Anda di halaman 1dari 25

REFERAT Maret 2024

TORTIKOLIS

Disusun Oleh:

Karina Khaerah Ummah


N 111 22 071

Pembimbing Klinik
dr. Christin R. Nayoan, Sp. THT-KL, M. M

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU 2024
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Karina Khaerah Ummah

Stambuk : N 111 22 071

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Profesi Dokter

Universitas : Tadulako

Bagian : Ilmu Kesehatan THT-KL

Judul Refleksi kasus : TORTIKOLIS

Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL


RSUD UNDATA PALU
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Tadulako

Palu, Maret 2024

Mengetahui
Pembimbing Klinik Dokter Muda

dr. Christin R. Nayoan, Sp. THT-KL, M. M Karina Khaerah Ummah


.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1
BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI LEHER .............................................2
BAB I TORTIKOLIS ......................................................................................10
3.1 Definisi.....................................................................................................10
3.2 Klasifikasi ...............................................................................................10
3.3 Epidemiologi...........................................................................................11
3.4 Etiologi.....................................................................................................12
3.5 Patofisiologi.............................................................................................13
3.5 Diagnosis..................................................................................................14
3.5 Diagnosis banding...................................................................................17
3.5 Penatalaksanaan.....................................................................................17
3.5 Prognosis.................................................................................................19
BAB IV PENUTUP.............................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................v

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Tortikolis adalah deformitas yang terjadi pada kepala dan leher. Angka
kejadian tortikolis kongenital di seluruh dunia bervariasi antara 0,3–1,9%.
Berdasarkan data Statistik di Indonesia menunjukkan 1 dari 300 bayi lahir dengan
tortikolis otot bawaan. Biasanya, tortikolis muncul dengan rotasi dan fleksi yang
tidak normal. Namun, ada beberapa presentasi posisi lainnya, yang mungkin
mencakup fleksi, ekstensi, dan kemiringan ke kanan atau kiri.1,2
Tortikolis dapat diklasifikasikan menjadi tortikolis kongenital, tortikolis
didapat, dan tortikolis spasmodik (distonia). Secara umum, tortikolis terjadi
karena disfungsi mekanisme neuromuskular lokal, yang disebut distonia fokal.
Distonia servikal adalah salah satu distonia fokal yang paling umum terjadi pada
orang dewasa.Tortikolis yang didapat mungkin disebabkan oleh trauma,
inflamasi, psikogenik, atau neoplastik. Tortikolis otot bawaan adalah kelainan
postur kepala dan leher yang terdeteksi saat lahir atau segera setelah lahir,
terutama akibat fibrosis unilateral dan pemendekan otot Sternocleidomastoid.
Tortikolis otot bawaan adalah kondisi bawaan ketiga yang paling umum terjadi
pada bayi baru lahir.1,2,3
Semua penyebab tortikolis yang mendasari harus dieksplorasi dan ditangani
dengan tepat. Untuk meminimalkan dan meringankan gejala, pilihan pengobatan
farmakologis termasuk benzodiazepin (pengobatan kecemasan dan kejang),
pelemas otot (muscle relaxant), dan antikolinergik (menangkal asetilkolin,
neurotransmitter pada sistem saraf). Pilihan lainnya adalah injeksi toksin
botulinum. Beberapa etiologi tortikolis memerlukan pembedahan korektif.
Fisioterapi dan osteopati adalah pilihan pengobatan konservatif. Fisioterapi
memainkan peran penting dalam mengobati sebagian besar bentuk dan etiologi
tortikolis yang berbeda, Semakin muda usia pasien tortikolis saat terdeteksi dan
ditangani, semakin baik prognosisnya..3 Mengingat pentingnya diagnosis sedini
mungkin pada pasien dengan tortikolis, maka penting bagi para calon dokter
umum untuk mengetahui mengenai penyakit ini lebih jauh. Oleh karena itu,
Referat ini akan membahas mengenai tortikolis.

1
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI LEHER

Leher adalah jembatan antara kepala dan seluruh tubuh. Terletak di antara
mandibula dan klavikula, menghubungkan kepala langsung ke batang tubuh, dan
berisi banyak struktur vital. Ini berisi beberapa anatomi paling kompleks dan
rumit dalam tubuh dan terdiri dari banyak organ dan jaringan dengan struktur dan
fungsi penting untuk fisiologi normal. Struktur yang terdapat di dalam leher
bertanggung jawab untuk bernapas, berbicara, menelan, pengaturan metabolisme,
dukungan dan koneksi otak dan tulang belakang leher, serta aliran masuk dan
keluar peredaran darah dan limfatik dari kepala.4,5
Leher terbagi menjadi dua segitiga: anterior dan posterior, yang dibagi
menjadi segitiga tambahan dan area anatomi. Segitiga anterior dikelilingi di
bagian inferior oleh takik sternum dan klavikula, di bagian lateral oleh tulang

