Anda di halaman 1dari 19

PERANAN NEGARA DALAM MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA DI

INDONESIA

Dosen pengampu : A.A gede Agung Indra Prathama.,SH.,MH

Nama kelompok :

1. Dini Rahmika Anjali 20211110011


2. I Putu Agus Edi Wahyu Pranata 20211110016
3. I Gede Pandi Pranajaya 20211110043
4. Ni Putu Via Firanty 20211110029
5. Ni Kadek Sintia Widiawati 20211110031
6. Kadek Deva Wirryawan Gelgel 20211110035

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NGURAH RAI
DENPASAR
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri
setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup
hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya
antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan
sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang
sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini.
HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era
reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam
hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup
bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau
pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia
sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak
yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada
hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini
dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena
pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia
itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau
Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak
yang tidak dapat diabaikan.Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang
mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat
pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya
berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh
siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri
dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral
dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.
Hak asasi manusia (HAM) secara historis lahir dari hasil
perjuangan panjang untuk menentang penindasan penguasa terhadap
rakyat dimasa lalu. Sebagaimana telah diketahui,bahwa pada masa
pemerintahan monarchi yang absolute,melahirkan pemerintah yang
sewenang-wenang. Penguasa yang memerintah dengan kekuasaan
absolute tidak jarang mengalami penistaan dan penyiksaan hak-hak
individualnya. Secara kodrati setiap orang memiliki hak yang
sama,yang dibawanya sejak lahir dan persamaan tersebut dapat dilihat
ketika seorang lahir kedunia,pada saat itu seseorang telah diberi hak
oleh sang pencipta untuk menangis,bernafas,melihat,dan lain
sebagainya.
Hak asasi merupakan isu internasional dan merupakan
pokok bahasan sedunia internasional,dan terdapat tiga instrumen
didalam hak asasi manusia yang disebut sebagai Bill of Right.yaitu
Universal Declaration of Human Right (UHDR),International
Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) yang mengatur
mengenai masalah hak-hak dibidang ekonomi,sosial,dan budaya.
Sedangkan RANHAM atau Rencana Aksi Nasional HAM di Indonesia
berdasarkan ratifikasi hukum internasional tersebut,hal ini
menunjukkan bahwa HAM merupakan konsep dan praksis yang
universal dan bukan konsep dan praksis yang sifatnya partikularis
karena RANHAM tersebut merupakan bagian dari 9 pokok instrumen
HAM internasional.
Sejalan dengan hal itu,HAM sebagai nilai universal telah
dimuat dalam Konstitusi RI,baik dalam pembukaan UUD 1945 alinea
ke-4 maupun dalam batang tubuh UUD 1945 dan dipertegas dalam
amandemen UUD 1945.
Indonesia memiliki Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang HAM sebagaimana termuat dalam Lembaran negara republik
indonesia tahun 1999 nomor 165 yang selanjutnya disingkat UU HAM
sebagai bentuk tanggung jawab moral dan hukum Indonesia sebagai
anggota PBB dalam penghormatan dan pelaksanaan deklarasi universal
HAM (Universal Declaration on Human Rights) tahun 1948 serta
berbagai instrumen HAM lainnya mengenai HAM yang telah diterima
Indonesia.1
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak
sengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi,menghalangi,membatasi dan atau mencabut HAM
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang
ini,dan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku
dalam undang-undang Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM
sebagaimana termuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 2000 nomor 208 yang selanjutnya disingkat UU pengadilan
HAM. Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua
bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu
perbuatan yang dilakukan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung
kepada penduduk sipil misalnya pembunuhan, pemusnahan,
perbudakan,dan lain-lain secara sewenang-wenang yang melanggar
(asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional.
Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh aparatur
negara maupun bukan aparatur negara. Karena itu penindakan terhadap
pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur
negara,tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur
negara. Dalam hal ini seperti yang pernah dinyatakan oleh Komnas

1
M.A. Putra, 2015, Eksistensi Lembaga Negara Dalam Penegakan Ham Di Indoneaia.
Jurnal Ilmu Hukum: Fiat Justisia,Vol 9,No 3. hal 4
HAM bahwa terkait pencemaran udara yang terjadi dibeberapa
wilayah indonesia.
Kewajiban negara dalam melindungi warga negaranya tidak
terlepas dari kebijakan pemimpin pemerintah yang memegang tampuk
kekuasaan dan berkewajiban menjaga kebenaran hak-hak tersebut.

