Anda di halaman 1dari 3

NAMA : BAYU KURNIA ADI P

NIM : 042999435

TUGAS 1

SOAL.

1. Dari kasus I diatas berikan penjelasan dan contoh kongkret mengenai perbedaan antara
Peraturan Perundang–Undangan dengan Undang-undang?
2. Dari Kasus I, Jelaskan tahapan dari pembentukan suatu undang-undang menurut UU
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3) hingga menjadi UU yang berlaku di
masyarakat?
3. Dari kasus II, Pada saat sekarang peristilahan GBHN tidak dipergunakan lagi sebagai
pedoman dasar (guiding principles). Jelaskan mengenai fungsi Garis Besar Haluan.

JAWAB :

1. pengertian dari peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat


norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam
Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan, pengertian undang-undang adalah
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dengan persetujuan bersama Presiden.
Jadi, berdasarkan dua pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa undang-undang (UU)
adalah termasuk salah satu jenis peraturan perundang-undangan.
Contoh : Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Presiden (Perpres),
Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi), dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

2. Dalam UU 12/2011 dan perubahannya, proses pembuatan undang-undang diatur dalam


Pasal 16 UU 12/2011 s.d. Pasal 23 UU 15/2019, Pasal 43 UU 12/2011 s.d. Pasal 51 UU
12/2011, dan Pasal 65 UU 12/2011 s.d. Pasal 74 UU 12/2011. Sedangkan, dalam UU
MD3 dan perubahannya, pembentukan UU diatur dalam Pasal 162 UU MD3 s.d. Pasal
173 UU MD3.
Berdasarkan kedua undang-undang tersebut, proses pembentukan undang-undang
sebagai berikut:
 Perencanaan penyusunan UU dilakukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
yang disusun oleh DPR, Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”), dan pemerintah untuk
jangka menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas pembentukan RUU.
 RUU dapat berasal dari DPR, presiden, atau DPD.
 Setiap RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan naskah akademik, kecuali untuk RUU
anggaran pendapatan dan belanja negara, RUU penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (“Perpu”) menjadi UU, serta RUU pencabutan UU atau
pencabutan Perpu.
 RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau Badan Legislasi.
 RUU yang diajukan oleh presiden diajukan dengan surat presiden kepada pimpinan DPR
dan usulannya berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
 Materi muatan RUU yang diajukan oleh DPD serupa dengan yang dapat diajukan oleh
presiden yang telah diterangkan di atas. RUU tersebut beserta naskah akademiknya
diajukan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR.
 Selanjutnya RUU ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan.
 Pembicaraan tingkat I dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat
Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus.
 Kegiatan dalam pembicaraan tingkat I meliputi pengantar musyawarah, pembahasan
daftar inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat mini.
 Pembicaraan tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna DPR yang berisi:
a. penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini
DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I;
b. pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota DPR
secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan
c. pendapat akhir presiden yang disampaikan oleh menteri yang ditugaskan.
 Bila tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah mufakat, keputusan diambil
dengan suara terbanyak.
 RUU yang telah mendapat persetujuan bersama DPR dengan presiden diserahkan
kepada presiden untuk disahkan menjadi UU dengan dibubuhkan tanda tangan,
ditambahkan kalimat pengesahan, serta diundangkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
 Apabila pembahasan RUU telah memasuki pembahasan daftar inventarisasi masalah
pada periode masa keanggotaan DPR saat itu, hasil pembahasan RUU tersebut
disampaikan kepada DPR periode berikutnya dan berdasarkan kesepakatan DPR,
presiden, dan/atau DPD, RUU tersebut dapat dimasukkan kembali ke dalam daftar
Prolegnas jangka menengah dan/atau Prolegnas prioritas tahunan.

3. Tujuan GBHN era Orde baru yaitu untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan
makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat,
bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,
tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka,
bersahabat, tertib, dan damai.
Sedangkan tujuan GBHN Era Revormasi bertujuan untuk Terwujudnya masyarakat
Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera,
dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia
Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanah air,
kesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki
etos kerja yang tinggi serta berdisiplin.

SUMBER :
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt506c3ff06682e/pembuatan-
undang-undang/
https://jurnal.dpr.go.id

Anda mungkin juga menyukai