Anda di halaman 1dari 5

REVIEW ARTIKEL

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN

Disusun Oleh :

Alvina Dea Nurita 213202032


Evva Agustina 213202039
Hendrik Eko Satrio W 213202043

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN AKUNTANSI PERPAJAKAN


POLITEKNIK NEGERI MADIUN

TAHUN 2023
Judul Determinants of Financial Reporting Quality in the Public Sector:
Evidence from Indonesia
(Penentu Kualitas Pelaporan Keuangan di Sektor Publik: Bukti dari
Indonesia)

Penulis Fuad Rakhman, Singgih Wijayana

Asal Jurnal The International Journal of Accounting Vol. 54, No.3 (2019) 1950009
(35 halaman)

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apakah variasi FRQ
pemerintah daerah di Indonesia dipengaruhi oleh komposisi anggaran,
karakteristik pemerintah daerah, dan karakteristik walikota. Serta
memberikan bukti empiris mengenai faktor faktor penentu kualitas
pelaporan keuangan di sektor publik yang masih kurang dieksplorasi.

Motivasi Penelitian Penelitian ini dimotivasi oleh Pertama, Indonesia adalah contoh negara
muda namun merupakan salah satu negara demokrasi terbesar yang
mendorong desentralisasi fiskal dan reformasi sektor public. Kedua, di
negara seperti Indonesia, yang masih diwarnai dengan korupsi di
seluruh tingkat pemerintahan, peningkatan akuntabilitas dan
transparansi melalui FRQ pemerintah daerah berpotensi memperkuat
langkah-langkah pencegahan terhadap korupsi yang melibatkan
pejabat pemerintah. Selain itu, upaya kuat pemerintah pusat Indonesia
untuk mendorong akuntabilitas dan praktik pelaporan keuangan yang
lebih baik di kalangan pemerintah daerah menjadikan Indonesia tempat
yang menarik untuk melakukan penelitian mengenai FRQ pemerintah.

Pertanyaan Penelitian 1. Apakah proporsi anggaran yang dibelanjakan untuk belanja


modal mempengaruhi kualitas pelaporan keuangan pemerintah
daerah di Indonesia?
2. Apakah karakteristik pemerintah daerah, seperti ukuran dan
kekayaan, berhubungan dengan kualitas pelaporan keuangan?
3. Apakah pengalaman walikota mempengaruhi kualitas
pelaporan keuangan pemerintah daerah?
4. Apakah insentif keuangan dari pemerintah pusat
mempengaruhi kualitas pelaporan keuangan pemerintah
daerah?
5. Apakah terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kualitas pelaporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia?

Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
regresi logistik multinomial. Penelitian ini menggunakan data
sekunder yang dikumpulkan secara manual dari 3018 laporan
keuangan pemerintah daerah di Indonesia dari tahun 2008 hingga
2014. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan model regresi
logistik multinomial untuk menguji hipotesis yang diajukan.

2
Hipotesis H1 : Semakin besar proporsi anggaran yang dibelanjakan untuk
belanja modal, maka kualitas pelaporan keuangan semakin rendah.
H2a : Pemerintah daerah yang lebih besar cenderung mempunyai
FRQ yang lebih tinggi
H2b : Pemerintah daerah yang lebih kaya berhubungan dengan
kualitas pelaporan yang lebih tinggi
H2c : Pemerintah daerah di wilayah metropolitan cenderung memiliki
kualitas pelaporan keuangan yang lebih baik
H2d : Pemerintah daerah yang berlokasi di Pulau Jawa cenderung
memiliki FRQ yang lebih tinggi.
H3a : Pengalaman walikota dikaitkan dengan FRQ yang lebih tinggi.
H3b : Usia walikota dikaitkan dengan FRQ yang lebih tinggi.