Berdasarkan penjelsan latar belakang diatas,kami


mengambil judul yaitu “Peranan Negara Dalam Melindungi Hak Asasi
Manusia Di Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengertian HAM serta bagaimana sejarah dan


perkembangan HAM di Indonesia?
2. Bagaimana Peran Negara Dalam Perlindungan Ham Di
Indonesia?

1.3 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Penelitian


yuridis empiris adalah penelitian yang mempunyai objek kajian
mengenai perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat yang dikaji adalah
perilaku yang timbul akibat berinteraksi dengan sistem norma yang
ada. Interaksi itu muncul sebagai bentuk reaksi masyarakat atas
diterapkannya sebuah ketentuan perundangan positif dan bisa pula
dilihat dari perilaku masyarakat sebagai bentuk aksi dalam
mempengaruhi pembentukan sebuah ketentuan hukum positif.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bagaimanakah Pengertian HAM

Hak merupakan unsur normative yang melekat pada diri


setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup
hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya
antara individu dengan instansi. Dalam Undang Undang (UU) Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 1 disebutkan bahwa
“Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintahan dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia”.

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang melekat


pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental yang harus
dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau
negara. Dengan demikian hakikat penghormatan dan perlindungan
terhadap HAM ialah menjaga keselamatan eksistensi manusia secara
utuh melalui aksi keseimbangan yaitu keseimbangan antara hak dan
kewajiban, keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan
kepentingan umum. Upaya menghormati, melindungi dan
menjungjung tinggi Hak Asasi Manusia, menjadi kewajiban dan
tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah (aparatur
pemerintahan baik sipil maupun militer) dan negara.
Begitu juga dalam memenuhi kepentingan perseorangan
tidak boleh merusak kepentingan orang banyak (kepentingan umum).
Karena itu, pemenuhan, perlindungan dan penghormatan terhadap
HAM harus diikuti dengan pemenuhan terhadap kewajiban asasi
manusia dan tanggung jawab asasi manusia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, dan bernegara. Jadi dapat disimpulkan bahwa hakikat
dari HAM adalah keterpaduan yng melekat pada setiap individu
manusia, baik dalam tatanan kehidupan pribadi, kemasyarakatan,
kebangsaan, kenegaraan dan jika pergaulan global tidak berjalan secara
seimbang dapat dipastikan akan menimbulkan kekacauan, anarkisme,
dan kesewenang-wenangan dalam tata kehidupan umat manusia2.

Pengertian HAM dari beberapa ahli :

Hak asasi manusia sudah memiliki cabang ilmu sendiri untuk


mempelajarinya. Untuk itu ada beberapa pengertian hak asasi manusia
dari para ahli yang mengemukakan cabang ilmu tentang hak asasi
manusia.

1. HAM menurut Jhon Locke Hak asasi manusia adalah hak yang
langsung di berikan Tuhan kepada manusia sebagai hak yang
kodrati. Oleh sebab itu tidak ada kekuatan di dunia ini yang
bisa mencabutnya. HAM memiliki sifat yang mendasar dan
suci.
2. HAM Menurut Jan Materson Jan Materson adalah anggota
komisi HAM di PBB. Menurutnya HAM adalah hak-hak yang
ada pada setiap manusia yang tanpanya manusia mustahil hidup
sebagai manusia.
3. HAM menurut miriam budiarjo HAM adalah hak yang dimiliki
setiap orang sejak lahir didunia. Hak itu sifatnya

2
Dede Rosyada, 2003, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani, ( Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah ), Jakarta, hal. 199-
201.
universal,karna hak dimiliki tanpa adanya perbedaan. Baik itu
ras, jenis kelamin, suku dan agama.
4. HAM menurut Prof. Koentjoro Poerbopranoto HAM adalah
suatu hak yang bersipat mendasar. Hak yang dimiliki manusia
sesuai dengan kodratnya yang pada dasarnya tidak bisa
dipisahkan.
5. HAM menurut undang-undang nomer 39 tahun 1999 HAM
adalah seperangkat hak yang melekat pada diri manusia sebagai
ciptaan tuhan yang maha esa. Hak tersebut merupakan anugrah
yang wajib dilindungi dan dihargai oleh setiap manusia.

2.2 Sejarah dan Perkembangan HAM di Indonesia


A. Hak Asasi Manusia Awal Kemerdekaan
Soepomo adalah salah satu perintis hukum modernisasi
Indonesia yang sangat gigih dengan pandangan bahwa individu tidak
berarti, kecuali dia hidup dalam masyarakatnya.3 Bertolak dari
pandangan tersebut Soepomo sebagai ketua panitia kecil penyusun
Undang-Undang Dasar 1945, menyusun rumusan yang kurang memuat
hak-hak asasi dalam pasal-pasal UUD tersebut walaupun dalam
pembukaan syarat dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan Hak
Asasi Manusia (HAM). Dengan melihat pada situsai yang berkembang
saat itu di mana Indonesia baru lepas dari tangan kolonial penjajah,
maka ternyata penyusun Undang-Undng Dasar dan para pendiri
Republik Indonesia ini tidak terlalu mengutamakan apa lagi
mengagungkan Hak Asasi Manusia (HAM).4 Berhubung nilai-nilai
yang terdapat dalam kolonialisme sebagai syarat dengan pandangan -
pandangan yang bersifat individualisme, liberalisme, kolonialisme dan
imprealisme, maka para founding fatheres tidak terlalu menyukainya.

3
Abul A’la Al Maududi, 1985, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Penerbit Pustaka, Bandung,
hal 97.
4
Munawir Sjadzali, Nurkholis Madjid, dkk., 1997, HAM dan Pluralisme Agama, Penerbit
Pusat Kajian Strategi dan Kebijakan, Surabaya, hal 136.
Oleh sebab itu, para penyusun Undang-Undang Dasar tersebut
menghendaki bahwa mereka menyusun Undang-Undang Dasar
berdasarkan asas yang terdapat di Indonesia yaitu asas “kekeluargaan”,
satu asas yang sama sekali bertolak belakang dengan paham
individualisme dan liberalisme.5
Soekarno sebagai tokoh sentral pada masa itu
menyampaikan pendanganya yang anti individualisme, liberalisme,
kolonialisme dan imprealisme. Menurut Soekarno tidak ada gunanya
“rights of citizen” yang dituangkan dalam grondwet jika “tidak dapat
mengisi perut yang mati kelaparan” pandangan Soekarno ini
merupakan pandangan yang menghalangi maksudnya konsep hak asasi
manusia. Secara utuh dalam konstitusi Indonesia sejak awal mulanya
terhadap pandangan Soekaro itu, Soepomo menanggapinya sebagai
berikut: “tidak dengan panjang lebar sudah di terangkan oleh anggota
Soekarno bahwa dalam pembukaan itu kita telah menolak aliran
perseorangan. Kita menerima akan menganjurkan aliran kekeluargaan.
Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar kita tidak bisa lain dari pada
mengandung sistem kekeluargaan tidak bisa kita memasukan dalam
UUD.
Sementara Mohamad Hatta memberikan pandangan yang
lebih jernih “Sebab ini ada baiknya dalam satu pasal misalnya pasal
yang mengenai warga Negara disebutkan juga disebelah hak yang
sudah diberikan kepadanya misalnya tiap-tiap warga Negara jangan
takut mengeluarkan suaranya. Yang perlu disebutkan disini adalah hak
untuk berkumpul dan bersidang atau menyurat dan yanglainnya.
Formulasinya atau redaksinya boleh kita serahkan kepada panitia kecil.
Tetapi tanggungan ini perlu untuk menjaga supaya negara kita tidak
menjadi Negara kekuasaan sebab kita mendasarkan negara kita atas
kedaulatan

5
Munawir Sjadzali, Nurkholis Madjid, Ibid. hal, 146.
rakyat”.6
Mohamad Yamin sendiri kemudian mendukung pendapat
Mohamad Hatta tersebut. Bahkan ada juga yang berpendpat bahwa
kurangnya nilai-nilai hak asasi manusia dalam Undang-undang Dasar
kita adalah karena Undang-Undang Dasar 1945 dibuat sebelum adanya
dokumen-dokumen Internasional yang memuat nilai-nilai hak asasi
manusia.

