Anda di halaman 1dari 25

STUDENT PROJECT

KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

Dosen Pembimbing: drg. IGA Sri Pradnyani, M.Biomed


Dosen Penguji : drg. Gede Indra Sucipta Maker, Sp.Pros

Oleh : SGD 2

Ni Kadek Ayu Lestari Dewi (1702551006)


Putu Yulia Risma Yanti (1702551007)
Made Yuda Pradnyana (1702551008)
Ni Luh Putu Ayu Ditha Widiasari (1702551009)
Putu Ayu Martha Intania Savitri (1702551026)
Alexander Kevin Wijaya (1702551027)
Evelyn Christina Mulyanto (1702551028)
I Putu Andrian Trinatha (1702551029)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya kami dapat menyusun Student Project ini tepat pada waktunya.
Student Project ini membahas Literature Review dengan Judul Klasifikasi Dental
Ceramic.
Terima kasih kami ucapkan kepada drg. IGA Sri Pradnyani,
M.Biomedselaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan
serta bimbingan yang sangat berarti bagi penyusunan Student Project ini.
Penulis menyadari bahwa Student Project ini belum sempurna seperti yang
diharapkan dikarenakan keterbatasan kemampuan dan keilmuan yang kami
miliki.Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
yang bersifat membangun demi kebaikan Student Project ini.
Semoga Student Project ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya. Terima Kasih.

Denpasar, 20 Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................3

KATA PENGANTAR .............................................................................................3

DAFTAR ISI ............................................................................................................3

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................3

DAFTAR TABEL…………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................ Error! Bookmark not defined.

1.2 Rumusan Masalah ................................... Error! Bookmark not defined.

1.3 Tujuan Penulisan ..................................... Error! Bookmark not defined.

1.4 Manfaat Penulisan ................................... Error! Bookmark not defined.

BAB II ISI

2.1 Pengertian Dental ceramic ...................... Error! Bookmark not defined.

2.2 Sejarah Dental ceramic ........................... Error! Bookmark not defined.

2.3 Klasifikasi Dental ceramic ...................... Error! Bookmark not defined.

2.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Penggunaan atau Indikasi………………


2.3.2 Klasifikasi Berdasarkan Komposisinya…………………………..
2.3.3 Klasifikasi Berdasarkan Metode Pengolahan ………………………
2.3.4 Klasifikasi Berdasarkan Temperatur Firing Atau Suhu Pengolahan…
2.3.5 Klasifikasi Berdasarkan Struktur Mikro……………………………...
2.3.6 Klasifikasi Berdasarkan Translusensi………………………………...
2.3.7 Klasifikasi Berdasarkan Ketahan Terhadap Fraktur………………….
2.3.8 Klasifikasi Berdasarkan Kemampuan Untuk Mengabrasi……………
BAB III SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan ...................................................... Error! Bookmark not defined.

3.2 Saran ............................................................ Error! Bookmark not defined.


DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hot Pressed Ceramic…………………………………………………...

Gambar 2. Pembuatan mamelon dengan proses cutting……………………………

Gambar 3 Dental Ceramic Berdasarkan Mikrostruktur Berbahan Alumina………..


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sifat mekanis dan fisik dari dental ceramic………………………………

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan komposisi dental ceramic………………………..


