Anda di halaman 1dari 9

ESTIMASI KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN/PENGUJIAN

DALAM PENGUKURAN/PENGUJIAN KIMIA


Yohanes Susanto

Begitu banyak keputusan-keputusan penting diambil berdasarkan hasil pengujian kimia


kuantitatif. Hasil-hasil tersebut digunakan, sebagai contoh, untuk menguji kesesuaian material
terhadap spesifikasi tertentu atau terhadap suatu ambang batas yang telah ditetapkan, atau untuk
mengestimasi nilai ekonomi dari suatu produk. Oleh karenanya suatu indikasi tentang kualitas hasil
pengujian, terutama dalam penerapannya pada area penting seperti yang berhubungan dengan
perdagangan internasional, kesehatan, keamanan pangan, dll. sangat diperlukan. Dewasa ini secara
luas telah dipahami bahwa konsep ketidakpastian (uncertainty) merupakan bagian penting dari hasil
suatu analisis kuantitatif. Tanpa pengetahuan tentang ketidakpastian pengukuran maka pernyataan
suatu hasil pengujian belum dapat dikatakan lengkap [1].

Walaupun konsep ketidakpastian pengukuran telah lama dikenal oleh para kimiawan, namun
baru pada tahun 1993 terbit suatu petunjuk formal untuk mengevaluasi dan mengekspresikan
ketidakpastian dalam lingkup pengujian yang luas. Petunjuk tersebut ialah “Guide to the Expression
of Uncertainty in Measurement” yang diterbitkan dan disusun oleh ISO melalui kolaborasi dengan
BIPM (Bureau International des Poids et Mesures, International Bureau of Weights and Measures),
IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry), IUPAP (International Union of Pure
and Applied Physic), dan OIML (Organisation Internationale de Métrologie Légale, International
Organization of Legal Metrology)[2]. Dokumen ini kemudian seringkali dikenal dengan istilah ISO-
GUM dan berlaku untuk semua area pengujian secara luas. Pada tahun 1995 EURACHEM kemudian
menerbitkan dokumen yang menunjukkan bagaimana konsep estimasi ketidakpastian dalam ISO-
GUM diterapkan dalam pengukuran/pengujian kimia[3]. Dokumen terakhir tersebut kemudian
digunakan secara meluas dalam berbagai lingkup pengukuran/pengujian kimia.

Dari asal katanya, kata ketidakpastian mempunyai beberapa arti yaitu “ragu-ragu”,
“kekurangpercayaan” dan “derajat ketidakyakinan”. Namun definisi ketidakpastian secara metrologis
telah didefinisikan oleh ISO (atau VIM, Vocabulaire international de Métrologie) sebagai berikut [4]:

“non-negative parameter characterizing the dispersion of quantity values being attributed to


a measurand, based on the information used” .

Jadi ketidakpastian merupakan suatu parameter non-negative yang menggambarkan sebaran nilai
kuantitatif suatu hasil pengujian (measurand), berdasarkan informasi yang digunakan.

1
Namun bahasan tentang konsep ketidakpastian tidaklah utuh tanpa membahas juga tentang
konsep traceability (ketertelusuran). Menurut ISO istilah traceability secara metrologis didefinisikan
sebagai berikut[4]:

“property of a measurement results whereby the result can be related to a reference through
a documented unbroken chain of calibrations each contributing to the measurement
uncertainty”

Jadi ketertelusuran merupakan sifat dari pengukuran/pengujian, dimana hasil tersebut dapat
dihubungkan ke suatu nilai acuan melalui mata rantai kalibrasi yang tidak terputus yang
terdokumentasi, dimana masing-masing mata rantai berkontribusi terhadap ketidakpastian
pengukuran/pengujian. Dapat dicermati bahwa definisi ini secara tegas menggambarkan keterkaitan
antara ketidakpastian dengan ketertelusuran.

Jika ketertelusuran menyatakan keterkaitan hasil terhadap nilai benar berdasarkan suatu
acuan, sementara ketidakpastian menggambarkan sebaran nilai kuantitatif dari hasil uji, maka tidaklah
keliru pandangan yang menyatakan bahwa ketidakpastian merupakan suatu rentang dimana nilai
benar itu berada, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Ilustrasi konsep ketidakpastian yang digambarkan merupakan suatu rentang (± U), dan mencakup nilai benar (X)

Jadi kita tidak dapat mengevaluasi nilai ketidakpastian suatu hasil pengukuran/pengujian sebelum
aspek ketertelusuran dari pengukuran/pengujian tersebut secara jelas dinyatakan.

Persyaratan akreditasi ISO/IEC 17025:2005

Di dalam dokumen standar “Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan


Laboratorium Kalibrasi” ISO/IEC 17025:2005 diatur juga persyaratan mengenai ketidakpastian, yaitu
dalam butir 5.4.6. Dalam standar itu diatur bahwa laboratorium wajib mempunyai dan menerapkan
prosedur untuk mengestimasi ketidakpastian pengukuran. Estimasi ketidakpastian tersebut harus
wajar (reasonable) dan didasarkan pada pengetahuan atas unjuk kerja metode, dan harus
menggunakan data-data yang diperoleh dari pengalaman sebelumya serta data validasi metode [5].

Selain itu, standar ini pun mengatur tentang ketertelusuran, yaitu pada butir 5.6. Standar ini
mensyaratkan bahwa hasil pengujian harus terhubung ke SI (satuan internasional) dengan mata rantai
2
yang tidak terputus. Khusus untuk laboratorium penguji, dimana jika ketetelusuran ke satuan SI tidak
mungkin atau tidak relevan, maka dapat ketertelusuran dapat dilakukan ke bahan acuan bersertifikat
(CRM), metode, atau standar konsensus yang disepakati[5]. Tidak semua hasil pengujian harus
tertelusur ke SI atau CRM, seperti dalam kasus metode empiris dimana measurand didefinisikan oleh
suatu prosedur pengujian tertentu. Contoh untuk kasus ini misalnya analisis logam Cd yang
terlarutkan dari wadah keramik; dalam hal ini measurand betul-betul dipengaruhi oleh prosedur
pengujian yang dilakukan seperti faktor kekuatan asam, waktu, dan suhu. Maka untuk metode empiris
ini, tidak perlu ketertelusuran terhadap SI atau CRM, melainkan cukup terhadap metode uji saja.

Prosedur mengestimasi ketidakpastian pengukuran/pengujian

1. Spesifikasi obyek yang diukur/diuji (specification of the measurand)


Dalam konteks estimasi ketidakpastian, spesifikasi ini memerlukan pernyataan yang jelas dan
tidak meragukan tentang obyek yang diukur (measurand), serta persamaan kuantitatif yang
menghubungkan measurand dengan parameter lain yang mempengaruhinya (rumus/formula
perhitungan). Parameter ini dapat terdiri dari measurand yang lain, parameter yang tidak diukur
secara langsung, atau konstanta. Dalam tahap ini pun harus jelas apakah langkah sampling
termasuk dalam prosedur yang akan dihitung ketidakpastiannya atau tidak. Jika ya, maka estimasi
ketidakpastian dari sampling tentu saja perlu dipertimbangkan.
Dalam suatu analisis, sangat penting untuk membedakan antara pengujian yang hasilnya tidak
tergantung kepada metode yang digunakan dengan pengujian yang hasilnya bergantung pada
metode yang digunakan. Yang terakhir dikenal juga dengan istilah metode empiris. Sebagai
ilustrasi dapat disimak dua contoh kasus berikut:
a. Beberapa metode uji yang berbeda yang digunakan untuk menentukan kandungan timbal
dalam sampel air limbah akan diharapkan untuk memberikan hasil yang sama. Walaupun
metode yang digunakan berbeda-beda seperti AAS (Atomic Absorption Spectrometry), ICP
(Inductively Coupled Plasma), atau yang lainnya, namun hasil akhir tetap akan diharapkan
sama. Secara prinsip kesalahan sistematis yang berasal dari bias metode atau efek matriks
mungkin berbeda-beda, namun diharapkan bias tersebut dapat dikoreksi, atau diupayakan
agar efeknya sangat kecil. Metode seperti dicontohkan di atas bukan termasuk metode
empiris, dan seringkali dikenal dengan istilah metode rasional.
b. Pengujian “lemak yang dapat terekstraksi (extractable fat)” secara prinsip sangat berbeda
dengan contoh di atas. Pada pengujian ini, lemak yang dapat terekstraksi sangat tergantung
pada kondisi percobaan yang ditetapkan oleh metode, seperti waktu, suhu, kekuatan pelarut,

