020 - Ida Ayu Putu Pradya Kirana Yoga 9
020 - Ida Ayu Putu Pradya Kirana Yoga 9
OLEH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat yang telah Beliau berikan kepada penulis, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan laporan akhir mengenai “Laporan Individu Asuhan Kebidanan
Patologi”
Dengan selesainya penulisan laporan ini, penulis mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu kelancaran penulisan laporan
akhir ini, yakni :
1. Ibu Dr. Ni Komang Yuni Rahyani., S.Si.T., M.Kes. selaku Penanggung Jawab
sekaligus Pembimbing mata kuliah Asuhan Kebidanan Patologi
2. Semua pihak tidak dapat saya sebutkan satu per satu, yang membantu
penyelesaian laporan akhir ini.
Dalam laporan ini saya menyadari bahwa laporan yang baik akan menjadi
lebih baik jika mendapat aspirasi dari pembaca. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan
akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Tujuan.................................................................................................2
C. Manfaat Penulisan Laporan................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................4
A. Definisi Nifas......................................................................................4
B. Komplikasi pada Masa Nifas..............................................................4
C. Infeksi pada Masa Nifas..................................................................... 6
D. Gangguan Psikologi pada Masa Nifas..............................................10
BAB III PENUTUP..................................................................................... 13
A. Kesimpulan....................................................................................... 13
B. Saran................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asuhan pada masa nifas sangat diperlukan dalam periode ini karena masa nifas
merupakan masa kritis untuk ibu dan bayinya, Masalah kebidanan di masyarakat
merupakan masalah yang kompleks dan perlu peningkatan penanganan secara lintas
program, lintas disiplin ilmu serta memperbaiki faktor sosial budaya, tanpa kerjasama
dan pemanfaatan dengan organisasi profesi (IDI. POGI, IDAI, IBI dan lain-lain)
serta “stakes holders”permasalahan tidak akan diselesaikan.
Permasalahan kebidanan di masyarakat diantaranya adalah kematian ibu dan
anak, kesehatan reproduksi remaja,aborsi tidak aman, berat bayi lahir rendah, tingkat
kesuburan, pertolongan persalinan oleh non tenaga kesehatan, penyakit menular seksual,
serta perilaku sosial budayaz
Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi indikator keberhasilan pembangunanpada
sektor kesehatan. Berdasarkan world health organization (WHO) dan survey demografi
kesehatan indonesia (SDKI) angka kematian ibu (AKI) di Indonesia tertinggi
dibandingkan AKI di Negara-negara miskin ASIA. Srilanka menempati posisi terrendah
60 per 100.000 kalahiran hidup yang diikuti oleh Nepal 170 per 100.000 kelahiran
hidup dan yang menempati posisi tertinggi Timor leste 300 per 100.000 kelahiran
hidup yang diikuti oleh Kamboja 250 per 100.000 kelahiranhidup. Indonesia menempati
peringkat tertinggi dimana daritahun 2010 AKI di Indonesia 220 per 100.000 kelahiran
hidup dan meningkat menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Perkembangan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia dari tahun 1991 sampai
tahun 2007 terjadi penurunan yang sangat lamban, terjadi peningkatan AKI dari 228 per
100.000 kelahiran hidup menjadi 359 kelahiran hidup berdasarkan Survey Demografi
terbaru (SDKI). Dalam target Sustainable Development Goals (SGDs) ingin
memperoleh hasil yang maksimal dalam SDGs dalam 1,5 dekade ke depan. Target yang
telah ditentukan oleh SDGs mengenai kematian ibu adalah penurunan AKI sampai
tinggal 70 per 100 ribu kelahiran hidup.
Penyebab langsung kematian ibu adalah kurang lebih 90% disebabkan oleh seputar
persalinan dan kematian tersebut terjadi karena komplikasi. Sedangkan sebab tidak
langsung antara lain dilatar belakangi oleh sosial ekonomi, pendidikan, kedudukan dan
1
peranan wanita, sosial budaya, dan transportasi yang dapat digambarkan dengan istilah
tiga terlambat yakni terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan,
terlambat mencapai fasilitas kesehatan, serta terlambat mendapatkan pertolongan di
fasilitas kesehatan dan empat terlalu yakni terlalu muda mempunyai anak (<20 tahun),
terlalu banyak melahirkan (> 3 anak), terlalu rapat jarak melahirkan (<2 tahun) dan
terlalu tua untuk mempunyai anak (>35 tahun).
Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadisetelah persalinan dan 50%
kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Ambarwati, 2010). Penyebab
langsung yang berkaitan dengan kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan,
persalinan dan nifas tidak ditangani dengan baik dan tepat waktu. Kematian ibu pada
masa nifas biasanya disebabkan oleh infeksi nifas (10%), ini terjadi karena kurangnya
perawatan luka, perdarahan (42%) akibat robekan jalan lahir, sisa plasenta dan atonia
uteri, eklamsia (13%) dan komplikasi masa nifas (11%).
Asuhan masa nifas diperlukan karena merupakan masa kritis baik ibu maupun
bayinya Keberhasilan upaya kesehatan ibu nifas di ukur melalui indikator cakupan
pelayanan kesehatan ibu nifas (cakupan kf-3). Indikator ini menilai kemampuan Negara
dalam menyediakan pelayanan kesehatan ibu nifas yang berkualitas dalam standar.
Capaian indicator kf menggambarkan kecenderungan yang semakin meningkat yaitu
mulai dari 17.90% pada tahun 2008 menjadi 85.16%.
B. Tujuan
A. Tujuan Umum
Memberikan asuhan kebidanan sesuai standar pada ibu nifas, dan menyusui
dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan yang berkualitas.
B. Tujuan Khusus
1. Manfaat Praktis
2
Sebagai masukkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kebidanan.
b Bagi Bidan
a Bagi Mahasiswa
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Nifas
Nifas merupakan darah yang keluar dari rahim akibat melahirkan atau setelah
melahirkan. Masa nifas terhitung setelah plasenta keluar dan selesai ketika alat-
alat kandungan kembali ke keadaan sebelumhamil yang berlangsung kira-kira 6
minggu atau 42 hari. Namun pemulihan pada masa nifas secara menyeluruh
memerlukan waktu 3 bulan. Masa ini disebut juga masa puerperium. Puerperium
berasal dariBahasa latin yaitu, “puer” yang artinya bayi dan“parous” yang artinya
melahirkan. Jadi, puerperium bermakna melahirkan bayi. (Sari & Rimandini, 2014).
Masa nifas atau masa puerperium merupakanmasa dimana keluarnya darah
dari jalan lahir setelah melahirkan, yang lamanya berkisar 40-60 hari. Masa ini
dialami wanita dari beberapa jam setelahmelahirkan bayi dan plasenta, hingga kira-
kira 6 minggu setelah melahirkan dan alat-alat kandungan kembali normal seperti
keadaan sebelum hamil. (Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2018).
Menurut Indriyani (2013), Masa nifas adalah masa pemulihan dari setelah
persalinan dan selesaiketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaanpra-hamil
yang lamanya berkisar sekitar 6-8 minggu.
4
c. Keadaan abnormal pada Payudara
Payudara yang abnormal ditandai seperti puting susu lecet, payudara bengkak,
dan puting susu datar atau tertanam.
d. Eklampsia dan Preeklampsia
Eklampsia merupakan serangan kejang secara tiba-tiba pada wanita hamil,
bersalin, atau nifas yang sebelumnya sudah menunjukkan gejala preeklampsia
(Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2018). Eklampsia postpartum adalah
serangan kejang secara tiba-tiba pada ibu postpartum. Preeklampsia berat ditandai
dengan tekanan darah >160 mmHg, proteinuria ≥2+, dan adanya edema
pada ekstremitas.
e. Disfungsi Simfisis Pubis
Disfungsi simfisis pubis adalah kelainan dasar panggul dari simfisis ossis
pubis hingga os coccygeus.Hal ini disebabkan oleh persalinan yang membuat otot
dasar panggul lemah dan menurunkan fungsi otot dasar panggul.
f. Nyeri Perineum
Ibu yang memiliki luka perineum saat proses persalinan akan merasakan nyeri
perineum. Nyeri yang dirasakan ini akan menyebabkan ibu takut untuk bergerak
pasca melahirkan. Hal ini akan menyebabkan subinvolusi uteri, pengeluaran lokhea
menjadi tidak lancar, dan perdarahan postpartum.
g. Inkontinensia Urine
Menurut International Continence Society (ICS) dalam Bidan dan Dosen
Kebidanan Indonesia (2018), inkontinensia urine adalah pengeluaran urine yang
tidak dapat dikendalikan. Hal ini akan menyebabkan rasa tidak nyaman.
h. Nyeri Punggung
Nyeri punggung pasca melahirkan adalah gejalapostpartum jangka panjang
yang disebabkan karena tegangnya postural pada sistem muskuloskeletal
akibat persalinan.
i. Koksidinia
Koksidinia adalah nyeri kronis pada tulang ekoratau ujung tulang punggung y
ang berdekatan dengan anus. Nyeri ini bisa dirasakan Ketika adanya tekanan secara
langsung pada tulang tersebut seperti saat duduk.