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada kedokteran gigi, terdapat empat kelas utama bahan yang biasa
digunakan untuk rekonstruksi gigi dengan kerusakan maupun hilang yaitu
logam, polimer, komposit dan ceramic (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan
Konakanchi, 2015). Ceramic berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘keramos’ yang
secara harafiah berarti ‘barang yang dibakar’. Ceramic ini merupakan bahan
bumi yang dihasilkan melalui pembakaran, dikenal paling canggih sejak
zaman batu (lebih dari 10.000 tahun yang lalu) dan tetap mempertahankan
peran pentingnya dalam komunitas manusia sejak saat diperkenalkan
(Rosenstiel, Land, dan Fujimoto, 2006).
Ceramic biasanya bersifat silikat dan dapat didefinisikan sebagai
kombinasi dari satu atau lebih logam dengan bahan non logam seperti oksigen.
Pada kedokteran gigi, ceramic banyak digunakan untuk membuat gigi tiruan,
crown, bridge, abutment, implan, maupun veneer (Datla, Alla, Alluri, Babu,
dan Konakanchi, 2015). Ceramic dipilih karena sifat biokompatibilitasnya,
stabilitas warna jangka panjang, ketahanannya terhadap bahan kimia,
ketahanannya terhadap keausan, dan kemampuannya untuk dibentuk menjadi
bentuk yang tepat meskipun membutuhkan peralatan yang mahal dan
pelatihan khusus untuk teknisi lab (Kenneth dan Anusavice, 2012).
Pada bidang kedokteran gigi, terdapat beberapa bahan restoratif seperti
amalgam, komposit dan juga dental cement yang bisa digunakan juga sebagai
material restorasi. Semua bahan tersebut telah digunakan dan menghasilkan
restorasi yang baik, namun masih dianggap tidak layak untuk bahan restorasi
multi unit. Hal tersebut yang mendasari perkembangan meterial ceramic
dibidang kedokteran gigi. Bidang ilmu dental ceramictelah mengalami
perkembangan yang sesat tiga dekade terakhir.Selain itu, terdapat peningkatan
permintaan untuk mengembangkan material restoratif sewarna gigi sehingga
meningkatkan permintaan material restorasi berbahan ceramic (Kenneth dan
Anusavice, 2012).
Berkaitan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk membahas lebih
mendalam mengenai dental ceramic, sejarah dari dental ceramic, dan berbagai
klasifikasi dari dental ceramic sehingga nantinya dapat mempermudah dokter
gigi untuk menentukan material ceramic yang sesuai untuk digunakan pada
kasus tertentu. Kami berharap makalah yang kami susun dapat memberikan
infomasi yang lebih mendapat mengenai dental ceramic dan nantinya dapat
mengaplikasikannya dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dan sifat dari dental ceramic?
1.2.2 Bagaimana sejarah dental ceramic?
1.2.3 Bagaimana klasifikasi dari dental ceramic?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dan sifat dari dental ceramic
1.3.2 Untuk mengetahui sejarah dari dental ceramic
1.3.3 Untuk mengetahui klasifikasi dari dental ceramic
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat bagi pembaca agar mengetahui lebih mendalam mengenai
penggunaan, komposisi, metode dan suhu pengolahan, struktur
mikro, translusensi, ketahanan terhadap fraktur, dan kemampuan
mengabrasi dari dental ceramic sehingga dapat mengaplikasikan
dental ceramic dengan baik.
BAB II
ISI
2.1 Pengertian & Sifat dari Dental Ceramic
Istilah ceramic dan porselen sering digunakan dalam kedokteran gigi. Ceramic
berasal dari istilah Yunani “keramos” yang mengacu pada kemampuan seseorang
untuk memanaskan tanah liat untuk membentuk tembikar. Sedanglan kata
porselen ditemukan oleh Marco Polo pada abad ke-13 dari bahasa Italia
“porcellana” atau cowrie shell. Marco Polo menggambarkan cowrie shell untuk
mendeskripsikan porselen Cina karena memiliki kekuatan dan kekerasan yang
sama dengan tetap tipis dan tembus cahaya. Ceramic adalah senyawa yang
terbentuk dari unsur logam (aluminium, kalsium, litium, magnesium, kalium,
natrium, timah, titanium, zirkonium) dan unsur non logam (silikon, fluor, boron,
oksigen). Sedangkan porselen adalah keramik yang terdiri dari dari fase matriks
gelas dan satu atau lebih fase kristal, contohnya seperti leucite. Semua porselen
adalah ceramic, tetapi tidak semua ceramic merupakan porselen. Contohnya,
mahkota all-zirconia. Mahkota all-zirconia dirujuk sebagai ceramic berkekuatan
tinggi yang tidak memiliki matriks kaca, sehingga all-zirconia bukan merupakan
porselen (Halvey, 2013).
Dentel Ceramic memiliki beberapa sifat yang menunjang kegunaannya
sebagai bahan kedokteran gigi. Adapun beberapa sifat tersebut ialah :
1. Sifat kimia
Adhesi restorasi keramik dengan gigi asli juga memainkan peran
penting dalam daya tahan restorasi. Keberhasilan dari restorasi juga
bergantung pada agen luting dan teknik sementasi. Glass Ionomer cement
dan resin cement merupakan bahan yang paling umum digunakan sebagai
luting agent dari keramik. Perubahan kimia pada permukaan keramik
dapat dilakukan dengan mengetsa permukaan untuk meningkatkan retensi
mekanis dari perekat atau dengan mengubah afinitas permukaan keramik
dengan bahan bonding/adhesive material (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan
Konakanchi, 2015).
2. Sifat mekanis
Sifat mekanis berhubungan dengan kemampuan suatu bahan untuk
menahan tekanan yang diberikan pada saat digunakan maupun dalam
proses pembuatannya. Adapun sifat mekanis dari ceramic adalah:
a. Strength
Strength adalah tekanan maksimum yang dapat diterima suatu
benda pada saat benda itu patah atau rusak total, hal ini juga dapat
disebut sebagai Ultimate strength. Bila benda tersebut mendapatkan
tekanan sebelum putus oleh karena suatu tension disebut sebagai
Ultimate Tensile Strength, sedangkan bila mendapatkan tekanan
sebelum hancur di bawah tekanan tersebut maka disebut sebagai
Ultimate Compressive Strength. Dental Ceramic umumnya memiliki
ketahanan yang baik terhadap tekanan compressive, namun buruk
terhadap tekanan tensile dan shear (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan
Konakanchi, 2015).
b. Shrinkage
Penyebab shrinkage selama pembakaran adalah adanya hambatan
pada saat kondensasi. Makin sedikit air yang tinggal sewaktu
pembakaran dimulai, maka semakin sedikit terjadi shrinkage. Selama
proses pembakaran, ceramic gigi akan mengalami penyusutan
sebanyak 30%-40% dari volume awal. Oleh karena itu, mahkota
ceramic harus dibuat lebih besar dari ukuran sebelum pembakaran
(Datla, Alla, Alluri, Babu, dan Konakanchi, 2015).
c. Hardness
Hardness atau kekerasan bahan ceramic dapat diartikan sebagai
suatu karekteristik yang dihubungkan dengan kemampuan bahan
tersebut untuk bertahan terhadap penetrasi pada permukaan yang dapat
menyebabkan retak atau fraktur serta abrasi akibat aliran yang plastis.
Kekerasan permukaan keramik sangat tinggi sehingga bahan ini dapat
mengikis gigi alami atau gigi buatan antagonis. Selain itu, pengerasan
permukaan yang berlebihan harus dihindari karena dapat menyebabkan
keretakan restorasi (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan Konakanchi, 2015).
3. Sifat fisik
Sifat fisik ceramic merupakan sifat yang berhubungan dengan sifat-
sifat material yang ada dalam ceramic tersebut. Berikut ini merupakan
sifat fisis dari keramik, yaitu :
a. Thermal ekspansi
Thermal ekspansi merupakan kemampuan suatu bahan untuk
ekspansi atau memuai bila dipanaskan atau menyusut bila bila
didinginkan. Keramik merupakan isolator termal yang baik dan
koefisien ekspansi termalnya hampir mendekati gigi asli (Datla, Alla,
Alluri, Babu, dan Konakanchi, 2015).
b. Warna
Translusensi merupakan karakteristik penting pada ceramic gigi.
Ceramic gigi yang opak memiliki translusensi yang sangat rendah
sehingga dapat menutupi koping logam. Ukuran translusensi bagian
dentin dari ceramic gigi berkisar antara 18%-38%. Bagian email dari
ceramic gigi memiliki ukuran translusensi paling tinggi , berkisar
antara 45%-50% (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan Konakanchi, 2015).
Tabel 1. Sifat mekanis dan fisik dari dental ceramic.
Compressive Strength 330 MPa