2
sternokleidomastoideus, dan di bagian medial oleh tulang rawan trakea, tiroid, dan
krikoid. Segitiga posterior dibatasi di posterior oleh otot trapezius, di anterior oleh
otot sternokleidomastoid, dan di inferior oleh klavikula.4

Segitiga anterior dibagi menjadi empat segmen yang lebih kecil (juga
segitiga):4
1. Segitiga submental, disebut juga segitiga suprahyoid , berisi otot
mylohyoid sebagai dasarnya. Di bagian inferior, perbatasannya adalah
tulang hyoid. Secara medial, batasnya adalah garis tengah leher. Di bagian
posterior, batasnya adalah perut anterior digastrik.
2. Segitiga submandibular , atau segitiga submaxillary , dibatasi secara
superior oleh mandibula. Bagian lain dari segitiga ini adalah perut anterior
dan posterior otot digastrik.
3. Segitiga karotis , atau segitiga karotis superior , dibatasi di posterior oleh
otot sternokleidomastoid, di anterior oleh otot omohyoid, dan di superior
oleh otot stylohyoid dan perut posterior digastrik. Otot tirohyoid,
hyoglossus, konstriktor faring tengah, dan otot konstriktor faring inferior
membentuk dasar segitiga karotis.
4. Segitiga otot , atau segitiga karotis inferior , dibatasi secara medial oleh
garis tengah leher, di bagian superior oleh perut superior omohyoid, dan di
posterior oleh sternokleidomastoid.

Segitiga posterior dibagi menjadi segitiga oksipital dan segitiga subklavia


oleh perut inferior otot omohyoid. Leher juga memiliki beberapa lapisan fasia,
namun dua divisi utama adalah fasia superfisial dan profunda .
1. Fasia servikal superfisial memanjang dari kepala hingga ke dada dan
aksila. Di leher, terdapat kelenjar getah bening superfisial, saraf kulit,
vena jugularis eksternal dan anterior, dan otot platysma. Ini diatur secara
longgar untuk memungkinkan pergerakan leher.
2. Fasia servikal profunda terbagi lagi menjadi :

3
- Lapisan superfisial fasia servikal profunda , atau lapisan investasi ,
terletak di antara otot-otot leher dan fasia servikal superfisial,
melingkari otot-otot sternokleidomastoid dan trapezius. Ia melekat
pada bagian inferior skapula, klavikula, dan manubrium. Di bagian
superior, melekat pada mandibula, prosesus mastoideus, garis nukal
superior, dan tonjolan oksipital eksterna.
- Lapisan tengah fasia serviks dalam , atau lapisan pretrakeal , berjalan
dari mediastinum di bagian inferior hingga dasar tengkorak di bagian
superior. Ia memiliki divisi otot dan visceral. Pembagian otot meliputi
otot tali, otot sternohyoid, sternothyroid, omohyoid, dan thyrohyoid.
Divisi visceral membungkus laring, faring, esofagus, tiroid, kelenjar
paratiroid, trakea, dan saraf laring berulang.
- Lapisan dalam dari fascia servikal dalam, atau lapisan prevertebral,
berjalan dari dasar tengkorak hingga mediastinum. Dua bagian
utamanya adalah lapisan alar dan prevertebral. Lapisan-lapisan ini
melingkupi otot-otot dalam leher dan vertebra servikal, membentuk
bagian dari ruang retrofaring.

Pembuluh darah dan limfa


Pembuluh darah besar di leher terbatas dalam selubung karotid. Ini
termasuk arteri karotis umum, arteri karotis internal, dan vena jugularis
interna. Arteri karotis umum kanan berasal dari arteri brakiosefalik,
sedangkan arteri karotis umum kiri berasal langsung dari arkus aorta. Arteri
karotis umum bercabang menjadi arteri karotis internal dan eksternal pada
tingkat bagian atas kartilago tiroid. Arteri karotis eksternal keluar dari
selubung karotid dan memasok aspek permukaan wajah dan sebagian leher.
Arteri ini memancarkan arteri tiroid superior, arteri lingualis, arteri fasialis,
dan arteri oksipitalis. Arteri karotis internal berlanjut ke dalam tulang
temporal melalui kanalis karotid dan bergabung dengan sirkel Willis untuk
memasok arteri oftalmik, arteri serebral anterior, dan arteri serebral tengah.

