenakan pada kelompok pasca
pakaian yang ketat merupakan faktor pubertas, terjadi penurunan hormon
predisposisi prevalensi tinea yang tinggi. androgenik yang memiliki efek inhibisi
Prevalensi dermatofitosis di dunia terhadap pertumbuhan jamur
diperkirakan 20- 25%9,10. dermatofita1,2.
Tinea korporis adalah Tinea disebabkan oleh kelompok
dermatofitosis dengan prevalensi yang dapat berkembang pada jaringan
tertinggi di Asia sebanyak 35,4%. Risiko yang mengandung keratin untuk
seseorang terinfeksi tinea korporis digunakan sebagai nutrisi. Pejamu,
semasa hidupnya diperkirakan 10- agen, dan lingkungan memiliki perannya
20%.1,2,5 Berdasarkan penelitian, belum masing-masing dalam patogenesis
dapat disimpulkan apakah prevalensi tinea. Faktor risiko yang dapat
tinea pada wanita lebih tinggi ditemukan pada pejamu yakni kondisi
dibandingkan pria, atau sebaliknya. Hal imunokompromis seperti diabetes
ini dikarenakan tinea merupakan melitus, limfoma, dan penyakit kronik,
penyakit yang bersifat multifaktorial. higenitas yang buruk, penggunaan
Pada penelitian di RSU Dr. Soetomo steroid, merokok, dan hipertensi. Selain
tahun 2019, sebanyak 59,1% pasien itu, terdapat beberapa faktor risiko lain
tinea adalah wanita, serupa dengan yakni higenitas yang buruk,
tahun 2014-2015 yakni sebanyak penggunaan steroid, trauma, merokok,
58,11% pasien tinea adalah wanita. dan hipertensi. Faktor risiko lingkungan
Namun, penelitian lain menunjukan yang mendukung pertumbuhan jamur
prevalensi tinea lebih tinggi pada pria meliputi kelembaban yang tinggi, suhu
dibandingkan pada wanita. Hal ini udara yang tinggi, peningkatan

GMJ | 51
Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

urbanisasi, dan penggunaan baju yang muncul tanda-tanda radang yang


ketat. Variasi virulensi jamur pada disebabkan oleh invasi dermatofit.
berbagai spesia menyebabkan adanya Reaksi inflamasi kemudian
kekambuhan. Pada awalnya, sebagian menyebabkan pergerakan patogen
besar infeksi tinea disebabkan oleh T. menjauhi lesi awal, sehingga terbentuk
rubrum, namun saat ini sudah mulai lesi cincin klasik yakn ringworm4,12.
digantikan oleh T. interdigitale dan T. Dari hasil anamnesis, pasien
mentagrophytes7–9,11. memiliki riwayat konsumsi
Secara patogenesisnya, kortikosteroid, metilprednisolon, sejak
dermatofit memasuki tubuh manusia tahun 2021, pasien mengaku
melalui kulit yang cedera, scars, dan mengonsumsi kortikosteroid ketika
luka bakar. Dermatofit akan menginvasi asma mengalami kekambuhan. Keluhan
stratum korneum, yang kaya akan asma tersebut membaik dengan
keratin, dan menghasilkan enzim konsumsi obat kortikosteroid dan yang
keartinase. Enzim ini akan lainnya, namun pasien mengeluhkan
menyebabkan reaksi inflamasi pada gatal-gatal, dan sesak kembali muncul
daerah kulit seperti kemerahan dan jika obat tersebut dihentikan. Pasien dan
indurasi. Adanya reaksi inflamasi akan keluarga selalu membeli sendiri obat
menyebabkan patogen bergerak tersebut di apotek jika sudah habis tanpa
menjauhi lesi awal, sehingga terbentuk resep dokter. Keluarga mengatakan
lesi cincin klasik. Adanya lesi berbentuk pasien paling lama mengonsumsi obat-
cincin tersebut merupakan asal nama obatan tersebut selama 10 hari berturut-
lain dari tinea yakni ringworm12. turut dan berhenti jika sesak sudah
Diagnosis tinea pada kasus ini menghilang.
ditegakkan berdasarkan anamnesis, Adanya riwayat gatal yang dimiliki
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan oleh pasien dapat mengacaukan
penunjang. Dari hasil anamnesis, diagnosis tinea menjadi erupsi akibat
pasien mengeluhkan gatal-gatal yang obat-obatan. Kedua diagnosis banding
dirasakan pada wajah, badan, dan paha ini dapat dibedakan berdasarkan lesi
sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan gatal yang ditimbulkan dan dibahas pada
dikatakan awalnya dirasakan pada area pemeriksaan fisik. Berdasarkan
wajah, kemudian ke badan, hingga ke kepustakaan yang ada, konsumsi obat
paha. Hal tersebut sesuai dengan steroid dalam jangka panjang
kepustakaan dimana keluhan utama merupakan salah satu faktor risiko
pasien tinea adalah rasa gatal yang timbulnya tinea. Hal ini dikarenakan
memicu untuk menggaruk dan dapat konsumsi steroid sistemik dapat
terjadi perluasan rasa gatal tersebut ke menurunkan sistem imun13. Pada
area tubuh lain. Pasien juga pemeriksaan fisik didapatkan pada regio
mengeluhkan awalnya terdapat bintik- wajah, terdapat makula hipopigmentasi,
bintik kemerahan pada area yang berbatas tegas sirkumskrip, tepi
dirasakan gatal yang kemudian berubah berwarna kemerahan, multipel,
warna menjadi putih dan akhirnya berbentuk tidak beraturan, berukuran
mengelupas. Hal ini sesuai dengan teori plakat, tersusun konfluen, tersebar
dimana pada tinea pada awalnya dapat regional pada wajah, dan disertai

