Anda di halaman 1dari 49

KERAMIK DENTAL

Makalah Ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Dental Material II

Disusun oleh:

Daisy Wulansari 160221200005

Pembimbing:

Dr. Zulia Hasratiningsih, drg., MDSc.

Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Prostodonsia

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran

Bandung, 2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2

2.1 Pendahuluan ................................................................................................ 2

2.2. Klasifikasi Keramik Dental1, 3, 5................................................................. 3

2.3 Komposisi Keramik Dental ........................................................................ 9

2.4 Restorasi All Ceramic3-4, 10......................................................................... 11

2.5 Aplikasi Umum Porselen Dental di Bidang Prostodontik 3, 12 ................ 35

2.6 Reparasi Restorasi Keramik Dental ........................................................ 38

2.7 Memperbaiki Chipping atau Fraktur Dengan Bahan Komposit .......... 40

BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 45

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Kata ceramic berasal dari kata Yunani yaitu 'Keramos', yang berarti 'barang

yang dibakar', dan sebenarnya berkaitan dengan 'tembikar atau tembikar'. Keramik

pertama kali digunakan oleh manusia untuk membuat panci tembikar untuk

penggunaan sehari-hari. Bahan ini bersifat opak, relatif lemah dan berporus

sehingga tidak cocok untuk pemakaian pada gigi. Seiring dengan perkembangan

waktu, keramik dicampurkan dengan bahan-bahan lain sehingga didapatkan sifat

translusen dan kekuatannya meningkat. Bahan yang ditambahkan beberapa

campuran ini kemudian dinamakan porselen.1

Penggunaan keramik dalam bidang kedokteran gigi sekarang ini sudah sangat

luas. Keramik dental atau bisa disebut juga porselen dental dapat digunakan untuk

membuat restorasi mahkota keramik, kombinasi logam- keramik, atau digunakan

untuk gigi artifisial. Meskipun sifat estetik dan bikompabilitas sempurna keramik

tidak pernah diragukan, penggunaannya masih terbatas karena sifat bahan ini yang

relatif brittle dan terjadi shrinkage yang besar yang terjadi selama pemrosesan.

Beberapa perkembangan belakangan ini memperlihatkan potensi untuk mengatasi

masalah-masalah ini.1-3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Dalam ilmu kedokteran gigi, keramik diartikan sebagai struktur anorganik

nonmetalik yang mengandung senyawa oksigen dengan satu atau lebih elemen

metal atau semi metalik, biasanya adalah sodium, potassium, kalsium, magnesium,

alumunium, silikon, phosphate, zirconium dan titanium. 1, 4

Merujuk pada sejarah kedokteran gigi, De Chement, seorang dokter gigi

berkebangsaan Prancis mematenkan material keramik dental pertama pada tahun

1789. Pada tahun 1808, Fonzi, seorang dokter gigi Italia menemukan porselen

terrometalik yang ditempatkan dengan bantuan pin platinum atau frame.

Selanjutnya Dr. Charles Land mematenkan crown ceramic pertama pada tahun

1903.1, 4

Menurut strukturnya, keramik dental mengandung fase Kristal dan fase

glass yang bergantung pada struktur silikanya. Keramik dental biasanya bersifat

glassy dengan tingkat kristalinitas yang terbatas. Satu-satunya keramik kristalin

yang digunakan pada bidang kedokteran gigi sekarang adalah Alumina, yang

merupakan salah satu senyawa oksida yang paling kuat dan keras.

Keramik digunakan secara luas di kedokteran gigi karena

biokompatibilitasnya, kekuatan, durabilitas dan estetikanya. Keunggulan dari

keramik adalah kemampuannya untuk menyerupai gigi natural dalam warna dan

2
translusensinya, disertai dengan kekuatannya. Keramik memiliki stabilitas intraoral

serta wear resistance yang baik sehingga durabilitas atau masa pakainya panjang.

Keramik dental telah mengalami modifikasi secara kimia sejak pertama kali

diperkenalkan. Untuk lebih mengenal keramik yang digunakan pada bidang

kedokteran gigi, kita harus melihat secara lengkap ceramic yang digunakan di

bidang kedokteran gigi.1, 4

2.2. Klasifikasi Keramik Dental1, 3, 5

Klasifikasi keramik di kedokteran gigi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Klasifikasi keramik kedokteran gigi

3
Menurut Craig, keramik dapat diklasifikasikan menurut:

1. Temperatur Fusi (Temperatur pembakarannya)

2. Aplikasi

3. Teknik Pembuatan

4. Fase Kristalin

Berdasarkan temperature fusi (temperatur pembakaran) nya, keramik dapat

dibedakan menjadi :

a. High Fusing → Suhu pembakaran 1300-1370 ⁰C

b. Medium Fusing → Suhu pembakaran 1090-1260 ⁰C

c. Low Fusing → Suhu pembakaran 870-1065 ⁰C

d. Ultra Low Fusing → Suhu pembakaran < 870⁰C

Tabel 2. Klasifikasi keramik berdasarkan suhu pembakaran

Temperatur fusi ini dipengaruhi oleh 3 komposisi ceramic yaitu quartz,

feldspar, dan clay/kaolin. Ceramic high fusing merupakan keramik dengan strength

terkuat, tidak dapat larut, bersifat trasnslusen dan dapat menjaga keakuratan bentuk

4
dalam proses firing yang berulang, digunakan biasanya sebagai elemen gigi tiruan.

Ceramic medium fusing biasanya digunakan pada restorasi metal ceramic, atau

restorasi fixed all ceramic. Biasanya diberikan penambahan boron oksida atau alkali

carbonat untuk menghasilkan bubuk yang homogeny sehingga memberikan

keuntungan pada saat fusing. Untuk ceramic low dan ultra low fusing biasa

digunakan untuk pembuatan mahkota dan jembatan.

Berdasarkan aplikasi utamanya dalam kedokteran gigi, keramik dental dibagi

menjadi:6-7

- Metal Ceramic, biasa digunakan untuk mahkota crown and bridge

- All Ceramic, biasa digunakan sebagai mahkota, inlay, onlay, dan veneer

- Ceramic Denture Teeth

5
Tabel 3. Indikasi dan kontra indikasi berdasarkan bahan dasar.4

Berdasarkan lokasi porselen dental dapat dibagi menjadi: 6-7

1. Metal : 0,3 – 0,5 mm

2. Porselen opak : menutupi logam yang ada dibawahnya

(0,3mm)

3. Porselen dentin/body : membentuk ketebalan restorasi,

memberikan sebagian besar warna atau

shade.

4. Porselen email/insisal : memberikan translusensi pada restorasi

6
Gambar 1. Lokasi keramik dental pada restorasi metal porselen.4

Perbedaan Preparasi Mahkota Full Metal – Pfm – All Ceramic:

Perbedaannya dapat dilihat dalam table dibawah ini: 6-8

Tabel 4. Perbedaan mahkota full metal-PFM-all ceramic.6-8

Gambar 2. perbedaan preparasi antara restorasi mahkota PFM (Kiri) dengan


mahkota all ceramic (kanan)

7
Menurut proses pembuatannya, klasifikasi keramik dapat dibedakan

sebagaimana ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 5. Klasifikasi keramik berdasarkan proses pembuatannya.

Teknik pembuatan yang paling umum digunakan untuk restorasi metal

ceramic adalah proses sintering. Sintering merupakan proses pembakaran dari

bubuk keramik yang padat pada temperature tinggi untuk menghasilkan densifikasi

yang optimal. Densifikasi ini terjadi karena eliminasi porus dan adanya viscous

flow saat temperature firing dicapai. Restorasi all ceramic juga dapat dibuat dengan

menggunakan proses sintering, tetapi all ceramic meliputi teknik pembuatan yang

luas, termasuk slip casting, heat pressing, dan CAD/CAM machining. Teknik-

8
teknik tersebut dapat juga dikombinasikan untuk menghasilkan restorasi final,

contohnya teknik machining dan heat pressing.

