Anda di halaman 1dari 13

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Hukum Bisnis Dan Regulasi Risvan Akhir Roswandi,S.Sy.,M.H.

MAKALAH
HUKUM KEPAILITAN

Disusun Oleh :

Melati Chandra Ayuniar (12370321552)


Syaila Nazwarianto (12370321683)

PRODI AKUNTANSI (KELAS G KELOMPOK 9)


FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
TA 2024/2025
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkat ke hadirat Allah subhanahu wata'ala., yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia - Nya sehingga kami menyelesaikan makalah ini sesuai
dengan waktu yang ditentukan. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Agung Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. beserta keluarga dan
sahabatnya.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah HUKUM BISNIS DAN
REGULASI yang membahas mengenai Hukum Kepailitan. Kami menyadari bahwa
penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,baik dari segi penyusunan bahasa
ataupun teknik penulisannya. Oleh karena itu, kami meengharapkan kritik dan saran yang
membangun khususnya dari dosen pengampu mata kuliah ini guna menjadi acuan bagi
kami untuk lebih baik lagi dalam menyusun makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Pekanbaru, 24 April 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan .............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
A. Pengertian Hukum Kepailitan ................................................................ 3
B. Ruang Lingkup Hukum Kepailitan ......................................................... 4
C. Urgensi Hukum Kepailitan....................................................................... 5
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 8
A. Kesimpulan ...................................................................................... 8
B. Saran ................................................................................................ 8
DASTAR PUSTAKA ...................................................................................... 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kepailitan merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan
sengketa utang piutang. Lembaga ini bukan untuk penyelesaian utang
seorang kreditur melainkan untuk kepentingan sejumlah kreditur. Dengan
dijatuhkannya putusan pailit, maka kreditur-kreditur lainya dapat beramai-
ramai mengajukan tagihan utangnya.Syarat-syarat seorang debitur dapat
dinyatakan pailit oleh pengadilan berdasarkan pasal 2 Undang-undang
nomor : 37 Tahun 2004 adalah debitur mempunyai minimal dua orang
kreditur dan sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih
tidak dibayar lunas. Perjanjian Utang piutang/ pinjam meminjam menurut
hukum adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberi
kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barangbarang yang habis
karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan semula.
Barang-barang yang habis karena pemakaian misalnya uang. Perjanjian
utang piutang uang termasuk ke dalam jenis perjanjian pijam meminjam,
hal ini sebagaimana diatur didalam bab ketiga belas buku ketiga pasal 1754
KUH Perdata menyebutkan : “pinjam memijam adalah perjanjian dengan
mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah
tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat
bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama
dari macam dan keadaan yang sama pula”. Obyek perjanjian pinjam
meminjam dalam pasal 1754 KUH Perdata tersebut berupa barang-barang
yang habis karena pemakaian. Perjanjian utang piutang4 walaupun dapat
dibuat secara lisan, sebaiknya dilakukan dengan cara tertulis, karena akan
lebih mudah membuktikan adanya peristiwa utang piutang. Perjanjian utang
piutang dapat dibuat dengan akta dibawah tangan, yaitu para pihak membuat
sendiri surat perjanjiannya dan ditandatangani bersama, dan
mencamtumkan pula tanda tangan saksi-saksinya dan dapat juga perjanjian
dibuat dengan akta Notaris, dengan cara mereka datang kekantor notaris dan
mengutarakan niatnya untuk membuat perjanjian utang piutang. Notaris
adalah pejabat umum yang tugasnya membuat akta autentik. Notaris
mengeluarkan salinan akta kepada para pihak. Akta perjanjian yang dibuat
secara dibawah tangan dibandingkan dengan yang dibuat dengan akta
notaris, mempunyai pembuktian berbeda. Akta notaris memiliki kekuatan
pembuktian yang sempurna (Subekti, 1997 : 3) artinya dapat dipercaya
kebenarannya dan tidak lagi memerlukan alat bukti lain. Kebenaran yang
dimaksudkan adalah kebenaran formal dan kebenaran material. Kebenaran

1
formal, bahwa para pihak yang berjanji benar-benar datang menghadap
kenotaris dalam membuat perjanjiannya. Adapun kebenaran materiel,
bahwa isi perjanjian benar-benar seperti yang dituangkan dalam akta
perjanjian tersebut.