3
dsb. Jika metode yang digunakan berbeda maka hasilnya pun akan berbeda. Metode inilah
yang dimaksud dengan metode empiris.

Adalah penting untuk membedakan antara metode empiris dan metode rasional karena akan
berpengaruh pada bagaimana estimasi ketidakpastian akan dilakukan.

Dalam upaya melakukan spesifikasi measurand ini, pembuatan model pengujian berupa
diagram alir dapat sangat membantu memahami prosedur percobaan dan melihat faktor-faktor
yang dapat berkontribusi pada ketidakpastian, dilanjutkan dengan penulisan dan pengecekan
kembali rumus perhitungan yang digunakan untuk mendapatkan measurand.

2. Identifikasi sumber-sumber ketidakpastian


Dalam tahap ini perlu dibuat suatu daftar yang menyeluruh dari semua sumber ketidakpastian
yang relevan. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mempunyai gambaran yang jelas tentang
keseluruhan sumber yang mungkin berpengaruh pada ketidakpastian.
Cara termudah untuk melakukannya dimulai dengan rumus perhitungan. Sudah tentu semua
parameter yang terdapat dalam rumus pasti memiliki ketidakpastian yang melekat padanya, dan
oleh karenanya menjadi sumber ketidakpastian yang utama. Selain itu mungkin terdapat
parameter lain yang tidak muncul secara eksplisit dalam rumus tapi secara nyata berkontribusi
terhadap hasil uji (measurand), seperti misalnya: presisi, recovery, waktu, suhu, dll. Semua
parameter itu harus diikutsertakan dalam perhitungan ketidakpastian.
Cause and effect diagram merupakan salah satu alat bantu yang sangat memudahkan untuk
menggambarkan hubungan antara setiap sumber dan bagaimana pengaruhnya terhadap
ketidakpastian akhir. Selain itu diagram ini juga dapat membantu untuk melihat adanya duplikasi
sumber ketidakpastian yang sama [6].
Secara umum sumber-sumber ketidakpastian meliputi tapi tidak terbatas pada hal-hal berikut
ini:
• Sampling
• Spesifikasi instrumen
• Kemurnian reagen dan zat standar
• Kesalahan acak (repetabilitas, reprodusibilitas)
• Personel
• Preparasi contoh
• Kurva kalibrasi
• Homogenitas contoh

4
• Dll.

3. Kuantifikasi nilai ketidakpastian


Setelah seluruh sumber ketidakpastian diidentifikasi dan hubungan antara sumber yang satu
dengan yang lain telah diketahui, serta bagaimana semuanya berpengaruh terhadap ketidakpastian
akhir, maka pada tahap ini dilakukan kuantifikasi nilai ketidakpastian yang berasal dari masing-
masing sumber. Data ketidakpastian yang berasal dari masing-masing sumber perlu dikonversi
terlebih dahulu menjadi ketidakpastian baku (µ) agar dapat digunakan dalam perhitungan
ketidakpastian akhir. Berbagai jenis data dan cara konversinya menjadi ketidakpastian baku dapat
dicermati dalam Gambar 2.