Analisis Proporsi belanja modal pemerintah daerah mengurangi kemungkinan


menerima opini wajar tanpa pengecualian dibandingkan dengan opini
yang merugikan (t ¼ 3:93) atau opini disclaimer (t ¼ 2:02). Analisis
tambahan dengan menggunakan jumlah halaman laporan keuangan
dan luasnya temuan audit serta rekomendasi auditor sebagai variabel
dependen menunjukkan bahwa CAPEX mengurangi FRQ (lihat Tabel
5). Hal ini konsisten dengan pandangan bahwa program yang terkait
dengan belanja modal meningkatkan kompleksitas pelaporan
keuangan dan menghasilkan lebih banyak temuan audit oleh auditor.
(H1)

Tabel 4 lebih lanjut menunjukkan bahwa total aset pemerintah daerah


(SIZE) meningkatkan kemungkinan menerima opini wajar tanpa
pengecualian dibandingkan dengan opini wajar dengan pengecualian
(t ¼ 3:76) hingga opini tidak wajar (t ¼ 1:72) atau opini tidak
menyatakan pendapat (t ¼ 5:76). Temuan ini konsisten dengan
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pemerintah daerah
yang lebih besar dikaitkan dengan kepatuhan yang lebih besar terhadap
peraturan akuntansi (Christiaens, 1999) dan transparansi yang lebih
besar (Behn et al., 2010). Hal ini konsisten dengan penelitian
sebelumnya yang menunjukkan bahwa kemandirian finansial
pemerintah daerah sebagai ukuran kekayaan meningkatkan
transparansi (Tavares & da Cruz, 2017) dan akuntabilitas publik (Geys
et al., 2010), sehingga menghasilkan laporan keuangan yang lebih
baik. (H2a)

Lebih lanjut, kemandirian keuangan (FINDEP) nampaknya menjadi


faktor pembeda yang kuat antara pemerintah daerah yang menerima
opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan dan pemerintah
daerah lainnya. FINDEP meningkatkan kemungkinan menerima opini
wajar tanpa pengecualian dibandingkan opini dengan pengecualian (t
¼ 5:47) hingga opini merugikan (t ¼ 2:43) atau opini dikecualikan n (t
¼ 6:71). Hal ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang
menunjukkan bahwa kemandirian finansial pemerintah daerah sebagai
ukuran kekayaan meningkatkan transparansi (Tavares & da Cruz,
2017) dan akuntabilitas publik (Geys et al., 2010), sehingga
menghasilkan laporan keuangan yang lebih baik.m (H2b)
3
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemerintah daerah yang
berada di wilayah metropolitan (kota) lebih cenderung menerima opini
wajar tanpa pengecualian (WTP) atas laporan keuangannya. Variabel
METRO meningkatkan kemungkinan menerima opini wajar tanpa
pengecualian dibandingkan dengan opini wajar dengan pengecualian
(t ¼ 2:63) atau tidak memberikan opini (t = 2,60). Hal ini konsisten
dengan pandangan bahwa warga di wilayah metropolitan lebih terlibat
dalam pengambilan keputusan pemerintah daerah (Yang & Callahan,
2005) dan lebih aktif secara politik (Rosenstone & Hansen, 1993),
sehingga meningkatkan permintaan terhadap FRQ yang lebih tinggi.
Namun, lokasi geografis pemerintah daerah (JAVA) memberikan hasil
yang beragam. (H2c)

Hasil Uji multikolineritas menunjukkan bahwa pemerintah daerah di


Pulau Jawa memiliki tingkat yang relatif lebih tinggi kemandirian
finansial. Selanjutnya, pemerintah daerah yang berada di Jawa
mengalokasikan persentase anggaran mereka terhadap CAPEX yang
relatif lebih rendah (r ¼ 0.468). Hal ini sesuai dengan komitmen
pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkannya pembangunan
pada pemerintah daerah di luar Pulau Jawa sebagai prioritas utama.
Dalam uji ketahanan yang dilaporkan pada Tabel 5, hasil dokumentasi
yang diharapkan bahwa pemerintah daerah di Pulau Jawa mempunyai
FRQ yang lebih tinggi. (H2d)