B. Rumusan Masalah
1.1 Pengertian hukum kepailitan
1.2 Ruang lingkup hukum kepailitan
1.3 Urgensi hukum kepailitan

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
pemahaman kepada pembaca tentang pengertian hukum kepailitan , ruang
lingkup hukum kepailitan dan urgensi hukum kepailitan.Sehingga para
pembaca memiliki pemahaman ilmu yang lebih dengan adanya makalah ini.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian hukum kepailitan

Kata pailit berasal dari bahasa Perancis "failite" yang berarti


kemacetan pembayaran. Dalam bahasa Belanda digunakan istilah "failliet".
Sedang dalam hukum Anglo America, undang-undangnya dikenal dengan
Bankcruptcy Aci. Dalam pengertian kita, merujuk aturan lama yaitu pasal 1
ayat 1 PeraturanKepailitan atau Feillisement Verordening S. 1905-217 jo
1906-348 Menyatakan :

" Setiap berutang (debitur) yang ada dalam keadaan berhenti


memhayar, baik atas laporan sendiri maupun atas permohonan seseorang
atau lebih berpiutang (kreditur), dengan putusan hakim dinyatakan dalam
keadaan pailit".

Ini agak berbeda pengertiannya dengan ketentuan yapg baru yaitu


dalam lampiran UU No.4 Th. 1558 pasal 1 ayat I, yang menyebutkan:

"Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak


membayar Sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih,dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas permohonannya sediri,
maupun atas pemintaan seorang atau lebih krediturnya. Pernyataan pailit
tersebut harus melalui proses pemeriksaan dipengadilan setelah memenuhi
persyaratan di dalam pengajdan permohonannya.1

¹
Betnadette waluyo, SH. MH. CN. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang. Mandar
Maju, 1999:hal1.

3
B. Ruang Lingkup Hukum Kepailitan

Hukum kepailitan adalah bagian penting dari sistem hukum yang


mengatur proses ketika individu atau perusahaan tidak mampu membayar
hutangnya kepada kreditur. Ruang lingkup hukum kepailitan meliputi
beberapa aspek penting yang berperan dalam menyelesaikan masalah
keuangan yang kompleks. Jika dalam sebuah perusahaan perusahaan
dinyatakan pailit atau bangkrut harus melalui putusan pengadilan. Dengan
pailitnya perusahaan itu, berarti perusahaan menghentikan segala
aktivitasnya dan dengan demikian tidak lagi dapat mengadakan transaksi
dengan pihak lain, kecuali untuk likuidasi.

Satu-satunya kegiatan perusahaan adalah melakukan likuidasi atau


pemberesan yaitu menagih piutang, menghitung seluruh asset perusahaan,
kemudian menjualnya untuk seterusnya dijadikan pembayaran utang-utang
perusahaan. Penetapan syarat kepailitan yaitu jika perusahaan sebagai
debitor mempunyai sedikitnya dua utang yang sudah jatuh tempo dan
sekurang-kurangnya satu di antaranya tidak terbayar, dengan ketentuan
cukup dibuktikan dengan pembuktian yang sederhana.. Di satu sisi
ketentuan ini dapat dimanfaatkan oleh mitra pesaing untuk mengeliminir
perusahaan bersangkutan dari pasar, sebab dengan dinyatakan pailit
perusahaan itu pasti akan tutup atau berhenti melakukan kegiatan usahanya.

Tanggung jawab suatu perusahaan yang dinyatakan pailit terhadap


pihak ketiga terwujud dalam kewajiban perusahaan untuk melakukan
keterbukaan (disclosure) terhadap pihak ketiga atas setiap kegiatan
perusahaan yang dianggap dapat mempengaruhi kekayaan perusahaan.
Akibat hukum bagi perusahaan yang dinyatakan pailit mengakibatkan
perusahaan yang dinyatakan pailit tersebut kehilangan segala hak perdata
untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan ke
“ Pembekuan “ hak perdata ini diberlakukan oleh Pasal 22 Undang-Undang

4
Nomor 37 Tahun 2004 tentang. Kepailitan mengakibatkan seluruh
kekayaan perusahaan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan
berada dalam sitaan umum sejak saat putusan pernyataan pailit diucapkan.2