Setelah melalui proses firing, keramik dental dibentuk oleh suatu fase glassy

dan satu atau lebih fase kristalin, dengan sejumlah porositas. Berdasarkan sifat dan

jumlah fase kristalin dan porositasnya, sifat mekanis dan optis dari keramik dental

dapat dibedakan. Peningkatan jumlah fase kristalin dapat menghasilkan

reinforcement kristalin, dan peningkatan resistensi fraktur, tetapi menurunkan

translusensinya. Material restorasi all ceramic ditingkatkan jumlah fase kristalinnya

(35% pada leucite reinforced ceramic, sampai 99% pada polycrystalline zirconia

ceramic, misalnya 3Y-TZP) untuk meningkatkan sifat mekanisnya, tetapi biasanya

menjadi lebih opak dibandingkan porselen dental untuk restorasi metal porselen

dengan kristalinitas yang rendah.

2.3 Komposisi Keramik Dental

Keramik gigi adalah bahan non metal, struktur inorganik dan biasanya

terbuat dari oksigen dengan satu atau lebih elemen metal atau non metal diantaranya

feldsfar, kaolin, silica, alumina oksida, boric oksida, oksida dan bahan pewarna.

Komposisi keramik gigi terdiri dari:4, 9

1. Feldsfar (K2O Al2O3 6SiO2)

Feldsfar adalah mineral alami yaitu suatu anhydrous alumino-silicate berfungsi

untuk mengikat silica dan kaolin dengan cara menyediakan matriks. Ketika

dicampur dengan oksida logam dan dibakar dengan temperatur yang tinggi,

9
fledsfar dapat mencapai glass phase. Feldsfar berwarna abu-abu sampai merah

muda dan bersifat opak.

2. Kaolin (Al2O3 2SiO2 2H2O)

Koalin adalah sebuah contoh bahan clay terdiri dari mineral kaolinte hydrous

alumino-silicate. Fungsi kaolin dalam suatu bahan keramik adalah agar:

a. Keramik dapat dibuat menjadi suatu campuran plastis dengan air, sehingga

dapat dibentuk ke ukuran dan model yang dihendaki.

b. Suspensi clay-air dapat mempertahankan bentuknya selama pembakaran di

dalam tungku

c. Keramik melebur pada suhu tinggi dan dapat bereaksi dengan bahan

keramik lainnya

d. Untuk memberikan sifat opak pada keramik dan bertindak sebagai binder.

3. Silika (SiO2)

Silika merupakan bahan yang sangat keras, tidak mudah meleleh dan

merupakan bahan yang stabil. Silika bertindak sebgai stabilisator massa selama

proses pemanasan terjadi dan menambah sifat strength pada keramik gigi.

4. Alumina Oksida (Al2O3)

Alumina merupakan suatu oksida keras yang sangat kuat dihasilkan dengan cara

kalsinasi alumina trihydrate dan bentuk alumina yang dihasilkan tergantung

pada suhu yang dipergunakan. Alumina adalah bahan dasar untuk pembuatan

10
aluminosilicate ionleachable glasses dan merupakan konstitusi utama dental

porcelain. Alumina oksidan juga memberikan kekuatan, sifat opak pada

keramik dan meningkatkan viskositas dari keramik selama pembakaran.

5. Boric oksida (B2O3)

Boric oksida adalah suatu flux keramik untuk menurunkan suhu pembauran

gelas. Boric oksida adalah juga suatu bahan pembentuk gelas (glass former).

6. Oksida lain

Oksida dapat berupa Na, K, Ca ataupun oksida lain yang berfunsi untuk

menambah strength dan sifat opak dari keramik.

7. Bahan pewarna

Bahan pewarna ini dibuat dengan meleburkan beberapa oksida logam dan

feldfar lalu digiling menjadi bubuk. Bahan pewarna ini dimasukkan ke keramik

gigi untuk mendapatkan warna yang sama dengan warna dari gigi yang asli.

Oksida yang dipakai adalah tin, Nikel (coklat), Kobalt, titanium (kuning

kecoklatan), Besi (coklat) dan emas.

2.4 Restorasi All Ceramic3-4, 10

2.4.1 Silica based ceramic

a. Feldpatic Porcelain

11
Feldspatic porcelain adalah keramik yang terdiri atas fase matriks kaca dan

satu atau beberapa fase Kristal. Feldspathic porselain terutama dibuat dari potash

felspar dan penambahan sedikit quartz. Selama proses pembuatan bahan-bahan

dasar dicampurkan dengan baik. Alkali metal carbonates ditambahkan sebagai flux

kemudian campuran tersebut dipanaskan dengan suhu 1200 oC didalam wadah

tempat melebur logam. Pada pembakaran dengan temperatur yang tinggi dapat

menghasilkan bentuk leucite dan glass phase dengan struktur yang amorphous.

Feldspathic porcelain memiliki koefisien termal ekspansi antara 5,5-7,5 x 10-6/oC

dan mempunyai flexure strength 65-75 MPa.

Gambar 3. Felpatic porcelain yang sangat tipis dalam penggunaan veneer

b. Leucite-reinforced ceramic

Terdiri dari sekitar 45% tetragonal leucite. Leucite berperan sebagai

penguat. Semakin banyak kandungan leucite (bila dibandingkan dengan feldspathic

porcelain untuk restorasi metal-porselen) menyebabkan peningkatan flexural

strength dan compressive strength. Jumlah leucite yang cukup banyak juga

berkontribusi terhadap koefisien kontraksi termal yang lebih tinggi. Sebagai

tambahan, kontraksi termal yang berbeda jauh antara leucite dengan glassy matrix

dapat menghasilkan compressive stresses pada material glass di sekitar kristal

leucite selama proses pendinginan karena kristal lebih banyak menyusut dibanding

12
glassy matrix yang berada disekitarnya. Stress ini dapat berperan sebagai penghenti

retakan dan juga dapat meningkatkan resistensi ceramic terhadap penyebaran

keretakan. Restorasi all-ceramic yang disinter sudah jarang digunakan dan

digantikan dengan metode heat-pressed atau machined all-ceramic restoration

yang tahap-tahap produksinya lebih dapat dikendalikan.

Generasi pertama heat-pressed ceramic mengandung leucite based (KAlSi2O6

atau K2O • Al2O3 • 4SiO2) sebagai penguat dalam jumlah yang bervariasi antara

35% sampai 55% volume. Suhu heat-pressing berada di antara 11500-11800 C dan

dibiarkan dalam suhu tersebut selama 20 menit. Ceramic batangan tersedia dalam

berbagai macam warna. Miksrostruktur akhir dari heat-pressing ceramic terdiri dari

1 sampai 5 ųm yang menyebar di dalam glassy matriks.

Jumlah porusitas pada heat-pressed ceramic adalah 9% dari volume. Dua

teknik yang tersedia adalah teknik staining dan teknik layering yang melibatkan

aplikasi veneering ceramic. Kedua teknik tersebut menghasilkan flexural strength

yang sebanding. Untuk memastikan kecocokan koefisien termal ekspansi dari

veneering ceramic, koefisien termal ekspansi dari bahan inti untuk teknik veneering

(14,9 x 10-6/ 0C) lebih rendah dari koefisien termal ekspansi bahan inti untuk teknik

staining (18 x 10-6/ 0C).