4
Vena jugularis interna berlanjut dengan sinus sigmoid dan keluar dari
tengkorak melalui foramen jugular. Ia menuruni leher dalam selubung karotid
dan menerima drainase dari vena fasialis, vena lingual, dan vena tiroid
superior dan tengah. Akhirnya, vena ini beranastomosis dengan vena
subklavia untuk membentuk vena brakiosefalik. Darah dari wajah dan kulit
kepala mengalir ke vena jugularis eksternal, yang turun di sepanjang tepi
sternokleidomastoid dan mengalir ke vena subklavia. Vena jugularis anterior
juga beranastomosis dengan vena jugularis eksternal, dengan variasi
anastomosis dibahas dalam topik artikel StatPearls lainnya untuk setiap
vena.4,5
Banyak nodus limfe ada di leher, dengan sebagian besar terletak sepanjang
jalur vena jugularis interna. Nodus limfe leher lateral ada dalam rantai
anterior dan posterior di setiap sisi leher, lateral dan dekat terkait dengan vena
jugularis interna. Ini mengalirkan sebagian besar struktur di kepala dan leher.
Nodus limfe leher tengah dalam drainase oleh rantai nodus limfe yang

5
berhubungan dengan nodus limfe mediastinum, bertanggung jawab untuk
mengalirkan area tiroid dan peri-tiroid dan trakea serviks. Ada juga pleksus
nodal retrofaring yang mengalirkan nasofaring dan dasar tengkorak. Nodus
limfe supraclavicular terletak tepat di atas klavikula. Nodus Virchow, nodus
limfe supraskapularis kiri, terletak dekat pertemuan ductus thoracicus dan
vena subklavia kiri, di mana limfe dari sebagian besar tubuh mengalir ke
sirkulasi sistemik. Oleh karena itu, emboli tumor dari daerah perut (kanker
lambung) dan panggul (kanker ovarium) dapat menyebabkan pembesaran
nodus Virchow (nodus penanda).

Sistem nervus
Terdapat 4 saraf superfisial yang berhubungan dengan tepi posterior m.
sternocleidomastoid. Saraf-saraf tersebut mempersarafi kulit di daerah yang
bersangkutan. Saraf superfisial yang dimaksud adalah :
1. N. Oksipitalis minor (C2)
2. N. Auricularis magnus (C2 dan C3)
3. N.Cutaneus anterior (cutaneus colli, C2 dan

6
4. N.Supraklavikularis (C3 dan C4)

Keempat saraf ini berasal dari Nn. Servikalis II, III dan IV dan terlindung di
bawah otot. Dalam perjalanan ekstra kranialnya, 4 nervi kranial terletak di daerah
M. Digastricus. Saraf-saraf cranial yang dimaksud:

 N. Vagus, keluar melalui Foramen Jugularis, menginervasi saluran


pernafasan dan saluran pencernaan.
 N. Glossopharyngeus, keluar bersama N. Vagus, terletak diantara karotis
interna dan jugularis interna. Merupakan saraf motorik untuk M.
Stylopharyngeus.

7
 N. Assorius, berasal dari cranial dan C5 atau C6. Merupakan motorik
untuk M. SCM dan M. Trapezius, sedangkan cabang cervicalnya
merupakan sensorik.
 N. Hypoglosus, keluar melalui cranial hypoglosus, merupakan motorik
untuk lidah.
Muscle
Platysma adalah otot tipis yang membentang dari toraks atas hingga pipi
dan bibir bawah. Fungsinya adalah menarik bibir tengah ke bawah (komisura bibir
ditarik ke bawah melalui depressor anguli oris, diberi inervasi oleh cabang
mandibular marginis dari saraf fasial), dan mengencangkan leher secara
superficial, dan menerima pasokan saraf dari cabang serviks saraf fasial
Otot sternokleidomastoid memiliki dua kepala otot yang berasal dari
manubrium sternal dan klavikula medial. Kedua kepala otot ini bergabung dan
menyisipkan diri pada proses mastoid tulang temporal dan garis nukleus superior.
Fungsinya adalah memutar kepala ke sisi yang berlawanan dengan yang sedang
berkontraksi. Inervasi otot ini oleh CN XI.