5
C. Infeksi pada Masa Nifas
1. Endometritis
Peradangan payudara atau mastitis disebabkan oleh jaringan yang luka atau
infeksi. Biasanya, kondisi ini terjadi pada ibu menyusui dalam dua bulan pertama
setelah melahirkan. Mastitis umumnya muncul pada salah satu payudara. Awalnya,
payudara akan tampak memiliki luka lecet, berwarna kemerahan, atau terasa hangat
saat disentuh.
Penumpukan ASI dalam payudara yang mengalami stagnasi (penghentian) yang
dapat menjadi tempat berkembang biaknya bakteri. Adapun beberapa faktor yang
dapat memicu penyumbatan saluran susu adalah:
1. Ibu tidak menghasilkan terlalu banyak ASI.
2. ASI tidak dikeluarkan secara teratur.
6
3. Posisi perlekatan mulut bayi saat menyusu kurang tepat.
4. Proses menyapih bayi terlalu cepat.
5. Bayi tidak cukup menyusu.
6. Terlalu sering menggunakan salah satu payudara saja untuk menyusui.
Mastitis adalah kondisi yang memerlukan pengobatan sesegera mungkin agar ibu
bisa kembali nyaman saat menyusui buah hati dan mencegah terjadinya komplikasi
serius. Adapun pilihan pengobatan untuk mastitis adalah sebagai berikut:
1. Menerapkan Direct Breastfeeding
Pertama, cara mengobati mastitis adalah memperbaiki aliran ASI dengan
melakukan direct breastfeeding atau menyusui secara langsung sesering mungkin.
Jika terasa sakit, ibu dapat meringankan rasa sakitnya dengan menggunakan
kompres hangat atau memijat payudara sebelum dan sesudah menyusui. Namun,
bila tidak memungkinkan untuk menyusui karena rasa nyeri yang cukup hebat, ibu
bisa menggunakan alternatif lain seperti memompa ASI atau breast pump.
2. Pemberian Antibiotik dan Obat Antinyeri
Kedua, penanganan mastitis dapat dilakukan dengan memberikan obat antibiotik
yang aman untuk ibu menyusui dan bayinya guna mengurangi infeksi bakteri. Selain
itu, obat antinyeri seperti ibuprofen dan parasetamol dapat diberikan untuk
mengatasi rasa nyeri. Seorang ibu yang sedang menyusui harus berhati-hati karena
terdapat beberapa obat-obatan yang dilarang untuk dikonsumsi oleh ibu menyusui
karena bisa berbahaya bagi bayi. Oleh sebab itu, konsultasikan dan ikuti anjuran
dokter dengan baik.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah peradangan pada jaringan
payudara atau mastitis adalah:
1. Sering menyusui bayi secara langsung atau direct breastfeeding untuk
mengosongkan payudara. Teknik menyusui yang benar perlu diperhatikan
agar isapan mulut bayi juga lebih optimal.
2. Jika tidak memungkinkan menyusui secara langsung, usahakan untuk sering
memompa ASI guna menghindari terjadinya clogged milk ducts.
3. Menyusui dengan menggunakan kedua payudara secara bergantian.
4. Menggunakan kompres hangat dan lakukan pemijatan payudara sebelum dan
sesudah menyusui atau memompa ASI.
5. Hindari penggunaan bra yang terlalu ketat.
6. Mencukupi kebutuhan gizi dan beristirahat yang cukup.
7
7. Mencukupi kebutuhan cairan tubuh.
8. Rajin mencuci tangan dan bersihkan puting payudara sebelum dan sesudah
menyusui.
9. Berkonsultasi dengan dokter terkait dengan teknik menyusui yang tepat.
3. Infeksi sayatan perinium
Bekas luka sayatan operasi caesar juga berisiko terinfeksi. Sekitar 16% wanita
yang melalui operasi ini mengalami infeksi dalam satu minggu setelah
persalinan. Namun, kondisi ini dapat ditangani dengan mengurangi faktor-faktor
risikonya, misalnya dengan merawat bekas luka operasi caesardengan sebaik
mungkin.
4. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu jenis infeksi postpartum atau masa
nifas yang bisa terjadi setelah melahirkan. Kondisi ini pada umumnya terjadi bila
seorang wanita memakai kateter urine maupun menerima bius epidural selama
proses persalinan.
5. Peritonitis
9
Tromboflebitis adalah inflamasi atau peradangan pada pembuluh darah vena
yang mengakibatkan aliran darah menjadi terhambat. Umumnya, kondisi ini
menyerang bagian tungkai kaki, namun bisa juga terjadi pada bagian lain, seperti
lengan. Tromboflebitis biasanya dimulai dengan adanya bekuan darah yang
menyumbat pembuluh darah vena (trombosis). Umumnya, hal ini terjadi setelah
seseorang mengalami cedera pada pembuluh darah vena.
Pengobatan tromboflebitis disesuaikan dengan tingkat keparahan penyakitnya.
Biasanya, superficial thrombophlebitis dapat diobati dengan perawatan mandiri di
rumah, seperti:
1. Mengonsumsi obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS).
2. Mengompres area yang terasa nyeri dengan air hangat.
3. Menempatkan tungkai yang nyeri pada posisi lebih tinggi ketika tidur atau
duduk.
4. Menggunakan stoking kompresi untuk meredakan pembengkakan dan
melancarkan aliran darah.
10
Sekitar 80% wanita mengalami baby blues syndromesetelah melahirkan. Baby
blues syndrome ditandai dengan rasa khawatir atau keraguan yang berlebihan
terhadap kemampuannya merawat anak. Selain itu, penderita baby blues kerap
bersikap gelisah, tidak sabar, lekas marah, menangis tanpa alasan yang jelas,
hingga sulit tidur. Sebagian penderita baby blues juga merasa sulit membangun
ikatan dengan bayinya. Gangguan psikologis setelah melahirkan ini biasanya
berlangsung selama beberapa hari dan dapat hilang dengan sendirinya dalam
waktu 1–2 minggu. Bertukar pikiran dengan sesama ibu atau teman yang mampu
memahami beban seorang ibu kemungkinan dapat membantu pemulihan kondisi
ini.
2. Depresi pascamelahirkan
Jika baby blues terjadi lebih dari 2 minggu, bisa jadi yang dialami
bukanlah baby blues, melainkan depresi pascamelahirkan atau postpartum
depression. Gangguan psikologis setelah melahirkan ini memang memiliki gejala
yang hampir sama dengan baby blues, tetapi jauh lebih berat. Sebagian wanita
yang mengalami depresi pascamelahirkan dapat memiliki rasa bersalah atau
penyesalan yang mendalam. Saat mengalami kondisi ini, penderita depresi
pascamelahirkan kerap kali tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari,
termasuk merawat bayinya bahkan dirinya sendiri. Wanita rentan mengalami
depresi pascamelahirkan jika memiliki riwayat trauma dan depresi di masa lalu,
permasalahan rumah tangga, rasa percaya diri yang rendah, dan kehamilan yang
tidak direncanakan. Kondisi ini perlu segera mendapat penanganan dari psikiater.
Jika dibiarkan berlarut-larut, gejala depresi pascamelahirkan dapat menjadi parah
dan menimbulkan gangguan prikologis setelah melahirkan lainnya.
11
3. Psikosis pascamelahirkan
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Infeksi post partum atau masa jifas dapat terjadu setelah melahirkan normal, operasi,
maupun saat menyusui
2. Beberapa jenis infeksi yang umumnya terjafi yaitu endometritis, mastitis, peritonitis,
trombofeblitis, luka perinium dan gangguan psikologi masa nifas
3. Infeksi pada masa nifas ini dapat menyebabkan komplikasi lain yang berbayaha bagi
ibu dan tumbuh kembang bayi
B. SARAN
Dari laporan yang sudah di buat dengan memperhatikan mekanisme asuhan kebidanan
yang berkualitas, diharapkan untukkedepan dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca
untuk dapat mengetahui bahkan mencegah terjadinya infeksi masa nifas, komplikasi akibat
infeksi masa nifas hingga gangguan psikologi masa nifas agar dapat mewujudkan
penurunan AKI dan AKB di Indonesia.
13
DAFTAR PUSTAKA
14