B. HAM di Era Orde Lama


Orde lama dalam hal ini di maksudkan sebagai sistem
pemerintahan di bawah kepemimipinan Presiden Soekarno sejak tahun
1945-1967. Dalam periode itu telah terjadi kasus-kasus pelanggaran
yang bersifat hak asasi manusia, dan adanya kebijakan-kebijakan yang
dinilai banyak terjadi kepentingan-kepentingan Soekarno, yang sejak
mudanya menganut pendirian bahwa kekuasaan rakyat Indonesia
bertumpu pada kombinasi kekuatan Idiologi Nasionalisme, Islamisme
dan Komunisme, yang kemudian mengkeristalkanya dalam doktrin
Nasakom yang meresapi hampir seluruh kebijakan pemerintahan
setelah Soekarno menjadi Presiden ditinjau dari konteks sejarah, obsesi
presiden Soekarno mengenai paradigma Nasakom ini dapat dipahami
dalam kerangka perang dingin antara blok Barat yang kapitalis dan
blok Timur yang komunis, yang berlangsung antara Tahun 1949-1989.
Pada periode ini dunia terkagum-kagum oleh keperkasaan negara –
negara komunis, bukan hanya Uni Soviet sebagai salah satu perang
Dunia ke-II, tetapi juga Republik Rakyat Cina, Cuba, Korea Utara dan
juga Vietnam. Dalam suasana itulah Soekarno melindungi dan
memberi kesempatan luas bagi jajaran partai Komunis di Indonesia.
Pendiriannya dalam hal ini yang sedemikian kuatnya, sehingga amat
sukar bagi Soekarno untuk menerima kenyataan bahwa terdapat

6
Dr. Tommy Sihotang S.H, L.L.M, 2009, “Ketika Komandan Di Dakwa Melanggar Hak
Asasi Manusia, (Percetakan Negara RI), Jakarta hal. 39.
banyak indikasi yang menunjukan bahwa partai yang dipuji-pujinya itu
di duga keras berada dibalik rangkaian kekerasan massa antara tahun
1959-1965dan juga merancang pembunuhan beberapa pimpinan TNI
angkatan darat pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965.

C. HAM di Era Orde Baru


Pada rezim ini kita dapat menganalisis pola implementasi
Hak Asasi Manusia (HAM). dalam era Orde Baru banyak persepsi
buruk terutama dalam hal kebebasan berpendapat, dari setiap
individual baik para tokoh politik atau aktivis yang muncul pada era
itu. Pandangan yang muncul ini beragam mulai dari adanya
diskriminatif terhadap ide dan gagasan yang muncul dan di anggap
bertolak belakang dengan paham pemerintahan pada saat itu maka
gerakan tersebut dianggap makar dan bertentangan. Pada rezim orde
baru ini hukum dijadikan alat kontrol untuk mempertahankan
kekuasaan, akses dari kebijakan tersebut timbulnya sikap skeptis dari
masyarakat . keadilan sangat sulit ditemukan. Kondisi menjadi
bertolak benakang dengan cita-cita Negara hukum, yaitu cita keadilan,
cita ketertiban, dan cita kepastian.7 Namun setiap kepemimpinan
dalam sebuah negara tentunya memiliki gaya dan karakteristik khas
dari setiap kepemimpinanya terutama dalam menunjukan jatidiri
seorang pemimpin yang berkuasa pada saat itu. Sejak lebih dari 2000
tahun yang lalu di dalam hukum dikenal sebuah pepatah “sumum ius
suma iuria” artinya adil tidaknya sesuatu akan tergantung dari pihak
yang merasakanya. Apa yang dirasakan adil oleh seseorang belum
tentu dirasakan demikian oleh orang lain.8