C. Urgensi Hukum Kepailitan


Urgensi hukum kepailitan tidak hanya menjadi hal penting dalam
konteks perlindungan kepentingan kreditur dan debitur, tetapi juga memiliki
implikasi yang signifikan dalam menjaga stabilitas ekonomi, memelihara
kepercayaan dalam sistem keuangan, dan menggalang pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan. Hukum kepailitan memberikan kerangka kerja
yang jelas dan terorganisir untuk menangani kegagalan keuangan. Tanpa
hukum kepailitan yang baik, potensi tindakan penagihan yang tidak
terkoordinasi dan tidak terkendali dapat terjadi, yang pada akhirnya akan
mengakibatkan kekacauan dalam penyelesaian hutang dan kerugian yang
lebih besar bagi semua pihak yang terlibat.

Urgensi hukum kepailitan tercermin dalam perannya dalam


memelihara kepercayaan dalam sistem keuangan. Dengan memiliki proses
yang dapat diandalkan untuk menangani kegagalan keuangan, investor dan
kreditur merasa lebih percaya diri dalam memberikan pinjaman dan
investasi. Ini menciptakan lingkungan yang lebih stabil dan menarik bagi
investasi, yang pada gilirannya mempromosikan pertumbuhan ekonomi.
Hukum kepailitan memfasilitasi proses restrukturisasi yang diperlukan agar
perusahaan dapat tetap beroperasi atau mengatur ulang utang mereka. Ini
berarti bahwa dengan adanya hukum kepailitan yang memadai, perusahaan
yang mengalami kesulitan keuangan dapat mencari solusi yang
memungkinkan mereka untuk memperbaiki keadaan finansial mereka tanpa
harus menutup operasi secara tiba-tiba. Urgensi hukum kepailitan juga
terkait dengan penegakan hukum dan penegakan hak kreditur. Dengan

2
Ginting, E. R. (2018). Hukum Kepailitan: Teori Kepailitan. Bumi Aksara

5
memiliki kerangka hukum yang jelas, kreditur memiliki mekanisme untuk
menuntut hak-hak mereka dan memperoleh kompensasi yang adil atas utang
yang belum dibayar. Hal ini menciptakan keadilan dalam proses kepailitan
dan mendorong kepatuhan terhadap aturan hukum, yang pada akhirnya
mendukung kepercayaan dalam sistem hukum secara keseluruhan.

Dalam konteks globalisasi, urgensi hukum kepailitan semakin


penting karena bisnis dan transaksi melintasi batas-batas negara. Koordinasi
hukum kepailitan internasional memungkinkan penyelesaian yang efisien
dari kasus-kasus yang melibatkan aset atau kreditur di berbagai yurisdiksi.
Ini membantu mencegah perlakuan yang tidak adil terhadap kreditur
internasional dan meningkatkan kepastian hukum dalam bisnis lintas batas.
Hukum kepailitan juga memiliki urgensi dalam memelihara stabilitas
ekonomi. Dalam situasi di mana beberapa perusahaan besar menghadapi
kebangkrutan atau kesulitan keuangan serius, dampaknya dapat merembet
ke sektor lain dari ekonomi, bahkan ke seluruh perekonomian. Dengan
memiliki proses kepailitan yang terstruktur, sistem ekonomi dapat lebih
mudah menyerap dampak dari kegagalan individual, mengurangi risiko
krisis sistemik yang lebih besar.

Urgensi hukum kepailitan juga terlihat dalam perlindungan terhadap


lapangan kerja. Proses kepailitan yang efektif dapat membantu memastikan
bahwa perusahaan yang mengalami kesulitan finansial dapat melakukan
restrukturisasi tanpa harus langsung melakukan pemutusan hubungan kerja
besar-besaran, sehingga meminimalkan dampak sosial dan ekonomi negatif.
Hukum kepailitan memberikan insentif bagi kreditur untuk memberikan
pinjaman dengan tingkat risiko yang lebih rendah. Dengan mengetahui
bahwa ada proses yang terstruktur untuk menyelesaikan masalah jika
peminjam mengalami kesulitan keuangan, kreditur lebih mungkin
memberikan pinjaman dengan suku bunga yang lebih rendah, yang pada
akhirnya menguntungkan pertumbuhan ekonomi.

6
Kesembilan, urgensi hukum kepailitan juga terkait dengan
pembangunan pasar modal yang sehat. Dengan memiliki hukum kepailitan
yang jelas dan efektif, investor dapat merasa lebih percaya diri dalam
berinvestasi di pasar modal, karena mereka tahu bahwa ada perlindungan
hukum yang memadai jika perusahaan yang mereka investasikan
mengalami kesulitan keuangan. Hukum kepailitan memiliki urgensi dalam
memastikan keadilan dan kepatuhan terhadap aturan hukum. Dengan
memberikan kerangka kerja yang adil dan terstruktur, hukum kepailitan
membantu memastikan bahwa semua pihak yang terlibat diperlakukan
dengan adil, baik itu kreditur, debitur, atau pihak lain yang terlibat dalam
proses kepailitan. Ini membantu memelihara integritas sistem hukum dan
membangun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum.3

3
Sunarmi. (2010). "Urgensi Hukum Kepailitan dalam Perekonomian Indonesia". Jurnal Hukum
Bisnis, Vol. 29, No. 1.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam makalah ini, kita telah menjelaskan pengertian, ruang


lingkup, dan urgensi hukum kepailitan. Hukum kepailitan adalah cabang
hukum yang mengatur proses ketika individu atau perusahaan tidak mampu
membayar hutangnya kepada kreditur. Ruang lingkup hukum kepailitan
meliputi berbagai aspek, seperti prosedur kepailitan, penanganan aset,
perlindungan hukum bagi debitur, pendistribusian aset, dan penghapusan
utang.

Urgensi hukum kepailitan sangatlah penting, bukan hanya dalam


melindungi kepentingan kreditur dan debitur, tetapi juga dalam menjaga
stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Hukum kepailitan memberikan
kerangka kerja yang jelas untuk menangani situasi keuangan yang sulit,
menjaga kepercayaan dalam sistem keuangan, memfasilitasi proses
restrukturisasi perusahaan, menegakkan hak kreditur, dan memungkinkan
koordinasi hukum kepailitan internasional.

Dengan memahami pengertian, ruang lingkup, dan urgensi hukum


kepailitan, kita dapat melihat betapa pentingnya peran hukum kepailitan
dalam menjaga stabilitas dan keadilan dalam sistem keuangan, serta dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karena itu,
implementasi dan pengembangan hukum kepailitan yang efektif merupakan
hal yang sangat penting dalam konteks modern bisnis dan keuangan.

B. Saran

Harapan kami kepada pembaca ialah semoga dapat memahami


dengan mudah mengenai materi yang kami jelaskan di dalam makalah ini,
dan apabila ada kritik dan saran dengan senang hati kami menerimanya.
Pembuatan makalah ini betujuan untuk memberikan pemahaman kepada
pembaca tentang pengertian hukum kepailitan , ruang lingkup hukum
kepailitan dan urgensi hukum kepailitan.Sehingga para pembaca memiliki
pemahaman ilmu yang lebih dengan adanya makalah ini.

8
DAFTAR PUSTAKA

Ginting, E. R. (2018). Hukum Kepailitan: Teori Kepailitan. Bumi Aksara

Sunarmi. (2010). "Urgensi Hukum Kepailitan dalam Perekonomian Indonesia".


Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 29, No. 1.

UU No. 37 Tahun 2004 Lihat Pasal 2 ayat (1) tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang

Betnadette waluyo, SH. MH. CN. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran
Utang. Mandar Maju, 1999:hal1.

Amalia, J. (2019). Urgensi Implementasi UNCITRAL Model Law on Cross-


Border Insolvency di Indonesia: Studi Komparasi Hukum Kepailitan
Lintas Batas Indonesia Dan Singapura. Jurnal Hukum Bisnis Bonum
Commune, 162-172.

Al Kautsar, I., & Muhammad, D. W. (2020). Urgensi Pembaharuan Asas-Asas


Hukum Pada Undang-Undang No 37 Tahun 2004 Berdasarkan Teori
Keadilan Distributif. Jurnal Panorama Hukum, 5(2), 182-192.

Anda mungkin juga menyukai