Flexural strength dari ceramic ini (120-160 MPa) adalah dua kali lipat

dibandingkan dengan feldspathic porcelain konvensional. Alasan peningkatan

kekuatan ini adalah partikel ceramic memasuki kristalisasi yang lebih tinggi dan

proses heat-pressing menghasilkan penyebaran kristal-kristal leucite halus yang

baik. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, thermal stress yang terjadi di

13
sekital kristal leucite mendorong terjadinya penghenti keretakan yang

menghasilkan sifat mekanis yang lebih baik. Kerugian utama dari bahan ini adalah

harga dari tungku porselen yang mahal dan kekuatan yang lebih rendah bila

dibandingkan dengan sistem produksi ceramic yang lain.

Gambar 4 Leucite based ceramic (IPS Empress CAD-CAM)

Tabel 6. Indikasi IPS Empress CAD block (Leucite based ceramic)

c. Lithium Disilicate-Based Materials

Generasi kedua dari heat-pressed ceramic mengandung lithium disilikat

(Li2Si2O5) sebagai fase kristalin mayor. Bahan ini diproses heat-pressed dengan

suhu 8900 sampai 9200 C dengan menggunakan alat yang sama seperti proses

leucite-based ceramics. Restorasi yang diproses dengan heat-pressed kemudian di

veneer dengan ceramic yang mempunyai ekspansi termal yang sebanding.

14
Mikrostruktur akhir terdiri dari 65% volume dari kristal prismatik lithium disilikat

yang saling berpaut (panjang 5.2 ųm dan lebar 0.8 ųm) yang menyebar dalam glassy

matriks.

Jumlah porusitas setelah heat-pressing sekitar 1% dari volume. Dibandingkan

dengan generasi pertama, keuntungan utama bahan ini adalah flexural strength yang

jauh lebih baik (300 MPa) dan fracture toughness (2.9 MPa • m0.5). Alasan hal ini

terjadi adalah karena terdapat ekspansi termal yang tidak cocok antara kristal

lithium disilicate-based ceramic dengan glassy matrix, yang diduga berhubungan

dengan pembiasan keretakan.

Sebagai tambahan, mikrostruktur yang terdiri dari krital yang mengalami

elongasi dan berpautan satu sama lain menghasilkan penghenti keretakan yang

banyak jumlahnya sehingga meningkatkan resistensi terhadap penyebaran

keretakan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa heat-pressing mendorong

susunan kristal sepanjang arah tekanan karena aspek perbandingan kristal yang

tinggi. Hal ini menghasilkan resistensi terhadap penyebaran keretakan yang jauh

lebih tinggi pada arah yang tegak lurus dengan susunan kristal. Sifat mekanis yang

jauh meningkat pada generasi kedua memungkinkan aplikasi pembuatan gigi tiruan

cekat.

Lithium-disilikat heat pressing (IPS e.max Press, Ivoclar Vivadent) dengan

peningkatan kekuatan sifat fisik (flexural strength 440 MPa) dan translusensi dapat

dicapai melalui proses pembakaran yang berbeda. Kedua pressable lithium disilikat

dapat digunakan dalam aplikasi monolitik untuk inlay, onlay, dan mahkota

posterior atau sebagai bahan core untuk mahkota dan tiga unit gigi tiruan cekat di

15
daerah anterior. Keramik flourapatit direkomendasikan untuk veneering.

Lithium-disilicate (IPS e.max CAD, Ivoclar Vivadent) telah dirancang untuk

CAD/CAM. Blok lithium disilikat yang dimilling menggunakan dua tahap proses

kristalisasi. Kristal lithium metasilicate diendapkan selama tahap pertama

menghasilkan keramik kaca memiliki ukuran kristal 0,2-1,0 um dengan sekitar 40

vol% lithium kristal metasilicate. Pada fase precrystallized ini, blok CAD/CAM

memiliki flexural stength 130-150 MPa dan memungkinkan lebih mudah dan lebih

cepat.

Proses akhir kristalisasi terjadi setelah milling pada 850°C dalam vacum. Fase

kristalisasi metasilikat dipecah sepenuhnya, dan lithium disilikat mengkristal.

Proses ini juga mengubah warna biru blok precrystallized menjadi warna gigi yang

dipilih dan menghasilkan gelas-keramik dengan ukuran halus sekitar 1,5 um dan

volume kristal 70%. Lithium disilikat CAD/CAM memili flexural strength 360

MPa.

Dengan translusensi dan bermacam warna yang baik, material ini dapat

digunakan untuk restorasi anatomi penuh (monolitik) dan dapat distaining dengan

karakterisasi atau sebagai bahan core kemudian dicoating dengan keramik

veneering. Lithium disilikat direkomendasikan untuk anterior atau posterior

mahkota, mahkota implan, inlay, onlay, dan veneer.

Gambar 5. lithium disilicate-based ceramic (IPS e.max ivoclar vivadent)

16
Tabel 7. Indikasi penggunaan IPS empress (
leucite based) dan IPS e.max (lithium disilicate-based ceramic)

d. Glass infiltrated alumina core ceramic (In-ceram)

Sistem slip casting menggunakan inti porselen alumina yang sedikit disintering

diinfiltrasi dengan kaca pada temperatur 1100 oC selama 4 jam untuk

menghilangkan porositas dan memperkuat inti slip-cast. In- ceram memiliki

kekuatan flexural yang paling tinggi yaitu sebesar 450 Mpa. Kelebihannya adalah

mahkotanya mempunyai bentuk adapatasi margin yang baik disamping estetisnya

yang baik. Kandungan alumina pada slip untuk alumina-based ceramics lebih dari

90% dengan ukuran partikel antara 0.5 sampai 3.5 ųm. Setelah dikeringkan pada

suhu 1200 C selama 6 jam dan disinter selama 2 jam pada suhu 1120 0 C dan dua

jam pada suhu 11800 C, coping alumina yang berporus diinfiltrasi oleh lanthanum-

containing glass selama pembakaran ketiga pada suhu 11400 C selama 2 jam.

Setelah kelebihan glass dibuang, restorasi di veneer dengan veneering ceramic yang

mempunyai ekspansi yang sesuai. Proses ini menghasilkan material dengan

kekuatan yang tinggi karena adanya partikel alumina yang dipadatkan.

17
Mikrostruktur bahan ini terdiri dari 68% volume alumina, 27% volume glass,

dan 5% volume porusitas. Gumpalan alumina dalam berbagai ukuran muncul

dengan kontras yang gelap. Flexural strength bahan ini sekitar 600 MPa. Karena

kekuatan inti yang besar memungkinkan gigi tiruan cekat dengan daerah edentulous

yang pendek dapat dibuat dengan proses ini. Tetapi bagaimanapun juga kandungan

kristal alumina dengan indeks retraktif yang tinggi digabungkan dengan 5%

porusitas menyebabkan derajat opasitas tertentu pada sistem ini.

e. Glass infiltrated Spinel core ceramic (In-Ceram Spinel)

In-ceram spinel diperkenalkan sebagai alternatif dari in-ceram. Material inti dari

jenis ini adalah spinel yang dinfiltrasi dengan kaca. Walaupun memiliki flexural

strength yang rendah, In ceram spinel ini lebih estetik dikarenakan sangat

translusen. Cara pembuatan hampir sama dengan in-ceram. In-ceram spinel

diindikasikan untuk anterior inlay, onlay, vinir dan mahkota anterior. Spinel-based

slip-cast mempunyai sifat lebih translusen karena fase sphinel memungkinkan

proses sinter yang lebih baik, tetapi flexural strength sedikit lebih rendah (378 MPa)

dibanding alumina-based system.

f. Composite-based ceramics

Composite-based ceramics (Resin nanoceramic, Lava ultimate, 3M, and hybrid

ceramic, Vita Enamic, Vident) mempunyai flexural strength 200 MPa dan telah

diperkenalkan sebagai alternatif material restorasi indirek karena memiliki

kemampuan menyerap impact strength yang baik. Penggunaan resin komposit

18
untuk cuspal coverage masih dipertanyakan karena resin komposit menunjukkan

tidak mudah aus dan berubah warna tetapi memiliki ikatan yang lebih lemah

terhadap gigi dibandingkan glass-ceramic. Belum terdapat data klinis jangka

panajang untuk ketahanan dan bentuk keausan pada bahan restorasi indirek

composite-ceramic.

