Kekerasan Seksual Jurnal Referensi
Kekerasan Seksual Jurnal Referensi
Abstrak: Kekerasan seksual merupakan salah satu isu yang marak tejadi dikehidupan
masyarakat. Kebudayaan patriartki yang biasa dianut oleh masyarakat Indonesia mengakibatkan
kekerasan seksual sering kali menyasarkan wanita dan anak-anak sebagai korban dari
kejahatannya. Terbaru dalam kasus pemerkosaan yang melibatkan seorang guru terhadap 13
santriwatinya menuai berbagai polemic di masyarakat. Keputusan hukuman mati sebagai resolusi
bijak yang diambil oleh pengadilan menjadi pro dan kontra. Sebagian diantaranya merasa
putusan tersebut sangatlah pantas atas apa yang sudah diperbuat dan dilakukannya. Namun
dalam sisi lain, banyak orang yang menganggap pemberian putusan mati sebagai bentuk
kemunduran akan penegakkan hukum dan mencoreng hak hidup sebagai hak dasar dari
eksistensi Hak Asasi Manusia. Keberadaan putusan mati dan pandangan HAM didalamnya
menjadi permasalahan Panjang di Indoensia, hal tersebut karena Indonesia sebagai negara yang
mengakui keberadaan nilai-nilai HAM, ironisnya juga menetapkan putusan mati sebagai salah
satu bentuk pidana pokok yang merupaka bentuk dari kejahatan HAM berat itu sendiri
Abstract: Sexual abusee is one of the most prevalent issues in people's lives. The patriarchal
culture that is usually embraced by the Indonesian people causes sexual abuse to often target
women and children as victims of their crimes. The latest in a rape case involving a teacher
against his 13 female students has sparked various polemics in the community. The death penalty
decision as a wise resolution taken by the court has pros and cons. Some of them felt that the
decision was very appropriate for what they had done and did. But on the other hand, many
people consider the giving of a death sentence a form of setback for law enforcement and tarnish
the right to life as a basic right of the existence of human rights. The existence of the death penalty
and the view of human rights in it have become a long problem in Indonesia, this is because
Indonesia as a country that recognizes the existence of human rights values, ironically also
stipulates the death penalty as one of the main forms of crime which is a form of serious human
rights crime itself.
1
R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal,
Politea, Bogor, 1996 hlm. 204
339
Dwi Yusuf Rafli, Heni Susanti: Tinjauan Sosiologis Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual ..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615–3440
Vol. 06, No. 2, Desember 2022 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597–7229
2
Pasal 5 Peraturan Kementrian Pendidikan, Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 Pencegahan
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik dan Penanganan Kekerasan Seksual di
Lingkungan Perguruan Tinggi.
340
Dwi Yusuf Rafli, Heni Susanti: Tinjauan Sosiologis Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual ..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615–3440
Vol. 06, No. 2, Desember 2022 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597–7229
3
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap 28113738-20-739496/kpai-207-anak-korban-
Perempuan, Catatan Tahunan 2021: pelecehan-seksual-di-sekolah-sepanjang-2021,
Perempuan Dalam Himpitan Pandemi: diakses 16 April 2022.
5
Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perkawinan Anak, dan Keterbatasan Perempuan, op.cit., hlm. 21.
Penanganan di Tengah Covid-19. (Jakarta: 6
CNN Indonesia, “Kronologi Herry wirawan
Komnas Perempuan, 2021) hlm. 23. Divonis Mati Usai Terbukti Perkosa
Santriwati”.