GMJ | 52
Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

skuama. Hal ini sesuai dengan ini sesuai dengan kepustakaan,


kepustakaan dimana pada lesi di area pemeriksaan KOH merupakan
wajah memiliki karakteristik lesi dapat pemeriksaan yang sederhana, murah,
muncul sebagai lesi eritematosa, cepat, dan efisien untuk melakukan
bersisik, dan gatal pada wajah. Lesi juga skrining. Pada pemeriksaan KOH yang
dapat memiliki pola anular klasik, dilakukan oleh pasien sudah sesuai
dengan tepi yang meninggi, bersisik, dengan kepustakaan dimana sediaan
atau dapat juga memiliki tepi yang yang diambil berada pada tepi lesi yang
datar7. Pada regio toraks didapatkan masih aktif, disimpan dalam tempat yang
makula hipopigmentasi, berbatas tegas tertutup, dan ditetesi KOH 10%.
sirkumskrip, tepi berwarna kemerahan, Pemberian KOH 10-20% ini bertujuan
multipel, berbentuk tidak beraturan, untuk melarutkan keratin sehingga hifa
berukuran plakat, tersusun konfluen, dan spora lebih mudah untuk dilihat.
tersebar regional pada regio toraks, dan Hasil pemeriksaan KOH positif berarti
disertai skuama. Pemeriksaan di regio ditemukan hifa pada spesimen
toraks juga sesuai dengan teori dimana tersebut9.
lesi pada daerah tersebut berbentuk Berdasarkan anamnesis,
lingkaran, batas eritematosa yang pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
tegas, disertai dengan tepi yang penunjang, pasien terdiagnosis tinea
meninggi. Semakin lama, lesi akan korporis et kruris et fasialis,
berkembang dimana bagian tengah lesi menyingkirkan diagnosis banding
akan mengalami perbaikan sehingga lainnya yakni psoriasis, pitriasis rosea,
lesi akan berbentuk anular7. dan dermatitis seboroik. Diagnosis
Pada regio kruris dekstra dan banding psoriasis disingkirkan karena
sinistra, ditemukan makula pada psoriasis dapat ditemukan lesi plak
hipopigmentasi, berbatas tegas eritema, berbatas tegas, disertai dengan
sirkumskrip, tepi berwarna kemerahan, skuama yang berwarna keperakan,
multipel, berbentuk tidak beraturan, kemudian dapat juga ditemukan auspitz
berukuran plakat, tersusun konfluen, sign positif, fenomena koebner, dan
tersebar regional pada regio kruris terdapat radang sendi, uveitis, serta
dekstra dan sinistra, dan disertai riwayat keluarga psoriasis. Dermatitis
skuama. Hal ini sesuai dengan seboroik memiliki manifestasi klinis
kepustakaan dimana manifestasi klinis berupa makula eritema dengan batas
dapat ditemukan secara unilateral, tegas yang disertai skuama berwarna
kemudian menginfeksi kedua lipat paha. kuning atau putih yang berminyak.
Lesi yang ditemukan dapat berupa Pitriasis rosea memiliki lesi herald patch
patch eritema dengan bagian sentral yang tidak gatal, dengan pesebaran
yang sudah mengalami perbaikan. Lesi simetris bilateral, erupsi dapat terjadi 4-
kemudian dapat meluas ke bagian 14 hari kemudian, selain itu dapat
medial lipat paha, perut bagian bawah, ditemukan christmas tree pada
pubis, perineum, dan bokong7. punggung dan pola berbentuk V di area
Berdasarkan pemeriksaan dada. Adanya hasil pemeriksaan jamur
penunjang, pemeriksaan KOH (+) juga semakin mendukung diagnosis
menunjukan hasil positif jamur (+). Hal tinea pada pasien ini4,5.