8
Otot trapezius adalah otot besar di punggung yang membentang dari
protuberans eksternal tulang occipital ke bawah hingga vertebra torakal bawah
dan lateral ke tulang belakang scapula. CN XI memberi inervasi pada otot
trapezius, dan berfungsi untuk menstabilkan dan memindahkan scapula.
Otot suprahioid terdiri dari otot digastric, mylohyoid, dan geniohyoid. Otot-
otot ini melekat pada tulang hyoid dan bagian mandibula, kecuali otot digastric.
Otot digastric memiliki dua perut, perut posterior yang melekat pada proses
mastoid tulang temporal. Inervasi geniohyoid melalui CN XII, juga dikenal
sebagai saraf hipoglossal. Perut anterior otot digastric dan mylohyoid menerima
pasokan saraf dari saraf mylohyoid, sebuah cabang dari divisi mandibula CN V.
Saraf fasial memberi inervasi pada perut posterior otot digastric. Fungsinya adalah
mengangkat tulang hyoid.4
Otot infrahioid terdiri dari otot thyrohyoid, omohyoid, sternothyroid, dan
sternohyoid. Mereka semua mendapatkan pasokan saraf mereka melalui ansa
cervicalis (C1-C3) kecuali otot thyrohyoid, yang diinervasi oleh CN XII. Otot
omohyoid berasal dari scapula, melewati sekitar sternokleidomastoid, dan melekat
pada tulang hyoid. Nama-nama otot sternohyoid, sternothyroid, dan thyrohyoid
menggambarkan situs asal dan penyisipan mereka.4,5

9
BAB III
TORTIKOLIS
3.1 Definsi
Istilah tortikolis berasal dari bahasa Latin, dari kata torquere artinya
bengkok, dan collum yang berarti leher dan merupakan tanda klinis dari leher
bengkok atau terputar yang bisa didapat atau kongenital. Dalam beberapa literatur
juga disebutkan bahwa Torticollis atau leher bengkok (tortum collum) berasal dari
bahasa Italia “torti colli” adalah sikap kepala dan leher yang buruk, biasanya
ditandai dengan kemiringan dan rotasi abnormal. Ada beberapa posisi presentasi,
termasuk fleksi, ekstensi, miring kanan atau kiri. Ini memiliki nama-nama seperti
torticollis horizontal, vertikal, miring, atau torsion.3,5

Gambar 3.1

3.2 Klasifikasi
Tortikolis dapat diklasifikasikan menjadi tortikolis kongenital, tortikolis
didapat, dan tortikolis spasmodik. Bayi dengan kemiringan kepala ke satu sisi
dikategorikan sebagai tortikolis kongenital. Penyakit bawaan kongenital terjadi
pada beberapa bulan pertama kehidupan. Biasanya tortikolis kongenital

10
disebabkan oleh tortikolis otot bawaan (Congenital Muscular Torticollis), dimana
terjadi kontraktur otot sternokleidomastoideus. Ada beberapa penyebab tortikolis
kongenital lainnya, termasuk kelainan osseus, tortikolis okular, dan refluks
gastroesophageal. Kekakuan pada anak sampai dewasa biasanya dikenal sebagai
tortikolis didapat, sedangkan gerakan spasmodik yang intermiten pada otot-otot
leher sampai ke wajah merupakan tortikolis spasmodic.7,8
Tortikolis yang didapat mungkin disebabkan untuk trauma, inflamasi,
psikogenik atau neoplastik. Torticollis spastik (ST) adalah penyakit distonia yang
terutama terjadi pada otot leher. Ini menyebabkan distorsi, miring, dan
abnormalitas postur pada kepala dan leher akibat kontraksi otot leher yang tidak
disengaja secara intermittan atau terus-menerus. 2,9
Torticollis kongenital adalah kondisi yang umumnya didiagnosis pada atau
segera setelah lahir, ditandai dengan posisi kepala yang tidak sengaja dan
asimetris yang disebabkan oleh pemendekan unilateral dari otot
sternokleidomastoid (SCM), biasanya terkait dengan massa fibrotik. Pemendekan
otot ini dapat dideteksi pada pemeriksaan ultrasonografi, di mana terlihat sebagai
lesi morfologis khas (fibrosis jaringan otot). Ini dapat terjadi selama
perkembangan prenatal atau akibat trauma perinatal. Perubahan fibrotik
menyebabkan pemendekan SCM dan pembatasan mobilitas sekunder di daerah
serviks tulang belakang.10

3.3 Epidemiologi
Torticollis adalah diagnosis umum, dan perkiraan menunjukkan bahwa 90
persen individu akan mengalami setidaknya satu episode torticollis sepanjang
hidup mereka. Tortikolis kongenital merupakan kelainan bentuk pada posisi
kepala dengan insiden diperkirakan 4 per 1000 kelahiran, dan 1 dari setiap 300
kelahiran hidup. Cheng et al melaporkan bahwa insiden tortikolis kongenital
bervariasi dari 0,3-1,9%. Berdasarkan data Statistik di Indonesia menunjukkan 1
dari 300 bayi lahir dengan tortikolis otot bawaan, Kelainan ini lebih sering terjadi
pada anak pertama. Sedangkan menurut data jumlah pasien dengan kondisi
Tortikolis Kongenital di YPAC Surakarta sejak tahun 2016 sampai dengan tahun
2019 rata-rata sebanyak 1-3 pasien per tahun.3,14