7
Muladi, 2005, Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep Dan Implikasisinya, (Rafika Aditama ),
Bandung, hal. 39.
8
Muladi. Hak Asasi Manusia., Ibid. hal. 65.
C. HAM di Era Reformasi
Arus reformasi yang bergulir di indonesia pada tahun 1998
yaitu ditandai dengan runtuhnya rezim Orde Baru yang telah berkuasa
selama kurang lebih 32 tahun, telah membuka koridor bagi penegak
hukum dan hak asasi manusia.9 Kondisi semacam ini berpotensi
dengan adanya era globalisasi yang melanda ke berbagai Negara di
dunia salah satu ciri terjadinya globalisasi ini dapat dilihat dalam
kondisi hubungan antar negara yang disebut sebagai borderless world
atau dunia tanpa batas. Era globalisasi membawa konsekuensi adanya
penghilangan sekat/batas antar Negara, bahkan dengan menggunakan
teknologi canggih seperti penggunaan satelit palapa sebagai sarana
pecakapan penting yang terkait dengan situasi politik dan keamanan
Indonesia. Dengan kata lain, segala prilaku pemerintah maupun rakyat
Indonesia dapat di pantau oleh Negara lain, termasuk penegakan
hukum dan hak asasi manusia di Indonesia. Sebagaimana telah
disinggung diawal arus reformasi yang terjadi di Indonesia telah
membawa pengaruh bagi terbentuknya koridor pembaharuan hukum
dan penegakan HAM. Terlebih lagi dalam mewujudkan civil society
ataumasyarakat madani, penggunaan istilah masyarakat madani dalam
ranah masyarakat yang demokratis lebih memiliki makna dalam,
terlebih lagi dalam mengangkat harkat dan martabat manusia, selain
itu, sivil society sangat penting dalam menggambarkan dan
mendeskripsikan penegakan HAM di Indonesia. 10 Orde reformasi yang
dimulai tahun 1998 berusaha menegakan HAM dengan jalan membuat
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan HAM sebagai
rambu-rambu. Seperti UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, Ratifikasi Terhadap instrumen Internasional tentang HAM,
UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM.

9
Dr. Tommy Sihotang, “Ketika Komandan di Dakwa Melanggar Hak Asasi Manusia., hal.
76.
10
Munawir Sjadzali, Nurkholis Madjid, HAM dan Pluralisme Agama, Op.Cit.. hal. 178
2.3 Peran Negara Dalam Perlindungan Ham Di Indonesia

Hak Asasi Manusia merupakan hak yang melekat pada diri


seseorang yang tidak seorangpun dapat mengganggu gugat. Dalam
kehidupan bernegara, diskriminasi terhadap hak asasi seseorang
banyak terjadi bahkan setiap tahunnya meningkat. Oleh karena itu,
peran negara dalam melindungi hak-hak tersebut juga
dipertanggungjawabkan untuk terciptanya keadilan dan kesejahteraan
dalam kehidupan bermasyarakat. Adapun rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana peran negara dalam melindungi Hak
Asasi Manusia di Indonesia dan bagaimana pandangan hukum Islam
terhadap peran negara dalam melindungi Hak Asasi Manusia di
Indonesia. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui peran negara
dalam melindungi Hak Asasi Manusia di Indonesia dan untuk
mengetahui pandangan hukum Islam terhadap peran negara dalam
melindungi Hak Asasi Manusia di Indonesia. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan induktif tanpa
diikuti oleh tabel statistik dan sumbernya tidak dapat dipisahkan
dengan data-data kepustakaan, penulis menggunakan jenis Penelitian
Kepustakaan (Library Research) dan bersifat deskriftif kualitatif. Hasil
temuan dalam penelitian ini adalah peran negara dalam melindungi
Hak Asasi Manusia di Indonesi telah diperhatikan sedemikian rupa
terlihat dari banyaknya peraturan perundang-undangan mengenai Hak
Asasi Manusia yang tujuannya untuk melindungi hak-hak dari manusia
itu sendiri. Islam juga memandang kewajiban atas negara dalam
menjalankan perannya sebagai pelindung bagi Hak Asasi Manusia
untuk seluruh masyarakatnya, haruslah maksimal dan setiap hak harus
terpenuhi, di karenakan hak tersebut mutlak berasal dari Allah SWT
dan tidak seorangpun dapat mengganggu gugat. Namun, dalam
praktiknya diskriminasi terhadap Hak Asasi Manusia masih banyak di
jumpai karena ketidak adilan yang berasal dari penguasa itu sendiri.