4
CNN Indonesia. “KPAI: 207 Anak Korban https://www.cnnindonesia.com/nasional/202204
Pelecehan Seksual di Sekolah Sepanjang 04145739-12-780056/kronologi-herry-wirawan-
2021”. divonis-mati-usai-terbukti-perkosa-santriwati,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/202112 diakses 16 April 2022,
341
Dwi Yusuf Rafli, Heni Susanti: Tinjauan Sosiologis Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual ..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615–3440
Vol. 06, No. 2, Desember 2022 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597–7229
7
Heriyono, “Pelaksanaan Hukuman Mati Dalam 8
Ibid., p. 81
Perspektif Hak Asasi Manusia”, Indonesian
Journal of Law and Policy Studies Vol. 1 No. 1
(1 Mei 2020) 83, diakses pada 16 April 2022
342
Dwi Yusuf Rafli, Heni Susanti: Tinjauan Sosiologis Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual ..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615–3440
Vol. 06, No. 2, Desember 2022 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597–7229
9
Pasal 4 ayat (1) Rancangan Undang-Undang
Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
343
Dwi Yusuf Rafli, Heni Susanti: Tinjauan Sosiologis Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual ..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615–3440
Vol. 06, No. 2, Desember 2022 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597–7229
344
Dwi Yusuf Rafli, Heni Susanti: Tinjauan Sosiologis Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual ..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615–3440
Vol. 06, No. 2, Desember 2022 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597–7229
10
Pasal 10 “Kitab Undang-Undang Hukum 11
Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama,
Pidana” Bandung, 2011, hlm.70
345
Dwi Yusuf Rafli, Heni Susanti: Tinjauan Sosiologis Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual ..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615–3440
Vol. 06, No. 2, Desember 2022 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597–7229
12
Santoso Poejosoebroto, Dikutip dalam Bentuk Pelecehan terhadap Tuhan,
1984, Studi tentang Pendapat-pendapat Bertentangan dengan HAM hingga Tidak
mengenai Efek tivitas Pidana Mati di Bersifat Mutlak dalam Syariat Islam,
Indonesia Dewasa Ini, Jakarta : Ghalia http://www.hukum.online.com, diakses pada 16
Indonesia, hlm. 57. April 2022
13 14
RFQ, Ini Alasan Hukuman Mati Mesti Pasal 1 ayat (1), Undang-Undang Nomor 39
Dihapus dari Huk um Positif –Mulai dari Tahun 1999, Tentang Hak Asasi Manusia,
346
Dwi Yusuf Rafli, Heni Susanti: Tinjauan Sosiologis Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual ..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615–3440
Vol. 06, No. 2, Desember 2022 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597–7229
hak yang patut dilindungi dan juga Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai
dihormati keberadaannya. Sejalan dasaran dalam isinya, sehingga memberi
dengan keberadaannya dalam konstitusi, pemaknaan bahwa Negara Indonesia
terdapat pula Undang-Undang Nomor 39 belandaskan Pancasila, yang didalamnya
tahun 1999 yang secara rinci membahas terdapat asas Ketuhanan Yang Maha
mengenai perlindungan HAM. Esa, sehingga dalam setiap sendi
Di dalam HAM, teradapat hak pergerakan dan kebijakan yang terjadi,
fundamental yang menjadi dasaran haruslah merujuk kepada konsepsi
keberadaan hak-hak lainnya, yaitu Hak ketuhanan.
untuk Hidup. Hak untuk Hidup Hal ini memberikan kontradiksi
berdasarkan pasal 9 UU Nomor 39 tahun antara keberadaan putusan mati terhadap
1999, mengandung makna bahwa setiap eksistensi pengakuan Hak Asasi
orang berhak untuk hidup, Manusia. Jika membandingkan secara
mempertahankan hidup, dan hirarkis, maka dapat dikatakan HAM
meningkatkan taraf kehidupannya.15 berada jauh diatas keberadaan hukuman
Konsepsi keberadaan Hak Hidup sebagai mati sebagai bentuk pemidanan, yang
hak dasar pada manusia erat kaitannya mana hanya tercantum didalam Undang-
dengan keberadaan konsepsi Ketuhanan Undang maupun KUHP, berbanding
sebagai sosok yang memberikan HAM yang terdapat di konstitusi serta
kehidupan. merupakan implementasi dari dasar
Paham bahwa Tuhanlah yang ideologi negara Pancasila.
mempunyai kuasa atau pemberikan Mengaitkan dalam kasus
kehidupan dan kelahiran pada manusia, kekerasan seksual berupa tindak
menyelaraskan paham lanjutan bahwa pemerkosaan yang dilakukan oleh Herry
kematian dari seorang manusia juga Wirawan kepada para santriwatinya
merupakan kewenangan multak dari yang berjumlah 13 orang hingga
Tuhan. Berarti tak ada seorangpun yang menyebabkan kehamilan dan melahirkan
berhak ataupun berwenang untuk 9 orang anak diantaranya, hakim
menentukan hidup matinya seorang pengadilan tinggi memutuskan
individu. penetapan hukuman mati kepadanya
Sejalan dengan keberadaan Ham, setelah sebelumnya mengajukan banding
disini ditemukan hubungan antara HAM atas hukuman penjara seumur hidup
dan kepercayaan akan konsepsi yang diberikan oleh pengadilan negeri.
Ketuhanan. Indonesia sendiri merupakan Hal ini membuat kasus kejahatan seksual
negara yang secara eksplisit, pasti, dan yang dilakukan oleh Herry ini sebagai
sadar mengakui akan keberadaan kasus pertama dalam sejarah peradilan
Ketuhanan, meskipun bukan Negara Indonesia terkait penetapan hukuman
Agama, tapi Indonesia adalah Negara pidana mati kepada terpidana kasus
yang mengakui dan mewajibkan kekerasa seksual.