Diametral tensile Strength 34 MPa

Transverse Strength 62-90 MPa

Shear Strength 110 MPa

MOE 69 MPa

Surface Hardness 460 KHN

Thermal Conductivity 0.0030 Cal/Sec/cm2

Thermal Diffusivity 0.64 mm2/sec

Coefficient of Thermal expansion 12 10-6/oC

4. Sifat biologis
a. Biokompatibilitas
Biokompatibilitas dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan
dapat bertahan terhadap korosi, perubahan selama pemakaian serta
tidak menimbulkan reaksi penolakan terhadap jaringan tubuh. Ceramic
dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan temperatur mulut,
tidak larut dalam saliva, dan tidak mengiritasi jaringan mulut. Ceramic
menunjukkan biokompabilitas yang baik dengan jaringan lunak rongga
mulut (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan Konakanchi, 2015).

2.2 Sejarah Dental Ceramic


Dental ceramic memegang peranan yang penting dalam dunia kedokteran
gigi. Bahan porselen gigi pertama kali dipatenkan pada 1789 oleh de Chemant,
seorang dokter gigi Prancis yang bekerja sama dengan Duchateau, seorang
apoteker. Namun bahan tersebut tidak digunakan untuk membuat gigi individual
dikarenakan pada saat itu belum ada cara yang efektif untuk merekatkan gigi ke
bahan dasar gigi tiruan (Taylor, 1922). Pada tahun 1889, Charles H. Land
mematenkan all porcelain “jacket” crown yang kemudian diperkenalkan pada
tahun 1903. Prosedurnya dilakukan dengan menutup bagian gigi yang hilang
dengan cover porselen. Restorasi digunakan secara luas setelah dilakukan
perbaikan oleh E.B. Spaulding dan dipublikasikan oleh W. Capon. Meskipun
masih terdapat kekurangan seperti internal microcracking, porcelain “jacket”
crown ini tetap digunakan hingga tahun 1950-an (Anusavice,1996).
Untuk mengurangi risiko internal microcracking selama fase pendinginan
fabrikasi, porcelain-fused-to-metal crown dikembangkan pada akhir 1950-an oleh
Abraham Weinstein. Ikatan antara logam dan porselen mencegah terbentuknya
keretakan. Meskipun demikian, penambahan lapisan logam mengurangi estetika
restorasi ini (Asgar,1998). Porselen komersial pertama dikembangkan oleh VITA
Zahnfabrik pada sekitar 1963. Meskipun produk porselen VITA pertama kali
dikenal karena sifat estetika mereka, namun setelah diperkenalkan porselen
Ceramco yang lebih fleksibel dan menghasilkan sifat ekspansi termal yang
memungkinkan porselen ini digunakan secara aman dengan berbagai jenis alloy.
Pada tahun 1965, W. McLean dan T.H. Hughes mengembangkan versi baru dari
porcelain jacket crown dengan inti porselen alumina yang mengandung 40%
hingga 50% kristal alumina. Meskipun memiliki dua kali kekuatan dari porcelain
jacket crown tradisional, bahan ini hanya dapat digunakan di wilayah anterior saja
dikarenakan kekuatannya yang lebih rendah (Leinfelder dan Kurdziolek,2004).
Sejak diperkenalkannya aluminous porcelain crowns dan durable metal-ceramic
crowns, peningkatan komposisi dan metode pembuatan inti dental ceramic telah
meningkatkan kemampuan untuk membuat fracture-resistant crowns yang lebih
baik dan terbuat dari dental ceramic seluruhnya (Anusavice, 1996).
Perkembangan signifikan dalam hal sifat metal-ceramic, desain, dan performa
seperti opalescence, specialized internal staining techniques, greening-resistant
porcelains, porcelain-butt-joint margins, dan shoulder porcelains, telah
meningkatkan penampilan keseluruhan dan ketahanan klinis dari bahan dental
ceramic. Perbaikan dalam komposisi keramik ini dan metode pembentukan inti
dari all ceramic crown and bridges telah meningkatkan kemampuan untuk
menghasilkan all ceramic crown yang lebih akurat dan tahan fraktur. Adapun
pengembangan less abrasive veneering ceramics sudah semakin maju. Ultraflow-
fusing ceramics atau yang biasa disebut dengan low-fusing ceramics sudah
diperkenalkan dengan menggunakan veneering glass. Bahan ini diklaim lebih
ramah terhadap enamel gigi karena mereka didominasi glass-phase material dan
mengandung partikel kristal yang sangat kecil (Anusavice, 1996). Saat ini,
produsen dental material semakin menyukai bahan-bahan all-ceramic restorative
dentistry (Marquardt dan Strub, 2006).
2.3 Klasifikasi Dental Ceramic
2.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Penggunaan Atau Indikasi
Menurut Manappallil pada tahun 1998 menjelaskan bahwa klasifikasi
berdasarkan penggunaan atau indikasi dibedakan menjadi :
1. Inlay dan onlay
2. Laminasi estetik (veneer)
3. Mahkota tunggal (all ceramic)
4. Jangka pendek dan panjang (all ceramic) FPD
5. Sebagai veneer untuk mahkota dan jembatan logam cor (logam
keramik)
6. Gigi tiruan (untuk gigi tiruan lengkap dan gigi tiruan sebagian)
7. Ceramic post and cores
8. Bahan ortodontik ceramic.
2.3.2 Klasifikasi Berdasarkan Komposisi
Klasifikasi dental ceramic berdasarkan komposisinya dapat dibagi
menjadi 3 yaitu dental ceramic yang dominan dari kaca, dental ceramic
yang terdapat bahan pengisi (particle-filled glass), dan yang tediri dari
polikristalin (Helvey, 2013).
Dental Ceramic yang dominan kaca terbuat dari bahan yang
mengandung silikon dioksida atau dikenal sebagai silika atau kuarsa yang
mengandung berbagai jumlah alumina. Aluminosilikat yang ditemukan di
alam mengandung beragam kalium dan natrium yang dikenal sebagai
feldspars. Feldspars dimodifikasi dengan berbagai cara untuk membuat
kaca yang digunakan dalam kedokteran gigi. Bentuk sintetik dari kaca
aluminasilikatif yang dibuat untuk dental cereamic yang sebagian besar
tersusun dari glass memiliki sifat estetika yang tinggi (Shenoy dan
Shenoy, 2010).
Sedangkan dental ceramic yang ditambahkan bahan pengisi
(particle-filled glass) memiliki sifat yang dapat menghasilkan warna yang
lebih menyerupai enamel dan dentin alami. Secara umum, semakin banyak
partikel pengisi yang ditambahkan ke dental ceramic. Namun semakin
besar peningkatan sifat mekaniknya, akan tetapi hal tersebut dapat
mengakibatkan semakin besar penurunan sifat estetika (Helvey, 2013).
Keramik polikristalin tidak mengandung gelas sama sekali.
Kandungan kristal memberikan bahan keramik ini sifat mekanik yang
tinggi, tetapi umumnya kurang estetik. Polikristalin yang mengandung non
glass ceramic terdiri dari aluminium oksida atau matriks dan filler
zirkonium oksida yang merupakan elemen yang mengubah sifat optik
(Helvey, 2013).
Selain diklasifikasikan berdasarkan 3 hal diatas, menurut McCabe JF
tahun 2008 dental ceramic dapat dibagi menjadi
a. High fusing
b. Low fusing dental porcelain.
Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan komposisi dental ceramic
Bahan Komponen (%)
Kaolin Silica Feldspar Glass
High-fusing 4 15 80 0
Low-fusing 0 25 60 15