11
Torticollis posttraumatik terjadi 10 hingga 20% dari waktu; sisanya adalah
idiopatik. Berdasarkan jenis kelamin kecenderungan perempuan terhadap laki-laki
sebesar 2 banding 1. Onset distonia servikal idiopatik biasanya terjadi pada
kelompok usia 30 hingga 50 tahun. Torticollis adalah kondisi pediatrik yang
umum, dengan insiden 0,3–2,0% pada bayi baru lahir yang sehat, di mana fibrosis
dan pemendekan unilateral dari otot sternokleidomastoid (SCM) terjadi
menyebabkan posisi kepala dan leher yang asimetris. 3,11

3.4 Etiologi
Etiologi tortikolis sangat beragam dan dapat terkait dengan penyakit yang
kompleks dan/atau serius. Tortikolis dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa
jenis:3
1. Tortikolis kongenital: Selama kehamilan atau kelahiran, trauma dapat
terjadi yang menyebabkan edema pada otot, yang dapat menyebabkan
fibrosis kongenital pada otot sternokleidomastoid, menyebabkan
pemendekan serat otot ini.
2. Nyeri dermatogenik: Ketika terjadi cedera pada kulit leher dan kulit
memendek, ini dapat menyebabkan pembatasan gerakan, biasanya terjadi
pada kasus luka bakar atau bekas luka.
3. Tortikolis okular: Ini merujuk pada kelumpuhan otot yang terlibat dengan
kemiringan dan rotasi kepala (kompensasi) dari keterlibatan otot mata
ekstraokular oblik.
4. Tortikolis reumatologis: Variasi ini sekunder terhadap berbagai penyakit
reumatologi.
5. Torcicolo vestibular: Telinga bagian dalam yang bertanggung jawab atas
keseimbangan, melibatkan labirin telinga bagian dalam. Neurogenik: Ini
merupakan hasil dari gangguan neurologis atau kecelakaan, seperti stroke
atau trauma.
6. Tortikolis spastik (distonia): ini adalah penyebab kekakuan leher yang
paling umum. Tipe ini disebabkan oleh peningkatan tonus otot. Faktor
pemicu paling umum termasuk stres emosional, beban fisik, atau gerakan
tiba-tiba.

12
7. Tortikolis juga dapat disebabkan oleh faktor lokal maupun gangguan
sistem saraf pusat: Distonia servikal dapat dibagi menjadi dua kelompok:
distonia servikal primer (atau idiopatik) dan distonia servikal sekunder
(atau simtomatik). Distonia primer, juga disebut distonia idiopatik,
ditandai dengan tidak adanya lesi pada ganglia basal. Banyak penelitian
telah mengidentifikasi dasar genetiknya, mengungkapkan 25 distonia
genetik. Distonia servikal sekunder dapat mengikuti trauma, penggunaan
obat, atau menjadi hasil dari pemicu patologis. Asalnya, oleh karena itu,
terkait dengan faktor eksternal yang diketahui.
3.5 Patofisiologi
a. Tortikolis kongenital
Tortikolis kongenital disebabkan oleh trauma lokal pada jaringan
lunak leher sebelum atau selama persalinan. Trauma otot
sternokleidomastoideus saat proses persalinan menyebabkan fibrosis atau
malposisi intrauterine yang menyebabkan pemendekan dari otot
sternokleidomastoideus. Bisa juga terjadi hematom yang dikuti dengan
kontraktur otot. Biasanya anak-anak seperti ini lahir dengan persalinan
sungsang atau menggunakan forseps. Penyebab lain yang mungkin yakni
herediter dan oklusi arteri atau vena yang menyebabkan fibrosis jaringan
didalam otot sternokleidomastoideus.8,12
b. Tortikolis didapat (Acquired Torticollis)
Patofisiologi dari torticollis yang didapat adalah tergantung dari
penyakit yang mendasarinya. Spasme dari otot leher yang menyebabkan
tortikolis merupakan hasil dari injury atau inflamasi dari otot cervical atau
nervus kranialis dari proses penyakit yang berbeda. Tortikolis akut bisa
disebabkan oleh trauma tumpul pada kepala dan leher atau dari kesalahan
posisi saat tidur. Tortikolis akut biasanya akan sembuh dengan sendirinya
dalam beberapa hari dampai minggu atau setelah menghentikan obat pada
tortikolis akut yang disebabkan oleh obat-obatan seperti dopamine reseptor
blocker, metoclopramide, phenytoin, carbamazepin.12