Standar
deviasi (s) s/√n

Rentang 99% X/3,0


kepercayaan Ketidakpastian
95% X/1,96
baku (µ)

Asumsi pola Rectangular X/√3


distribusi data
Triangular X/√6

Cara
konversi

Gambar 2. Jenis-jenis data sumber ketidakpastian dan cara konversinya untuk mendapatkan

ketidakpastian baku (µ)

4. Perhitungan ketidakpastian gabungan (combined uncertainty)


Ketidakpastian akhir dari measurand diperoleh dengan menggabungkan komponen
ketidakpastian baku dari masing-masing sumber. Apabila komponen-komponen tersebut saling
bebas atau tidak bergantung satu sama lain, seperti umumnya pada kasus pengujian kimia, maka
perhitungan ketidakpastian gabungan (µX ) dapat disederhanakan dengan penggolongan seperti
yang dapat dilihat pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Aturan penggabungan komponen ketidakpastian untuk mendapatkan ketidakpastian gabungan

Aturan Hubungan antara measurand dengan Perhitungan ketidakpastian


Penggabungan komponen ketidakpastian gabungan, µX

Aturan 1 a = b + c, atau a=b-c ua = ( µb ) 2 + ( µc ) 2

2 2
a = b*c a = b u  u 
Aturan 2 atau
c ua = a  b  +  c 
b c

Aturan 3 q = Bx ; B adalah konstanta uq = Bu x

u (q ) n ⋅ u ( x )
Aturan 4 q = xn =
q x

5. Perhitungan ketidakpastian diperluas (expanded uncertainty)


Tahap terakhir dari perhitungan ketidakpastian adalah mengalikan ketidakpastian gabungan
(µX ) dengan suatu faktor pencakupan (k) ketidakpastian untuk mendapatkan nilai ketidakpastian
diperluas (U) dengan tingkat kepercayaan tertentu.
Untuk kebanyakan kasus, disarankan untuk menggunakan nilai k=2 (atau tepatnya 1,96) yang
akan memberikan tingkat kepercayaan 95%. Tapi ini hanya berlaku jika nilai perhitungan
ketidakpastian gabungan didasarkan pada data dengan derajat bebas efektif yang cukup besar (≥
6). Jika derajat bebas efektif kecil (< 6), maka perlu nilai k yang lebih besar, yang dapat diperoleh
dari nilai t-student seperti tampak pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai t-student untuk tingkat kepercayaan 95% (two-tailed)

6
Derajat Kebebasan
t
v
1 12.7
2 4.3
3 3.2
4 2.8
5 2.6
6 2.5

Beberapa kemungkinan situasi yang timbul pada penerapan konsep ketidakpastian

Sebagaimana diterangkan di atas bahwa banyak hasil-hasil pengukuran/pengujian yang


digunakan untuk menguji kesesuaian material terhadap spesifikasi tertentu atau terhadap suatu
ambang batas yang telah ditetapkan, atau untuk mengestimasi nilai ekonomi dari suatu produk.
Beberapa situasi yang mungkin dihadapi dalam implementasi konsep ketidakpastian dapat dicermati
pada Gambar 3.

Konsentrasi

Ambang Batas

Gambar 3. Beberapa kemungkinan situasi yang dihadapi pada penerapan konsep ketidakpastian

Gambar 3 (a) menggambarkan situasi di mana hasil pengujian secara jelas berada di atas atau di
bawah ambang batas. Pada situasi ini proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara jelas. Jika
ini merupakan suatu situasi rutin, maka cukup diperlukan perhitungan ketidakpastian secara kasar
saja. Pada situasi 3 (b) dapat dilihat bahwa hasil uji sangat dekat dengan ambang batas, maka dalam
hal ini nilai ketidakpastian yang baik (dan cara estimasi ketidakpastian yang baik) akan memperbaiki
kualitas pembuatan keputusan. Jika hasil yang melebihi ambang batas tidak diinginkan seperti pada
Gambar 3 (c), nilai ketidakpastian yang tidak dievaluasi dengan lengkap (underestimation of

7
uncertainty) dapat membawa pada keputusan yang keliru. Dalam beberapa kasus resiko
compliance/non compliance dapat terbagi menjadi 2 bagian, seperti pada Gambar 3 (d). Dalam hal ini
pertimbangan seksama harus diberikan terhadap nilai ketidakpastian dan kelayakan prosedur estimasi.