Setelah 15 tahun dari Reformasi 1998, jaminan hak asasi


manusia (HAM) di Indonesia dalam tataran normatif semakin maju.
Amandemen Kedua UUD 1945, telah memperkuat perlindungan HAM
di Indonesia yang memastikan bahwa sejumlah hak-hak asasi yang
diatur merupakan hak konstitusional.3 Sebelumnya, Indonesia telah
menyusun kebijakan HAM yang dituangkan dalam Ketetapan MPR
No. XVII tahun 1998 tentang Hak asasi Manusia.4Pada tahun 1999,
terbentuk UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang
juga menjamin berbagai hak-hak asasi warga negara. Setelah
reformasi, berbagai UU terbentuk dan semakin memperkuat jaminan
perlindungan HAM di Indonesia, termasuk melakukan ratifikasi/aksesi
sejumlah instrumen HAM internasional, diantaranya “the
Internation…hingga kini, dalam kebijakan yang lebih operasional,
Pemerintah telah menyusun Rencana Aksi Nasional Hak Asasi
Manusia (RANHAM).6 Adanya RANHAM ini juga sebagai bentu
komitmen Pemerintah dalam bidang HAM. Jaminan perlindungan
HAM dalam berbagai peraturan tersebut, memberikan kewajiban
kepada negara dan utamanya pemerintah terhadap hak-hak yang
dijamin. Terlebih, setelah Indonesia meratifikasi 2 (dua) instrumen
internasional pokok HAM (ICCPR dan ICESCR), menambah
komitmen Indonesia dalam perlindungan HAM. Sebagai negara pihak
dari Kovenan, Indonesia mempunyai kewajiban untuk melakukan
segala upaya (hukum, legislatif, dan administratif, dan lainnya) untuk
melindungi hak-hak yang dijamin dalam Kovenan.Komitmen negara
dalam menghormati, melindungi dan memenuhi HAM tersebut yang
kemudian dilakukan dengan terus menerus mengupayakan adanya
pembentukan, perubahan, dan pencabutan regulasi-regulasi yang
dimaksudkan untuk memperkuat perlindungan HAM. Dalam bidang
peradilan misalnya, adanya reformasi regulasi untuk mewujudkan
adanya kemandirian peradilan (independence of the judiciary), dengan
melakukan pemisahan kekuasaan eksekutif dan yudikatif, memberikan
kewenangan kepada badan-badan peradilan untuk melaksanakan
peradilan secara adil (fair) dan tidak memihak (impartial), membentuk
badan-badan khusus untuk melaksanakan pengawasan, dan
menciptakan berbagai program pelatihan untuk membentuk aparat
penegak hukum yang dan semakin profesional. Upaya-upaya
perubahan untuk menjamin kesetaraan dan non diskriminasi juga terus
diupayakan, misalnya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan
dan diskriminasi rasial. Tahun 1999 Indonesia meratifikasi “the
International Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination” (CERD), yang kemudian tahun 2008 membentuk UU
No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Dalam bidang politik, reformasi regulasi terkait dengan pemilu dan
pertisipasi publik dalam politik juga terus diperbaiki, bertujuan untuk
11
memastikan berjalannya demokrasi.

Pelembagaan prosedur-prosedur demokrasi telah


berlangsung, misalnya pergantian pejabat publik melalui pemilihan
umum yang bebas. Di parlemen, memungkinkan adanya lebih dari satu
partai politik, DPD sebagai perwakilan daerah di tingkat nasional,
pemilihan langsung presiden di tingkat nasional dan kepala
pemerintahan di tingkat lokal (pilkada). Pelembagaan lain dari
demokrasi adalah adalah Mahkamah Konstitusi yang memungkinkan
menguji kesesuaian UU dengan konstitusi yang merupakan hukum
dasar Negara RI Dalam bidang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya,
negara dan pemerintah terus mengupayakan perbaikan pemenuhannya,
misalnya dengan program akses pendidikan (anggaran 20% APBN),

Mukhamad Luthfan Setiaji, Aminullah Ibrahim,2017, “Kajian Hak Asasi Manusia


11

dalam Negara the Rule of Law: Antara Hukum Progresif dan Hukum Positif”, Jurnal Lex Scientia
Law Review, Vol. I No.1, hal.69-70.
kesehatan (program kesehatan masyarakat, kartu sehat, dll), program
perumahan untuk penduduk berpenghasilan rendah, dan sejumlah
program kesejahteraan lainnya. Dalam konteks pemenuhan hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya, terdapat berbagai rencana jangka pendek
maupun panjang untuk memperbaiki kondisi pemenuhan hak-hak
tersebut.Melihat perkembangan tersebut, upaya-upaya penghormatan,
perlindungan dan pemenuhan HAM di Indonesia merupakan kerja
jangka panjang yang tidak boleh berhenti.12