13
3.6 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang:3,8

a. Anamnesis
 Postur tubuh yang tidak normal, rasa nyeri pada leher, sakit kepala, kaku
otot leher, gerakan rentang leher terbatas (ROM), massa leher atau
pembengkakan
 Riwayat kelahiran pada anak-anak
 Riwayat keluarga yang berfokus pada dystonia
 Riwayat pengobatan
 Trauma tulang belakang serviks yang baru saja dialami
b. Pemeriksaan Fisik
 Dapat muncul dalam posisi rotasi (memutar), anterocollis (fleksi), posisi
laterocollis (side bending) dan retrocollis (ekstensi) dengan kepala miring
ke sisi yang terkena (80%, ke kanan) dan dagu berputar ke arah yang
berlawanan
 Kejang dan nyeri M. Trapezius, SCM dan otot leher lainnya yang bersifat
intermitten
 Terdapat limfadenopati dalam beberapa kasus, namun tidak banyak
 Asimetri kraniofasial (plagiocephaly) menunjukkan torticollis bawaan atau
kronis
 Trik sensorik (geste antagoniste), seperti menyentuh wajah, dapat
mengurangi keparahan pada kebanyakan pasien (patognomonik untuk
torticollis spasmodik)
 Kelainan okuler seperti diplopia
 Kelainan tulang belakang: Leher pendek dengan garis rambut posterior
rendah dapat mengindikasikan sinaptosis oksipitoservikal
 Gambaran klinis secara umum:
- Pada CMT: Saat lahir, mungkin ada pembesaran SCM yang tegas,
tidak mencolok. Namun, SCM mungkin tampak normal saat lahir,

14
dengan pembengkakan dan sesak yang muncul beberapa minggu
kemudian
- Pada tortikolis yang didapat baik pada anak maupun dewasa terjadi
kekakuan leher unilateral, nyeri, kejang atau penurunan ROM tanpa
trauma.
- Pada tortikolis spasmodik pada awalnya mungkin timbul dengan kaku
pada leher yang mengalami nyeri, kepala menyentak dan kejang leher

c. Pemeriksaan Penunjang
 Studi laboratorium secara umum tidak membantu dan hanya diperlukan
untuk mengevaluasi sebab utama yang mendasarinya
 Radiografi harus diambil untuk menyingkirkan patologi tulang belakang
pada kasus traumatis dan congenital

15
 Pertimbangkan MRI atau CT scan tulang belakang servikal untuk pasien
dengan defisit neurologis

Pada tortikolis kongenital, penegakkan diagnosis tortikolis harus berdasarkan


riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan fisik infant. Didapati riwayat
kelahiran sukar atau sungsang serta trauma pada proses persalinan seperti fraktur
klavikula pada tortikolis kongenital. Selain itu, perinatal asfiksia, jaundice,
kejang, penggunaan obat-obatan, gastroesofageal reflux disease (GERD), atau
sindrom Sandifer juga turut menjadi penyebabnya. Manifestasi klinis yang didapat
dari pemeriksaan yaitu kepala miring ke arah yang sakit (setelah menyingkirkan
penyebab lain seperti anomali tulang, diskitis, limfadenitis), leher menjadi tidak
seimbang dan pendek pada bagian yang fibrosis, di sisi yang fibrosis telinga
mendekati bahu, garis mata dan garis bahu membentuk sudut (normalnya sejajar),
perkembangan muka dapat menjadi asimetris, dan terdapat benjolan berbatas
tegas yang melibatkan satu atau kedua caput sternocledomastoideus. Benjolan ini
bersifat firm, tidak nyeri, terdiri dari jaringan fibrotic dengan deposit kolagen dan
migrasi fibroblast disekitar serat sternokleidomastoideus yang atrofi.3,8
Selanjutnya, tipe dari deformitas harus diselidiki, sebagaimana kombinasi
dan fleksi dan rotasi, apakah deformitas tersebut rigid atau fleksibel, dan apakah
bisa sembuh dengan sendirinya atau tidak. Kondisi kelainan musculoskeletal
lainnya seperti hip dysplasia harus diperiksa. Selain itu, pemeriksaan optalmologi

16
perl dilakukan karena dapat mengetahui ketidakseimbangan dari otot ekstra ocular
yang merupakan faktor penyebab dari tortikolis.8

3.7 Diagnosis banding


Perlu dicatat bahwa perubahan lain dalam posisi kepala dan leher tidak
selalu merupakan torticollis.3 berikut adalah beberapa kondisi patologis yang
menyebabkan juga perubahan posisi kepala dan leher:3
Acquired
Congenital
Painfull Non-Painfull
Congenital Muscular Atlantoaxial rotator Tumor of the Central
Vertebral anomalies displacement (Grisel) nervus system
Klippel-Feil C1 fracture Hysterical
Juvenile rheumatoid arthritis
Occipitalization of C1 Oculogyric crisis
Eusinophilic granuloma
Congenital hemiatlas (Phenothiazone toxicity)
Osteoid osteoma or
osteoblastoma
Sandifer syndrome

3.8 Tatalaksana
a. Medikamentosa
Obat pilihan untuk pengobatan tortikolis termasuk analgesik (obat antiinflamasi
nonsteroid (NSAIDs), acetaminophen, opiat), benzodiazepin, antikolinergik, dan
suntikan botulinum toksin lokal (BOTOX® intramuskular). Dapat juga diberikan
pelemas otot. Agen ini biasanya meringankan gejala sepenuhnya dalam beberapa
hari. Pengobatan umum untuk mengobati tortikolis akut dan spasmodik meliputi
benztropine (Cogentin) atau diphenhydramine (Benadryl). Obat ini biasanya
diberikan melalui injeksi intravena. Pelemas otot dapat berupa benzodiazepin
seperti Ativan atau Valium. Obat dilanjutkan dalam bentuk oral selama 48-72 jam
untuk menghindari gejala rekuren.8,13
Pada beberapa studi dilaporkan penggunaan Injeksi toksin botulinum untuk segala
jenis distonia servikal. Metode ini aman dan efektif pada anak dan remaja. Toksin

17
ini akan menurunkan spasme dan dapat meregangkan otot yang kaku secara
manual. Beberapa kasus tortikolis dewasa berhasil diatasi dengan toksin
botulinum ini. Akan tetapi, tidak ada bukti ilmiah yang adekuat untuk keamanan
dan efisiensi dari pengobatan modern ini.13

b. Non- medikamentosa
 Terapi fisik
Peregangan secara pasif dan manual pada otot
sternokleidomastoideus sebelum usia 12 bulan adalah terapi fisik yang
paling efektif. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua dengan cara satu
tangan berada pada kepala anak dan bahu ipsilateral, kemudian fleksi
lateral dari kepala anak dilakukan berbarengan dengan rotasi ke arah yang
berlawanan. Cara ini dilakukan setidanya dua kali dalam satu hari,
dilakukan 10-15 peregangan, dengan waktu dilatasi mencapai 30 detik.
Dengan latihan yang dilakukan secara benar dan teratur setiap hari,
didapatkan hasil yang memuaskan yakni lebih dari 90%, dan rekurensi
2%.14
Selain itu, dapat juga dilakukan terapi fisik berupa terapi paraphino
dan thermoterapi, serta iontophoresis dan terapi microcurrent. Terapi fisik
yang lain yaitu dengan masase pada otot leher dan jaringan subkutan yang
kaku dapat mengurangi nyeri, mobilisasi sendi, dan terapi kraniosakral.
Pada anak yang lebih besar dapat digunakan penyangga (torticollis brace)
yang bersifat membantu terapi.8,14
 Terapi operasi
Penatalaksanaan operatif dianjurkan untuk anak dengan usia diatas
12-18 bulan yang tidak berhasil dengan penatalaksanaan secara
konservatif atau dijumpai wajah yang asimetris dan plagiocephaly.
Operasi untuk memanjangkan otot sternokleidomastoideus yang
kontraktur dijumpai pada 3% kasus. Operasi sangat direkomendasikan jika
didapati keterbatasan gerakan sampai 30 derajat serta pada kasus
deformitas tulang wajah yang kompleks.8

18
Waktu yang optimal untuk operasi adalah antara 1-4 tahun. Hal ini
didasari pada kebanyakan anak-anak dibawah usia 1 tahun respon
terhadap terapi konservatif. Namun demikian, untuk kasus pada dewasa
dengan tortikolis kongenital yang terabaikan, dapat dilakukan reseksi
unipolar pada ujung distal dari otot sternikleidomastoideus. Hasilnya
didapati jarak dari gerakan leher dan kemiringan kepala meningkat dan
secara kosmetik tampilannya membaik.8,15

3.9 Prognosis
Semakin muda usia pasien tortikolis, semakin baik prognosisnya. Hasil yang
positif didapatkan pada sekitar 90% kasus yang melakukan latihan peregangan
setiap hari dengan cara yang benar. Rekurensinya sekitar diatas 2%. Faktor
prognostik yang negatif didapati pada kasus yang terdapat massa pada
sternokleidomastoideus, rotasi awal dari posisi netral lebih dari 15 derajat, serta
pengobatannya baru dimulai setelah usia satu tahun.3,8,15
Komplikasi dari operasi adalah cedera nervus aksesorius. Angka relapsnya
mencapai 1.2%. Pada suatu studi didapatkan hasil setelah operasi 88.1% sangat
baik, 8.3% baik, dan 3.6% cukup baik sampai kurang baik. Hasil operasi ini
dipengaruhi oleh usia dan jarak rotasi leher. Waktu yang optimal untuk operasi
adalah antara 1-4 tahun, meskipun hasil yang baik juga didapati pada usia pasien
di atas 10 tahun saat operasi.3,8