Hubungan antara nilai ketidakpastian dengan biaya

Besarnya nilai ketidakpastian pengukuran/pengujian sangat terkait dengan biaya. Semakin


jauh suatu laboratorium ingin menekan besarnya nilai ketidakpastian maka semakin besar pula biaya
yang dibutuhkan.

BIAYA

Biaya Pengukuran
untuk hasil B

Biaya Pengukuran
untuk hasil A

Hasil “B” Hasil “A”

Gambar 4. Hubungan antara besarnya nilai ketidakpastian dan biaya

Pada Gambar 4 dapat dilihat suatu contoh kasus dimana diperoleh 2 nilai hasil pengujian, yaitu hasil
A mempunyai nilai 50 ± 15 mg/L dan hasil B 50 ± 2 mg/L. Dari kurva dapat dilihat bahwa biaya yang
lebih besar diperlukan untuk memperoleh hasil dengan nilai ketidakpastian yang lebih kecil (hasil B).
Untuk mencapai nilai ketidakpastian yang lebih kecil mungkin diperlukan peralatan dengan tingkat
akurasi dan presisi lebih tinggi, kondisi akomodasi dan lingkungan yang lebih baik agar faktor
kontaminasi berkurang, bahan-bahan kimia dan bahan acuan dengan kualitas yang lebih baik,
pelatihan personel untuk meningkatkan ketrampilan analis, dan sebagainya, yang semuanya itu
membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Kesimpulan

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa aspek ketertelusuran dan ketidakpastian
metrologis merupakan indikator kunci untuk menilai kualitas dari suatu hasil pengukuran/pengujian,
antara lain untuk mengevaluasi reliabilitas hasil, untuk membuat perbandingan yang valid antara dua
8
hasil atau lebih, mengevaluasi tingkat keyakinan terhadap keputusan yang akan diambil berdasarkan
data tersebut, dan untuk menilai apakah hasil pengukuran/pengujian tersebut sesuai dengan tujuan
penggunaannya (fit for purpose).

Penilaian tentang manakah yang lebih baik, apakah hasil uji dengan ketidakpastian kecil lebih
baik dari hasil dengan ketidakpastian besar atau sebaliknya, seperti pada ilustrasi pada Gambar 4,
tidak dapat semata-mata dinilai hanya berdasarkan besar/kecilnya nilai ketidakpastian yang
dihasilkan, namun juga harus dilihat tujuan penggunaan dari hasil uji tersebut. Nilai ketidakpastian B
lebih kecil dari A tetapi membutuhkan biaya ekstra yang tidak sedikit. Jika biaya ekstra yang
dikeluarkan tersebut sepadan dengan manfaat yang diperoleh, dalam arti memang meningkatkan
kualitas proses pembuatan keputusan, maka biaya ekstra tersebut memang layak dan dapat
dibenarkan. Tetapi jika tidak, maka pengeluaran biaya ekstra untuk sesuatu yang kurang signifikan
manfaatnya dapat dinilai sebagai pemborosan. Evaluasi yang memadai perlu dilakukan agar dapat
memperkecil nilai ketidakpastian secara signifikan dengan biaya ekstra yang tidak terlalu besar.

Pustaka

1. JL Love, "Chemical metrology, chemistry and the uncertainty of chemical measurements",


Accred. Qual. Assur., 7, 2002, pp 95-100
2. "Guide to the expression of uncertainty in measurement", ISO, Switzerland, 1995
3. SLR Ellison, M Rosslein, A Williams (eds.), "Eurachem/CITAC Guide: Quantifying
uncertainty in analytical measurement", 2nd Ed., 2000
4. "International vocabulary of basic and general terms in metrology", ISO, Switzerland, 2008
5. "International Standard ISO/IEC 17025:2005: General requirements for the competence of
testing and calibration laboratories", ISO/IEC, Switzerland, 2005
6. SLR Ellison, VJ Barwick, "Estimating measurement uncertainty: reconciliation using a cause
and effect approach", Accred. Qual. Assur., 3, 1998, pp 101-105

Anda mungkin juga menyukai