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pemerintah daerah cenderung


menerima opini wajar tanpa pengecualian ketika walikota sudah
menjabat lebih lama. Pengalaman Walikota (EXP) meningkatkan
kemungkinan menerima opini wajar tanpa pengecualian dibandingkan
dengan opini dengan pengecualian (t ¼ 3:01) atau tidak memberikan
opini (t ¼ 4:52). Hal ini konsisten dengan pandangan bahwa
pengalaman manajemen puncak meningkatkan kualitas pelaporan
(Aier et al., 2005; Matsunaga & Yeung, 2008). (H3a)

Namun, dalam penelitian ini tidak ditemukan usia walikota menjadi


faktor penentu FRQ yang signifikan. Temuan ini berbeda dengan
temuan di perusahaan di mana usia eksekutif puncak ditemukan
mempengaruhi kualitas pelaporan (Huang et al., 2012). (H3b)

Kesimpulan, Penelitian ini menyelidiki determinan FRQ di sektor publik, dengan


pemerintah daerah di Indonesia sebagai sampelnya. Berdasarkan
kerangka manajemen pengungkapan keuangan (Greiling & Spraul,
2010; Hofmann & McSwain, 2013) dan teori permintaan informasi
akuntansi, yang mungkin dikelola secara oportunistik oleh manajemen
puncak (Givoly et al., 2010), pada saat diuji ditemukan bahwa rasio
belanja modal yang tinggi terhadap total anggaran, pemerintah daerah
yang lebih kecil, pemerintah daerah dengan kemandirian finansial
yang lebih rendah, dan pemerintah daerah yang dipimpin oleh walikota
yang kurang berpengalaman, berhubungan dengan FRQ yang lebih
4
rendah. Tak hanya itu insentif keuangan yang diperkenalkan pada
tahun 2010 oleh pemerintah pusat telah berhasil mendorong
peningkatan FRQ di kalangan pemerintah daerah.

Implikasi dalam penelitian ini yaitu, pemerintah pusat harus lebih


banyak membantu pemerintah daerah dengan belanja modal yang
relatif tinggi untuk meningkatkan kualitas pelaporan di tingkat
nasional. Pemantauan yang lebih ketat dapat membantu meningkatkan
transparansi dan mencegah korupsi dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah daerah, yang akan menghasilkan kualitas
pelaporan yang lebih baik. selain itu, karena daerah-daerah yang
kurang berkembang mempunyai kualitas pelaporan yang lebih rendah,
maka pemerintah pusat mungkin perlu memberikan akses yang lebih
baik kepada pemerintah daerah di daerah-daerah yang kurang
berkembang kepada pegawai yang memiliki lebih banyak keahlian di
bidang keuangan dan akuntansi (yaitu, redistribusi
keahlian keuangan).

Salah satu keterbatasan penelitian ini adalah opini audit tampaknya


tidak terdistribusi secara normal. Namun, karena penelitian ini
menggunakan ukuran sampel yang besar, masalah ini seharusnya tidak
menjadi perhatian serius. Keterbatasan lainnya adalah bahwa
dimasukkannya pemerintah daerah yang menerima laporan keuangan
yang merugikan dan tidak menyatakan pendapat dapat menimbulkan
masalah keandalan data. Terdapat pula faktor-faktor penentu kualitas
pelaporan lainnya, termasuk jumlah staf dengan latar belakang
akuntansi yang bekerja pada pemerintah daerah di bidang terkait dan
keahlian keuangan bendahara pemerintah daerah. Aturannya
menyatakan bahwa hanya walikota (bukan bendahara) yang harus
menandatangani laporan keuangan pemerintah daerah, sehingga hanya
nama walikota yang disebutkan dalam laporan keuangan.

Anda mungkin juga menyukai