Anda di halaman 1dari 4

Kelompok 2 :

Ronaldo (2313005)
Amilia Trianasari (2313054)
Hana Muditha Heliani (2313030)
Putri Resky Utami (2312753)
Qurratu Aini (2312742)

02.08.PPA2.SMK-T5-4 Ruang Kolaborasi

Kasus
Ada satu program keahlian pada fase F memuat satu mata pelajaran/CP yang terdiri dari
sembilan elemen. Elemen satu dengan elemen yang lainnya merupakan satu rangkaian dalam
menghasilkan produk dan okupasi. Pada kelas XI semester ganjil menyelenggarakan lima
elemen dan pada semester genap menyelenggarakan empat elemen. Kebijakan pembelajaran
yang diterapkan adalah mastery learning, artinya peserta dinyatakan berkompeten apabila
mampu memenuhi seluruh kriteria pencapaian elemen/TP. Ketuntasan pencapaian elemen/TP
dalam asesmen diberi nilai 100. Apabila belum tuntas diberi nilai kurang dari 100 sesuai
dengan derajat pencapaian indikator kompetensi.
Dalam menyusun laporan asesmen akhir semester ganjil, nilai rapor mata pelajaran/CP
dihitung rata-rata dari lima elemen/TP. Peserta didik bernama Agus pada mata pelajaran
tersebut mendapat nilai 80. Di akhir semester IV nilai rapornya 85.
Pertanyaan
1. Lakukan analisis terhadap ketuntasan pencapaian elemen/TP!
2. Jika peserta didik atas nama Agus pada contoh di atas (pada topik ini) diminta
melaksanakan pekerjaan pada CP yang sudah dipelajari, apakah performansinya akan
sempurna?
3. Jelaskan alasan Anda dengan menggunakan referensi pembelajaran berbasis kompetensi!

Jawaban :
1. Analisis terhadap ketuntasan pencapaian elemen/TP:
Dalam contoh tersebut, peserta didik bernama Agus mendapat nilai 80 pada laporan asesmen
akhir semester ganjil dan nilai 85 di akhir semester IV. Untuk mengetahui apakah Agus telah
mencapai ketuntasan pencapaian elemen/TP, kita perlu meninjau apakah nilai 80 dan 85
tersebut mencerminkan pencapaian yang memadai untuk memenuhi kriteria pencapaian
elemen/TP. Ketika kita menerapkan mastery learning, peserta didik dinyatakan berkompeten
apabila mereka dapat memenuhi seluruh kriteria pencapaian elemen/TP. Ketika nilai yang
diberikan dalam asesmen mencapai 100, berarti peserta didik telah mencapai ketuntasan penuh.
Namun, jika nilai yang diberikan kurang dari 100, itu menunjukkan bahwa ada aspek dari
elemen/TP yang belum sepenuhnya dikuasai oleh peserta didik.
Dalam kasus ini, jika Agus mendapatkan nilai 80, itu berarti ada beberapa aspek dari elemen/TP
yang belum sepenuhnya dikuasainya. Mungkin ada beberapa indikator kompetensi yang belum
terpenuhi sepenuhnya. Meskipun Agus memperoleh nilai yang relatif tinggi, kita perlu
memeriksa indikator kompetensi masing-masing elemen/TP untuk mengetahui di mana Agus
masih perlu meningkatkan pemahamannya.
2. Apakah performansinya akan sempurna jika diminta melaksanakan pekerjaan pada CP yang
sudah dipelajari?
Tidak, performansi Agus tidak akan sempurna jika diminta melaksanakan pekerjaan pada CP
yang sudah dipelajari, karena nilai rapor yang diperolehnya menunjukkan bahwa ada beberapa
aspek dari elemen/TP yang belum sepenuhnya dikuasainya. Meskipun Agus mungkin telah
membuat peningkatan dari semester ganjil ke semester IV, namun jika belum mencapai nilai
100 dalam setiap elemen/TP, itu menunjukkan bahwa masih ada ruang untuk perbaikan dan
pemahaman yang lebih mendalam terhadap materi yang diajarkan.
3. Alasan ini didasarkan pada prinsip pembelajaran berbasis kompetensi, di mana penting untuk
memastikan bahwa peserta didik benar-benar memahami dan mampu menerapkan semua aspek
dari kompetensi yang dipelajari. Performansi yang sempurna diperlukan untuk memastikan
bahwa peserta didik siap untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam
konteks nyata, seperti dalam konteks pekerjaan di dunia industri atau profesi yang terkait.
Pendapat kami di atas berdasarkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Robert J. Marzano,
Carol Ann Tomlinson Grant Wiggins (2008), blank (1982).
Dalam konteks pembelajaran berbasis kompetensi, para ahli pendidikan sering menekankan
pentingnya penilaian yang holistik dan aplikatif. pencapaian kompetensi tidak cukup dilihat
hanya dari nilai akademis saja, penting juga dari kemampuan peserta didik untuk menerapkan
pengetahuanya dalam dunia nyata. Dalam kasus ini, meskipun Agus sudah menunjukkan
peningkatan nilai, akan tetapi dalam pekerjaan di lapangan belum tentu sempurna.

Menurut Robert J. Marzano, Carol Ann Tomlinson, dan Grant Wiggins, lebih menekankan
pentingnya penilaian yang holistik dan relevan dengan dunia nyata. Mereka berpendapat
bahwa penilaian yang hanya berfokus pada nilai akademis belum tentu mencerminkan
sepenuhnya kemampuan peserta didik dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan
dalam dunia nyata.

Dalam menyusun laporan asesmen atau mengevaluasi kemampuan peserta didik, penting
untuk mempertimbangkan aspek-apsek keterampilan atau kompetensi dan penerapan
pengetahuan dalam dunia nyata. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis
kompetensi yang menekankan pentingnya pengembangan keterampilan yang dapat
diterapkan di dunia nyata. Ahli pendidikan juga menyoroti bahwa pembelajaran seharusnya
lebih dari sekadar pemerolehan pengetahuan dan keterampilan. Proses pembelajaran
seharusnya membantu siswa mengembangkan pemahaman yang mendalam, keterampilan
pemecahan masalah, dan kemampuan berpikir kritis yang diperlukan untuk sukses dalam
berbagai situasi kehidupan. Dengan demikian, sementara nilai rapor dapat memberikan
indikasi kemajuan peserta didik, pengukuran keberhasilan sejati dalam pembelajaran berbasis
kompetensi terletak pada kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan mereka dalam dunia nyata.
Menurut Blank (1982:9) Konsep pembelajaran berbasis kompetensi/CBT (Competency
based training) berfokus pada apa yang dapat dilakukan mahasiswa (kompetensi) sebagai
kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten sebagai perwujudan dari
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki oleh mahasiswa. CBT menempatkan
mahasiswa sebagai subyek belajar yang aktif merencanakan pembelajarannya, menggali
dan mengintepretasikan materi pembelajaran yang diperlukan Pembelajaran berbasis
kompetensi mencakup prinsip-prinsip: (1) Terpusat pada mahasiswa, (2) Berfokus pada
penguasaan kompetensi, (3) Tujuan pembelajaran spesifik, (4) Penekanan pembelajaran
pada unjuk kerja/kinerja, (5) Pembelajaran lebih bersifat individual, (6) Interaksi
menggunakan multi metoda: aktif, pemecahan masalah dan kontekstual, (7) Pengajar lebih
berfungsi sebagai fasilitator, (8) Berorientasi pada kebutuhan individu, (9) Umpan balik
langsung, (10) Menggunakan modul, (11) Belajar di lapangan (praktek), (12) Kriteria penilaian
menggunakan acuan patokan (PAP). Ada tujuh prinsip CBT yang perlu menjadi perhatian.

Sumber referensi :
Blank, WE.1982. Handbook for Developing Competency-Based Training Programs. London :
Prentice-Hall,Inc.
Robert J. Marzano, and Timothy Waters. (2010). Leaders of Learning: How District, School,
and Classroom Leaders Improve Student Achievement. Solution Tree.

Anda mungkin juga menyukai