Keagamaan bagi setiap warga Jika mencoba untuk melihat
negaranya. Pasal 29 UUD 1945 dalam perspektif korban, maka kejahatan
menuliskan bahwa Negara Indonesia yang dilakukan oleh Herry benar adanya
adalah negara yang berdasar atas sebuah kejahatan luar biasa yang tidak
Ketuhanan Yang Maha Esa.16 Ideologi berhati nurani, apalagi jika dibandingkan
Pancasila juga memberikan rumusan terhadap pekerjaan dan ruang lingkup
15 16
Pasal 9 ayat (1), Ibid. Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945
347
Dwi Yusuf Rafli, Heni Susanti: Tinjauan Sosiologis Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual ..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615–3440
Vol. 06, No. 2, Desember 2022 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597–7229
dirinya yang merupakan seorang tokoh hak untuk bebas dan berkebebasan. Jika
agama, guru, sekaligus pemiliki pondok berpijakan terhadap ini, maka sejatinya
pesantren. Sebagian besar kalangan pemberian hukuman seumur hidup
merasa putusan seumur hidup yang terhadap terpidana kekerasan seksual
dijatuhkan kepadanya tidaklah cukup sudahlah cukup dalam memenuhi
atas kerugian yang dia berikan, dan substansi yang diminta akan hukuman
penjatuhan hukuman mati adalah solusi mati. Manusia yang terjerat hukuman
paling benar dan tepat, semata atas seumur hidup adalah selayaknya orang
penegakan keadilan yang harus yang telah direnggut kehidupannya,
dipertanggung jawabkan olehnya. dimana alasan dan kebebasan sudah
Namun jika berkaca terhadap tidak lagi menjadi miliknya, dan
pembelaan terdakwa yang tercantum kehidupannya hanyalah untuk
dalam Surat Putusan pengadilan, poin menunggu ajal menjemput sesuai
penentangan terhadap Hak Asasi kewenangan Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia terutama hak untuk hidup Serta suatu hukum akan pemidanaan
memang benar adanya. Pemberian bukanlah semata-mata hadir sebagai
hukuman mati terhadap Herry bukanlah resolusi utama dalam penegakan hukum.
sebuah bentuk keadilan yang Sebagai aturan yang baik, keberadaan
sesungguhnya, dan bukan pula sebuah Hukum harus mampu menjadi pencegah,
tindakan yang dapat mencegah dan memberi batasan dalam perilaku
keberadaan pelaku kekerasan dimasa manusia untuk dapat berbuat
yang akan datang. Jika kehadiran suatu kejahatan.17 Pemusnahan terhadap satu
pemidanaan adalah untuk memberikan orang atas perilakunya bukan berarti
rasa takut akan hal tersebut, maka dapat menjadikan hukum dalam negeri lebih
dipatahkan dengan mudah bahwa baik lagi, tapi juga perlu disadari perlu
pemberian hukuman mati tidaklah adanya tindakan preventif yang mampu
diadakan untuk konsumsi umum. Jelas diwujudkan, sehingga suatu hukum hadir
dalam Undang-undang Nomor 5 tahun sebagai pengiring kehidupan manusia,
1969 tentang Tata Cara Pelaksanaan dan bukanlah penentu nasib dari pada
Pidana Mati yang dijatuhkan oleh manusia.
Pengadilan di Lingkungan Peradilan
Umum dan Militer disebutkan bahwa SIMPULAN
Pelaksaan tehadap terdakwa hukuman Hukuman mati merupakan salah
mati dilakukan secara tertutup dan tidak satu bentuk pidana pokok yang ada di
diizinkan untuk menjadi konsumsi Indonesia. Keberadaan hukuman mati
publik, demikian berarti teori ketakutan sebagai pemidanaan terberat
yang diharapkan akan keberadaan dilaksanakan kepada para terpidana
hukuman mati tidak bisa sepenuhnya tindak kejahatan khusus (extra ordinary
direalisasikan kepada masyarakat. crimes). Meski begitu, dalam kehidupan
Jika melihat terhadap substansi sekarang ini keberadaan putusan
pokok dari hukuman mati, sesungguhnya hukuman mati menuai banyak sekali
keberadaanya adalah guna merebut hak pro-kontra dalam pergulirannya. Hal
dasar dari seorang manusia, yaitu hak tersebut dikarenakan adanya
untuk hidup, dimana hak untuk hidup pertentangan konsepsi dasar dalam
melahirkan hak-hak lainnya selayaknya keberadaan putusan hukuman mati
17
Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama,
Bandung, 2011, hlm.59
348
Dwi Yusuf Rafli, Heni Susanti: Tinjauan Sosiologis Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual ..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615–3440
Vol. 06, No. 2, Desember 2022 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597–7229
349
Dwi Yusuf Rafli, Heni Susanti: Tinjauan Sosiologis Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual ..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615–3440
Vol. 06, No. 2, Desember 2022 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597–7229
350
Dwi Yusuf Rafli, Heni Susanti: Tinjauan Sosiologis Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual ..