Hukbis 9
Hukbis 9
MAKALAH
HUKUM KEPAILITAN
Disusun Oleh :
Puji syukur kami panjatkat ke hadirat Allah subhanahu wata'ala., yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia - Nya sehingga kami menyelesaikan makalah ini sesuai
dengan waktu yang ditentukan. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Agung Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. beserta keluarga dan
sahabatnya.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah HUKUM BISNIS DAN
REGULASI yang membahas mengenai Hukum Kepailitan. Kami menyadari bahwa
penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,baik dari segi penyusunan bahasa
ataupun teknik penulisannya. Oleh karena itu, kami meengharapkan kritik dan saran yang
membangun khususnya dari dosen pengampu mata kuliah ini guna menjadi acuan bagi
kami untuk lebih baik lagi dalam menyusun makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepailitan merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan
sengketa utang piutang. Lembaga ini bukan untuk penyelesaian utang
seorang kreditur melainkan untuk kepentingan sejumlah kreditur. Dengan
dijatuhkannya putusan pailit, maka kreditur-kreditur lainya dapat beramai-
ramai mengajukan tagihan utangnya.Syarat-syarat seorang debitur dapat
dinyatakan pailit oleh pengadilan berdasarkan pasal 2 Undang-undang
nomor : 37 Tahun 2004 adalah debitur mempunyai minimal dua orang
kreditur dan sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih
tidak dibayar lunas. Perjanjian Utang piutang/ pinjam meminjam menurut
hukum adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberi
kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barangbarang yang habis
karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan semula.
Barang-barang yang habis karena pemakaian misalnya uang. Perjanjian
utang piutang uang termasuk ke dalam jenis perjanjian pijam meminjam,
hal ini sebagaimana diatur didalam bab ketiga belas buku ketiga pasal 1754
KUH Perdata menyebutkan : “pinjam memijam adalah perjanjian dengan
mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah
tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat
bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama
dari macam dan keadaan yang sama pula”. Obyek perjanjian pinjam
meminjam dalam pasal 1754 KUH Perdata tersebut berupa barang-barang
yang habis karena pemakaian. Perjanjian utang piutang4 walaupun dapat
dibuat secara lisan, sebaiknya dilakukan dengan cara tertulis, karena akan
lebih mudah membuktikan adanya peristiwa utang piutang. Perjanjian utang
piutang dapat dibuat dengan akta dibawah tangan, yaitu para pihak membuat
sendiri surat perjanjiannya dan ditandatangani bersama, dan
mencamtumkan pula tanda tangan saksi-saksinya dan dapat juga perjanjian
dibuat dengan akta Notaris, dengan cara mereka datang kekantor notaris dan
mengutarakan niatnya untuk membuat perjanjian utang piutang. Notaris
adalah pejabat umum yang tugasnya membuat akta autentik. Notaris
mengeluarkan salinan akta kepada para pihak. Akta perjanjian yang dibuat
secara dibawah tangan dibandingkan dengan yang dibuat dengan akta
notaris, mempunyai pembuktian berbeda. Akta notaris memiliki kekuatan
pembuktian yang sempurna (Subekti, 1997 : 3) artinya dapat dipercaya
kebenarannya dan tidak lagi memerlukan alat bukti lain. Kebenaran yang
dimaksudkan adalah kebenaran formal dan kebenaran material. Kebenaran
1
formal, bahwa para pihak yang berjanji benar-benar datang menghadap
kenotaris dalam membuat perjanjiannya. Adapun kebenaran materiel,
bahwa isi perjanjian benar-benar seperti yang dituangkan dalam akta
perjanjian tersebut.
B. Rumusan Masalah
1.1 Pengertian hukum kepailitan
1.2 Ruang lingkup hukum kepailitan
1.3 Urgensi hukum kepailitan
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
pemahaman kepada pembaca tentang pengertian hukum kepailitan , ruang
lingkup hukum kepailitan dan urgensi hukum kepailitan.Sehingga para
pembaca memiliki pemahaman ilmu yang lebih dengan adanya makalah ini.
2
BAB II
PEMBAHASAN
¹
Betnadette waluyo, SH. MH. CN. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang. Mandar
Maju, 1999:hal1.
3
B. Ruang Lingkup Hukum Kepailitan
4
Nomor 37 Tahun 2004 tentang. Kepailitan mengakibatkan seluruh
kekayaan perusahaan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan
berada dalam sitaan umum sejak saat putusan pernyataan pailit diucapkan.2
2
Ginting, E. R. (2018). Hukum Kepailitan: Teori Kepailitan. Bumi Aksara
5
memiliki kerangka hukum yang jelas, kreditur memiliki mekanisme untuk
menuntut hak-hak mereka dan memperoleh kompensasi yang adil atas utang
yang belum dibayar. Hal ini menciptakan keadilan dalam proses kepailitan
dan mendorong kepatuhan terhadap aturan hukum, yang pada akhirnya
mendukung kepercayaan dalam sistem hukum secara keseluruhan.
6
Kesembilan, urgensi hukum kepailitan juga terkait dengan
pembangunan pasar modal yang sehat. Dengan memiliki hukum kepailitan
yang jelas dan efektif, investor dapat merasa lebih percaya diri dalam
berinvestasi di pasar modal, karena mereka tahu bahwa ada perlindungan
hukum yang memadai jika perusahaan yang mereka investasikan
mengalami kesulitan keuangan. Hukum kepailitan memiliki urgensi dalam
memastikan keadilan dan kepatuhan terhadap aturan hukum. Dengan
memberikan kerangka kerja yang adil dan terstruktur, hukum kepailitan
membantu memastikan bahwa semua pihak yang terlibat diperlakukan
dengan adil, baik itu kreditur, debitur, atau pihak lain yang terlibat dalam
proses kepailitan. Ini membantu memelihara integritas sistem hukum dan
membangun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum.3
3
Sunarmi. (2010). "Urgensi Hukum Kepailitan dalam Perekonomian Indonesia". Jurnal Hukum
Bisnis, Vol. 29, No. 1.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
8
DAFTAR PUSTAKA
UU No. 37 Tahun 2004 Lihat Pasal 2 ayat (1) tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang
Betnadette waluyo, SH. MH. CN. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran
Utang. Mandar Maju, 1999:hal1.