Gambar 6. Composite-based ceramics (Vita Enamic & 3M ultimate)

2.4.2 Oxide Based Ceramic

a. Alumina Porcelain

Kekurangan utama dari bahan ceramic adalah sifatnya yang brittle dan ini

adalah faktor yang membatasi penggunaannya. Ceramic yang mengandung

alumina disebut juga dengan aluminous porcelain Aluminous porcelain adalah

keramik yang terdiri atas fase matriks kaca dan 40-50 persen alumina dari seluruh

komposisinya tersebar pada low-fusing glassy matrix. Partikel alumina memiliki

strength yang lebih tinggi daripada gelas dan lebih efektf dalam mencegah

keretakan pada bahan keramik.

Beberapa metode yang tersedia mengarahkan pada pencegahan pembentukan

dan penyebaran keretakan pada permukaan dalam dari restorasi ceramic. Salah satu

metode yang digunakan adalah penggunaan inti dari bahan alumina murni. Alumina

adalah bahan yang sangat keras dan opaque yang lebih tidak rentan terhadap

keretakan dibandingkan dengan ceramic.

19
Metode lain untuk meningkatkan kekuatan mahkota adalah dengan

menggunakan isian alumina murni. Metode ini dapat dilakukan dengan memasukan

lembaran kecil alumina yang diletakkan pada palatal mahkota untuk meningkatkan

kekuatan restorasi tanpa mengganggu estetik. Inti dipanggang di atas platinum foil

kemudian ceramic dengan ekspansi yang sesuai digunakan untuk melapisi bagian

fasial dari bahan alumina, setelah itu aluminous core ceramic dipanggang secara

langsung di model refraktori untuk menghasilkan restorasi akhir.

Alumina memiliki modulus elastisitas yang tinggi sebesar 350Gpa dan

mempunyai flexure strength 500-695Mpa bila dibandingkan dengan bahan ceramic

biasa tanpa penguat yang hanya mempunyai flexural strength sebesar 80 MPa dan

fracture toughness yang relatif tinggi (3.5 sampai 4 MPa) bila dibandingkan dengan

feldspathic porcelain. Penyebaran alumina dalam glass matrix pada koefisien

termal ekspansi yang mirip dengan ceramic mengakibatkan efek peningkatan

kekuatan yang signifikan. Kedua bahan ini mempunyai koefisien termal expansi

dan modulus elastisitas yang tidak terlalu jauh berbeda. Hal ini memastikan area

interface antara permukaan partikel alumina dengan permukaan ceramic bebas dari

stress sehingga tidak memicu penyebaran keretakan di sekitar partikel alumina.

Alumina yang berbentuk bubuk ditambahkan ke ceramic untuk mencapai

tingkat kekuatan yang diinginkan. Mekanisme peningkatan kekuatan adalah

alumina bertindak sebagai “crack stoppers” yang dapat mencegah penyebaran

keretakan ke seluruh bagian restorasi. Peningkatan sifat ini didapat tidak hanya

sebagai hasil sifat mekanis alumina yang baik tetapi juga kompatibilitas alumina

dengan keramik.

20
Gambar 7. Diagram yang mengilustrasikan bagaimana penyebaran keretakan dapat dihentikan oleh
partikel penguat. (a) Partikel alumina yang berperan sebagai “crack stopper”. (b) Keretakan yang
menyebar di sekitar partikel pengisi.

Flexural strength yang sangat tinggi pada sistem sintered alumina membuat

para peneliti optimis bahwa bahan ini cocok untuk membuat restorasi multiunit

yang sebelumnya harus menggunakan dasar dari metal. Bahan lain yang dapat

digunakan selain alumina adalah spinel-base cores dari magnesium aluminate.

Bahan ini menghasilkan translusensi yang baik namun tidak sekuat sintered

alumina cores. Lebih lanjut lagi perkembangan sintered alumina core

menggunakan kandungan zirconium oxide yang signifikan untuk mencapai tingkat

kekuatan yang lebih jauh dan flexural strength yang dilaporkan dapat mencapai 800

MPa. Satu keterbatasan bahan ini adalah opasitas relatif dari inti yang dihasilkan

sehingga proses penutupan dengan infiltrasi glass menjadi lebih sulit dan akhirnya

mengganggu faktor estetik dari restorasi akhir.

b. Zirconium based material

Zirkonia pada kedokteran gigi sering dikombinasikan dengan senyawa Yttrium

(Y2O3) dan tetragonal zirkonia polikristal. Yttrium berguna untuk menstabilkan

transformasi struktur kristal selama peningkatan temperatur pembakaran dan

21
meningkatkan kekuatan fisik dari zirkonia. Terdapat tiga fase pembentukan

Zirkonia yaitu monoklinik, tetragonal dan kubus. Zirkonia murni memiliki struktur

monoklinik pada suhu ruangan dan tetap stabil pada suhu 1170 0C. Pada suhu

11700C sampai 23700C terbentuk Zirconia dengan struktur tetragonal, jika suhu

terus dinaikkan maka terbentuklah Zirkonia kubus.

Tiga jenis keramik yang mengandung zirkonia yang dapat digunakan dalam

bidang kedokteran gigi yaitu yttrium cation-doped tetragonal zirkonia polycrystal

(3Y-TZP), magnesium cation-doped partially stabilized zirconia (Mg-PSZ) dan

zirconia-toughened alumina (ZTA).

ZTA dikenal juga dengan nama alumina-zirkonia nanocomposite, pertama

diperkenalkan sebagai bahan yang memiliki resistensi tinggi terhadap keretakan.

Jenis bahan ini tidak hanya memiliki ketahanan yang kuat, tetapi juga memiliki

ambang stress yang tinggi sehingga stress yang biasa menyebabkan keretakan tidak

bisa mencapai ambang tersebut. ZTA yang tersedia dipasaran merupakan jenis In-

Ceram zirkonia yang dijual dengan merek Viden, Vita Zahnfabrik. In-Ceram

zirkonia mengandung 33 mol% zirkonia ditambah dengan 12 mol% ceria dan

alumina 70-80%. ZTA menunjukkan tingkat porositas sekitar 8-11% lebih tinggi

jika dibandingkan dengan 3Y-TZP. Mg-PSZ tidak terlalu banyak digunakan karena

ukurannya yang besar, yaitu 30-60 µm yang menyebabkan keausan permukaan

serta porositas yang tinggi.

Diantara bahan-bahan all-ceramic yang tersedia, zirconia (3Y-TZP)

memperlihatkan nilai yang paling tinggi (800-1300 MPa), 3Y-TZP memiliki

fracture toughness tertinggi dari semua bahan all-ceramic (lebih besar dari 5

22
MPa·m0,5). Densitas bahan keramik juga tergantung jumlah da nasal fase kristalin

yang ada. Densitas 3Y-TZP keramik dental adalah 6,08 g/cm3, diasumsikan bahan

bebas porus. Aplikasi dibidang kedokteran gigi melibatkan partikel kecil

berdiameter 0,2-0,5 mm tergantung dari suhu saat sintering, dan mencegah

destabilisasi akibat adanya saliva dan memperlambat penyebaran crack. Restorasi

protesa dengan 3Y-TZP didapatkan dengan penggilingan balok sebelum

dipanaskan, kemudian diikuti dengan pemanasan pada temperatur tinggi

menggunakan mesin. Yttria tetragonal polikristal bersifat stress induce sehingga

dapat bertahan dari keretakan yang terjadi akibat perubahan dari fase tetragonal ke

monoklinik yang disertai dengan perubahan ekspansi dari volume.