GMJ | 53
Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

Tatalaksana yang diberikan pada Ketokonazol dan golongan azole lainnya


pasien ini meliputi tatalaksana topikal bekerja dengan cara menghambat
dan sistemik. Tatalaksana topikal enzim lanosterol 14-α demetilase,
diberikan dengan ketokonazol krim 2%, memblokir sintesis ergosterol, yang
sedangkan pada tatalaksana sistemik merupakan komponen struktural
diberikan itrakonazol tablet 1 x 200 mg penting dari membran sel jamur,
dan setirizin tablet 1 x 10 mg, masing- sehingga terjadi kematian sel14.
masing per oral. Pertimbangan Tatalaksana lain yang diberikan
pemberian terapi kombinasi (topikal dan pada pasien ini adalah itrakonazol
sistemik) ini sesuai dengan kepustakaan 1x200 mg. Itrakonazol merupakan
dimana hal ini direkomendasikan pada antifungi golongan triazol yang bersifat
lesi yang lebih luas dengan harapan basa lemah dan terionisasi pada pH
memberikan luaran yang lebih baik. yang rendah. Sehingga diperlukan asam
Pemberian terapi kombinasi ini juga lambung untuk melarutkan obat dan
sudah sesuai dengan kepustakaan memberikan absorbsi yang adekuat.
dimana dianjurkan menggunakan kelas Oleh karena itu, konsumsi makanan
antifungi yang berbeda yakni atau minuman yang bersifat asam dapat
ketokonazol termasuk grup imidazol dan meningkatkan uptake dari itrakonazol,
itrakonazol termasuk grup triazol9. sedangkan proton- pump inhibitor,
Tatalaksana tinea menggunakan terapi antagonis H2, dan antasid dapat
kombinasi (topikal dan sistemik) menghambat penyerapan itrakonazol15.
dilaporkan efektif dan dapat Pemberian itrakonazol 200 mg
mempercepat penyembuhan klinis serta selama 7 hari akan memberikan nilai
mikrobiologis dari infeksi superfisial. plasma itrakonazol yang stabil dalam 4
Beberapa penelitian juga melaporkan hari, yakni 498-646 ng/ml. Kadar
adanya luaran klinis yang baik pada itrakonazol pada sebum dapat diukur
pasien yang diberikan tatalaksana pada 4 hari setelah terapi dan memiliki
itrakonazol sistemik ditambah dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan
ketokonazol topikal6,9. plasma sebanyak 5-10 kali lipat. Terapi
Pemberian ketokonazol krim 2% antifungi itrakonazol memiliki efektivitas
sebanyak 2 kali sehari sudah sesuai yang paling tinggi dibandingkan dengan
dengan kepustakaan, dimana pada griseofulvin, flukonazol, dan terbinafin
tinea korporis dan tinea kruris dapat bagi pengobatan tinea korporis dan tinea
diberikan krim ketokonazol 2% sebagai kruris, menurut empat literatur. Dosis
terapi topikal. Ketokonazol merupakan yang diberikan pada terapi ini bervariasi
golongan imidazol yang memiliki mulai dari 5 mg/kgBB/hari atau 200
beberapa sediaan lain seperti gel 2%, mg/hari16,17.
shampoo 1 % dan 2%, serta foam 2%.

KESIMPULAN oleh kelompok jamur dermatofita yakni


Tinea atau dermatofitosis Trichophyton (menginfeksi kulit, rambut,
merupakan infeksi superfisial pada kulit, dan kuku), Epidermophyton
rambut, dan kuku yang disebabkan oleh (menginfekis kulit), dan Microsporum
infeksi dermatofita. Tinea disebabkan (menginfeksi kulit dan rambut). Pejamu,

GMJ | 54
Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

agen, dan lingkungan memiliki perannya diberikan terapi kombinasi dengan


masing- masing dalam patogenesis topikal ketokonazol krim 2%, serta
tinea. Diagnosis tinea ditegakkan dari sistemik dengan itrakonazol tablet
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan 1x200 mg dan setirizin tablet 1x10 mg.
pemeriksaan penunjang berupa Perkembangan lesi pada hari ke-6,
pemeriksaan KOH. Tatalaksana dari didapatkan lesi hipopigmentasi semakin
tinea mencakup tatalaksana non membaik, tepi yang awalnya eritema
farmakologis dan farmakologis (topikal menjadi hiperpigmentasi, dan skuama
atau sistemik). Pada kasus ini, pasien berkurang.
dengan tinea korporis et kruris fasialis

DAFTAR PUSTAKA Pediatr Ann 1987; 16: 39–48.


Ahmad S, Ahmad G, Mohsin M. Gadithya IDG, Darmada IG., R LMM.
Superficial Dermatophytic Tinea Korporis Et Kruris. e-Jurnal
Infection Prevention and Its Med Udayana 2015; 3: 449–462.
Management: A Review. Int J Res Hosthota A, Gowda T, Manikonda R.
Rev 2021; 8: 427–439. Clinical profile and risk factors of
Brescini L, Fioriti S, Morroni G, Barchiesi. dermatophytoses: a hospital
F. Antifungal combinations in based study. Int J Res
dermatophytes. J Fungi 2021; 7: Dermatology 2018; 4: 508.
1–16. Jartarkar SR, Patil A, Goldust Y,
Burmana F, Putri MN, Nusadewiarti A. Cockerell CJ, Schwartz RA,
Penatalaksanaan dan Grabbe S et al. Pathogenesis,
Pencegahan Tinea Korporis pada Immunology and Management of
Pasien Wanita dan Anggota Dermatophytosis. J Fungi 2022; 8:
Keluarga. Agromedunila 2017; 4: 1–15.
103–108. Oktaviana N, Kawilarang AP, - D. Patient
Choi FD, Juhasz MLW, Atanaskova Profile Of Tinea Corporis In Dr.
Mesinkovska N. Topical Soetomo General Hospital,
ketoconazole: a systematic review Surabaya From 2014 To 2015. J
of current dermatological Berk Epidemiol 2018; 6: 200.
applications and future Nurindi S, Oktarlina RZ, WP RR. Terapi
developments. J Dermatolog Farmakologis Tinea Korporis pada
Treat 2019; 30: 760–771. Anak Pharmacologic Therapy for
Datt S, Datt T. Pathogenesis and Clinical Children with Tinea Corporis.
Significance of Dermatophytes. Int Medula 2020; 10: 760–766.
J Curr Microbiol Appl Sci 2019; 8: Leung AKC, Lam JM, Leong KF, Hon
1877– 1886. KL. Tinea corporis: An updated
De Doncker P, Pande S, Richarz U, review. Drugs Context 2020; 9: 1–
Garodia N. Itraconazole: What 12.
clinicians should know? Indian J Liu D, Ahmet A, Ward L,
Drugs Dermatology 2017; 3: 4. Krishnamoorthy P, Mandelcorn
Frieden IJ. Diagnosis and ED, Leigh R et al. A practical
management of tinea capitis. guide to the monitoring and

GMJ | 55
Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

management of the complications


of systemic corticosteroid therapy.
Allergy, Asthma Clin Immunol
2013; 9: 1–25.
Mujur, Amalia.M.P; Ismail SS. Tinea
Kruris. J Med Prof - Acta Obstet
Gynaecol Jpn 2019; 45: S-102.
Sahoo A, Mahajan R. Management of
tinea corporis, tinea cruris, and
tinea pedis: A comprehensive
review. Indian Dermatol Online J
2016; 7: 77.
Sanggarwati SYDR, Wahyunitisari MR,
Astari L, Ervianti E. Profile of Tinea
Corporis and Tinea Cruris in
Dermatovenereology Clinic of
Tertiery Hospital: A Retrospective
Study. Berk Ilmu Kesehat Kulit
dan Kelamin 2021; 33: 34.

GMJ | 56

Anda mungkin juga menyukai