BAB IV
KESIMPULAN

19
Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot
leher terkontraksi disertai perputaran leher. Tortikolis dapat terjadi sejak lahir,
congenital muscular torticollis (CMT), atau didapat saat dewasa, acquired
torticollis. Kelainan kongenital ini ditandai dengan pemendekan otot
sternokleidomastoideus unilateral.
Etiologi tortikolis terbagi menjadi Tortikolis kongenital, Nyeri
dermatogeni, Tortikolis okular, Tortikolis reumatologis, Torcicolo vestibular,
Neurogenik, Tortikolis spastik (distonia). Patofisiologinya dapat terjadi secara
bawaan atau didapat, tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Manifestasi
klinisnya berupa kepala miring ke arah yang sakit (setelah menyingkirkan
penyebab lain seperti anomali tulang, diskitis, limfadenitis, leher menjadi tidak
seimbang dan pendek pada bagian yang fibrosis, di sisi yang fibrosis telinga
mendekati bahu, garis mata dan garis bahu membentuk sudut (normalnya sejajar),
perkembangan muka dapat menjadi asimetris, dan terdapat benjolan berbatas
tegas yang melibatkan satu atau kedua caput sternocledomastoideus.
Pengobatan tortikolis yang utama adalah terapi konservatif, pada tortikolis
kongenital. Terapi fisik berupa peregangan otot yang dilakukan setiap hari
memiliki dampak yang bagus. Sedangkan, untuk kasus yang gagal dengan terapi
konservatif dapat dilakukan tindakan operasi, tenotomi. Hasil operasi dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien, akan tetapi hal ini sangat dipengaruhi oleh
usia.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Reide, S. 2023. Torticollis with Toddlers. A guidebook for the parents.


Satakunta University of Applied Science
2. Kaur, S. 2020. Congenital Torticollis and Its Physiotherapy Management.
International Journal of Health Sciences and Researcer. Vol.10; Issue: 2;
February 2020
3. Chuna, B., Tadi, P., Bragg, B N. 2023. Torticollis. NCBI Bookshelf. A
service of the National Library of Medicine, National Institutes of Health.
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024
Jan
4. Roesch, Z., Tadi, P. 2023. Anatomi, Kepala dan Leher. Rak Buku NCBI.
Layanan dari Perpustakaan Kedokteran Nasional, Institut Kesehatan
Nasional. StatPearls [Internet]. Pulau Harta Karun (FL): Penerbitan
StatPearls; 2024 Januari
5. Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia :
Anatomi Umum dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit.
Jakarta : EGC.
6. Gessal, J., Yapen, C. Rehabilitasi medik pada tortikolis muskular
kongenital. PPDS-1 Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
7. Kawatu, Imelda & Angliadi, Engeline. 2013. Tortikolis Muskular
Kongenital. Jurnal Biomedik (JBM), Volume 5, Nomor 3, November
2013, hIm. 142-148
8. Martin, Herman & Michael, Wolf. 2013. Torticollis in Children Current
Orthopaedic Practice: November/December 2013 - Volume 24 - Issue 6 -
p 598-603
9. Wul, J., Xu1, H., dkk. 2023. The application of electrophysiology in the
correction of spastic torticollis by triple surgery—report of 96 cases. Wu
et al. BMC Musculoskeletal Disorders (2023) 24:462.
https://doi.org/10.1186/s12891-023-06518-3

iv
10. Płomin ́ski, J., Olesin ́ska., dkk. 2024. Congenital Muscular Torticollis—
Current Understanding and Perinatal Risk Factors: A Retrospective
Analysis. Healthcare 2024,12,13. https://doi.org/
10.3390/healthcare12010013
11. Parau, D.; Todoran, A.B.; Balasa, R. 2024. Factors Influencing the
Duration of Rehabilitation in Infants with Torticollis—A Pilot Study.
Medicina2024,60,165. https:// doi.org/10.3390/medicina60010165
12. Kruer, M.C., et al. 2017. Torticollis. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1152543-overview#
13. Bajaj, J., et al. 2023. Bipolar Release of Sternocleidomastoid for
Congenital Muscular Torticollis. Neurology India, Neurological Society
of India 2023;71:427‐30.
14. Septi, A,N., Susanti, N. 2020. Penatalaksanaan fisioterapi pada anak
kondisi tortikolis kongenital dengan MFRT dan terapi latihan di Ypac
Surakarta. Jurnal PENA Vol.34 No.2
15. Cameron, Peter, Jelinek, George. 2020. Textbook of Adult Emergency
Medicine Fourth Edition. Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai