Makalah Peningkatan Mutu Paud
Makalah Peningkatan Mutu Paud
Di susun Oleh :
Nurul Husna
NIM : 230211030094
PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
disusun sebagai upaya untuk membahas dan mendalami isu yang sangat penting dalam dunia
pendidikan, yaitu peningkatan mutu pendidikan anak usia dini. Pendidikan anak usia dini
memiliki peran yang sangat krusial dalam membentuk dasar pembentukan karakter dan
potensi anak-anak, yang akan berdampak pada masa depan mereka.
Kami menyadari bahwa masih banyak tantangan dan permasalahan yang perlu diatasi
dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan anak usia dini. Oleh karena itu, kami berharap
makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai hal tersebut,
serta memberikan inspirasi bagi pembaca untuk turut berperan aktif dalam upaya peningkatan
mutu pendidikan anak usia dini.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi kontribusi positif dalam pembangunan
pendidikan di Indonesia.
Akhir kata, kami mohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis,
Nurul Husna
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................. 5
C. MANFAAT .............................................................................................................................. 5
BAB II ....................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 6
A. Pembelajaran pada Anak Usia Dini ...................................................................................... 6
B. Faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan di sekolah ............................................. 10
C. Model dan Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah ........................................ 14
D. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah ........................................................... 20
E. Tantangan Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah ...................................................... 25
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 30
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau biasa dikenal dengan sebutan Taman
kemampuan anak sejak dini. Pendidikan pada usia dini memiliki peran strategis dalam
menunjang perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial anak. Oleh karena itu,
peningkatan mutu pendidikan anak usia dini menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) memiliki peran yang sangat penting dalam
membentuk karakter anak sejak dini. Pada tahap ini, anak-anak mulai mengembangkan
berbagai keterampilan dasar, baik secara kognitif, motorik, maupun sosial. Namun,
Beberapa tantangan tersebut antara lain ketersediaan sumber daya, kualifikasi tenaga
pengajar, kurikulum yang belum sesuai dengan perkembangan anak, serta aksesibilitas
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan anak usia dini, perlu adanya perhatian
yang lebih serius dari berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga pendidikan, maupun
masyarakat. Peningkatan mutu pendidikan anak usia dini tidak hanya berkaitan dengan
fasilitas fisik atau kurikulum yang diterapkan, tetapi juga melibatkan peran aktif orang
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dapat diperoleh rumusan masalah
sebagai berikut:
C. MANFAAT
PEMBAHASAN
Anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun (Undang- Undang Sisdiknas tahun
2003) dan sejumlah ahli pendidikan anak memberikan batasan 0-8 tahun. Pendidikan
anak usia dini sudah lama kita kenal di masyarakat kita. Pendidikan ini masih dikenal
dengan pra sekolah yang terdiri dari TPA, KB dan TK/RA. Rentang usia anak TPA 0-2
Ada berbagai kajian tentang hakikat dan karakteristik anak usia dini, khususnya anak
TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough sebagai berikut anak
bersifat unik. Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan. Anak bersifat
aktif dan enerjik juga egosentris. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias
terhadap banyak hal. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang. Anak umumnya
kaya dengan fantasi. Anak masih mudah frustrasi. Anak masih kurang pertimbangan
dalam bertindak. Anak memiliki daya perhatian yang pendek. Masa anak merupakan
masa belajar yang paling potensial. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.1
dalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan
apa yang diharapkan. Untuk mencapai hal tersebut seorang guru dapat menerapkan
sistem pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif yang disebut sistem
pembelajaran aktif .2
1
Habibi Yuliana, Srifariyati, Hafiedh Hasan, Muhamad Rifa’i Subhi, Strategi Pembelajaran Anak Usia Dini
Berbasis Multiple Intelligence, Jurnal Madaniyah, Volume 7 Nomor 2. 2017.
2
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta. 2006
Penerapan pendidikan kepada anak sedini mungkin, sebenarnya memuat tujuan untuk
membina dan mengembangkan potensinya sejak awal agar dapat tumbuh dan
Dalam proses belajar mengajar Peran guru amat sangat banyak. Berikut ini
Peran guru sebagai pembimbing ini lebih diutamakan, karena kehadiran guru
menjadi manusia cakap, dewasa dan mempunyai sikap yang arif. Tanpa
peserta didik menyebabkan lebih banyak tergantung pada bantuan guru. Tetapi
dengan beriringnya waktu peserta didik akan mampu menjadi pribadi yang lebih
Peran Guru sebagai fasilitator ini hendaknya memberikan fasilitas yang dapat
yang pengap, meja dan kursi yang berantakan tentunya membuat anak malas
yang baik tentunya tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk, sumber dan
3
Zamroni, Meningkatkan Mutu Sekolah, Teori, Strategi dan Prosedur. Jakarta: PSAP Muhammadiyah. 2007.
jenisnya, baik media nonmaterial atau materil. Media berfugsi sebagai alat bantu
diartikan sebagai penengah dalam proses belajar peserta didik. Jika dalam metode
diskusi, peranan guru yaitu sebagai penengah, atau sebagai pengatur jalannya
Guru Sebagai motifator ini hendaknya guru lebih bisamemoifasi anak didik
kualitas dan sikap yang utama, yaitu: (1) guru yang memberikan fasilitas untuk
suasana selam belajar, (3) mengembangkan pemahaman empati bagi guru yang
peka / sensitif untuk mengenal perasaan anak-anak di dunia. Peran guru di dalam
kelas boleh jadi bagian yang paling penting dari rencana pelajaran yang tak
terlihat. Kekritisan dalam menentukan keefektifan dan kualitas dari perawatan dan
pendidikan utuk anak kecil. Guru mungkin merupakan faktor yang paling penting
4
Depdiknas. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Buku 1. Koonsep Dasar. Jakarta: Depdiknas.
2003
profesionalisme guru TK masih rendah karena latar belakang guru TK sebagian
besar bukan dari PGTK, (b) sebagian besar kondisi sekolah/kelas belum mampu
terlaksana dengan baik, (d) sebagian orang tua menginginkan anaknya lulus TK
sudah lancar membaca dan sudah bisa menulis, dan (e) belum tersosialisasinya
secara intensif kurikulum dan program pendidikan TK kepada orang tua dan
masyarakat.5
pendidikan pada anak usia dini perlu memperhatikan karakteristik anak yang unik,
berbeda dengan orang dewasa. Dalam peningkatan mutu pendidikan terdapat dua
hal yang menjadi sorotan yakni peningkatan mutu disekolah dan lebih khusus
disimpulkan bahwa berbagai elemen yang terlibat dalam pendidikan turut andil
dalam peningkatan mutu pendidikan, yakni pemangku kebijakan dalam hal ini
pemerintah, kepala/pengelola sekolah dan yang tidak kalah penting peran guru
strategi yang ditawarkan dalam kajian ini yakni: strategi yang menekan pada hasil,
menekankan pada proses (the process oriented strategy). Hal ini dikarenakan
bahwa pada pembelajaran anak usia dini lebih menekankan pada kegiatan (proses)
5
Joni Bungai, Peningkatan Pemerataan, Mutu, Relevansi, Tata Kelola Dan
Akuntabilitas Pendidikan Taman Kanak-Kanak, Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 15, Nomor 2. 2008.
pembelajaran dari pada produk, mengingat bahwa anak masih tergolong individu
yang masih dalam tahap berkembang. Sehingga tidak menekan untuk melihat
akumulasi dari penyebab rendahnya mutu pendidikan di sekolah. Banyak hal yang
menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita.6 Berikut ini akan dipaparkan pula
Indonesia.
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang
teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah
yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki
6
Depdiknas. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Buku 1. Koonsep Dasar. Jakarta:
Depdiknas.2003
pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan
pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak
berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07%
(negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta),
untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak
sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada
kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar
yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji
bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per
bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah
swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam.8 Dengan pendapatan seperti itu, terang saja,
banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di
sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus,
7
Mulyasa, E, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, strategi, dan implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
2003
8
Ibid, h. 23
4. Kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan
(APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa).
Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan
di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan
pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data
Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang
pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%.10 Menurut data Balitbang Depdiknas
1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki
Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini
9
Mulyasa, E, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, strategi, dan implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2003.
10
Ibid, h.54
disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi
pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan
Untuk masuk PAUD dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, —
harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya?
ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan
11
Depdiknas. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Buku 1. Koonsep Dasar. Jakarta: Depdiknas.
2003
C. Model dan Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah
keterkaitan kausalitas sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh yang dapat
Teori ini menjelaskan bahwa mutu sekolah mencakup dan menekankan pada
moral.13 Menurut teori ini, mutu sekolah ditentukan oleh tiga variabel, yakni kultur
sekolah, proses belajar mengajar dan realitas sekolah. Kultur sekolah merupakan
perilaku yang telah lama terbentuk di sekolah dan diteruskan dari satu angkatan ke
angkatan berikutnya baik secara sadar maupun tidak. Kultur ini diyakini
administrasi, siswa, dan juga orang tua siswa. Kultur yang kondusif bagi peningkatan
mutu akan mendorong perilaku warga sekolah ke arah peningkatan mutu sekolah,
sebaliknya kultur sekolah yang tidak kondusif akan menghambat upaya menuju
dan realitas sekolah itu sendiri. Pengaruh eksternal dapat berupa kebijakan pendidikan
Realitas adalah keadaan dan kondisi factual yang ada di sekolah, baik kondisi fisik
12
Ibid, h, 62
13
Veitzhal Rivai & Murni, S. Education Management: Analisis Teori dan Praktik. Jakarta: Rajawali Pers. 2010
14
Ibid, h.63
seperti gedung dan fasilitasnya, maupun non fisik seperti; hubungan antar guru yang
tidak harmonis dan peraturan sekolah yang kelewat kaku. Realitas sekolah
mempengaruhi mutu sekolah. Sekolah yang memilki peraturan yang diterima dan
dilaksanakan oleh warga sekolah akan memiliki dampak ats mutu yang berbeda
dengan sekolah yang memliki peraturan tetapi tidak diterima warga sekolah.
yang mempengaruhi mutu sekolah. Variabel ini merupakan variabel yang paling dekat
dan paling menentukan mutu lulusan. Kualitas kurikulum dan PBM memilki
hubungan timbal balik dengan realitas sekolah. Di samping itu juga dipengaruhi oleh
faktor internal sekolah. Faktor internal adalah aspek kelembagaan dari sekolah seperti
internal ini akan mempengaruhi pandangan dan pengalaman sekolah. Selain itu,
pandangan dan pengalaman sekolah juga akan di pengaruhi oleh faktor eksternal.
Teori ini dikembangkan oleh Andrew Tani (2004), yang menekankan pada
keberadaan sistem organisasi yang mampu merumuskan dengan jelas visi, misi dan
strategi untuk mencapai tujuan yang optimal. Teori ini menjelaskan bahwa
peningkatan mutu sekolah berawal dari dan dimulai dari dirumuskannya visi
sekolah. Dalam rumusan visi ini terkandung mutu sekolah yang diharapakan di masa
mendatang. Visi sebagai gambaran masa depan dapat dijabarkan dalam wujud yang
lebih konkrit dalam bentik misi. Yakni suatu statatement yang menyatakan apa yang
akan dilakukan untuk bias mewujudkan gamabaran masa depan menjadi realitas.
Konsep misi mengandung dua aspek, yaitu aspek abstrak dan konrit. Misi
melahirkan kultur sekolah. Bagaimana bentuk dan sifat kultur sekolah sangat
merupakan sisi abstrak dari konsep misi. Gambar dari teori ekselensi dpat dilihat di
bawah ini.
Di satu sisi, misi juga mengandung sesuatu yang bersifat konkrit yaitu strategi
dan program, yang dapat dirumuskan dalam rancangan tertulis. Strategi dan program
dapat diketahui secara umum, biasanya berkaitan erat dengan infrastruktur sekolah,
sebagainya yang dibutuhkan. Program belajar mengajar yang merupakan basis dari
mutu sekolah sangat ditentukan oleh dua variabel di atas yakni kultur sekolah dan
infrastrutur yang ada. Kualitas interaksi antara guru dan siswa sebagai wujud proses
belajar mengajar disatu sisi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasarana
sebagai salah satu wujud infrastruktur sekolah. Dan disisi lain, kualitas interaksi
tersebut sangat ditentukan oleh kultur sekolah. Keduanya memberikan dampak atas
proses belajar mengajar secara simultan, berkesinambungan, tidak bisa direduksi, dan
Teori ini menjelaskan bahwa mutu sekolah merupakan hail dari pengaruh
langsung proses belajar mengajar. Seberapa tinggi kualitas proses belajar akan
menunjukkan seberapa tinggi kualitas sekolah. Kualitas sekolah berawal dari adanya
visi sekolah, yang kemudian dijabarkan dalam misi sekolah. Sebagaimana dijelaskan
15
Fatah Nanang. Manajemen Berbasis Sekolah; Pemberdayaan sekolah dalam rangka Peningkatan Mutu dan
Kemandirian Sekolah. Bandung: CV Andira. 2000
dalam teori ekselansi organisasi, maka misi mengandung dua aspek, yaitu aspek
abstrak dan konkrit. Misi mengandung nilai-nilai seperti menjunjung tinggi kejujuran,
kerja keras, kebersamaan. Pada tahap berikutnya nilai-nilai itu akan berpengaruh pada
terhadap kultur sekolah. Karena memiliki nilai-nilai kejujuran maka interkasi antar
warga sekolah didasari pada saling percaya mempercayai, sehingga suasana sekolah
enak, harmonis dan nyaman. Karena memiliki nilai kerja keras, maka kultur sekolah
juga, misi juga mengandung aspek konkrit, yakni berupa strategi dan program, yang
teori ini baik aspek abstrak maupun konkrit dari misi berpengruh langsing terhadap
kepemimpinan.16
abstrak, dan juga aspek manajerial yang merupakan kemampuan konrit dalam
kepemimpinan dan manajerial inilah yang akan menentukan kualitas PBM bersama-
sama dengan keberadaan kultur sekolah dan infrastruktur yang dimilki sekolah. Jadi,
pada “Model Empat” ini kualitas proses belajar mengajar ditentukan oleh kultur
yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah
pengambilan keputusan dari pusat dan daerah ke tingkat sekolah. Dengan demikian,
16
Ibid, h. 104
MBS pada dasarnya merupakan system manajemen dimana sekolah merupakan unit
guru, murid dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.17
bukan di tingkat daerah apalagi pusat. Melaui keterlibatan guru, orang tua dan
dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan
ketimbang di tingkaat daerah. Para kepala sekolah cenderung lebih peka dan sangat
pusat dan daeraah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi pendidikan yang bagus
sekalipun tidak akan berhasil jika para guru yang harus menerapkannya tidak
karakteristik dan kebutuhan sekolah itu sendiri. Oleh karena itu, sekolah mempunyai
otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar atas penggunaan sumber daya
pendidikan yang efektif demi pekembangan jangka panjang sekolah. Model MBS
Sekolah (MPMBS). Konsep dasar MPMBS adalah adanya otonomi dan pengambilan
17
Nana Syaodih, dkk. Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Konsep, Prinsip dan Instrumen).
Bandung: Refika Aditama. 2007
keputusan partispatif. Artinya MPMBS memberikan otonomi yang lebih luas kepada
terkait secara sistematis satu sama lain, yaitu contxt, input, process, output, dan
outcome (Depdiknas,2003: 52). Muara dari semua kegiatan sekolah adalah mutu
hasil belajar siswa. Kemajuan suatu sekolah akan dilihat dari sejauh mana kualitas
hasil belajar siswanya. Oleh karena itu, indikator keberhasilan pelaksanaan MPMBS
di sekolah adalah kualitas kinerja siswa atau kualitas hasil belajar siswa. Hasil
belajar siswa dapat bersifat akademik maupun non-akademik. Dalam hal ini, sekolah
harus dapat menunjukkan sejauh mana kinerja siswa ini meningkat (secara kuntitatif
diketahui oleh semua pihak, dan dapat diukur dengan mudah. Selain terdapat
keluaran (output), sekolah juga harus memiliki kriteria keberhasilan yang jelas
sekolah rintisan sudah layak untuk dievaluasi. Evaluasi efektivitas MPMBS perlu
komponen serta aspek-aspek dari komponen itu. Berkaitan dengan inilah, penelitian
18
Zamroni. Meningkatkan Mutu Sekolah, Teori, Strategi dan Prosedur. Jakarta: PSAP Muhammadiyah. 2007
D. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah
Strategi merupakan penentuan suatu tujuan jangka panjang dari suatu lembag
dan aktivitas yang harus dilakukan guna mewujudkan tujuan tersebut, disertai alokasi
sumber yang ada sehingga tujuan dapat diwujudkan secara efektif dan efesien. Penentuan
tujuan dan aktivitas yang dilakukan bermula dari kondisi saat ini yang ada dan kondisi
yang akan dicapai masa depan sebagai tujuan.19 Terdapat tiga perencanaan strategis
yang berkaitan dengan peningkatan mutu sekolah, yaitu strategi yang menekankan pada
hasil (the output oriented strategy), strategi yang menekankan pada proses (the process
Strategi yang menekankan pada hasil bersifat top down, di mana hasil yang akan
dicapai baik kuantitas maupun kualitas telah ditentukan dari atas, bias dari pemeritah
di Indonesia saat ini, hasil yang herus dicapai telah dirumuskan dalam Standar Kopetensi
Lulusan dan Standar Kompetensi Dasar. untuk mencapai standar yang telah ditetapkan
pemerintah juga akan menetapkan berbagai standar yang lain , seperti standar proses,
Strategi yang menekankan pada hasil ini akan sangat efektif karena sasarannya jelas
ancaman bagi yang menyimpang, strategi ini akan akan sangat efesien. Namun, dibalik
kebaikan tersebut strategi ini juaga mengandung sisi kelemahan yakni akan terjadi
kesenjangan yang semakin besar antara sekolah yang maju dan sekolah yang
terbelakang. Sekolah yang sudah siap untuk mencapai hasil yang ditentukan akan dengan
19
Ibid, h.78
20
Ibid, h. 80
mudah mencapainya, sebaliknya sekolah yang tidak siap sulit untuk mencapai hasil yang
ditentukan dan akan muncul upaya-upaya yang tidak sehat atau muncul keputus-asaan.
Untuk Strategi yang menekankan pada prosesi muncul, tumbuh berkembang dan
digerakkan mulai dari bawah, yakni sekolah sendiri. Pelaksanaan strategi ini sangat
ditentukan oleh inisiatif dan kemampuan dari sekolah. Karena sekolah memilki peran
yang sangat menentukan dan sekaligus pengambil inisiatif, maka akan muncul semangat
dan kekuatan dari sekolah sesuai kondisi dari masing-masing sekolah. Gerakan untuk
memperkuat diri dengan bekerjasama diantara sekolah akan lahir yang akan diikuti
dengan munculnya berbagai inovasi dan kreasi dari bawah. Namun, strategi ini memiliki
kelemahan yaitu arah dan kualitas sekolah tidak seragam, sehingga sulit untuk melihat
Layaknya, kalau ada dua pendapat yang bertolak belakang akan muncul pendapat ke
tiga yang merupakan perpaduan diantaranya. Demikian pula dalam kaitan dengan
strategi, muncul strategi peningkatan mutu sekolah yang ketiga yang merupakan
kombinasi dari dua strategi yang sudah ada. Strategi ini disebit strategi yang
Strategi ini menggariskan bahwa hasil yang akan dicapai sekolah ditentukan secara
nasional, yang diwujudkan dalam dalam standar nasional. Untuk mencapainya maka
berbagai standar yang berkaitan dengan hasil juga ditentukan sebagai jaminan hasil akan
dicapai. Maka lahir lah pula standar proses, standar pengelolaansekolah, standar guru,
kepala sekolah dan pengawas, standar keuangan, standar isi kurikulum, serta standar
sarana prasarana. Di balik standar yang telah ditentukan dari atas tersebut, sekolah
memiliki kekuasaan dan otoritas yang besar untuk mengelola sekolah dalam rangka
mencapai standar hasil di atas. Berdasarkan strategi ini diperkiarakan akan muncul
berbagai inovasi kegiatan dari sekolah. Bahkan, tidak mustahi akan muncul
kenekaragaman dalam pengelolaan sekolah. Dengan demikian kondisi dan kebutuhan
lokal terakomodasi dengan strategi komprehensif. Tujuannya bersifat nasional tetapi cara
Strategi peningktan mutu sekolah yang ada di Indonesia cenderung pada strategi yang
ketiga ini, sebagimana dapat ditunjukkan dengan adanya berbagai standar nasional yang
menjadi acuan sekolah, namun sekolah diberi kebebasan dalam bentuk kebijakan
Setiap strategi mengandung kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan
yang telah ditentukan. Kegiatan ini pada intinya adalah menggerakkan semua komponen
sekolah yang bermuara pada peningkatan kualitas lulusan. Strategi untuk meningkatkan
penciptaan kesempatan bagi siapa saja untuk mengambil manfaat dari bekerjasama
dalam suatu sistem kerja yang baru (Harris & Lambert, 2003). Konsep ini menekankan
pada kerja sama sebagai prinsip dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama yang
telah ditetapkan. Capacity building yang diperlukan mencakup tiga hal; a) pengembangn
nilai-nilai atau budaya kerja yang menjadi jiwa pelaksanaan kegiatan, b) infrastruktur
yang mejnadi landasan untuk melaksanakan kerja, dan c) pengembangn tenaga pendidik,
kalangan staf dan pegawai kantor pendidikan di segala jenjang, yang menenkankan pada
penciptaan kondisi kerja yang didasarkan pada saling percaya mempercayai untuk dapat
21
Ibid, h. 97
22
Danim Sudarwan. Visi Baru Manajemen Sekolah dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi
Aksara. 2008
melayani sekolah sebaik mungkin, agar sekolah dapat mengelola proses belajar mengajar
(PBM) dan meningkatkan mutunya masing-masing sesuai dengan kondisi dan situasi
yang ada. Variable yang diperluakan dalam pengembangan kapasitas birokrat kantoran
keberadaan operation room mutlak diperlukan. Pada operation room aling tidak memiliki
peta sekolah dan kualitasnya, peta guru, jumlah, penyebaran, kesesuaian, dan kualifikasi
pendidikannya dan data yang senantiasa dimutakhirkan dari tahun ke tahun. Disamping
itu diperlukan juga suatu system, mekanisme dan dan prosedur pelatihan, pemilihan ,
pengangkatan dan pemberhentian kepala sekolah dan pengawas. Berdasarkan data dan
fakta yang ada pada operation room bias dikembangkan berbagai scenario peningkatan
mutu sekolah, mutu kepala sekolah, mutu guru, di suatu daerah atau wilayah. Di samping
itu, dalam pembangunan kapasitas sekolah pada level birokrat kantoran perlu dikaji dan
harus ditekankan pada pemberdayaan dan pendinamisian KKG, MGMP, dan MKKS.
Dinamisasi ini ditujukan ubtuk dua hal, yaitu; a) meningkatkan interaksi akademik antara
melalui refleksi secara sistematis atas apa yang dilakukan dalam proses belajar
mengajar.23
Dalam aspek pengembangan tenaga pendidikan ini pula birokrat kantoran harus
mempersiapkan rancangan pengadaan gueu, baik karena lingkaran proses pensiun sudah
mulai muncul maupun perluasan pelayanan pendidikan yang semakin lebar, sehingga
penambahan lembaga pendidikan baru tidak dapat ditunda lagi. Peningkatan kemapuan
23
Kusnandi, Konsep Dasar dan Strategi Penjaminan Mutu Pendidikan: Sebagai Review Kebijakan Mutu
Pendidikan , Indonesian Journal of Education Management and Administration Review. 2017
profesioanalitas guru yang harus dimiliki oleh guru ada emapat sasaran, yaitu; 1)
membangun kelompok atau masyarakat sehingga memiliki persepsi yang sama kemana
akan menuju dan dapat bekerjasama untuk mewujudkan tujuan itu. Membangun
kapasitas diarahkan pada sekolah sebgai suatu system dan jug alevel kelas sebagai inti
dari sekolah. Secara teoritis dalam membangun kapasaitas sekolah ada beberapa konsep
yang diidentifikasi oleh Hopkins & Jackson (2002), yaitu; pertama, dalam membangun
kapasitas sekolah individu memegag peranan penting. Individu dalam hal ini bias kepala
sekolah, guru ataupun siswa. Kedua, hubungan dan kaitan kerja diantara individu-
individu yang dirangkum dalam suatu aturan sehingga mereka dapat bekerja sebagai
suatu tim yang solid. Ketiga , terdapat suatu system dan meanisme yang mendorong dan
memfasilitasi terjadinya kesatuan kerja dan jaringan kerja internl yang akan
pemimpin yang mampu mengembangkan nilai-nilai, kultur, trust, keutuhan social, dan
kebersamaan yang tulus. Jadi membangun kapaistas mencakup membangun diri idividu,
kelompok dan organisasi di satu sisi dan membangun kepemimpinan di sisi lain.
Inti dari mutu pendidikan terletak pada apa yang terjadi diruang kelas.
Meningkatkan mutu sekolah pada intinya berujung pada peningkatan mutu belajar
interaksi akademik antara guru dan siswa, dan antara komponen di sekolah yang
berlangsung secara positif. Interaksi anatar guru dan siswa merupakan inti dari kegiatan
di sekolah.
Interaksi m emiliki dua macam sifat, yakni: sifat positif dan negatif. Interaksi
yang positif akan melahirkan energy yang positif yang akan mendukung peningkatan
mutu. Sebaliknya interaksi begative akan menghasilkan dampak negatif bagi upaya
penigkatan mutu. Dengan demikian, kepala sekolah harus melakukan rekayasa agar di
Beberapa hal ihwal yang berkaitan erata dengan pembangunan kapaistas level
24
Mohammad Syaifuddin, dkk. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas. 2008
1. Efektifitas pendidikan di Indonesia yang masih rendah
melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak
adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini
menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses
yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita
memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik
pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang
mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah
disepakati.
pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pengajar, sistem
pendidikan dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan
di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia
dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan
relative terhadap harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka suatu
program pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan
pendidikan yang efisien adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara
penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan
formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi.
Kualitas pendidikan diukur oleh standar dan kompetensi di dalam berbagai versi,
pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat
digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya
nilai yang diperoleh, yang terpenting adalah memenuhi nilai di atas standar saja.
Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan
makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu
4. Perubahan Sikap dan perilaku birokrasi pendidikan dari sikap sebagai birokrat menjadi
sikap dan perilaku sebagai pelayan pendidikan yang masih sulit dilaksanakan.
5. Alokasi anggaran yang langsung berkaitan dengan proses belajar mengajar masih
terbatas
pedesaan.25
25
Zamroni. Meningkatkan Mutu Sekolah, Teori, Strategi dan Prosedur. Jakarta: PSAP Muhammadiyah. 2007
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peningkatan mutu pendidikan anak usia dini merupakan investasi jangka panjang
bagi pembangunan manusia yang berkualitas. Dengan memperkuat peran PAUD dalam
pembentukan karakter anak, mengatasi tantangan yang ada, dan menerapkan strategi
yang tepat, setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk meraih masa depan yang
gemilang. Diperlukan komitmen bersama dari berbagai pihak untuk mewujudkan visi
Aksara.
Rivai, V & Murni, S. 2010. Education Management: Analisis Teori dan Praktik.
Sudarwan, Danim. 2008. Visi Baru Manajemen Sekolah dari Unit Birokrasi ke
Zamroni. 2007. Meningkatkan Mutu Sekolah, Teori, Strategi dan Prosedur. Jakarta:
PSAP Muhammadiyah
Bungai Joni, 2008, Peningkatan Pemerataan, Mutu, Relevansi, Tata Kelola Dan
Djamarah Syaiful Bahri, 2006. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta
Depdiknas, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka
Kusnandi, 2017. Konsep Dasar dan Strategi Penjaminan Mutu Pendidikan: Sebagai
2.