Bahan mahkota jembatan sebagian dengan bahan zirkonia memiliki

keuntungan karena flexural strength diatas 900 Mpa. Perbandingan waktu

ketahanan antara zirkonia keramik dengan bahan non-logam pada protesa cekat dan

didapatkan bahwa zirkonia keramik dengan oksida alumina memiliki ketahanan

yang lebih tinggi dalam jangka waktu lama. Dalam penggunaan dental implan,

bahan ini dianggap dapat bekerjasama dengan tubuh dan melepaskan ion lebih

sedikit daripada bahan titanium yang memicu respon inflamasi dan menimbulkan

resopsi tulang sehingga menunjukkan sifat biokompatible yang tinggi. Selain itu

adanya senyawa Yttrium menyeimbangkan ikatan polikristal tertagonal pada

zirkonia sehingga memiliki ketahanan terhadap fraktur dan fleksibilitas lebih baik.

Zirkonia memiliki warna yang sangat mirip gigi sehingga menghindarkan pemakai

dari kemungkinan tampaknya pewarnaan pada gingiva dan mukosa. Selain itu,

permukaan zirkonia yang halus dapat mengurangi perlekatan plak.

23
Gambar 8. Zirconium base material (IPS e.max CAD ZrO2 ) dan sifat mekanisnya

2.4.3 Heat-Pressed All-Ceramic Materials dan Machinable All-Ceramic

Materials

a. Heat-Pressed All-Ceramic Materials

Heat-pressing pada prinsipnya adalah aplikasi tekanan dari luar pada proses

sintering suhu tinggi dan membentuk ceramic. Heat-pressing digunakan dalam

kedokteran gigi untuk memproduksi mahkota porselen, inlay, onlay, veneer, dan

yang paling umum saat ini adalah pembuatan restorasi cekat. Selama proses heat-

pressing, ceramic yang masih berbentuk batangan diletakkan pada suhu tinggi di

atas bahan tanam phosphate-bonded dan cetakan yang sudah dibentuk dengan

teknik penghilangan wax. Suhu heat-pressing dipilih yang mendekati titik lunak

dari ceramic. Tekanan sebesar 0.3 sampai 0.4 MPa diaplikasikan melalui refractory

plunger. Hal ini menyebabkan pengisian cetakan dengan ceramic yang sudah

dilunakkan. Suhu tinggi tersebut dipertahankan selama 10-20 menit. Heat-pressing

membutuhkan sebuah tungku bertekanan yang didesain khusus dan menghasilkan

penyebaran fase kristalin yang baik di dalam glass matrix. Sifat mekanis dari

24
ceramic dimaksimalkan dengan penyebaran fase kristalin yang baik, kristalisasi

yang tinggi, dan ukuran kristal yang lebih kecil dibandingkan dengan all-ceramic

yang disinter.

Gambar 9. Heat pressing ceramic machine

b. Machinable All-Ceramic Materials

Hard machining pada bahan machinable all-ceramic dilakukan pada kondisi

porselen sudah disinter dengan sempurna. Restorasi langsung dibentuk ke ukuran

yang restorasi yang diinginkan. Beberapa bahan all-ceramic juga dapat dibuat pada

kondisi hanya disinter sebagian dan kemudian proses penyinteran dilanjutkan

sampai sempurna, metode ini disebut dengan soft machining. Teknik soft machining

ini membutuhkan proses milling (penggilingan) dari restorasi yang berukuran lebih

besar untuk mengkompensasi penyusutan yang terjadi selama proses sinter dan

teknik ini juga dapat digunakan pada bahan ceramic yang sulit untuk diproses

dengan mesin pada kondisi telah disinter dengan sempurna seperti alumina dan

zirconia.

25
1. Hard Machining

Machinable ceramic dapat digiling untuk membentuk inlay, onlay, veneer, dan

mahkota dengan menggunakan teknologi CAD/CAM untuk memproduksi restorasi

dengan satu kunjungan. CAD/CAM adalah kepanjangan dari Computer Aided

Design-Computer Aided Manufacture. Setelah gigi dipreparasi, pemindaian secara

optik dilakukan dan hasil gambar dimasukkan ke komputer. Gigi dipindai dengan

menggunakan kamera video kecil selama 10 detik. Permukaan gigi yang akan

dipindai harus kering dan bersih dan dilapisi oleh optically reflective powder untuk

memaksimalkan hasil gambar yang didapat. Untuk keakuratan hasil yang didapat,

lapisan ini harus setipis mungkin dan sama tebalnya di semua permukaan. Gambar

dari gigi antagonis juga dapat direkam untuk memudahkan software untuk

membuat pola interdigitasi gigi yang normal sehingga dapat menghasilkan restorasi

dengan anatomi permukaan yang baik.

Gambar 10 Sistem CAD/CAM untuk fabrikasi restorasi all-ceramic.


(Sumber dari Syrona Dental Systems, LLC, Charlotte, NC)

Restorasi didesain dengan bantuan software dari komputer. Desain restorasi

pada komputer membutuhkan waktu 10-25 menit tergantung tingkat kesulitan

restorasi. Restorasi kemudian dibentuk dengan mesin dari blok ceramic dengan

26
mesin penggiling yang dikendalikan oleh komputer. Proses ini membutuhkan

waktu sekitar 5-10 menit juga tergantung tingkat kesulitan restorasi. Restorasi

direkatkan ke gigi dengan semen resin

Gambar 11. Bahan untuk restorasi dengan CAD/CAM. Gambar di atas adalah bahan mentah yang
digunakan untuk membentuk restorasi dengan menggunakan mesin penggiling CAD/CAM. Bagian
metal diletakkan pada pemegang dari mesin penggiling, sedangkan bagian yang sewarna gigi
digiling sesuai dengan bentuk yang diinginkan.

Gambar 12. Penggilingan (milling) restorasi dengan CAD/CAM.

Beberapa jenis machinable ceramic yang tersedia untuk digunakan dalam

sistem ini adalah feldspar, leucite, dan lithium-disilicate based. Feldspar-based

ceramic terdiri dari 30% volume feldspar (Na, K AlSi3O8) sebagai fase kristalin

utama yang tersebar dalam glassy matrix. Flexural strength dari bahan ini

dikategorikan sedang (120 MPa). Leucite-reinforced dan lithium disilicate ceramic

blocks juga tersedia untuk pembuatan hard machining dengan CAD/CAM.

27
Leucite-reinforced ceramic block mempunyai mikrostruktur dan sifat mekanis yang

mirip dengan generasi pertama heat-pressed yaitu leucite-reinforced ceramic.

Lithium disilicate ceramic block diproses dengan mesin dalam keadaan kristalisasi

sebagian tetapi telah disinter dengan sempurna, dimana proses dengan mesin lebih

mudah dalam kondisi kristalisasi sebagian dibandingkan dengan sudah

terkristalisasi sempurna. Pada kondisi kristalisasi sebagian, ceramic terdiri dari inti

kristal lithium metasilikat (Li2SiO3) dan lithium disilikat (Li2Si2O5).

Translusensi dari ceramic dapat diatur dengan beberapa variasi crystallization

heat treatment yang dapat mengatur ukuran kristal dan kristalinitas. Tersedia blok

dengan ranslusensi rendah, sedang, dan tinggi. Setelah kristalisasi sempurna dengan

heat treatment 8500 C selama 10 menit, ceramic dengan translusensi yang tinggi

menghasilkan kristal lithium disilikat (1.5 x 0.8 ųm) dalam glassy matrix, sementara

ceramic dengan translusensi yang rendah menghasilkan densitas yang tinggi dari

kristal lithium disilikat yang berukuran kecil (0.8 x 0.2 ųm) yang saling berpautan.

Flexural strength setelah kristalisasi sempurna heat treatment adalah 360 MPa,

menurut data pabrik. Salah satu penelitian melaporkan flexural strength

(pembengkokan tiga titik) adalah 262 ± 88 MPa setelah kristalisasi sempurna.

Prosedur pembuatan protesa keramik zirconia dengan cad/cad (framework –

protesa): 4

1. Atur block pada dudukan milling mesin sesuai dengan instruksi pabrik.

2. Atur faktor pembesaran untuk mengkompensasi penyusutan sintering.

Faktornya akan bervariasi sesuai dengan ukuran keseluruhan prostesis.

28
3. Masukkan alat milling yang sesuai.

4. Setelah selesai, lepaskan framework.

5. Potong framework dari yang kosong → diamond disk.

6. Bersihkan framework.

7. Keringkan framework

8. Tempatkan framework di zona panas isotermal dari tungku sintering.

9. Atur kondisi pemrosesan termal sesuai dengan instruksi sintering untuk

produk tertentu.

10. Sinter framework untuk mencapai kepadatan optimal.

11. Setelah dingin, lepaskan framework yang disinter.

12. Periksa framework untuk cacat permukaan dan bawah permukaan

menggunakan transiluminasi serat optik.

13. Evaluasi framework untuk kecukupan ketebalan dinding, marginal fit

14. Jika perlu, gunakan alat water-cooled diamond untuk melakukan koreksi

penyesuaian bentuk.

15. Bilas framework secara menyeluruh dengan air dan keringkan.

16. Tergantung produk zirkonia, framework dapat digunakan dengan atau tanpa

keramik pelapis. Jika keramik pelapis diindikasikan, pelapis transisi

diperlukan sebelum aplikasi keramik pelapis (layering).

29
Gambar 13. Framework zirconia dengan CAD/CAM4

2. Soft Machining Followed by Sintering

CAD/CAM dan sistem copy-milling dapat digunakan untuk memproses

alumina yang belum disinter, spinel, atau zirconia-toughened-alumina block untuk

membuat coping untuk mahkota dan gigi tiruan cekat. Coping tersebut kemudian

diinfiltrasi oleh glass menghasilkan mikrostruktur yang serupa dengan slip-cast

ceramic. Sifat mekanis dari bahan ini sebanding dengan slip-cast ceramic dengan

akurasi tepi 50 ųm.

Pada tahun 2002, zirconia-based ceramic pertama untuk soft machining

diperkenalkan. Bahan ini mengandung tetragonal zirconia policrystal yang

distabilkan oleh bahan tambahan yaitu 3 mole percent yttrium (3Y-TZP). Restorasi

30
tunggal maupun multipel unit diproduksi dengan direct ceramic machining (DCM)

dari blok 3Y-TZP. Blok ini mudah digiling sehingga dapat menghemat waktu dan

penggunaan alat. Proses ini melibatkan pembentukan pola lilin (wax up) dari

restorasi yang diinginkan, yang nantinya akan dipindai dengan laser scanner.

Restorasi dibuat lebih besar pada tahap desain dan pembuatan dengan mesin untuk

mengkompensasi penyusutan sebesar 20-25% yang timbul selama proses sinter

pada suhu tinggi (13500 C selama 2 jam).

Karena perkenalan teknik DCM, blok 3Y-TZP yang hanya sebagian disinter

untuk digunakan dalam proses soft machining semakin banyak variasinya. Pada

metode ini, tahap pembentukan pola lilin tidak dilakukan, cetakan digital dari

preparasi dibuat dan desain restorasi dibuat dengan komputer. Serupa dengan teknik

DCM, restorasi yang telah diproses dengan mesin kemudian disinter pada suhu

tinggi. Mikrostruktur dari polikristalin ceramic 3Y-TZP mengandung butir

tetragonal zirconia yang padat dengan ukuran butiran itu 0.2 sampai 0.7 ųm,

tergantung dari suhu dan durasi saat proses sinter.

Tergantung dari instruksi pabrik, suhu sinter yang direkomendasikan dapat

bervariasi antara 13500 C sampai 15500 C dengan durasi 2 sampai 6 jam. Bahan ini

menghasilkan flexural strength yang paling tinggi yaitu 900-1500 MPa dan fracture

toughness tertinggi (lebih besar dari 5 MPa • m 0.5 ) dibandingkan dari semua jenis

dental ceramic yang tersedia sekarang ini. Pada semua sistem, tahap terakhir adalah

veneering inti ceramic 3Y-TZP dengan porselen yang mempunyai ekspansi termal

yang sesuai. Masalah klinis yang paling sering ditemui hingga saat ini adalah

keretakan yang terjadi di antara veneering porselen dengan inti ceramic. Hal ini

31
disebabkan oleh destabilisasi fase tetragonal pada permukaan antara inti dengan

veneering porselen, dengan perubahan ke fase monoclinic yang menghasilkan

stress lokal karena perbedaan koefisien ekspansi termal antara 2 fase kristalografik.

Teknik hard machining memungkinkan pembuatan restorasi dalam satu kali

kunjungan pasien. Tetapi bagaimanapun juga bahan all-ceramic yang tersedia

untuk teknik tersebut hanya memberikan kekuatan yang rendah sampai sedang

sehingga membatasi penggunaan aplikasi hanya untuk restorasi unit tunggal.

Keuntungan pembuatan restorasi dalam satu kali kunjungan tidak mungkin pada

teknik soft machining. Kekurangan ini diimbangi oleh sifat mekanis yang unik dari

3Y-TZP, yang dapat digunakan pada restorasi tunggal atau multipel unit pada gigi

anterior maupun posterior. Akurasi tepi masih dapat diterima pada teknik ini. Efek

negatif karena opasitas yang tinggi dari zirconia dikurangi dengan kemampuan

mengurangi ketebalan coping hingga 0.4 sampai 0.5 mm.

Surface Treatment (Polishing) 11

Surface treatment untuk meningkatkan kekuatan dari ceramic sangat menarik

karena prosedur ini tidak membutuhkan investasi besar untuk peralatannya. Metode

yang paling mudah untuk surface treatment adalah dengan pemolesan. Pemolesan

mengurangi ketidaksempuranaan pada permukaan sehingga dapat meningkatkan

kekuatan porselen secara signifikan. Peneliti menemukan bahwa ceramic yang

telah dipoles mempunyai kekuatan 50% hingga 100% lebih besar dari ceramic yang

tidak dipoles.

32
Secara klinis bagian oklusal dan permukaan dalam restorasi all ceramic dapat

menjadi kasar oleh bur selama proses penyesuaian oklusi dan pengepasan mahkota.

Hal ini membuat goresan-goresan dimana fraktur atau retakan dapat dimulai dari

goresan tersebut. Porselen dapat dipoles dan kecacatan permukaan dihilangkan

dengan Sof-Lex (3M) atau dengan Shofu finishing disks. Pilihan lain yang dapat

dilakukan adalah dengan melakukan reglazing. Tetapi hal ini bukan merupakan

pilihan utama karena merupakan hal yang sia-sia bila melakukan reglazing pada

permukaan porselen yang masih kasar.

Ion-Exchange Treatment

Proses ini dilakukan di laboratorium yang terdiri dari memanaskan restorasi

porselen yang telah dilapisi oleh garam potassium pada suhu rendah di dalam oven.

Sebagai hasilnya, ion sodium dari permukaan porselen bertukar tempat dengan ion

potassium. Karena ion potassium mempunyai diameter 35% lebih besar dari ion

sodium, maka lapisan permukaan menimbulkan residual compressive stress

(Gambar 3.8) karena hal ini, flexural strength dari porselen akan meningkat selama

permukaan tidak dirusak dengan penggerindaan (O’Brien, 2002).

33
Gambar 14. Peningkatan kekuatan porselen dengan mengganti ion sodium dengan ion potassium
yang lebih besar.

Prosedur ini adalah prosedur yang lebih tidak rumit dari prosedur aslinya yaitu

dengan perendaman restorasi porselen di dalam garam potassium yang dicairkan.

Cara ini sangat berguna untuk bagian dalam restorasi porselen tetapi cara ini tidak

direkomendasikan untuk high-strength porcelain (seperti aluminous porcelain,

Procera, In-Ceram). Aplikasi utama dapat digunakan pada mahkota jaket porselen

anterior tanpa inti (O’Brien, 2002).

Hydrothermal Porcelain

Hydrothermal porcelain (Ducera LFC) mempunyai komposisi nonfeldspathic

unik yang membentuk lapisan permukaan seperti plastik saat terhidrasi. Kekerasan

permukaan menjadi berkurang secara signifikan sedangkan flexural strength

meningkat secara signifikan. Peningkatan kekuatan ini disebabkan sifat plastik dari

permukaan yang terhidrasi yang memungkinkan perubahan bentuk dari kecacatan

permukaan dan mencegah penyebaran kecacatan tersebut. Raman spectroscopy dan

scanning electron microscopy membuktikan hidrasi dari struktur glass (Gambar

34
3.9). Reaksi yang terjadi adalah pertukaran ion antara ion alkali dan proton.

Molekul air juga terdeteksi dalam struktur glass.

Perbandingan Beberapa Sifat Dalam Kedokteran Gigi

Sifat material kedokteran gigi harus diketahui, agar dokter gigi dapat

memilih bahan yang tepat yang digunakan untuk restorasi, sehingga dapat

menghasilkan restorasi yang efektif, kuat, nyaman, dapat bertahan lama, dan tidak

menyebabkan gigi lain rusak.

Tabel 8. perbandingan sifat bahan dalam penggunaan porselen dental.4, 7

2.5 Aplikasi Umum Porselen Dental di Bidang Prostodontik3, 12

Keramik dental masih merupakan bahan terbaik yang memenuhi estetik pada gigi

manusia. Aplikasi dalam kedokteran gigi secara teratur mengalami perkembangan karena

bahan baru dan teknik pembuatan baru terus diperkenalkan. Keramik dental digunakan

dalam restorasi logam-keramik tunggal maupun multiunit. Dalam system all-ceramic

35
penggunaannya meliputi inlay, onlay, veneer, dan mahkota jaket. Pengembangan sistem

yang berbasis zirconia high-strength memungkinkan pembuatan penyangga dental implan

dan protesa sebagian cekat. Keramik juga masih digunakan dalam pembuatan gigi artifisial.

Keramik telah digunakan untuk membuat mahkota jaket sejak awal 1900. Dalam

waktu 30 tahun terakhir, beragam bahan baru dan teknik baru untuk membuat restorasi all-

ceramic telah diperkenalkan mencakup bahan heat-pressed, slip cast, dan machined all-

ceramic.

Inlay dan onlay keramik menjadi populer sebagai alternatif resin komposit posterior.

Keramik memiliki resistensi abrasi yang lebih baik dan lebih tahan lama dibandingkan

dengan resin komposit. Namun, penyesuaian oklusal lebih sulit dan dapat mengarah pada

keausan gigi lawan jika tidak benar-benar disesuaikan dan dipoles. Adaptasi marginal

secara klinis dapat diterima dan lebih baik dari inlay atau onlay emas.

Veneer estetik keramik dibuat pada lab dental. Awalnya dibuat dari porselen

feldspathic dan sintering, namun sekarang ini kebanyakan veneer keramik dibuat dengan

teknik heat-pressing atau machining, menggunakan keramik leucite-reinforce atau lithium

disilicate.

Keramik memiliki banyak keuntungan, diantaranya memiliki warna yang stabil, sifat

radioopak, koefisien ekspansi thermal yang menyerupai dentin, sifat resistensi kompresi

dan abrasi yang baik, dan juga nilai estetik tinggi. 2,4,9 Perkembangan besar dalam sepuluh

tahun terakhir ini menunjukkan bahwa restorasi keramik penuh memiliki angka

keberhasilan lebih rendah daripada restorasi logam keramik karena kekuatan fleksuralnya

yang rendah, nilai modulus elastisitas yang tinggi dan sifat rapuh/brittleness. 13-14

36
Gambar15. Jembatan 3 unit all ceramic

Gambar 16. Porselen dental untuk pasak dan inti

Gambar 17. Implan zirconia

37
Tabel 9. Perbandingan Bahan Implan Zirconia dengan Bahan Lain

2.6 Reparasi Restorasi Keramik Dental

Struktur keramik bersifat brittle dan cenderung mudah fraktur/patah pada fungsi

repetitif. Tekanan kunyah pada umumnya bersifat kompresif, namun munculnya tekanan

tarik pada jembatan dan mahkota tidak dapat dihindari. Retak akan muncul dan mengikuti

di daerah dimana tekanan fleksural berada paling besar.4

Berbagai bahan dan interface inti dan pelapis keramik akan dipengaruhi berbagai

macam kondisi di dalam rongga mulut, baik tekanan-tekanan yang berasal dari gaya

pengunyahan dan juga kondisi dari perubahan suhu, air liur serta tingkat keasaman mulut.

Retak yang berlanjut menjadi fraktur pada area anterior akan menyebabkan masalah estetik,

dan bila terjadi di area posterior juga dapat mengganggu fungsi pengunyahan. Chipping

atau fraktur keramik bisa terjadi akibat beberapa faktor, yaitu defek intra-keramik, trauma,

tekanan parafungsi, kontaminasi selama pembuatan restorasi, tidak sesuai indikasi, faktor

endodontik, perbedaan koefisien thermal ekspansi antara inti dan pelapis, serta preparasi

gigi yang tidak adekuat.15-17

Sistem berlapis pada struktur keramik memiliki sifat estetik yang baik, namun keramik

yang melapisi inti keramik yang lebih kuat dapat mengalami patah atau delaminasi. Hal ini

38
merupakan gagalnya ikatan antara inti (core) dan pelapis (veneering). Kegagalan ini

disebabkan oleh tekanan residual karena perbedaan koefisien thermal ekspansi, dampak

berbagai perlakuan mekanis pada permukaan inti, kelanjutan defek pada struktur

penghubung permukaan inti dan pelapis, penyusutan volume keramik pelapis, trauma dan

kebiasaan parafungsi.15

Heintze dan Rousson tahun 2010 menyebutkan skala chipping berdasarkan cara

memperbaikinya, yaitu:18

1. Grade satu yaitu chipping keramik pelapis yang kecil dengan tindakan terapi yaitu

poles,

2. Grade dua yaitu chipping keramik pelapis sedang dan diperbaiki dengan komposit,

dan

3. Grade tiga yaitu chipping berat dimana terapinya adalah mengganti seluruh restorasi.

Anusavice4 menyebutkan kriteria untuk mengganti seluruh restorasi yaitu bila

permukaan fraktur meluas hingga daerah fungsional yang bila dilakukan rekontur sajaakan

menghasilkan bentuk anatomi yang tidak dapat serupa dengan anatomi alamiahnya dan bila

memperbaiki restorasi langsung didalam mulut meningkatkan resiko trauma pulpa karena

panas.