12
https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/05/31/05000021/upaya-pemerintah-dalam-
menegakkan-ham
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

HAM di Indonesia, termasuk melakukan ratifikasi/aksesi


sejumlah instrumen HAM internasional. Pemerintah telah menyusun
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM). Adanya
RANHAM ini juga sebagai bentuk komitmen Pemerintah dalam
bidang HAM. Sebagai negara pihak dari Kovenan, Indonesia
mempunyai kewajiban untuk melakukan segala upaya (hukum,
legislatif, dan administratif, dan lainnya) untuk melindungi hak-hak
yang dijamin dalam Kovenan.Komitmen negara dalam menghormati,
melindungi dan memenuhi HAM tersebut yang kemudian dilakukan
dengan terus menerus mengupayakan adanya pembentukan,
perubahan, dan pencabutan regulasi-regulasi yang dimaksudkan untuk
memperkuat perlindungan HAM.

Dalam bidang peradilan misalnya, adanya reformasi


regulasi untuk mewujudkan adanya kemandirian peradilan
(independence of the judiciary), dengan melakukan pemisahan
kekuasaan eksekutif dan yudikatif, memberikan kewenangan kepada
badan-badan peradilan untuk melaksanakan peradilan secara adil (fair)
dan tidak memihak (impartial), membentuk badan-badan khusus untuk
melaksanakan pengawasan, dan menciptakan berbagai program
pelatihan untuk membentuk aparat penegak hukum yang dan semakin
profesional. Pelembagaan lain dari demokrasi adalah adalah
Mahkamah Konstitusi yang memungkinkan menguji kesesuaian UU
dengan konstitusi yang merupakan hukum dasar Negara RI Dalam
bidang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, negara dan pemerintah
terus mengupayakan perbaikan pemenuhannya, misalnya dengan
program akses pendidikan (anggaran 20% APBN), kesehatan (program
kesehatan masyarakat, kartu sehat, dll), program perumahan untuk
penduduk berpenghasilan rendah, dan sejumlah program kesejahteraan
lainnya.

3.2 Saran

Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan


dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus
bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita
melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita
dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.

Daftar Pustaka

M.A. Putra, 2015, Eksistensi Lembaga Negara Dalam Penegakan Ham Di Indoneaia.
Jurnal Ilmu Hukum: Fiat Justisia,Vol 9,No 3. hal 4

Dede Rosyada, 2003, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak


Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, ( Jakarta: ICCE UIN Syarif
Hidayatullah ), Jakarta, hal. 199-201.

Abul A’la Al Maududi, 1985, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Penerbit Pustaka,
Bandung, hal 97.

Munawir Sjadzali, Nurkholis Madjid, dkk., 1997, HAM dan Pluralisme Agama,
Penerbit Pusat Kajian Strategi dan Kebijakan, Surabaya, hal 136.

Dr. Tommy Sihotang S.H, L.L.M, 2009, “Ketika Komandan Di Dakwa Melanggar
Hak Asasi Manusia, (Percetakan Negara RI), Jakarta hal. 39.

Muladi, 2005, Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep Dan Implikasisinya, (Rafika
Aditama ), Bandung, hal. 39.

Dr. Tommy Sihotang, “Ketika Komandan di Dakwa Melanggar Hak Asasi Manusia.,
hal.76

Munawir Sjadzali, Nurkholis Madjid, HAM dan Pluralisme Agama, Op.Cit.. hal. 178

Mukhamad Luthfan Setiaji, Aminullah Ibrahim,2017, “Kajian Hak Asasi Manusia


dalam Negara the Rule of Law: Antara Hukum Progresif dan Hukum
Positif”, Jurnal Lex Scientia Law Review, Vol. I No.1, hal.69-70.

https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/05/31/05000021/upaya-pemerintah-
dalam-menegakkan-ham

Anda mungkin juga menyukai