 Kaolin
Kaolin mirip dengan clay putih. Merupakan aluminium
silikat yang dihidrasi (Al2O3.2SiO2.2H2O). Kaolin berfungsi
sebagai bahan pengikat, memberikan opacity pada massa
(McCabe JF, 2008).
 Silika
Silika diperoleh dengan menggiling quartz murni. Silika
bertindak sebagai kerangka yang kuat, memberikan kekuatan
dan kekerasan pada porcelain selama proses fusing. Silika juga
membuat porcelain tidak mengalami perubahan saat pembakaran
(McCabe JF, 2008)..
 Feldspar
Merupakan mineral alami dan juga double silikat
potassium dan aluminium K2O.Al2O36SiO2. Feldspar berfungsi
sebagai flux, matriks dan lapisan permukaan. Ketika dicampur
dengan metal oksida dan dibakar pada temperatur yang tinggi,
dapat membentuk fase gelas yang dapat melembut dan bergerak
sedikit. Selama pembakaran, feldspar menyatu dan bertindak
sebagai matriks yang mengikat silica dan kaolin menjadi massa
yang solid (McCabe JF, 2008).
2.3.3 Berdasarkan Metode Pengolahan
Klasifikasi dental ceramic berdasarkan metode pengolahan
(processing methode) terdiri dari Powder/Liquid Building, Slip Casting,
Hot-Pressed Ceramic dan Glass CAD (Computer Aided Designing) –
CAM (Computer Aided Machining)
a. Powder/Liquid Building
Mencampur powder dan liquid ceramic adalah metode
pemrosesan secara konvensional. Metode kondensasi ini
menggabungkan inti ceramic atau logam dengan powder dan liquid
ceramic menggunakan spatula. Campuran dikondensasi dengan
getaran untuk menghindari adanya udara yang terjebak di dalamnya.
Pada proses tertentu dalam pembuatan ceramic untuk menghilangkan
kelembaban dilakukan proses yang disebut sintering. Sintering
adalah proses pemanasan dari partikel-partiel yang tersusun rapat
untuk memperoleh ikatan antar partikel serta difusi yang cukup
untuk menurunkan daerah permukaan atau kepadatan struktur
(Anusavice, 2004). Proses ini muncul pada temperatur diatas titik
softening dari ceramic dimana sebagian matriks kaca meleleh dan
partikel bubuk bergabung. Teknik ini umumnya digunakan untuk
pembuatan porcelain “jacket” crowns (PJC) dan restorasi veneer
(Hussain, 2004).
b. Slip Casting/Glass Infiltration
Metode fabrikasi slip-casting diperkenalkan pada 1990-an.
Teknik pengolahan ini melibatkan pembentukan porus slip casting
yang disintering dan kemudian disisipi dengan kaca berbasis
lantanum, menghasilkan dua interpenetrating continuous networks
yaitu a glassy fase dan infrastruktur kristal. Infrastruktur kristal bisa
menjadi alumina (Al2O3), spinel (MgAl2O4), atau zirkonia-alumina
(12 Ce-TZP-Al2O3). Restorasi yang diproduksi melalui metode ini
cenderung memiliki resiko cacat yang lebih rendah dari pemrosesan
dan memiliki kekuatan yang lebih besar dari porselen feldspathic
konvensional (Gregg A. Helvey, DDS, 2013).
c. Hot-Pressed Ceramic
Teknik hot-pressed diperkenalkan pada akhir 1980-an dan
mengizinkan teknisi gigi untuk membuat restorasi dengan wax.
Teknik yang umum digunakan adalah waxing restorasi untuk kontur
penuh dan penekanan panas (hot pressed) untuk menghasilkan
restorasi seperti pada gambar 1. Kemudian dilanjutkan dengan
pemotongan area incisalnya untuk membuat mamelon seperti terlihat
pada gambar 2. (Gregg A. Helvey, DDS, 2013).
Gambar 1. Hot Pressed Ceramic

Gambar 2. Pembuatan mamelon dengan proses cutting

d. Glass CAD (Computer Aided Designing) - CAM (Computer


Aided Machining)
Teknik ini diperkenalkan oleh Mormann dan Brandest pada
tahun 1989 dengan memperkenalkan CAD/CAM sistem-Cerecsatu
untuk memproduksi inlay ceramic dengan bantuan komputer
(Schmidseder, 2000). CAD/CAM system - Cerecsatu bekerja
berdasarkan tampilan optik. Preparasi ditampilkan pada layar. Inlay
dirancang dengan bantuan trackball yang memungkinkan inlay
ditampilkan pada layar (Schmidseder, 2000). Cara kerja teknik
CAD/CAM, yaitu:
 Sebuah kamera infra merah intraoral mengambil gambar yang
telah dipreparasi pada gigi yang berdekatan yang akan
ditampilkan pada monitor untuk inspeksi dan modifikasi
(Anusavice, 2004).
 Gambar tiga dimensi dari gambar restorasi akan dipindahkan
ke milling unit (CAM unit) oleh komputer dalam bentuk data
dan restorasi dibentuk sesuai dengan data (Hussain, 2004).
2.3.4 Berdasarkan Temperatur Firing
Berdasarkan temperatur firing (Suhu Pembakaran), dental ceramic
dibagi menjadi:
a. High fusing, digunakan untuk elemen gigi tiruan. High fusing
memiliki strength (kekuatan) maksimal, tidak dapat larut,
translusensi dan dapat menjaga keakuratan bentuk dalam proses
firing yang berulang.
b. Medium fusing, digunakan untuk elemen gigi tiruan.
c. Low fusing, digunakan untuk pembuatan crown dan bridge.
d. Ultra low fusing, digunakan untuk logam campur titanium
serta untuk pembuatan crown dan bridge (Anusavice, 2004).

Philip’s Craig’s

High Fusing 1300oC 1315-1370oC

Medium Fusing 1101-1300oC 1090-1260oC

Low Fusing 850-1100oC 870-1065oC

Ultra Low
Fusing <850oC <870oC

2.3.5 Berdasarkan Mikrostruktur


Pada tingkat mikrostruktur, kita dapat mendefinisikan dental
ceramic dengan sifat komposisi bahan yaitu rasio glass-to-kristal. Dimana
pada bahan terdapat variabilitas tak terbatas dari mikro struktur bahan
tersebut, mereka dapat dibagi menjadi empat kategori komposisi dasar,
yaitu:
1. Komposisi kategori 1 - kaca berbasis sistem (Berbahan silika)
Kaca berbasis sistem ini terbuat dari bahan-bahan yang
mengandung silikon dioksida atau dikenal sebagai silika atau
kuarsa yang mengandung berbagai jumlah alumina. Alumina
silikat biasanya ditemukan di alam, dimana merupakan suatu bahan
yang mengandung berbagai jumlah kalium, natrium dan potassium
yang biasa dikenal sebagai feldspar. Pada temperatur pembakaran
normal bagi peleburan, porcelain bertindak sebagai suatu matriks
yang mengikat kristal kristal kaolin yang kecil dan bentuknya tidak
beraturan. Bahan ini jika dibakar akan meleleh menjadi bahan yang
bening seperti gelas yang membentuk matriks atau sebagai
pengikat bagi kaolin dan quartz. Fungsi feldspar adalah sebagai
permukaan lapisan kaca dan juga sebagai matriks pada dental
ceramic. Feldspar dimodifikasi dalam berbagai cara untuk
membuat kaca yang digunakan dalam kedokteran gigi. Bentuk
sintetis dari kaca alumina silikat juga diproduksi untuk pembuatan
dental ceramic (Sembiring, 2006).

2. Komposisi kategori 2 - kaca berbasis sistem (Berbahan silika


dengan kristal sebagai bahan pengisiannya)
Kategori ini memiliki rentang yang sangat besar dari rasio
kaca kristal dan jenis kristal yang begitu banyak sehingga kategori
ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Komposisi kaca pada
dasarnya sama dengan kategori kaca murni. Perbedaannya terdapat
pada jumlah yang bervariasi dari berbagai jenis kristal baik setelah
ditambahkan atau pada saat ditambahkan dalam kaca matriks. Jenis
kristal dalam kategori ini, yaitu leucite, lithium disilikat atau
fluoroapatite.
Gambar 3 Dental Ceramic Berdasarkan
Mikrostruktur Berbahan Alumina
3. Komposisi kategori 3 - kristal berbasis sistem dengan pengisi
kaca (Berbahan alumina)
Pada kategori ini, kaca disusupi dan sebagian alumina
dipanaskan. Kaca kristal pada kategori ini diperkenalkan pada
tahun 1988 dan dipasarkan dengan nama In-Seram (In-Seram
Spinell, In-Seram Alumina, dan In-Seram Zirconia). Kristal
kategori ini dikembangkan sebagai alternatif untuk pembuatan
metal ceramic konvensional dan telah menghasilkan keberhasilan
klinis yang besar.
4. Komposisi kategori 4 - polikristalin padatan (Berbahan alumina
dan zirkonia)
Kategori ini memiliki sifat bahan solid disinter atau dapat
dipanaskan yang bertujuan untuk memperbaiki struktur atau
kualitas bahan pada material yaitu alumina dan zirconia. Keramik
monophase pada kategori ini merupakan bahan yang dibentuk dari
kristal yang dipanaskan langsung bersama-sama tanpa matriks
intervensi, bertujuan untuk mengeluarkan udara pada proses
pembuatan bahan dan memperbaiki struktur bahan, polikristalin
(Arvindshenov, 2010)

2.3.6 Berdasarkan Translusensi


Translusensi merupakan karakteristik penting pada dental ceramic.
Keopakan translusensi pada bagian email dan dentin dari dental ceramic
yaitu berbeda. Dental ceramic yang opak memiliki translusensi yang
sangat rendah sehingga dapat menutupi koping logam. Ukuran translusensi
bagian dentin dental ceramic berkisar antara 18% - 38%. Bagian email
dari dental ceramic memiliki ukuran translusensi paling tinggi, berkisar
antara 45%-50% (Arvindshenov, 2010).
2.3.7 Klasifikasi Berdasarkan Ketahanan Terhadap Fraktur
Sebuah cara kuantitatif untuk mengekspresikan resistensi ceramic
terhadap fraktur ketika terjadi keretakan disebut sebagai fracture
toughness, yang merupakan kemampuan untuk menahan pertumbuhan
keretakan. Jika suatu material memiliki nilai fracture toughness yang
besar, mungkin akan mengalami ductile fracture. Brittle fracture
merupakan karakteristik dari material dengan nilai ketangguhan patah
yang rendah. Kekuatan lentur (modulus of rupture atau bend strength)
didefinisikan sebagai kemampuan bahan untuk menahan deformasi di
bawah beban. Kekuatan lentur merupakan tegangan tertinggi yang dialami
dalam material pada saat pecah. Sebagai contoh, nilai kekuatan lentur
zirconia yang dilaporkan berkisar antara 900 MPa dan 1.100 MPa, dan
fraktur telah dilaporkan antara 8 MPa dan 10 Mpa (Gregg, 2014).

2.3.8 Klasifikasi Berdasarkan Berdasarkan Kemampuan Untuk


Mengabrasi
Restorasi ceramic telah diketahui menyebabkan keausan enamel
dari gigi antagonisnya. Sifat abrasifive dental ceramic utamanya ditentukan
oleh kehalusan material. Supaya terjadi prosedur abrasi, harus ada gesekan
yang dikembangkan dengan cara saling mengunci secara mekanis antara
kedua benda yang abrasif. Low fusing porcelain dikembangkan untuk
menggabungkan partikel leucite yang lebih halus dalam konsentrasi yang
lebih rendah dengan tujuan menurunkan abrasifitas permukaan ceramic
(Gregg, 2014).
Saat pengukuran kekerasan permukaan dilakukan, pengklasifikasian
ceramic secara detail berdasarkan tingkat abrasifnya dapat menimbulkan
masalah. Salah satu keadaan yang berpengaruh adalah kekasaran
permukaan setelah fabrikasi dan jenis proses finishing (hanya dilakukan
glazing atau glazing dengan polishing). Keadaan lainnya adalah mengukur
kekasaran permukaan setelah penyesuaian dilakukan secara intraoral
(Gregg, 2014).
Heintze dan rekannya mengevaluasi 20 studi in-vitro dimana gigi
antagonis menggunakan bahan yang sama. Mereka menemukan bahwa
hasilnya tidak konsisten, terutama karena parameter uji sangat berbeda.
Parameter uji berbeda dalam jumlah gaya, jumlah siklus, frekuensi siklus,
dan jumlah spesimen (Gregg, 2014).
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Keramik dan porselen merupakan dua jenis bahan yang sering digunakan
secara bergantian dalam dunia kedokteran gigi. Keramik adalah senyawa unsur
logam (aluminium, kalsium, litium, magnesium, kalium, natrium, timah, titanium,
zirkonium) dan unsur bukan logam (silikon, fluor, boron, oksigen), sedangkan
porselen adalah keramik yang terdiri dari dari fase matriks gelas dan satu atau
lebih fase kristal (contohnya seperti leucite). Semua porselen adalah keramik,
tetapi tidak semua keramik porselen.
Beberapa klasifikasi Dental Ceramic yang pertama klasifikasi
Berdasarkan Penggunaan Atau Indikasi dibedakan menjadi : Inlay dan onlay,
Laminasi estetik (veneer) di atas gigi alami, Mahkota tunggal (semua keramik).
Klasifikasi dental ceramic berdasarkan komposisinya dapat dibagi menjadi 3 yaitu
dental ceramic yang dominan dari kaca, dental ceramic yang terdapat bahan
pengisi (particle-filled glass), dan yang teriri dari polikristalin. Klasifikasi dental
ceramic berdasarkan metode pengolahan (processing methode) terdiri dari
Powder/Liquid Building, Slip Casting, Hot-Pressed Ceramic dan Glass CAD
(Computer Aided Designing) – CAM (Computer Aided Machining. Berdasarkan
Temperatur Firing : High fusing, digunakan untuk elemen gigi tiruan. High fusing
memiliki sreght (kekuatan) maksimal, tidak dapat larut , translusens dan dapat
menjaga keakuratan bentuk dalam proses firing yang berulang, Medium fusing
digunakan untuk elemen gigi tiruan, Low fusing, digunakan untuk pembuatan
mahkota dan jembatan, Ultra low fusing, digunakan untuk logam campur
titanium serta untuk pembuatan mahkota dan jembatan. Berdasarkan Mikrostruktur
yaitu: Komposisi kategori 1 - kaca berbasis system (Berbahan silika),Komposisi
kategori 2 - kaca berbasis system (Berbahan silika dengan kristal sebagai bahan
pengisiannya),Komposisi kategori 3 - kristal berbasis system dengan pengisi kaca
(Berbahan alumina),Komposisi kategori 4 - polikristalin padatan (Berbahan
alumina dan zirkonia). Berdasarkan Translusensi Dental ceramic yang opak
memiliki translusensi yang sangat rendah sehingga dapat menutupi koping logam.
Klasifikasi Berdasarkan Ketahanan Terhadap Fraktur Sebuah cara kuantitatif
untuk mengekspresikan resistensi ceramic terhadap fraktur rapuh ketika ada celah
disebut sebagai “ketangguhan retak,” yang merupakan kemampuan untuk
menahan pertumbuhan retak. Klasifikasi Berdasarkan Berdasarkan Kemampuan
Untuk Mengabrasi Abrasifitas dental ceramic terutama ditentukan oleh kehalusan
material.Agar aus terjadi, harus ada gesekan yang dikembangkan dengan cara
saling mengunci secara mekanis antara kedua benda yang aus.

3.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan adalah sebagai mahasiswa kedokteran gigi
sebaiknya agar mengetahui lebih mendalam mengenai penggunaan, komposisi,
metode dan suhu pengolahan, struktur mikro, translusensi, ketahanan terhadap
fraktur, dan kemampuan mengabrasi dari dental ceramic sehingga dapat
mengaplikasikan dental ceramic dengan baik dan tetap memperhatikan factor
seperti biaya,target kalangan pasien dan tempat lingkungan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Anusavice KJ. 1996. Phillips’ Science of Dental Materials. 10th ed. Philadelphia,
PA: WB saunders
Arvindshenoy, Nina shenoy.Dental keramik. J ConsERV Dent 2010 OctDec, 13
(4) 195-203. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3010023/
Asgar K. 1998. Casting metals in dentistry: past-present-future. Adv Dent
Res.;2(1):33-43.
Datla, Srinivasa Raju; Alla, Rama Krishna; Alluri,Venkata Ramaraju; Babu,
Jithendra; dan Konakanchi,Anusha.Dental ceramic: Part II – Recent
Advances in Dental ceramic. 2015. American Journal of Materials
Engineering and Technology Vol. 3, No. 2, hh. 19-26. [Diakses pada 10
Meni 2019]. Tersedia di:
https://www.researchgate.net/publication/275465809_Dental_Ceramic_Pa
rt_II_-_Recent_Advances_in_Dental_Ceramic
Gregg A. Helvey, DDS, 2013. Classification of Dental Ceramic ‘An
understanding of dental ceramic classifications enables the clinician
toprovide the optimum in strength and esthetics’ [Diakses pada tanggal 10
Mei 2019] Tersedia di :
https://www.researchgate.net/publication/292150812
Helvey, G.A., 2013. Classification of dental ceramics. Inside Continuing
Education, 13, pp.62-8.
Hussain S. Textbook of Dental Materials. New Delhi: Jaypee Brothers
MedicalPublishers, 2004: 198-199.
Kenneth J, Anusavice,PhD, DMD. 2012. Dental ceramicIn Phillips Science of
Dental Materials Edisi ke-12. Florida: Saunders.
Leinfelder KF, Kurdziolek SM. 2004. Contemporary CAD/CAM technologies:
the evolution of restorative systems. Pract Proced Aesthet Dent;16(3):224-
231.
Manappallil JJ, George A, Kumar GV,et al. Basic Dental Materials. India: Jaypee
Brothers Medical Publishers, 1998: 331
Marquardt P, Strub JR. 2006. Survival rates of IPS Empress 2 all-ceramic crowns
and fixed partial dentures: results of a 5-year prospective clinical study.
Quintessence Int;37(4):253-259.
Mc Cabe JF, Walls AWG. Applied Dental Materials. 9th ed. Oxford: Blackwell
Publishing, 2008: 89-99
Rosenstiel SF, Land MF, dan Fujimoto J. 2006.Comperorary Fixed
Prosthodontics Edisi ke-4. St. loius: Mosby Inc.
Sembiring.“Bahan Ajar Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran Gigi”. Medan.
USU Press, 2006:181
Shenoy, A. and Shenoy, N., 2010. Dental ceramics: An update. Journal of
conservative dentistry: JCD, 13(4), p.195.

Anda mungkin juga menyukai