Fraktur restorasi keramik seringkali dianggap sebagai kejadian darurat dan menjadi

tantangan bagi dokter gigi. Membuat ulang restorasi mahkota dan jembatan tidak dapat

dilakukan didalam mulut pasien, membutuhkan waktu yang lama, dan membutuhkan

keterampilan dan alat yang lebih kompleks. Membongkar restorasi jembatan atau mahkota

merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan untuk pasien dan melelahkan bagi

dokter gigi. Karena itulah mengganti seluruh restorasi tidak dianggap sebagai solusi terbaik

karena tingginya biaya dan kesulitan pada prosesnya.

39
Perbaikan fraktur keramik didalam rongga mulut dapat dilakukan dengan prinsip

bahwa resin komposit Bis-GMA light-cured dapat berikatan baik dengan permukaan

keramik bila permukaannya diberi perlakuan mekanis dilanjutkan dengan silane coupling

agent. Prosedur ini seringkali digunakan karena bersifat estetis, menghasilkan warna yang

stabil, dan merupakan prosedur yang mudah. 15

Protokol ini dianggap sebagai solusi alternatif yang memuaskan, baik secara fungsi

maupun estetik. Proses perbaikan ini sangat menguntungkan karena sangat mudah

dikerjakan di ruangan praktik, dan dapat diulang lagi di masa depan jika terjadi kembali

sebelum mempertimbangkan mengganti seluruh restorasi. 15

Gambar 18. Chipping keramik dental pada jembatan all ceramic

2.7 Memperbaiki Chipping atau Fraktur Dengan Bahan Komposit

Perlekatan komposit sebagai bahan pengganti terhadap permukaan keramik

yang mengalami fraktur ditentukan oleh ikatan mekanis dan kimia yang

mendahuluinya. Secara umum, perlakuan mekanis (mechanical treatment) terhadap

permukaan keramik yaitu mengkasarkan/menggerinda dengan bur diamond, etsa

asam (asam fosfat 37%, asam hidroflorik, atau 1,23% acidulated phosphate

fluoride), proses sandblasting dengan partikel aluminum oksida (30-250 m)

40
menggunakan tekanan udara (2-3 bar atau 30-42 psi) selama 15detik, abrasi partikel

silika, atau kombinasi perlakuan tersebut lalu diikuti penggunaan silane agent untuk

meningkatkan ikatan kimiawi antara keramik dan resin komposit. 16, 19-23

41
Gambar. Tahapan perbaikan chipping pada restorasi jembatan PFM.16

Gambar 19. Tahapan perbaikan chipping pada restorasi jembatan PFM.16

Gambar 20. Komposit opaker untuk menutupi warna logam dari coping logam pada PFM

42
Gambar 21. Komposit gingiva untuk menutupi resotrasi yang mengalami resesi.

43
BAB III

KESIMPULAN

Keramik dental atau porselen dental banyak digunakan dalam bidang

kedokteran gigi, menjadi salah satu alternatif utama untuk memenuhi standar

restorasi yang kuat dan estetik yang baik. Keramik dental banyak digunakan dalam

pembuatan inlay, onlay, veneer, crown, jembatan dan implan. Keramik dental dari

dulu sampai sampai sekarang terus berkembang, banyak inovasi-inovasi baru untuk

mengembangkan keramik dental agar kualitasnya semakin baik, dan metode

pembuatannya juga banyak berkembang dengan menggunakan teknologi komputer.

Sehingga selain menghasilkan restorasi yang semakin baik tetapi juga

mempermudah pekerjaan operator maupun tenaga lab menjadi lebih efektif.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Pollington S, Noort Rv. An update of ceramics in dentistry. International

Journal of Clinical Dentistry. 2009;2(4):1-20.

2. McCabe J, Walls A. Applied Dental Material 9ed. London: Blackwell;

2008.

3. Sakaguchi L, Powers M. Craig’s Restorative Dental Materials. 13 ed.

Philadelphia: Elsevier Mosby; 2012.

4. Anusavice K. Phillips’ Science of Dental Material 12 ed. Amsterdam:

Elsevier; 2013.

5. Shenoy A, Shenoy N. Dental ceramics: An update. J Conserv Dent.

2010;13(4):195-203.

6. Rosenstiel S, Land M, Fujimoto J. Contemporary Fixed Prosthodontics 5ed.

St.Louis, Missouri: Elsevier; 2016.

7. Shillingburg H, Sather D, Wilson E, Cain J, Mitchell D, Blanco L, et al.

Fundamentals of fixed prosthodontics 4ed. USA: Quintessence Publishing;

2012.

8. Mizrahi B. All-ceramic silica/glass-based crowns--clinical protocols. Br Dent

J. 2011;211(6):257-62.

9. Iyasara A, Joseph M, Azubuike T. The use of local ceramic materials for the

production of dental porcelain. American Journal of Engineering Research.

2014;3(9): 135 – 9.

45
10. Denry I, Holloway J. Ceramics for dental applications: A review. J Mater.

2010;3(1):351 – 68.

11. Badawi, Manal F, Manal M, Madina. A. Impact of Surface Roughness on

Flexural Strength and Fracture Toughness of In-Ceram Zirconia. Cairo Dental

Journal. 2008;24(1):123-9.

12. McCabe J, Walls A. Applied Dental Materials. United Kingdom: Blackwell

Publishing; 2008.

13. Gonzaga C, Cesar P, Miranda W, Yoshimura H. Slow crack growth and

realiability of dental ceramics. Dental Materials. 2011;27(4):394-406.

14. Raposo L, Neiva N, Silva G, Carlo H, Mota A. Ceramic restorations repair:

report of two cases. J Appl Oral Sci. 2009;2(17):140-4.

15. Blum I, Nikolinakos N, Lynch C, Wilson N, Millar B. An in vitro comparison

of four intra-oral ceramic repair systems. J Dent. 2012;40(11):906-12.

16. Reston E, Filho S, Arossi G, Cogo R. Repairing ceramic restorations: final

solution or alternative procedure? Operative Dentistry. 2008;33(4):140-4.

17. Yoo J, Yoon H, Park J, Park E. Porcelain repair–influence of different

systems and surface treatments on resin bond strengt J Adv Prosthodont.

2015;7(5):343-8.

18. Heintze S, Rousson V. Survival of zirconia and metal supported fixed dental

prostheses: a systematic review. Int J Prosthodontics. 2010;23(6):493-502.

19. Blatz M, Sadan A, Kern M. Resin-ceramic bonding: a review of the literature.

J Prosthet Dent. 2003;89(3):268-74.

46
20. Gonzales A, Mejia E. Alternatives of surface treatments for adhesion of

lithium disilicate ceramics. Revista Cubana de Estomatologia. 2018;55(1):59-

72.

21. Neis C, Alburquerque N, Alburqueque I, Gomes E, CB CS-F. Surface

treatments for repair of feldshpatic, leucite - and lithium disilicate –

reinforced glass ceramics using composite resin. Braz Dent J.

2015;26(2):152-5.

22. Tolidis K, Gerasimou P, Boutsiouki C. Intraoral ceramic restoration repair

techniques: report of three cases. Balk J Stom. 2012;16:103-8.

23. Yavuz T, Eraslan O. The effect of silane applied to glass ceramics on surface

structure and bonding strength at different temperatures. J Adv Prosthodont.

2016;8:75-84.

47

Anda mungkin juga menyukai